I. PENDAHULUAN. dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

I. PENDAHULUAN. sekaligus mendukung terciptanya suatu tujuan nasional. Pembangunan nasional. rakyat serta kemakmuran yang adil dan merata bagi publik.

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

Tingkat perbandingan antara potensi, target, dan realisasi retribusi Izin. Mendirikan Bangunan (IMB) Kota Metro tahun yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah. untuk melaksanakan otonomi, pemerintah melakukan berbagai kebijakan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam terselenggaranya pemerintahan daerah yang baik. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

I. PENDAHULUAN. kepedulian terhadap potensi dan keanekaragaman daerah. daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan dari. program-program di segala bidang secara menyeluruh terarah dan

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.

L E M B A R A N D A E R A H

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

DAFTAR ISI. ABSTRAK..iv. KATA PENGANTAR. v. DAFTAR ISI..ix. DAFTAR TABEL.xiii. DAFTAR GAMBAR...xvi. 1.1 Latar Belakang Masalah...1

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. tekhnologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. pembangunan. Oleh karena itu peran masyarakat dalam Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan harkat, martabat,

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan pemberian Otonomi Daerah kepada Daerah atas dasar. desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia dan tersedianya dana yang memadai, baik dana yang bersumber dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. adalah kewenangan untuk mengelola potensi daerah dalam rangka menggali

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

UNIVERSITAS GUNADARMA PROGRAM DIPLOMA III BISNIS KEWIRAUSAHAAN LAPORAN KERJA PRAKTEK (LKP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau memperbaiki keadaan suatu negara. Dengan adanya kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dapat menetepkan berbagai jenis sumber penerimaan

WALIKOTA YOGYAKARTA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. (Diana Sari, 2013:40). Selanjutnya Diana Sari menyatakan, sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

2016 PENGARUH EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK:

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945 Alinea ke-iv, yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai aspek, antara lain ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah harus berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh pemerintah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah memberikan kewenangan kepada. pendapatan dengan menetapkan pendapatan lain-lain yang berupa

BAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai integral dari pembangunan nasional tidak dapat dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Menurut Rozali Abdullah dalam (Panduwinata, Puja, 2007:2) Kemampuan dalam menggali potensi ekonomi yang ada di daerah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan daerah. Potensi ekonomi menunjukan suatu kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah atau wilayah yang perlu dikembangkan dan ditingkatkan guna memberikan nilai tambah bagi pembangunan ekonomi selanjutnya. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Menurut

2 Edwar W. Weidner Pembangunan nasional adalah proses perubahan sistem yang direncanakan menuju ke arah perbaikan yang orientasinya pada modernisasi pembangunan bangsa dan kemajuan pembangunan nasional. (Ibnu Syamsi, 1994:29) Untuk mencapai pembangunan nasional, ditunjang dengan adanya keberhasilan pembangunan di daerah. Oleh karena itu penyelenggaraan otonomi daerah saat ini dipandang sangat penting untuk memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah yang diwujudkan dengan peraturan, pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah dibutuhkan sumbersumber pembiayaan yang berasal dari daerah bersangkutan. Salah satu sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber PAD adalah sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Metro ada 4, yaitu : 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Laba Usaha Daerah 4. Lain-lain PAD yang sah. Kota Metro dalam menjalankan otonomi daerahnya yaitu untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan tidak terlepas dari masalah-masalah pembiayaan yang termasuk sebagai faktor utama. Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 6 pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan asli daerah terdiri dari :

3 1. Pendapatan asli daerah a. Pajak daerah b. Retribusi daerah c. Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah 2. Dana perimbangan 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Kota Metro sebagai daerah pemekaran yang terbentuk pada tahun 1999 tentunya memerlukan biaya yang besar dalam melaksanakan pembangunan daerahnya, dan sebagai daerah otonom yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pembangunan Pemerintah Kota Metro berusaha menggali sumber-sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah. Untuk itu sebagai konsekuensinya pemerintah Kota Metro dituntut agar dapat memanfaatkan potensi yang ada dalam menggali dana sesuai kewenangan dalam mengatur rumah tangganya sendiri terutama Pendapatan Asli Daerah. Dari sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah mencerminkan tingkat kemandirian suatu daerah, Penerimaan sumber-sumber PAD Kota Metro yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Laba Usaha Daerah, Lain-lain PAD Yang Sah yang dapat dilihat pada Tabel 1.

4 Tabel 1. Realisasi Penerimaan PAD Kota Metro Tahun 2004-2008 (dalam rupiah). Tahun Pajak Daerah Retribusi Daerah Laba Usaha Daerah Lain-lain PAD yang sah Total PAD 2004 2.099.619.681 5.746.208.478-3.944.134.901,56 11.789.963.060,56 2005 2.168.380.507 8.179.273.339,1-3.673.663.370 14.021.317.216,05 2006 2.447.578.390 10.560.120.556 254.356.641 4.464.298.154,91 17.726.383.741,91 2007 2.497.718.426 10.864.202.877,6 390.476.808 10.547.860.783,33 24.300.258.894,98 2008 2.552.490.505 12.857.933.262 520.452.000 6.086.392.712,23 22.017.268.479,23 Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Metro, 2008 Tabel 1 memperlihatkan bahwa penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Metro yang terbesar berasal dari retribusi daerah, dan PAD terbesar pada tahun 2007 yang mencapai Rp. 24.300.258.894,98. Sedangkan tahun berikutnya, yaitu tahun 2008 penerimaan PAD mengalami penurunan menjadi Rp. 22.017.268.479,23. Salah satu sumber keuangan yang diharapkan peranannya dalam meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah hasil pajak daerah dan retribusi daerah. Menurut Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, pengertian retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang atau badan, dan hasil pungutan tersebut digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah dapat dijadikan tolak ukur kemampuan pemerintah daerah dalam menghimpun dana yang berasal dari masyarakat sehingga pemerintah daerah tidak tergantung sepenuhnya pada pemerintah pusat dengan jalan menggali sumber Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari Retribusi Daerah. Retribusi Daerah merupakan salah satu pendapatan yang potensial untuk dapat dimanfaatkan dalam pembiayaan pembangunan daerah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini

5 mengenai realisasi penerimaan retribusi daerah Kota Metro tahun anggaran 2004-2008. Tabel 2. Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah Kota Metro Tahun 2004-2008 (dalam rupiah). Ret. Jasa Umum Ret. Jasa Usaha RD 2004 2005 2006 2007 2008 Ret. Perizinan Tertentu : 4.799.250.053 7.137.102.741 9.437.427.885 9.129.551.726 11.031.656.174 619.143.225 646.855.160 714.459.480 1.258.059.637 1.062.534.728 Ret. IMB 138.272.759 142.424.795 160.449.257 215.474.564 515.561.244 Ret. HO 68.783.900 94.977.450 92.727.400 104.677.400 121.873.000 Ret. Trayek 13.447.500 13.365.000 10.808.000 7.837.500 11.000.000 Ret. IPPT 28.145.000 29.920.930,05 7.359.500 25.959.902 29.597.775 Ret. Izin 1.530.000 2.755.000 3.535.000 2.950.000 3.860.000 Penutupan jalan Ret. Peny. 4.046.000 4.701.000 10.732.000 450.387.000 6.876.000 Kursus Ret. Izin 2.840.000 4.281.000 4.281.000 4.257.000 3.504.500 Pelatihan kerja Ret. Izin 9.010.041 9.645.263 10.176.034 9.635.398 8.291.091 Perkoprasian Ret. Izin usaha 26.950.000 27.105.000 30.895.000 42.207.250 42.623.750 perdagangan Ret. Izin usaha 5.880.000 4.020.000 13.040.000 25.540.000 15.480.000 angkutan Ret. Izin usaha - - - - 3.250.000 kepariwisataan Ret. Izin laik - - - - 150.000 sehat Jumlah 5.746.208.478 8.179.273.339,1 10.560.120.556 10.864.202.877,6 12.857.933.262 Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Metro, 2008 Tabel 2, menunjukan bahwa penerimaan retribusi daerah dari berbagai macam retribusi perizinan tertentu di Kota Metro, jumlah retribusi terbesar adalah dari retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dengan melihat perkembangan Kota Metro sebagai daerah administratif yang dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya, maka salah satu retribusi daerah yang mempunyai potensi yang cukup

6 besar, sebagai salah satu penyumbang pendapatan asli daerah dan memiliki kontribusi terhadap PAD di Kota Metro adalah retribusi izin mendirikan bangunan, yang pemungutan retribusinya didasarkan pada Peraturan Kota Metro Nomor 1 Tahun 2005. Dengan melihat perkembangan Kota Metro sebagai daerah administratif yang dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya, maka untuk mendukung penerimaan asli daerah, pemerintah Kota Metro dalam hal ini Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Metro menetapkan target penerimaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagai retribusi yang cukup potensial di Kota Metro. Tabel 3. Target dan Realisasi Retribusi IMB Kota Metro Tahun 2004-2008 Tahun Target (Rp.) Realisasi (Rp.) Tingkat Realisasi (%) 2004 150.000.000 138.272.755 92,18 2005 148.500.000 142.424.700 95,91 2006 150.000.000 160.449.200 106,97 2007 158.000.000 215.474.230 136,38 2008 336.241.740 515.561.828 153,33 Jumlah 584,77 Rata-rata 116,95 Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Metro, 2008 Tabel 3, menunjukkan bahwa tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 tingkat realisasi mengalami peningkatan. Tingkat realisasi terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 92,18 persen. Sedangkan tingkat realisasi tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 153,33 persen dari tahun sebelumnya.

7 Setiap rencana dimaksudkan untuk dapat direalisasikan dengan sebaik-baiknya. Rencana yang baik adalah rencana yang sesuai dengan realisasinya, pengertian ini tidak harus sama persis dengan angkanya, tetapi menggunakan batas toleransi secara umum yaitu sebesar 10 persen, yang mengandung arti bila realisasi dengan target terdapat selisih 10 persen dibawah atau diatas rencana secara proposional, maka dianggap tidak terjadi penyimpangan (Ibnu Syamsi, 1988 : 209). Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan salah satu retribusi yang memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi retribusi daerah. Untuk melihat realisasi retribusi Izin Mendirikan Bangunan dan besarnya sumbangan IMB terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Metro dapat dilihat pada Tabel di bawah. Tabel 4. Sumbangan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Metro Tahun 2004-2008. Tahun Retribusi Daerah (Rp) PAD (Rp) Persentase (%) 2004 5.746.208.478 11.789.963.060,56 48,73 2005 8.179.273.339,1 14.021.317.216,05 58,33 2006 10.560.120.556 17.726.383.741,91 59,57 2007 10.864.202.877,6 24.300.258.894,98 44,70 2008 12.857.933.262 22.017.268.479,23 58,39 Rata-rata 53,94 Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Metro, 2008 Pada Tabel 4, terlihat bahwa selama tahun anggaran 2004-2008 sumbangan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli daerah (PAD) Kota Metro mengalami fluktuasi. Sumbangan terendah terjadi pada tahun 2004, yaitu sebesar Rp. 5.764.208.478 atau sebesar 48,73 persen. Sedangkan sumbangan terbesar terjadi pada tahun 2008 sebesar Rp 12.857.933.262 atau sebesar 58,39 persen.

8 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Metro terbagi dalam 5 (lima) jenis perizinan, antara lain : Fungsi I terdiri dari rumah tempat tinggal. Fungsi II terdiri dari puskesmas dan yayasan, Fungsi III terdiri dari kantor, ruko, cucian mobil, bengkel dan tempat usaha lainnya, Fungsi IV terdiri dari gudang, Fungsi V terdiri dari rumah wallet, dan Fungsi Lain-Lain terdiri dari lantai jemur, teras, lahan parkir dan pagar. Untuk dapat mengetahui rincian jumlah luas bangunan dan jenis bangunan wajib retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Dinas Tata Kota Metro tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas Bangunan dan Jenis Bangunan Wajib Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Kota Metro Tahun 2004-2008. Tahun Jenis Bangunan Fungsi I Fungsi II Fungsi III Fungsi IV Fungsi V Fungsi Lain- Lain Jumlah 2004 2.106 732 9.054 5.438 2.284,7 1.925,37 21.5402 2005 5.520 950 7.976 9.129-2.750 26.325 2006 5.144 1.212 14.910 7.532-5.557 34.355 2007 2.733 3.080 22.798 9.666,3-5.254 43.531 2008 9.457 1.165 76.411,5 13.180-11.112 111.326 Sumber : Dinas Tata Kota Metro, 2008 Pada Tabel 5, menunjukan bahwa jenis penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) luas bangunan dan jenis bangunan mengalami peningkatan tiap tahunnya, sedangkan untuk Perizinan wallet berdasarkan data yang diperoleh Penulis sudah diberhentikan oleh Pemerintah Daerah Kota Metro sejak tahun 2004 jadi untuk tahun seterusnya tidak ada penambahan jumlah bangunan khusus untuk perizinan wallet.

9 B. Permasalahan Retribusi pada dasarnya merupakan suatu pungutan yang dikenakan sebagai pembayaran atas jasa yang telah diberikan, dimana manfaat jasa tersebut dapat langsung dirasakan oleh pengguna jasa. Retribusi dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, Retribusi Perizinan Tertentu. Salah satu retribusi yang berpotensi dan menunjang bagi penerimaan daerah Kota Metro adalah Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa Realisasi retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang ditetapkan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Metro dari tahun 2006 sampai tahun 2008 meningkat melebihi target yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan dalam penetapan target tidak memperhatikan potensi yang ada. Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah : 1. Seberapa besar potensi penerimaan Retribusi IMB di Kota Metro. 2. Seberapa besar kontribusi yang diberikan dari retribusi IMB dalam meningkatkan PAD Kota Metro. C. Tujuan Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui potensi penerimaan retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Metro. 2. Untuk mengetahui kontribusi yang diberikan dari retribusi IMB dalam meningkatkan PAD Kota Metro.

10 D. Kerangka Pemikiran Dengan adanya otonomi daerah yang diberikan, maka dituntut adanya kemampuan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Salah satu faktor kemampuan yang dapat mendukung pelaksanaan ekonomi dan pembangunan daerah adalah tersedianya sumber keuangan daerah yang mencukupi. PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Retribusi daerah merupakan komponen PAD yang memberikan sumbangan yang cukup besar dalam mendukung peningkatan PAD. Kota Metro merupakan salah satu daerah otonom, hal ini sesuai dengan tujuan pemberian otonomi daerah kepada daerah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan di daerah. Untuk itu daerah dituntut untuk lebih meningkatkan sumber-sumber daerah dengan memanfaatkan potensi ekonomi yang ada di daerah. Salah satu sumber pendapatan yang berperan penting dalam meningkatkan pendapatan daerah adalah retribusi daerah. Retribusi daerah ini merupakan biaya atas penggunaan jasa/pelayanan yang telah diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi/badan. Retribusi IMB merupakan komponen penerimaan retribusi daerah yang memiliki potensi cukup baik untuk dapat terus ditingkatkan. Wajib retribusi yaitu orang pribadi atau badan hukum yang menurut peraturan perundangundangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi tersebut yang harus didukung pula kerjasama dengan Dinas Pendapatan Kota Metro sebagai aparat pengelola retribusi.

11 Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Metro juga dituntut untuk dapat melakukan pengawasan yang baik dalam pencapaian target penerimaan retribusi izin mendirikan bangunan di Kota Metro, sehingga berbagai langkah diharapkan dapat meningkatkan serta mengoptimalkan penerimaan retribusi terutama retribusi IMB di Kota Metro. Dalam hal pemungutan retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Kota Metro bekerja sama dengan Kantor Pelayanan Terpadu dalam hal pemungutan retribusi dengan wajib retribusi. Kantor Pelayanan Terpadu merupakan Kantor Pelayanan yang ditunjuk oleh Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Kota Metro untuk melakukan pemungutan Retribusi IMB berdasarkan MoU (Surat Perjanjian) antar kedua belah pihak. Laporan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Terpadu kepada Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Kota Metro hanya bersifat global, yaitu laporan total keseluruhan perhitungan retribusi Izin Mendirikan Bangunan saja, tanpa adanya rincian yang jelas mengenai jumlah wajib retribusi dan jumlah yang dibayar oleh wajib retribusi. Kemudian Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Kota Metro menyetorkan ke Kas Daerah. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 1 di bawah ini mengenai alur pemungutan retribusi IMB Kota Metro.

12 Gambar 1. Alur Pemungutan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Kota Metro Kantor Pelayanan Terpadu Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah Kas Daerah E. Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan berisikan Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Kerangka Pemikiran, dan Sistematika Penulisan. Bab II : Landasan Teori yang membahas dan menerangkan teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Bab III : Metode penelitian yang berisikan tentang Jenis dan Sumber Data, Alat Analisis Regresi Linier Sederhana, Lokasi Penelitian, dan Gambaran Singkat Objek Penelitian. Bab IV Bab V : Hasil dan Pembahasan. : Simpulan dan Saran. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN