BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

dokumen-dokumen yang mirip
NORDINA SARI J

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi yang terunggul dalam berbagai aspek kehidupan. Pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan seksual pranikah umumnya berawal dari masa pacaran atau masa penjajakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN SIKAP SEKSUALITAS DENGAN PERILAKU PACARAN PADA PELAJAR SLTA DI KOTA SEMARANG NASKAH PUBLIKASI

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

Kata Kunci : seksual remaja, berpacaran, sumber informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Unwanted pregnancy atau dikenal sebagai kehamilan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan International Conference on Population and

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sebagai generasi penerus, calon orang tua dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PENALARAN MORAL DAN GAYA PACARAN DENGAN KECENDERUNGAN MEMBELI KONDOM PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang mempengaruhi remaja melakukan hubungan seks pranikah

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi antara usia 12 sampai dengan 21 tahun (Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan seksual, ketertarikan dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua sikap yang saling bertentangan seperti mencintai sekaligus membenci orang yang sama (ambivalen) (Jahja, 2012). Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa, 63,4 juta diantaranya remaja yang terdiri dari laki-laki sebanyak 32.164.436 jiwa (50,70%) dan perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (49,30%). Besarnya jumlah penduduk kelompok remaja ini akan sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang. Penduduk kelompok umur 10-24 tahun perlu mendapat perhatian serius mengingat remaja masih termasuk dalam usia sekolah dan usia kerja, remaja akan memasuki angkatan kerja dan memasuki umur reproduksi. Apabila tidak dipersiapkan dengan baik remaja sangat berisiko terhadap perilaku seksual pranikah (Wahyuni dan Rahma, 2011). Berdasarkan data kependudukan Jawa Tengah tahun 2009 dari 32.380.687 orang dari jumlah penduduk Jawa Tengah, 16.081.140

merupakan laki-laki dan 16.299.547 perempuan, yang mana 60% diantaranya merupakan remaja (BPS, 2009). Hal tersebut memungkinkan perlunya perhatian khusus terhadap kesehatan anak pada usia remaja, terlebih kesehatan reproduksi karena pada masa inilah remaja mempunyai keinginan yang besar dalam mencoba berbagai hal, termasuk aktif dalam berpacaran. Kebanyakan tujuan pacaran remaja saat ini untuk gengsi, fantasi bahkan eksploitasi seks, hal tersebut berbeda dengan tujuan pacaran remaja dulu yakni untuk mencari pasangan hidup (suami istri) (Hanifa, 2010). Gaya berpacaran remaja sekarang lebih diwarnai dengan perilaku seksual. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2012). Sedangkan menurut Irianti (2010), perilaku seksual merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Contohnya berpegangan tangan, berpelukan, cium pipi, cium bibir, bahkan melakukan masturbasi dan petting, hingga bersenggama (sexual intercourse). Perilaku seksual tersebut dapat ditimbulkan karena berbagai macam kondisi. Seperti pada masa sekarang ini, terjadi kemajuan yang sangat pesat dalam hal teknologi. Alat yang digunakan untuk mempermudah komunikasi dan mencari informasi seperti telepon seluler (ponsel) dan internet sudah banyak digunakan. Akan tetapi kecanggihan teknologi ini banyak disalahgunakan oleh remaja, misalnya untuk mengakses situs porno, menyimpan video 2

porno, dan mengabadikan perilaku seksual yang mereka lakukan. Bila hal tersebut diperparah dengan adanya informasi dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS yang tidak tepat, maka remaja yang sedang berada dalam masa pubertas dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dapat melakukan hubungan seks yang tidak aman yang akan mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan, HIV/AIDS maupun Infeksi Menular Seksual (IMS) (Irianti, 2010). Perkembangan saat ini, ikut mempengaruhi perilaku seksual dalam berpacaran remaja. Hal ini misalnya dapat dilihat bahwa hal-hal yang ditabukan oleh remaja pada beberapa tahun yang lalu, seperti berciuman dan bercumbu kini telah dibenarkan oleh remaja sekarang. Bahkan ada sebagian kecil dari mereka setuju dengan free sex. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningsih dan Jumiatun (2012) menyimpulkan bahwa sebagian besar (88,52%) pengetahuan tentang seks pranikah remaja sudah baik. Sebagian besar remaja bersikap mendukung terhadap seks pranikah (80,33%). Serta menyimpulkan ada hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku seks pranikah. Secara umum, sebanyak 1,2% wanita dan 7,4% pria menyetujui hubungan seksual pranikah. Sebanyak 1,7% dari wanita menyetujui pria yang melakukan hubungan seksual pranikah, serta 3,9% dari pria yang menyetujui wanita melakukan hubungan seksual pranikah. Hal tersebut menunjukkan bahwa dibandingkan dengan pria, wanita lebih sedikit yang menyetujui hubungan seksual pranikah. Sedangkan untuk yang pernah 3

melakukan hubungan seksual pranikah, dilaporkan bahwa 8,3% pria dan hanya 1% wanita pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Dilihat dari tingkat pendidikan, pria yang berpendidikan SLTA atau lebih tinggi cenderung pernah melakukan hubungan seksual pranikah (BPS dkk, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Musthofa dan Winarti (2010), mendapatkan hasil 53,3% pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dalam kategori cukup, 51,1% sikap terhadap seksualitas lebih terbuka (permisif) dan 52,5% mempunyai efikasi diri yang tinggi. Akses media informasi seksualitas dan kesehatan reproduksi tinggi (54,1%), akses terhadap media pornografi dalam kategori tinggi (55,8%). Responden yang melakukan perilaku seks, juga lebih banyak dijumpai pada responden yang mempunyai akses media pornografi tinggi (16,3%), dibanding yang berakses rendah (3,2%). Berdasarkan data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2015, pada tahun 2011 tercatat 2.967 remaja yang berkonsultasi ke PILAR dimana sebanyak 821 remaja berkonsultasi tentang permasalahan kesehatan reproduksi dan terdapat 79 kasus tentang Kehamilah Tidak Diinginkan (KTD). Sementara pada tahun 2012, terdapat 63 kasus KTD pada remaja usia termuda 12 tahun. Dan pada tahun 2013 terdapat 64 kasus KTD, 26 kasus terjadi di Semarang (PILAR PKBI Jateng, 2015 (a)). Hasil survei dari Komisi Nasional Perlindungan Anak dalam Dakosta dkk (2014) terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar di Indonesia tahun 2007 4

menunjukkan, 97% dari responden pernah menonton film porno, 93,7% pernah ciuman, petting, dan oral seks, serta 62,7% remaja yang duduk di bangku SMP pernah berhubungan intim, dan 21,2% siswi pernah menggugurkan kandungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku seksual remaja saat berpacaran berpengaruh besar pada kasus kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan berdampak pada remaja untuk melakukan aborsi. Hal ini diperkuat lagi dengan data dari PKBI Jateng tahun 2014, terdapat 67 kasus KTD. Sebagian besar dari mereka berstatus pelajar yang membuat mereka memilih untuk melakukan aborsi karena ingin melanjutkan sekolahnya (PILAR PKBI Jateng, 2015 (a)). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwarni dan Selviana (2014) kepada 300 responden remaja SMP dan SMA di Kota Pontianak menunjukkan bahwa inisiasi seksual remaja dimulai dengan berpegangan tangan (82,7%), berpelukan (60,7%), berciuman pipi (66,0%), ciuman bibir (47,7%), meraba daerah sendiri (19,3%), seks oral (7%), seks anal (4%), intercourse (14,7%). Diantara remaja yang melakukan intercourse, 3,3% pernah mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Hal ini bertentangan dengan agama Islam yang telah mengajarkan untuk menjaga diri dari perbuatan zina, seperti yang tertera dalam terjemahan ayat berikut: 5

Dan janganlah kalian mendekati perbuatan zina, sesungguhnya itu adalah perbuatan nista dan sejelek-jelek jalan (Al Isra :32) takanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (An-Nur: 30) Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan, diketahui bahwa PILAR PKBI Jawa Tengah mempunyai sekolah dampingan tingkat SMA atau sederajat yang direkomendasikan oleh Dinas Pendidikan. Adapun sekolah yang didampingi oleh PILAR PKBI Jawa Tengah yaitu SMAN 14 Semarang, SMA Kesatrian 1 Semarang, SMKN 9 Semarang, SMK Ibu Kartini Semarang, SMAN 8 Semarang, dan MAN 1 Semarang. Pada SMA dampingan diberikan informasi-informasi tentang remaja yang dilakukan rutin setiap minggunya oleh relawan-relawan dari PILAR PKBI. Informasi tersebut diberikan kepada peer educator (PE) yang telah dibentuk oleh pihak sekolah. Tugas pendampingan yaitu menjadi fasilitator siswa PE agar tujuan dibentuknya PE bisa tercapai. Dengan adanya dampingan ini membuat pengetahuan siswa tentang remaja lebih berkembang dan diharapkan kenakalan remaja dapat dikendalikan, salah satunya yaitu perilaku seksual pranikah yang berdampak pada KTD hingga aborsi. Selain itu, pendampingan dari PILAR PKBI juga melayani curah pendapat kepada siswa-siswa yang ada di sekolah dampingan tentang permasalahan remaja yang mereka alami. PILAR PKBI juga memberikan pelatihan kepada siswa PE yang membutuhkan pelatihan konseling atau fasilitator ke teman sebayanya. 6

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul perbedaan pengetahuan kesehatan reproduksi, sikap seksualitas, dan perilaku pacaran pada pelajar SLTA dampingan PKBI Jateng dan pada pelajar SLTA kontrol di Kota Semarang. Peneliti akan mengambil satu SLTA dampingan PKBI Jateng dan satu SLTA kontrol sebagai tempat penelitian karena masing-masing sekolah tersebut sudah cukup mewakili seluruh SLTA dampingan PKBI Jateng dan SLTA kontrol yang ada di Kota Semarang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan pengetahuan kesehatan reproduksi, sikap seksualitas, dan perilaku pacaran pada pelajar SLTA dampingan PKBI Jateng dan pada pelajar SLTA kontrol di kota Semarang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan pengetahuan kesehatan reproduksi, sikap seksualitas, dan perilaku pacaran pada pelajar SLTA dampingan PKBI Jateng dan pada pelajar SLTA kontrol di kota Semarang. 7

2. Tujuan Khusus a. Menganalisis karakteristik responden pada pelajar SMA dampingan PKBI Jawa Tengah dan pada pelajar SMA Kontrol di Semarang. b. Menganalisis perbedaan pengetahuan kesehatan reproduksi pada pelajar SMA dampingan PKBI Jawa Tengah dan pada pelajar SMA Kontrol di Semarang. c. Menganalisis perbedaan sikap seksualitas pada pelajar SMA dampingan PKBI Jawa Tengah dan pada pelajar SMA Kontrol di Semarang. d. Menganalisis perbedaan perilaku pacaran pada pelajar SMA dampingan PKBI Jawa Tengah dan pada pelajar SMA Kontrol di Semarang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Sekolah Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak sekolah untuk dapat meningkatkan pengetahuan siswa dan memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi kepada siswa. 2. Bagi Orangtua Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi orangtua untuk dapat mengawasi perilaku remaja yang sedang menjalani perkembangan kesehatan reproduksi. 8

3. Bagi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah Sebagai masukan dan bahan evaluasi, dalam merancang program tentang kesehatan reproduksi khususnya perilaku pacaran pada pelajar SLTA dampingan. 4. Bagi Dinas Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi Dinas Pendidikan untuk melakukan peningkatan pendidikan tentang kesehatan reproduksi pada pelajar SLTA. 5. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk bahan referensi oleh peneliti lain yang akan melakukan penelitian lebih mendalam tentang kesehatan reproduksi dan perilaku pacaran pada remaja. 9