BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan untuk memprediksi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah kemampuan yang sangat penting bagi setiap pelaku bisnis. Dengan adanya kemampuan tersebut, maka pelaku bisnis bisa mengambil keputusan investasi yang tepat dan sesuai dengan prediksi tentang pertumbuhan ekonomi. Dari penjelasan diatas, jelas bahwa salah satu kunci penentuan pengambilan keputusan para pelaku bisnis untuk investasi adalah prediksi mengenai apakah kondisi makro ekonomi sedang mengalami ekspansi atau resesi. Suatu perekonomian senantiasa akan mengalami periode ekspansi dan kontraksi, meskipun ukuran berapa lama dan berapa besar dampak siklus ini tidak teratur. Pola resesi dan ekspansi yang terus terulang ini disebut sebagai siklus ekonomi. Dengan berbagai tahap pada siklus ekonomi, maka kinerja relatif dari berbagai industri juga akan berbeda-beda. Kita mengenal adanya istilah industri cyclical, yaitu industri yang lebih sensitif akan kondisi perekonomian. Industri ini akan memiliki kinerja melebihi industri lain saat ekonomi sedang ekspansi dan menderita kerugian lebih besar saat ekonomi sedang resesi. Contoh industri cyclical adalah misalnya industri otomotif, industri produk yang menjadi bahan baku bagi produk lain. Lawan dari industri cyclical adalah industri defensive. Industri defensive lebih tidak sensitif terhadap siklus ekonomi. Ini adalah industri yang memproduksi barang atau jasa yang penjualannya tidak terpengaruh pada kondisi ekonomi. Contoh dari industri defensive adalah industri makanan, industri farmasi dan pelayanan masyarakat. Industri ini akan memberikan kinerja yang baik saat ekonomi mengalami resesi. 1
2 Klasifikasi industri cyclical/defensive ini berhubungan erat dengan risiko sistematik atau risiko pasar. Jika investor memiliki persepsi yang optimis tentang perekonomian, maka harga saham akan naik, sebagai akibat prediksi kenaikan laba perusahaan. Oleh karena industri cyclical paling sensitif terhadap siklus ekonomi, maka kenaikan harga saham industri ini adalah yang paling tinggi di masa perekonomian sedang mengalami ekspansi. Sehingga perusahaan dalam industri cyclical ini cenderung memiliki beta yang tinggi. Sedangkan perusahaan yang tergolong dalam industri defensive akan memiliki beta yang rendah dan relatif tidak terpengaruh pada siklus ekonomi. Dengan informasi tentang kondisi makro ekonomi, maka investor bisa mengambil keputusan untuk berinvestasi dalam saham industri cyclical atau defensive. Maka adalah penting bagi investor untuk bisa memprediksi kondisi makro ekonomi. Walaupun siklus ekonomi bersifat cyclical, namun dalam tahap tertentu, siklus tersebut bisa diprediksi oleh sejumlah indikator ekonomi. Beberapa peneliti Amerika telah menemukan seperangkat indikator untuk memprediksi kondisi perekonomian. Hasil penelitian mereka digunakan oleh Departemen Perdagangan Amerika (Department of Commerce) sebagai indikatorindikator cyclical untuk membantu memprediksikan, mengukur dan menginterpretasi fluktuasi jangka pendek dalam kegiatan ekonomi. Indikator-indikator itu antara lain: (http://www.conferenceboard.org/economics/bci/pressrelease_output.cfm?cid=1) 1. Leading indicators, yaitu serial data ekonomi yang cenderung naik atau turun mendahului siklus ekonomi. Yang tergolong dalam leading indicators adalah antara lain ukuran rata-rata jam kerja pekerja pabrik, klaim dari asuransi penggangguran, pesanan baru untuk barang-barang konsumsi dan bahan baku, kinerja vendor, pesanan baru untuk barang modal, ijin pembangunan rumah baru, slope yield curve jangka panjang, indeks harga saham S&P 500, penawaran uang (M2), indeks harapan konsumen. 2. Coincident indicators, yaitu serial data ekonomi bergerak bersamaan dengan siklus ekonomi, antara lain gaji karyawan dari industri non agribisnis,
3 pendapatan pribadi dikurangi transfer pembayaran, hasil produksi industri dan penjualan perdagangan. 3. Lagging indicators, yaitu serial data ekonomi yang bergerak dibelakang siklus ekonomi, antara lain rata-rata durasi penggangguran, rasio persediaan dibanding penjualan, perubahan indeks biaya tenaga kerja per unit atas output, rata-rata tingkat bunga kredit bank, jumlah kredit bank di bidang komersial dan industri, rasio kredit konsumen dibanding dengan pendapatannya, perubahan indeks harga konsumen untuk jasa. Indeks harga saham merupakan salah satu leading indicator dalam perekonomian Amerika Serikat, hal ini sudah terbukti dalam berbagai penelitian. Maka penulis ingin meneliti apakah indeks harga saham Indonesia bisa menjadi leading indicator untuk memprediksi siklus ekonomi Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka rumusan penelitian pada karya akhir ini adalah apakah indeks harga saham dapat digunakan untuk memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan rumusan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka pertanyaan penelitian disusun sebagai berikut: 1. Apakah indeks harga saham Bursa Efek Indonesia bisa menjadi leading indicator bagi perekonomian Indonesia? 2. Indeks harga saham apa yg menjadi leading indicator bagi perekonomian Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Mempelajari apakah indeks harga saham berfungsi sebagai leading indicator perekonomian Indonesia.
4 2. Mempelajari indeks industri sektoral apa yang bisa digunakan bersama indeks harga saham gabungan sebagai leading indicator dalam perekonomian Indonesia. 1.4 Batasan Masalah Dalam karya akhir ini yang digunakan sebagai ukuran yang menunjukkan kondisi makro ekonomi Indonesia adalah Gross Domestic Product (GDP). Terdapat dua jenis GDP, yaitu GDP nominal dan GDP real, GDP nominal adalah GDP yang mengukur total produksi barang dan jasa suatu perekonomian dengan menggunakan harga yang berlaku saat ini. Sedangkan GDP real mengukur total produksi barang dan jasa suatu perekonomian dengan menggunakan harga pada tahun dasar tertentu. Dengan kata lain, untuk mengukur tingkat pertumbuhan jumlah produksi barang dan jasa yang akurat pada satu periode tertentu akan lebih tepat dengan menggunakan GDP real. Selain itu berdasarkan referensi penelitian sebelumnya, penggunaan GDP real lebih tepat untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu negara daripada penggunaan GDP nominal. Maka dalam karya akhir ini yang akan digunakan sebagai proxy kondisi makro perekonomian adalah GDP real. Data GDP real Indonesia dapat diperoleh dari website Bank Indonesia dengan alamat www.bi.go.id. Karya akhir ini akan menggunakan data GDP real dari kuartal pertama tahun 2003 sampai dengan kuartal pertama tahun 2008. Sedangkan mengenai data indeks harga saham, pengambilan data diperoleh dari website Yahoo.Finance dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Data indeks yang digunakan adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Indeks harga saham LQ-45, Indeks 10 kategori industri yang terdiri dari indeks industri pertanian (Agriculture), indeks industri dasar dan kimia (Basic Industry and Chemicals), indeks industri konstruksi, properti dan real estate (Construction, Property & Real estate), indeks industri barang konsumsi (consumer goods), indeks industri keuangan (Finance), indeks industri infrastruktur, utilitas dan transportasi (Infrastructure, Utility & Transportation), indeks industri manufaktur
5 (Manufacture), indeks industri pertambangan (Mining), indeks aneka industri (Miscelaneous Industry), indeks industri perdagangan dan jasa (Trade & Service). Batasan waktu pengambilan data adalah data tahun 2003 sampai dengan kuartal pertama tahun 2008. Semua data akan berupa data per kuartal, sesuai dengan format data GDP real. 1.5 Kerangka Pemikiran Teori bahwa indeks harga saham yang digunakan sebagai leading indicator untuk memprediksi perubahan dalam variabel makro ekonomi sudah banyak diteliti dalam berbagai kesempatan oleh para ahli keuangan. Namun belum ada yang menggunakan data Indonesia dalam penelitian. Karya akhir ini ingin menguji apakah teori tersebut bisa digunakan untuk kondisi perekonomian Indonesia dengan menggunakan indeks harga saham Bursa Efek Indonesia. Selain itu dalam karya akhir ini juga ingin diuji apakah indeks industri sektoral bisa digunakan bersama indeks harga saham gabungan sebagai proxy untuk memprediksikan pertumbuhan GDP di Indonesia. 1.6 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian dalam karya akhir ini adalah: 1. Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia bisa berfungsi sebagai leading indicator bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. 2. Indeks harga saham LQ-45 bisa berfungsi sebagai leading indicator bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. 3. Secara serentak indeks industri sektoral dan Indeks Harga Saham Gabungan bisa berfungsi sebagai leading indicator bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. 4. Secara serentak indeks industri sektoral dan Indeks harga saham LQ-45 bisa berfungsi sebagai leading indicator bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia.
6 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan karya akhir dibagi ke dalam 5 bab sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Literatur Pada bab ini dijelaskan mengenai teori leading indicator, teori penggunaan indeks industri sebagai proxy untuk memprediksikan pertumbuhan GDP dan penelitian sebelumnya. Bab III Data & Metodologi Penelitian Pada bab ini dijelaskan mengenai data dan metodologi yang digunakan pada karya akhir ini dari awal sampai akhir. Bab IV Analisis dan Pembahasan Pada bab ini dijelaskan mengenai proses proses pengujian data return indeks harga saham dan GDP, proses pembuatan model leading indicator, proses pengujian model. Bab V Kesimpulan dan Saran Pada bab ini diuraikan kesimpulan berdasarkan pendekatan-pendekatan yang digunakan dan saran yang didasarkan pada analisa dan kesimpulan.