BAB II KERANGKA TEORETIS. bermigrasi dari Cina Selatan lebih kurang 8000 tahun yang lalu. Dari Taiwan penutur

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KERANGKA TEORETIS. Studi komparatif pertama yang meliputi seluruh rumpun bahasa Austronesia adalah

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf

BAB I PEDAHULUAN. Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU. Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang

II. GAMBARAN BUNYI YANG TERWARIS DALAM PROTO- AUSTRONESIA DAN BAHASA KARO

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernah diteliti. Tetapi penelitian yang relevan sudah pernah ada, yakni sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK

Klasifikasi Bahasa (Abdul Chaer) Klasifikasi Genetis Klasifikasi Tipologis Klasifikasi Areal Klasifikasi Sosiolinguistik.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau

BAB I PENDAHULUAN. kecamatan yang berbeda bisa ditemukan hal-hal yang menunjukkan bahasa itu

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan

RELASI KEKERABATAN GENETIS KUANTITATIF ISOLEK-ISOLEK SUMBA DI NTT: Sebuah Kajian Linguistik Historis Komparatif

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana,

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAIF DALAM PEMETAAN BAHASA-BAHASA NUSANTARA

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4. Yunani. Cina. Vietnam. Yunan. Teluk Tonkin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi

BAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.

BAB IX TEMUAN BARU. 9.1 Kekerabatan Bahasa Or lebih dekat dengan Ft daripada Mk

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

T. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama

KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab

BAB III METODE PENELITIAN. masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan

SILABUS. 1. Identitas Mata Kuliah. Nama mata kuliah : Linguistik Komparatif Kode Mata Kuliah : IN419

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan

WAKTU PISAH DAN POHON KEKERABATAN BAHASA SUWAWA GORONTALO TOLAKI WOLIO. Oleh: Anindiah Suwastikaningrum NIM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Pantar merupakan sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Alor

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

PERSETUJUAN PEMBIMBING...

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kekerabatan tersebut selanjutnya diabstraksikan dalam bentuk silsilah.

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Alor-Pantar di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)

(26 November February 1913) By: Ubaidillah

PERUBAHAN BUNYI FONEM VOKAL ETIMON-ETIMON PROTO- AUSTRONESIA DALAM BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of

Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia Telepon: , Faksimile.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

GLOTOKRONOLOGI BAHASA MASSENREMPULU DAN BAHASA MANDAR

Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan, 2018 Pengenalan Lingkungan dan Potensi Daerah (Sumatera)

Rendi Rismanto* ABSTRAK

JEJAK BAHASA MELAYU (INDONESIA) DALAIV- BAHASA BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA (TINJAUAN LEKSIKOSTATISTIK)

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang beragam pula. Walaupun telah ada bahasa Indonesia sebagai bahasa

dengan penjelasan pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945, bahasa-bahasa di Indonesia seperti bahasa Jawa, Bahasa Sunda, dan Bahasa Batak berkedudukan sebag

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN ALUR PENELITIAN. penelitian Wakidi dkk. dengan judul Morfosintaksis Bahasa Blagar dan La Ino

FONOLOGI GENERATIF OLEH MOH. FATAH YASIN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. dipilih umat manusia dalam berkomunikasi dibanding berbahasa non lisan. Hal ini

SEJARAH ALIRAN LINGUISTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI

b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gejala kelainan..., Dian Novrina, FIB UI, 2009

RELASI KEKERABATAN BAHASA-BAHASA DI KABUPATEN POSO. Gitit I.P. Wacana*

KEKERABATAN BAHASA BATAK TOBA DENGAN BAHASA BATAK SIMALUNGUN KAJIAN : LEKSIKOSTATISTIK SKRIPSI DISUSUN OLEH: RETTA SILITONGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa. Pertemuan Ketiga-Munif 1

Bahasa sebagai Sistem. Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif

Sejarah Perkembangan Ilmu Linguistik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut menyangkut bahasa Or dan linguistik

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB I PENDAHULUAN. sudah banyak dilakukan, baik yang dilakukan secara individual maupun secara

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

ANIS SILVIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia adalah bahasa Negara Republik Indonesia yang tercantum

Transkripsi:

BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1 Sejarah Singkat Penutur Bahasa Austronesia Penutur bahasa Austronesia diperkirakan telah mendiami kepulauan di Asia Tenggara sekitar 5000 tahun yang lalu. Mereka diduga berasal dari Taiwan, setelah bermigrasi dari Cina Selatan lebih kurang 8000 tahun yang lalu. Dari Taiwan penutur Proto Austronesia menyebar ke Filipina dan selanjutnya Indonesia bagian barat melalui Kalimantan, Sumatra, Jawa, Semenanjung Melayu, Vietnam, dan Kamboja (West Malayo Polynesia). Kelompok yang lain dari Filipina menyebar ke Sulawesi (Central-Eastren Malayo Polynesia). Dari Sulawesi mereka pecah menjadi dua gelombang (kelompok) yakni kelompok pertama menyebar dari Sulawesi ke Seram, Ambon, dan Timor (Central Malayo Polynesia), sedangkan kelompok kedua dari Sulawesi ke Halmahera dan Irian Jaya mereka kemudian menyebar ke daerah Pasifik melalui New Guinea dan berakhir di kepulauan Bismarck (New Britain dan New Ireland) (Keraf, 1984: 184-201). Sebelum abad XV masehi penutur bahasa Austronesia mendiami hampir separuh dari dunia ini dengan rentangan wilayah pulau Madagaskar sebelah barat hingga pulau Paskah (Easter Island) di timur, dan Formosa di utara sampai dengan Selandia Baru di selatan. Lebih dari 270 juta jiwa kini merupakan penutur bahasa Austronesia yang mendiami wilayah Indonesia, Malaysia, Filipina, dan beberapa daerah di Pasifik (Keraf, 1984:205-225).

Berdasarkan uraian di atas berbagai bahasa daerah yang kini berkembang di kepulauan Indonesia berasal dari rumpun yang sama yaitu bahasa Austronesia. 2.2 Sistem Bunyi Proto Austronesia Setiap bahasa memiliki sistem bunyi tersendiri. Hal ini berlaku pula bagi bahasa Proto-Austronesia sebelum bahasa itu pecah menjadi bahasa-bahasa turunannya, sekalipun kita tidak dapat membangun dan menyusun secara lengkap dan utuh sistem bunyi itu. Selain memiliki sistem tersendiri, baik perbendaharaan maupun distribusinya, namun ada pula persamaan. Apalagi bila bahasa itu dianggap seasal dan seketurunan dengan bahasa-bahasa lainnya. Persamaan umum yang dimaksudkan adalah bahwa setiap sistem bunyi bahasa mana pun pasti memiliki dua golongan yang disebut fonem-fonem segmental dan suprasegmental. Bunyi-bunyi segmental terdiri atas konsonan dan vokal yang jumlah dan distribusinya berbeda-beda pada setiap bahasa. Perbedaan itu sebagai tanda adanya perubahan ini, berlaku pula atas bahasa-bahasa yang dianggap seasal. Demikian pula unsur-unsur suprasegmental (tekanan, nada, pemanjangan) terdapat pada setiap bahasa. Hal-hal dan unsur-unsur yang sama dan berbeda itu, berlaku pula atas bahasa-bahasa Austronesia.

2.3 Perbendaharaan Vokal Proto-Austronesia Berdasarkan hasil rekonstruksi, yang kemudian ditemukan pula sejumlah kata dasar, bahasa Austronesia Purba memiliki sistem fonem vokal sebagai berikut (Blust, 1980 bandingkan Dahl, 1977 dan Mbete1981: 24-26). Fonem vokal sebanyak empat buah yaitu /i, ә, a, u/. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini Bagan 1. Fonem Vokal Bahasa Austronesia i u ә a 2.4 Rumpun Bahasa Austronesia Rumpun bahasa-bahasa Autronesia dibagi dalam dua sub-rumpun besar (Salzner dalam Keraf, 1984: 205) yaitu: I. bahasa-bahasa Indonesia (Austronesia Barat, atau disebut juga bahasa-bahasa Melayu) II. bahasa-bahasa Oseania (Autronesia Timur, atau disebut juga bahasa-bahasa Polinesia), yang biasanya dibagi lagi atas: (a) bahasa-bahasa Polinesia (b)bahasa-bahasa Melanesia.

Dyen (1965) telah melakukan suatu penelitian yang mencakup dua ratus empat puluh lima bahasa Austronesia. Dyen mengelompokkan bahasa Austronesia menjadi dua kelompok besar. Dyen memilah bahasa Austronesia pertama-tama dengan pola dua kelompok: kelompok Melayu-Polinesia dan Irian Timur Melanesia. Pada tahapan kedua Dyen membagi masing-masing kelompok itu berdasarkan pola tripilah. Pola tripilah ini bisa dilihat pada pengelompokan Melayu Polinesia menjadi kelompok Hespersonesia, Maluku (Moluccan Linkage), dan Heonesia. Kemudian kelompok Maluku dibagi lagi menjadi kelompok Sula-Bacan, Ambon Timur, dan Halmahera Selatan-Irian Barat. Lebih ringkas dapat dilihat dari bagan di bawah ini: Bagan 2. Kelompok Bahasa Austronesia Proto-Austronesia Melayu-Polinesia Irian Timur Melanesia Hesperonesia Maluku Heonesia Sula Bacan Ambon Timur Halmahera selatan-irian Barat (Dyen, 1965)

Silsilah di atas menunjukkan bahwa wilayah bahasa Austronesia meliputi Filipina, Formosa, Madagaskar, dan Indonesia Barat termasuk kelompok besar Herperonesia. Bahasa yang menjadi objek penelitian dalam tesis ini adalah bahasa Mandailing dan Toba yang merupakan bagian dari bahasa Austronesia, Indonesia bagian barat. Kelompok Indonesia Barat meliputi bahasa-bahasa di Sumatera (seperti Bahasa Batak Toba, Simalungun, Mandailing, Karo, Dairi, Angkola, dll), Jawa, Bali, dan NTB bagian barat. Lebih ringkas dapat dilihat dari penjabaran bagan Dyen di bawah ini. Bagan 3. Kelompok Bahasa Mandailing dan Toba Proto-Austronesia Melayu-Polinesia Irian Timur Melanesia Hesperonesia Maluku Heonesia Sumatera Jawa Bali NTB Bagian Barat Sula Bacan AmbonTimur Halmaher selatan-irian Barat Toba, Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, Angkola-Mandailing, dll.

2. 5 Bahasa Batak Suku Batak terdiri lima subsuku, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakapak-Dairi, dan Batak Angkola/Mandailing (Siahaan, 2009 : 9). Tiap-tiap subsuku ini memiliki bahasa masing-masing, yang disebut dengan Bahasa Batak Toba, Bahasa Batak Karo, Bahasa Batak Simalungun, Bahasa Batak Pakpak-Dairi, dan Bahasa Batak Angkola dan Batak Mandailing. Pembagian bahasa ini juga didukung oleh Proto-Batak yang telah diteliti Adelaar (1981) dalam Reconstruction of Proto-Batak Phonology. Pembagian tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini. Bagan 4. Pengelompokan Proto Batak Proto-Batak PNB PSB (Alas?) Ka Da Si PAM PT To An Ma (Adelaar, 1981: 55)

Keterangan : 1. Proto Batak Bagian Utara untuk Proto bahasa Karo, (Alas), dan Dairi; 2. Proto Batak Bagian Selatan untuk Proto bahasa Batak Toba, Mandailing, dan Angkola; 3. Proto Toba untuk Proto Bahasa Batak Toba, Angkola, dan Mandailing; 4. Proto Angkola Mandailing untuk Proto bahasa Angkola dan Mandailing. Dari penemuan Proto-Batak oleh Adelaar ini juga menepis asumsi dalam pemakaian sehari-hari yang selalu mengasosiasikan batak hanya untuk Batak Toba, baik untuk menyebut bahasa maupun sukunya. Anggapan tertsebut tidak tepat karena istilah batak merupakan milik kelima subsuku tersebut. 2.5.1 Bahasa Batak Toba Batak Toba merupakan sub atau bagian dari suku bangsa Batak. Bahasa Batak Toba merupakan bahasa yang digunakan Suku Batak Toba meliputi Kabupaten Toba Samosir sekarang yang wilayahnya meliputi Balige, Laguboti, Parsoburan, dan sekitarnya. 2.5.1.1 Vokal Bahasa Batak Toba Ciri bahasa Batak Toba dengan bahasa Batak yang lainnya meliputi sistem fonem, morfologi, dan sintaksis. Adelaar (1981) menyebut Batak Toba memiliki lima buah vokal yaitu: /a, i, u, e, o/. Untuk lebih jelas vokal bahasa Batak Toba dapat dilihat di bawah ini.

Vokal high i u Mid e o Low a (Adelaar, 1981: 15) Sedangkan Hasibuan dalam Siahaan (2009: 16-19) menguraikan inventantarisasi fonem Bahasa Batak Toba yaitu lima vokal: /a/, /i/, /u/, /e/, /o/ dengan kata lain, vokal /e/ dan /o/ masing-masing mempunyai alofon /e/ beralofon /ε/ misalnya [sεhat] dalam bahasa Inonesia dan /e/, misalnya [binje] dalam ucapan suku Jawa. /o/ mempunyai alofon /ө/ misalnya /tөlөŋ/ dalam bahasa Indonesia dan /o/ misalnya [bodo] dalam bahasa Jawa. 2.5.2 Bahasa Batak Mandailing Batak Mandailing adalah masyarakat yang menggunakan bahasa Batak Mandailing dan daerah yang ditempati oleh suku Batak Mandailing terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Mandailing Natal, di Sumatera Utara. 2.5.2.1 Vokal Bahasa Mandailing Adelaar mendaftarkan sebanyak lima fonem vokal. Untuk lebih jelas, dapat dilihat di bawah ini. Vokal tinggi i u menengah e o rendah a (Adelaar, 1981:15)

Begitu juga Dongoran (1997: 126-127) menyebutkan fonem vokal bahasa Mandailing terdiri dari: a, i, u, e dan o. Fonem ini menempati semua posisi. 2.6 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan survei pustaka, ada beberapa penelitian Linguistik Historis Komparatif di atas yang relevan untuk mendukung penelitian ini. Misalnya, Reconstruksi of Proto-Batak Phonology (Adelaar, 1981), Refleksi Fonem Vokal Bahasa Melayu Purba dalam Bahasa Melayu Asahan (Widayati, 2001), Pertalian Bunyi Bahasa Austronesia dengan Bahasa Lio dan Bahasa Ngada di Flores Tengah (Mbete, 1981), Refleksi Fonem Proto-Austronesia pada Bahasa Sasak dan Sumbawa (Basuki, 1981), Linguistik Bandingan Bahasa Bidayuhik (Aman, 2008), Rekonstruksi Proto bahasa Bali-Sasak-Sumabawa (Mbete, 1991), dan lain-lain. Adapun beberapa hasil dari penelitian itu antara lain, Reconstruksi of Proto- Batak Phonology (Adelaar, 1981) menyimpulkan fonem-fonem proto bahasa-bahasa Batak dan beliau juga melakukan pembagian terhadap Proto Batak. Proto Batak sebelah utara untuk proto bahasa Karo, (Alas), dan Dairi. Sedangkan Proto Batak sebelah selatan untuk proto Bahasa Batak Toba, Mandailing, dan Angkola. Refleksi Fonem Vokal Bahasa Melayu Purba dalam Bahasa Melayu Asahan (Widayati, 2001). Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah fonem-fonem turunan dalam bahasa Melayu Asahan (BMA) ada yang merupakan refleksi langsung dari Proto Melayu (PM) dan tetap sebagai retensi dan ada pula yang telah mengalami inovasi bentuk. PM *a > a pada silabel final, penultima, dan antepenultima

merupakan bentuk retensi yang tetap ada dalam BMA sementara o pada silabel penultima dan ә pada silabel antepenultima merupakan bentuk inovatif; PM *i pada silabel final, penultima, dan antepenultima > i merupakan bentuk retensi dalam BMA sementara variasinya e, ә, dan a adalah bentuk inovatif; *u pada silabel final, penultima, dan antepenultima > u merupakan bentuk retensi dan o pada silabel final, penultima, dan ә, a, i antepenultima adalah bentuk inovatif. PM *ә pada silabel final > a, pada silabel penultima > o, dan pada silabel antepenultima > a, i adalah bentuk inovatif. Pertalian Bunyi Bahasa Austronesia Purba dengan Bahasa Lio dan Bahasa Ngada di Flores Tengah oleh Mbete tahun 1980/1981 untuk Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Penelitian ini membahas bagaimana sebenarnya pertalian bunyi Austronesia Purba dengan bahasa Lio dan Ngada di Flores tengah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: a. sebagian besar bunyi bahasa Austronesia Purba tetap terwaris dalam bahasa Lio dan Ngada; b. selain tetap terwaris, beberapa fonem bahasa Austronesia Purba mengalami perubahan bunyi dalam bahasa Lio dan Ngada; c. perubahan bunyi bahasa Austronesia dalam Bahasa Lio dan Ngada, dapat digolongkan dalam beberapa jenis yaitu penggantian (subtitusi), penyatuan (merger), pemekaran (Split), dan penghilangan. Refleksi Fonem Proto-Austronesia pada Bahasa Sasak dan Sumbawa oleh Basuki tahun 1981 untuk Penataran Linguistik Konstrastif dan Historis Komparatif

tahap II Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kesimpulan penelitian ini adalah: a. bahasa Sasak dan Sumbawa pada masa lalu pernah mengalami sejarah perkembangan bersama, pada suatu masa yang lebih muda dari masa perkembangan bahasa Austronesia. b. di dalam pohon keluarga bahasa Austronesia, tempat bahasa meso (bahasa proto) adalah lebih rendah dari Proto-Melayu Polinesia. 2.7 Kerangka Konseptual 2.7.1 Model Perkembangan Bahasa Bahasa purba yang hidup pada beribu-ribu tahun yang lalu berkembang dan pecah menjadi beberapa bahasa baru. Walaupun demikian bahasa-bahasa turunan itu mewarisi ciri-ciri genetis secara teratur. Keteraturan itu diperoleh dari hasil perbandingan sehingga tampak kesepadanan antara bahasa kerabat yang disebut hukum bunyi. Di samping itu ditemukan pula analogi sebagai sebab lain adanya perubahan. Hukum bunyi menimbulkan perubahan pada tataran bunyi (fonem) sedangkan analogi adalah penyebab segi-segi ketatabahasaan (Bynon, 1979:24). Di balik perubahan-perubahan yang terjadi itu, ada pula unsur-unsur terusan yang terwaris (retensi) yang meliputi: fonem, kata dasar dengan semantiknya, serta unsur-unsur ketatabahasaan baik morfologi maupun sintaksisnya. Di antara perubahan-perubahan itu, perubahan bunyi merupakan salah satu penanda perubahan unsur terkecil dalam bahasa namun cukup menarik untuk diteliti dan ditelaah.

Perubahan bunyi ini yang kemudian menggambarkan refleksi-refleksi atau pertalianpertalian bunyi di antara bahasa-bahasa berkerabat. Refleksi-refleksi itu bukanlah suatu peristiwa yang kebetulan. Pada dasarnya perubahan itu diatur dan ditentukan oleh suatu prinsip keteraturan, dalam arti bunyi itu berubah secara teratur melalui proses-proses tertentu dan berlangsung dalam suatu periode yang lama (Bynon, 1979:25). Bynon juga menguraikan adanya tiga model perkembangan bahasa yaitu, model kaum neogrammarian, model kaum strukturalis, dan model kaum transformasional-generatif. 2.7.1.1 Model Kaum Neogrammarian Kaum neogrammarian adalah sekelompok sarjana Indo-Eropa yang bekerja dan mempunyai hubungan dengan Universitas Leipzig pada akhir abad 19. Untuk ilmu bahasa historis mereka memberikan dasar yang kokoh dengan membuat formulasi tentang prinsip-prinsip metodologis dan postulat teoritis yang membimbing mereka di dalam pekerjaan mereka serta sekaligus mencobakan prinsip-prinsip ini didalam kerja praktek. Kaum neogrammarian membuat postulat tentang prinsip dasar di dalam perkembangan bahasa, yaitu hukum bunyi dan analogi. Mereka menyatakan bahwa perubahan bahasa didasari oleh prinsip hukum bunyi tanpa kekecualian (Bynon, 1977:25). Dengan hukum bunyi tanpa kekecualian ini dapat diartikan bahwa arah dari perubahan bunyi adalah sama pada semua masyarakat bahasa (speech community) yang mengalami perubahan tersebut dan semua kata dimana ada bunyi yang mengalami perubahan yang terjadi pada

lingkungan fonetik yang sama juga dipengaruhi oleh lingkungan dengan cara yang sama. Karena kaum ini berpendapat bahwa kaidah-kaidah fonologis dapat diformulasikan tanpa mengacu kepada morfologi, sintaksis dan semantik. Prinsip yang kedua adalah analogi. Lain daripada kaidah-kaidah fonologis yang bebas tadi, perubahan analogis sepenuhnya tergantung pada struktur gramatikal. 2.7.1.2 Model Kaum Strukturalis Kaum strukturalis adalah para ahli bahasa aliran Praha di Eropa seperti Ferdinand de Saussare dan para pengikut Bloomfield. Kaum ini menerangkan perubahan fonologis dengan memakai fonem. Adapun aspek-aspek perubahan fonologis bagi kaum strukturalis diuraikan berikut ini: a. Perubahan fonologis dapat mempengaruhi inventori fonem, yakni dapat menyebabkan bertambah dan berkurangnya jumlah fonem. b. Perubahan fonologis mungkin saja tidak mempengaruhi inventori fonem, tetapi dapat mengubah distribusi fonem-fonem tertentu c. Perubahan yang sama dapat mengganti incidence dari /a/ dan /e/, yakni distribusinya pada item-item leksikal dan gramatikal pada bahasa tersebut. 2.7.1.3 Model Kaum Transformasional-Generatif untuk Evolusi Bahasa Kaum ini mengenal dua macam perubahan, yaitu perubahan fonologis dan perubahan sintaktik. Di dalam perubahan fonologis mereka membedakan antara inovasi dan penyusunan kembali secara sistematik. Sedangkan di dalam perubahan

secara sintaktik mereka mengenal perubahan-perubahan frasa benda (noun phrase), frasa kerja (verb phrase) dan item leksikal. 2.7.2 Perubahan Bunyi dan Korespondensi Bunyi Perubahan bunyi bahasa-bahasa turunan setelah berpisah dari bahasa induk atau proto bahasanya bersifat unik dan mandiri ( Jeffers dan Lehiste, 1979). Pola-pola perubahan bunyi yang sering ditemukan menurut Jeffers dan Lehiste (1979: 64-67) bandingkan dalam Mahsun (1995: 25-28) adalah peleburan (merger), perengkahan (split), penunggalan (monophonemization), penggugusan (diphonization), peluluhan bunyi (phonemik loss). Di samping kelima bentuk perubahan itu Keraf (1984: 79-83) menambahkan bahwa perubahan bentuk sekunder dapat terjadi linear, penambahan, penanggalan parsial. Masing-masing perubahan yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut: a) peleburan merupakan penggabungan dua fonem atau lebih menjadi satu fonem; b) perengkahan merupakan gejala perubahan yang sebaliknya, yaitu satu fonem membelah menjadi dua fonem atau lebih. c) penunggalan merupakan suatu perubahan gugus fonem menjadi dua fonem bergugus. d) peluluhan adalah perubahan bunyi berupa hilangnya fonem baik pada posisi awal (aphaeresis), tengah (syncope), maupun akhir (apocope).

e) penambahan segmen (addation) pada awal (prothesis), tengah (epenthesis), dan akhir (paragoge), serta pertukaran tempat antarsegmen (metathesis). f) perubahan linier adalah perubahan sebuah fonem proto ke dalam bahasa sekarang dengan tetap mempertahankan ciri-ciri fonetis fonem frotonya. g) perubahan dengan penambahan berarti perubahan fonem proto dengan penambahan berupa munculnya suatu fonem baru dalam bahasa sekarang. h) perubahan dengan penanggalan parsial artinya penghilangan sebagian adalah suatu proses perubahan di mana sebagian dari fonem proto menghilang dalam bahasa kerabat sedangkan sebagian lain dari ciri fonem proto bertahan dalam bahasa kerabat (lihat fonem/k/ dalam kata acknowlege dan knowledge). Pada dasarnya, perubahan bunyi di antara bahasa-bahasa turunan dalam merefleksikan bunyi-bunyi yang terdapat pada proto bahasa yang mengakibatkan perbedaan bahasa atau dialek ada yang teratur dan ada yang tidak teratur (sporadis). Perubahan bunyi yang muncul secara teratur disebut korespondensi, sedangkan perubahan bunyi yang muncul secara sporadis disebut variasi. Dari aspek linguistik korespondensi merupakan perubahan bunyi yang terjadi karena persyaratan lingkungan linguistik tertentu (Mahsun 1995: 28-29). 2.8 Kerangka Teori Penelitian beberapa perubahan bunyi Proto-Asutronesia dalam bahasa Mandailing dan Toba ini mengacu pada teori ilmu Linguistik Historis komparatif. Hal

ini sesuai dengan pernyataan bahwa penelitian mengenai fonem-fonem bahasa Austronesia mengacu pada Ilmu Sejarah Perbandingan Bahasa atau Linguistik Historis Komparatif (Mbete, 1981: 7). Menurut para ahli Linguistik Historis Komparatif, bahasa-bahasa sebagai hasil budaya manusia mempunyai sejarah perkembangannya. Bila diselusuri lebih dalam, dapatlah ditemukan proses dan faktor (mekanisme) yang menyebabkan perubahan itu. Penelaahan atas bahasa-bahasa yang diduga memiliki kesamaankesamaan tertentu oleh para ahli disimpulkan bahwa bahasa-bahasa itu berkerabat dan berasal dari satu bahasa. Bahasa asal itu lazimnya disebut bahasa bahasa proto. Bahasa proto yang hidup pada ribuan tahun silam itu berkembang dan pecah menjadi beberapa bahasa baru. Perkembangan dan perubahan itu pada umumnya bersifat alamiah dalam dimensi tempat dan waktu (Arloto, 1972 dalam Mbete, 1981: 7). Walaupun demikian, di balik perubahan-perubahan itu, ada pula unsur-unsur terusan dalam berbagai segi kebahasaan yang menandai dan menyambung kehadiran bahasa proto itu dari waktu ke waktu. Unsur-unsur terusan yang terwaris (retensi) itu meliputi fonem, kata dasar (basic vocabulary) dengan semantiknya, dan unsur-unsur ketatabahasaan baik morfologi maupun sintaksisnya. Dengan adanya unsur-unsur itu pulalah (di samping unsur-unsur pembaharuan yang di antaranya ada kesamaankesamaan pula) bahasa-bahasa yang dianggap seasal itu dijejaki dan dicarikan unsurunsurnya yang menunjukkan kekerabatan, termasuk pula menemukan unsur-unsur proto. Dengan demikian dapatlah diterangkan secara teratur bagaimana bahasa-

bahasa purba itu berubah menjadi bahasa-bahasa yang hidup pada masa kemudian/sesudahnya. Di antara perubahan-perubahan itu, perubahan bunyi merupakan salah satu penanda perubahan unsur terkecil dalam bahasa. Perubahan bunyi (yang kemudian menggambarkan pertalian-pertalian bunyi di antara bahasa-bahasa yang berkerabat) bukanlah suatu peristiwa yang kebetulan. Pada dasarnya perubahan itu diatur dan ditentukan oleh suatu prinsip keteraturan (Bynon, 1979: 25). Maksudnya bunyi-bunyi itu berubah secara teratur melalui proses tertentu yang berlangsung dalam suatu periode yang lama. Pada awalnya bunyi yang kemudian bersifat fonemis dan beroposisi itu berasal dari alofon-alofon dari suatu fonem (Lehmann, 1972: 153). Bunyi-bunyi bahasa yang berubah secara teratur itu, dalam kenyataannya, tidak pernah muncul secara mandiri. Sebuah fonem yang bertalian (berkorespondensi) dengan fonem tertentu dalam bahasa lain yang berkerabat selalu terikat pada tempat ia berada. Jelasnya, ia hadir bersama unsur bunyi atau fonem lain dalam membangun struktur (kata-morfem) tertentu, dan saling mempengaruhi. Berdasarkan pengertian ini perubahan bunyi itu ditentukan pula oleh lingkungan yang dimasukinya dan di dalamnya termasuk pula tekanan sebagai unsur suprasegmen yang merupakan unsur lain dari keseluruhan sistem lingkungan yang dimasuki itu (Saussure, 1966: 141). Jadi, dipandang secara struktural, kehadiran sebuah fonem yang fungsional memiliki hubungan yang timbal balik dengan fonem-fonem lain dalam lingkungan (struktur) yang dimasukinya. Di sisi itu pun sangat tergantung pada

sistem bunyi secara keseluruhan (baik distribusi maupun perbendaharaan fonem) bahasa itu (Jakobson, 1971: 103). Berdasarkan konsep di atas maka dapatlah dikatakan bahwa setiap perubahan bunyi secara teratur itu dapat diketahui pula syarat (kondisi) lingkungan yang menimbulkan perubahan itu. Selain itu, sifat dan hakekat fonem-fonem itu memiliki perbedaan prominensi, ikut menentukan perbedaan perwujudan dan juga perubahannya. Jadi, berdasarkan teori-teori yang dipakai dapat disimpulkan penelitian ini hanya menjangkau bidang fonem saja. Segi-segi fonem yang diteliti, meliputi perubahan fonem-fonem vokal bahasa Proto-Austronesia dalam bahasa Mandailing dan Toba. Penelitian ini terutama akan menggambarkan perubahan-perubahan (inovasi) dan tidak menutup kemungkinan menggambarkan pewarisan (retensi). Dalam segi persamaan, ditemukan seperangkat fonem vokal bahasa Proto- Austronesia, yang tetap ada dalam kedua bahasa, sedangkan perubahan akan menunjukkan perubahan secara linear, peleburan, perengkahan, penyatuan (merger), penambahan, penanggalan parsial bunyi, serta syarat-syarat lingkungan. Lebih jelasnya, kerangka teori yang digunakan tergambar dalam bagan ini.

Bagan. 5 Kerangka Teori Linguistik Historis Komparatif Perubahan Fonem Vokal PAN BBM BBT Perubahan secara linear, asimilasi, peleburan, perengkahan (split), penyatuan (merger), penambahan, penanggalan parsial bunyi. syarat-syarat lingkungan perubahan fonem