FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG PADA PUS DI DESA KANCANA WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015 Oleh : Eti Wati ABSTRAK Pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan. Di wilayah kerja UPTD Puskesmas Cikijing dengan persentase peserta KB yang menggunakan alat kontrasepsi MKJP terendah pada tahun 2015 adalah Desa Kancana yaitu sebesar 23,1% dan masih rendah dibanding dengan target yaitu 25,9%. Adapun faktor yang dapat memperngaruhi pemilihan metode kontrasepsi adalah umur, pendidikan, informasi dan paritas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang pada PUS di Desa Kancana wilayah kerja UPTD Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan desain cross sectional, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh akseptor PUS di Desa Kancana wilayah kerja UPTD Majalengka tahun 2012 sebanyak 385 akseptor dan sampelnya sebanyak 197 akseptor dengan teknik simple random sampling. Penelitian ini menggunakan data primer dengan analisa datanya menggunakan analisis univariat (distribusi frekuensi) dan analsis bivariat dengan uji chi square (α 0,05). Hasil pelitian menunjukan bahwa sebagian besar PUS memilih metode kontrasepsi non MKJP (80,7%), lebih dari setengahnya PUS berumur < 35 tahun (67,0%), lebih dari setengahnya PUS berpendidikan rendah (67,5%), lebih dari setengahnya PUS tidak pernah mendapatkan informasi (66,0%), kurang dari setengahnya PUS paritas primipara (46,7%). Ada hubungan antara umur PUS ( value = 0,022), pendidikan PUS ( value = 0,006) dan informasi ( value = 0,004) dengan pemilihan metode kontrasepsi, sedangkan paritas ( value = 0,124) tidak berhubungan dengan pemilihan metode kontrasepsi. Disarankan pihak Puskesmas melakukan upaya peningkatan pemakaian MKJP melalui intervensi pada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku dan bagi petugas kesehatan perlu melakukan bimbingan dan penyuluhan tentang metode kontrasepsi sehingga PUS dapat memilih metode kontrasepsi yang tepat dan efektif, terutama pada PUS yang berumur < 35 tahun, berpendidikan rendah dan yang belum atau kurang mendapatkan informasi tentang KB, serta penyuluhan harus dilakukan pada semua paritas baik primipara, multipara dan grandemultipara dan pada penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan desain yang berbeda atau case control terutama bila kasus (MKJP) di bawah 20%.
PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang harus terus menerus diupayakan oleh pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masayarakat. Derajat kesehatan suatu negara dapat dilihat dari indikator utama kesehatan, yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2009). Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI, AKI di Indonesia tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2002 sebesar 307 per 100.000, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDG s) tahun 2015 yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB di Indonesia tahun 2007 masih berada pada kisaran 34 per 1.000 kelahiran hidup, angka ini pun menurun dibandingkan tahun 2002-2003 sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup, namun masih belum mencapai target AKB pada MDG s sebesar 17 per 1.000 kelahiran hidup. Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, preeklampsi, dan infeksi, sedangakan penyebab utama kematian bayi adalah Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), asfiksia, dan infeksi (Kementrian Kesehtan RI, 2015). Kematian ibu dan bayi tidak terlepas dari terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy). Kehamilan yang tidak ideal (terlalu banyak, terlalu muda, terlalu tua, dan terlalu dekat jarak kehamilan), atau lebih dikenal dengan "4 Terlalu" (4T) sangat membahayakan bagi kesehatan ibu dan bayi yang dilahirkan. Dalam upaya menurunkan AKI dan AKB untuk mempercepat pencapaian sasaran MDGs, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terus meningkatkan program Keluarga Berencana (KB). Program KB diyakini dapat mengatasi persoalan "4T", yakni hamil dalam usia terlalu tua (di atas 35 tahun), hamil dalam usia terlalu muda (di bawah 20 tahun), terlalu sering atau terlalu dekat jarak kehamilan (kurang dari 2 tahun), dan terlalu banyak anak (lebih dari 4) (Chandragiram, 2009). Program KB merupakan upaya pengendalian kualitas penduduk melalui keluarga berencana, serta peningkatan kualitas penduduk melalui perwujudan keluarga kecil yang berkualitas. Program KB dijalankan dengan mengatur jarak dan membatasi kehamilan dengan cara penggunaan kontrasepsi. Tujuan penggunaan kontrasepsi adalah untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, yang berarti mengurangi risiko kematian karena melahirkan. KB juga mengatur agar kehamilan benarbenar diinginkan dan mencegah aborsi (BKKBN, 2009). Strategi program KB pada tahun 2010-2014 adalah perencanaan kehamilan dan pemenuhan hak-hak reproduksi melalui pengaturan kehamilan bagi seluruh pasangan usia subur yang ingin ber KB, pemberian jaminan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi gratis bagi pasangan usia subur miskin dan rentan lainnya, peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki, pemberian ayoman peserta KB dan peningkatan pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) (BKKBN, 2009). Peningkatan pemakaian kontrasepsi MKJP yaitu kontrasepsi Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR/IUD), implant, Metode Operatif Pria (MOP) dan Metode Operatif Wanita (MOW) dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kualitas pencapaian tujuan dalam pengaturan kehamilan karena alat kontrasepsi MKJP mempunyai efektivitas yang lebih tinggi dalam mencegah kehamilan dibandingkan dengan alat kontrasepsi non MKJP. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) selama periode 1991-2007 pola penggunaan kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh kontrasepsi hormonal dan bersifat jangka pendek. Pada tahun 2010 sebesar 76,5% peserta KB aktif masih banyak
menggunakan alat kontrasepsi jangka pendek, yaitu suntikan sebanyak 47,19%, pil KB sebanyak 26,18% dan kondom sebanyak 2,50%. Sementara metode kontrasepsi jangka panjang hanya digunakan oleh 23,5% peserta KB aktif, yaitu IUD sebanyak 11,03%, implant sebanyak 8,26%, MOW sebanyak 3,53%, dan MOP sebanyak 0,68% (BKKBN, 2012). Pencapaian peserta KB Baru secara nasional di Indonesia bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2015 tercatat 9.581.469 peserta. Apabila dilihat per metode kontrasepsi maka persentase pencapaian peserta KB baru masih didominasi oleh penggunaan kontrasespsi non MKJP. Persentase peserta KB baru kontrasepsi MKJP sebesar 16,04%, terdiri dari 768.464 peserta Implant (8,02%), 627.980 peserta IUD (6,55%), 115.018 peserta MOW (1,20%), 25.619 peserta MOP (0,27%), sedangkan persentase peserta KB baru kontrasepsi non MKJP sebesar 83,96% yang terdiri dari 4.618.051 peserta Suntikan (48,20%), 2.677.839 peserta Pil (27,95%) dan 748.316 peserta Kondom (7,81%), sedangkan (BKKBN, 2012). Peserta KB baru di Jawa Barat bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2015 tercatat 1.705.834 peserta, yang menggunakan kontrasepsi MKJP sebesar 14,68% terdiri dari 135.955 peserta IUD (7,97%), 91.426 peserta Implant (5,36%), 19.065 peserta MOW (1,12%), dan 4.104 peserta MOP (0,24%). Sedangkan yang menggunakan kontrasepsi non MKJP sebesar 85,32% terdiri dari 900.000 peserta Suntikan (52,76%), 491.719 peserta Pil (28,83%), dan 63.565 peserta Kondom (3,73%) (BKKBN, 2012). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, pada tahun 2015 jumlah peserta KB baru di Kabupaten Majalengka sebesar 32.658 peserta. Peserta KB baru yang menggunakan kontrasepsi MKJP sebesar 3.777 peserta (11,56%), terdiri dari 1.674 peserta IUD (5,13%), 1.259 peserta Implant (3,86%), 668 peserta MOW (2,05%), dan 176 peserta MOP (0,52%). Sedangkan yang menggunakan kontrasepsi non MKJP sebesar 28.881 peserta (88,44%) terdiri dari 20.011 peserta Suntikan (61,27%), 7.407 peserta Pil (22,67%), dan 1.850 peserta Kondom (4,50%). Adapun puskesmas di Kabupaten Majalengka dengan persentase peserta KB yang menggunakan alat kontrasepsi MKJP masih rendah adalah Puskesmas Cikijing sebesar 25,04%. Meskipun terbanyak kedua namun pencapaian MKJP Puskesmas Cikijing tersebut belum mencapai target yang diharapkan yaitu 25,9% (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2015). Adapun desa di wilayah kerja UPTD Puskesmas Cikijing tahun 2015 diketahui bahwa dari 15 desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Cikijing terdapat desa dengan pencapaian MKJP terendah yaitu Desa Kancana sebesar 89 akseptor (23,1%) dari 385 akseptor (UPTD Puskesmas Cikijing, 2015). Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang pada PUS di Desa Kancana wilayah kerja UPTD Majalengka tahun 2015 HASIL PENELITIAN
1. Analisis Univariat a. Gambaran Pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang pada PUS Majalengka tahun 2015 Pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang pada PUS f % Non MKJP 159 80,7 MKJP 38 19,3 Jumlah 197 100,0 Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar PUS di Desa Kancana Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cikijing Kabupaten Majalengka tahun 2015 memilih metode kontrasepsi non MKJP. b. Gambaran Umur PUS di Desa Kancana Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cikijing Kabupaten Majalengka tahun 2015 Umur PUS f % < 35 tahun 132 67,0 > 35 tahun 65 33,0 Jumlah 197 100,0 Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya PUS di Desa Kancana Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cikijing Kabupaten Majalengka tahun 2015 berumur < 35 tahun. c. Gambaran Pendidikan PUS di Desa Majalengka tahun 2015 Pendidikan PUS f % Rendah 133 67,5 Tinggi 64 32,5 Jumlah 197 100,0 Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya PUS di Desa Kancana Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cikijing Kabupaten Majalengka tahun 2015 berpendidikan rendah. d. Gambaran Informasi pada PUS di Desa Kancana wilayah kerja UPTD Majalengka tahun 2015
Informasi f % Tidak pernah 130 66,0 Pernah 67 34,0 Jumlah 197 100,0 Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya PUS di Desa Kancana Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cikijing Kabupaten Majalengka tahun 2015 tidak pernah mendapatkan informasi. e. Gambaran Paritas PUS di Desa Kancana Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cikijing Kabupaten Majalengka tahun 2015 Paritas PUS f % Primipara 92 46,7 Multipara 105 53,3 Jumlah 197 100,0 Hal tersebut menunjukkan bahwa kurang dari setengahnya PUS di Desa Kancana Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cikijing Kabupaten Majalengka tahun 2015 paritasnya primipara. 2. Analisis Bivariat a. Hubungan antara Umur PUS dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada PUS Majalengka tahun 2015 Pemilihan Metode Umur PUS Kontrasepsi Total Non MKJP MKJP f % f % f % < 35 tahun 113 85,6 19 14,4 132 100 > 35 tahun 46 70,8 19 29,2 65 100 0,022 Jumlah 159 80,7 38 19,3 197 100 Perbedaan proporsi tersebut menunjukkan hubungan yang bermakna terbukti dari hasil penghitungan statistik diperoleh value = 0,022 (p value < α) yang berarti Ho ditolak atau ada hubungan yang bermakna antara umur PUS dengan b. Hubungan antara Pendidikan PUS dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada PUS di Desa Kancana Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cikijing Kabupaten Majalengka tahun 2015
Pemilihan Metode Pendidikan PUS Kontrasepsi Total Non MKJP MKJP f % f % f % Rendah 115 86,5 18 13,5 133 100 Tinggi 44 68,8 20 31,3 64 100 0,006 Jumlah 159 80,7 38 19,3 197 100 Perbedaan proporsi tersebut menunjukkan hubungan yang bermakna terbukti dari hasil penghitungan statistik diperoleh value = 0,006 (p value < α) yang berarti Ho ditolak atau ada hubungan yang bermakna antara pendidikan PUS dengan c. Hubungan antara Informasi Tentang Alat Kontrasepsi dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada PUS di Desa Majalengka tahun 2015 Pemilihan Metode Informasi Kontrasepsi Total Non MKJP MKJP f % f % f % Tidak pernah 113 86,9 17 13,1 130 100 Pernah 46 68,7 21 31,3 67 100 0,004 Jumlah 159 80,7 38 19,3 197 100 Perbedaan proporsi tersebut menunjukkan hubungan yang bermakna terbukti dari hasil penghitungan statistik diperoleh value = 0,004 (p value < α) yang berarti Ho ditolak atau ada hubungan yang d. Hubungan antara Paritas PUS dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi pada PUS bermakna antara informasi dengan Majalengka tahun 2015 Paritas Pemilihan Metode Kontrasepsi Non MKJP MKJP Total
f % f % f % Primipara 79 85,9 13 14,1 92 100 Multipara 80 76,2 25 23,8 105 100 0,124 Jumlah 159 80,7 38 19,3 197 100 Perbedaan proporsi tersebut menunjukkan hubungan yang tidak bermakna karena dari hasil penghitungan statistik diperoleh value = 0,124 (p value > α) yang berarti Ho gagal ditolak atau tidak ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan PEMBAHASAN diketahui bahwa sebagian besar PUS di Desa Majalengka tahun 2015 memilih metode kontrasepsi non MKJP yaitu sebesar 80,7%. Banyaknya pemakaian alat kontrasepsi non MKJP dengan tingkat kegagalan dalam mencegah kehamilan cukup besar dapat menyebabkan pengendalian penduduk yang berkualitas sulit tercapai. Menurut BKKBN (2009) bahwa program KB merupakan upaya pengendalian kualitas penduduk melalui keluarga berencana, serta peningkatan kualitas penduduk melalui perwujudan keluarga kecil yang berkualitas. Program KB dijalankan dengan mengatur jarak dan membatasi kehamilan dengan cara penggunaan kontrasepsi. Peningkatan pemakaian kontrasepsi MKJP yang dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kualitas pencapaian tujuan dalam pengaturan kehamilan karena alat kontrasepsi MKJP mempunyai efektivitas yang lebih tinggi dalam mencegah kehamilan dibandingkan dengan alat kontrasepsi non MKJP. Pemilihan metode kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan. Perilaku menurut Lawrence Green dalam Notoadmodjo (2003) dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, kepercayaan, keyakinan, nilai dan tradisi, faktor pemungkin seperti sarana dan prasarana dan faktor pendorong seperti sikap dan perilaku petugas kesehatan. diketahui bahwa lebih dari setengahnya PUS di Desa Kancana Wilayah Kerja UPTD Majalengka tahun 2015 berumur < 35 tahun yaitu sebesar 67,0%. Umur yang masih muda dimana pengalaman masih kurang menyebabkan kesadaran dalam menentukan jenis alat kontrasepsi yang tepat juga menjadi rendah. Menurut Chaniago (2002) bahwa umur adalah rentang waktu yang telah dijalani sejak dari lahir hingga ulang tahun terakhir yang dinyatakan dalam tahun, secara teoritis semakin bertambah usia seseorang, maka secara psikologis dan sosial akan bertambah semakin dewasa. Sementara Hartanto (2004) mengatakan bahwa semakin muda usia seseorang semakin sedikit pengalaman yang dimiliki seseorang, namun sebaliknya semakin tinggi tingkatan umur seseorang pengalaman yang didapat semakin lebih banyak oleh karena itu sangat penting bila umur dapat dikaitkan dengan pengetahuan seseorang dalam pemilihan alat kontrasepsi. diketahui bahwa lebih dari setengahnya PUS di Desa Kancana Wilayah Kerja UPTD
Majalengka tahun 2015 berpendidikan rendah yaitu sebesar 67,5%. Pendidikan yang rendah menyebabkan wawasan dan tanggungjawab dalam menentukan pelayanan kesehatan juga menjadi rendah. Menurut Sudarma (2008) bahwa pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan. Pendidikan merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat. diketahui bahwa lebih dari setengahnya PUS di Desa Kancana Wilayah Kerja UPTD Majalengka tahun 2015 tidak pernah mendapatkan informasi yaitu sebesar 66,0%. Tidak pernahnya PUS mendapatkan informasi tentang alat kontrasepsi dapat menyebabkan PUS kesulitan dalam memilih alat kontrasepi yang cocok dan efektif bagi pasangan PUS. Menurut Terry dalam Rahmat (2015) bahwa informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau saat mendatang. Informasi merupakan kumpulan data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerima. Untuk memperoleh informasi yang berguna, tindakan yang pertama adalah mengumpulkan data, kemudian mengolahnya sehingga menjadi informasi. Dari data-data tersebut informasi yang didapatkan lebih terarah dan penting karena telah dilalui berbagai tahap dalam pengolahannya diantaranya yaitu pengumpulan data, data apa yang terkumpul dan menemukan informasi yang diperlukan. Sementara menurut Sudarma (2008) sumber media informasi kesehatan yang utama adalah dari pihak petugas kesehatan, seperti bidan, bidan desa, dokter atau petugas lainnya. Dengan adanya informasi yang terus-menerus dan melalui berbagai media informasi dengan demikian diharapkan akan terjadi perubahan pada keluarga dalam hal kesehatan. diketahui bahwa kurang dari setengahnya PUS di Desa Kancana Wilayah Kerja UPTD Majalengka tahun 2015 paritasnya primipara yaitu sebesar 46,7%. Paritas primipara menyebabkan pengalaman ibu dalam penggunaan alat kontrasepsi pun kurang sehingga belum mengenal jenisjenis alat kontrasepsi yang tepat bagi pasangan PUS. Paritas adalah wanita yang pernah melahirkan satu keturunan atau lebih yang mampu hidup tanpa memandang apakah anak tersebut hidup pada saat lahir. Terdapat beberapa jenis paritas; paritas 1 (primipara), paritas lebih dari dua (multipara) (Haws, 2007). diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur PUS dengan Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (2008) yang menyebutkan bahwa faktor umur sangat berpengaruh terhadap aspek reproduksi terutama dalam pengaturan jumlah anak yang dilahirkan dan waktu persalinan, yang kelak berhubungan pula dengan kesehatan ibu. Umur juga berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi, makin tua umur ibu maka pemilihan alat kontrasepsi harus pada alat kontrasepsi yang mempunyai efektivitas lebih tinggi, yaitu kontrasepsi MKJP. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kurniawati (2002) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi MKJP di Hargorejo Kabupaten Kulonprogo
menyatakan bahwa umur berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi MKJP. Demikian pula dengan hasil penelitian Luthfiyani (2015) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi MKJP di Desa Wujil Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang menyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan penggunaan kontrasepsi MKJP. diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan PUS dengan Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan mempengaruhi seorang pribadi dalam berpendapat, berpikir, bersikap, dan lebih mandiri dalam mengambil keputusan dan tindakan. Hal ini juga akan mempengaruhi secara langsung seseorang dalam hal pengetahuannya termasuk pengetahuan dalam merencanakan kehidupan keluarganya, misalnya dalam menentukan jumlah anak. Demikian pula dengan teori BKKBN (2015) bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk dalam pemilihan metode kontrasepsi. Ini disebabkan seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru termasuk dalam pemilihan metode kontrasepsi. diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara informasi dengan Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Hartanto (22004) yang menyatakan bahwa salah satu masalah dalam pelayanan KB di Indonesia ialah rendahnya pemahaman terhadap pengunaan kontrasepsi yang tepat. Hal ini ditandai dengan masih tingginya angkaangka efek samping, komplikasi dan kegagalan penggunaan obat dan alat kontrasepsi. Pelayanan yang berkualitas harus mencakup pemberian informasi yang dapat melindungi klien dari risiko efek samping dan komplikasi serta meminimalkan kemungkinan terjadinya kegagalan pemakaian kontrasepsi (kehamilan). Demikian pula menurut Handayani (2010) bahwa pemberian informasi yang benar dan tepat sangat dibutuhkan oleh akseptor KB supaya mereka yakin dan mantap dengan pilihannya. Dalam memberikan informasi tentang pelayanan keluarga berencana, masyarakat yang bekerja sama dengan tenaga kesehatan setempat berupaya memberikan informasi segala hal yang benar tentang alat kontrasepsi karena hal tersebut akan mempengaruhi pengetahuan dan kepuasan pasien setelah memakai alat kontrasepsi yang dipilih. diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan pemilihan metode kontrasepsi pada PUS di Desa Hal tersebut dapat dikarenakan proporsi Non MKJP terlalu banyak (80,7%). Selain itu bahwa banyaknya paritas belum menjamin pengetahuan akseptor yang cukup dalam memilih metode kontrasepsinya. Hal tersebut dipengaruhi oleh informasi artinya paritas yang sedikit dapat memilih kontrasepsi yang baik bila PUS mendapatkan informasi yang cukup tentang MKJP. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori Hartanto (2004) yang menyebutkan bahwa jumlah paritas menentukan jenis pilihan kontrasepsi yang tepat untuk dipilih. Pada ibu dengan paritas primipara alat kontrasepsi yang dipakai adalah untuk mengatur kesuburan dan menjarangkan kehamilan, serta dengan ciri-ciri reversibilitas cukup tinggi, efektivitas cukup tinggi, dapat dipakai 2
sampai 4 tahun dan tidak menghambat produksi Air Susu Ibu (ASI). Tidak sejalan juga dengan teori Arum (2008) yang menyebutkan bahwa setiap anak yang dimiliki oeh pasangan suami istri akan memberi pertimbangan tentang apakah mereka ingin memiliki anak dan jika ingin, berapa jumlah yang diinginkan. Untuk itu pada penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan desain yang berbeda atau case control terutama bila kasus (MKJP) di bawah 20%. Untuk petugas diharapkan dapat memberikan penyuluhan/konseling pada semua paritas. KESIMPULAN 1. Sebagian besar PUS di Desa Kancana Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cikijing Kabupaten Majalengka tahun 2015 memilih metode kontrasepsi non MKJP (80,7%), berumur < 35 tahun (67,0%), berpendidikan rendah (67,5%), tidak pernah mendapatkan informasi (66,0%) dan paritas primipara (46,7%). 2. Ada hubungan yang bermakna antara umur PUS dengan pemilihan metode kontrasepsi pada PUS di Desa Majalengka tahun 2015 ( value = 0,022). 3. Ada hubungan yang bermakna antara pendidikan PUS dengan pemilihan metode kontrasepsi pada PUS di Desa Majalengka tahun 2015 ( value = 0,006). 4. Ada hubungan yang bermakna antara informasi dengan pemilihan metode kontrasepsi pada PUS di Desa Majalengka tahun 2015 ( value = 0,004). 5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan pemilihan metode kontrasepsi pada PUS di Desa Majalengka tahun 2015 ( value = 0,124). SARAN Pihak Puskesmas perlu melakukan upaya peningkatan pemakaian MKJP melalui intervensi pada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku dan bagi petugas kesehatan perlu melakukan bimbingan dan penyuluhan tentang metode kontrasepsi sehingga PUS dapat memilih metode kontrasepsi yang tepat dan efektif, terutama pada PUS yang berumur < 35 tahun, berpendidikan rendah dan pada PUS yang belum atau kurang mendapatkan informasi tentang KB. Penyuluhan harus dilakukan pada semua paritas baik primipara, multipara dan grande multipara.
DAFTAR PUSTAKA Arum, S. 2008. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Yogyakarta: Penerbit Buku Mitra Cendikia Press. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2009. Data Sosial Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2009. KB Sebagai Suatu Kebutuhan. http://www.bkkbn.go.id., diakses tanggal 1 Mei 2015.. 2015. Kajian Implementasi Kebijakan Penggunaan Kontrasepsi IUD. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan KB dan Keluarga Sejahtera (PUSNA). Chaniago, A. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Bandung: CV. Pustaka Setia. Departemen Pendidikan Nasional, 2015. Sistem Pendidikan Nasional. http://www.depdiknas.go.id, diakses tanggal 23 Mei 2015. Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Majalengka: Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka. Gsianturi, 2010. Keluarga Berencana. http://www.gizi.net, diakses tanggal 2 April 2015. Handayani. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Rihama. Haws. 2007. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat, Cetakan I. Jakarta: EGC. Hartanto. 2004. KB dan Kontrasepsi. Jakarta: Sinar Harapan. Indira. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Istri PUS di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu tahun 2008. Medan: Universitas Sumatera Utara. Kementrian Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Kurniawati. 2002. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi MKJP di Hargorejo Kabupaten Kulonprogo tahun 2002. http://www.scribd.com, diakses tanggal 12 Mei 2015. Luthfiyani. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Kontrasepsi MKJP di Desa Wujil Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang tahun 2015. Semarang: Universitas Muhammadiyah. Maulana. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-prinsip Dasar). Jakarta: Rineka Cipta.. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Apliokasi. Jakarta : Rineka Cipta.. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu eperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba. Prawirohardjo, S. 2005. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI. Purba. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Istri PUS di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu tahun 2008. Medan: Universitas Sumatera Utara. Rusyadi. 2015. Praktik Pemilihan Antara Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dan non MKJP oleh Akseptor KB Mandiri di Kelurahan Sendang Mulyo Kecamatan Tembalang Kota Semarang Tahun 2015. Semarang: Universitas Muhammdiyah. Sudarma. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. UPTD Puskesmas Munjul. 2015. Data Akseptor KB di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul tahun 2015. Majalengka: UPTD Puskesmas Munjul.