BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem penyelenggaraan negara pada hakekatnya merupakan uraian tentang bagaimana mekanisme pemerintahan negara dijalankan oleh presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara. Pemerintahan dalam arti luas meliputi badan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Badan Legislatif mempunyai fungsi legislasi, kontrol, dan anggran (budget). Badan Eksekutif, menurut tafsiran tradisional asas trias politika eksekutif hanya melaksanakan UU, akan tetapi dalam perkembangannya wewenang eksekutif jauh lebih luas. Kewenangan lain yang dimiliki oleh eksekutif adalah: bidang administratif, keamanan, diplomatik. Badan Yudikatif mempunyai fungsi sebagai penegak hukum, keadilan, serta menjamin hak-hak asasi manusia (Budiardjo, 2008: 295-360). Pemerintahan dalam arti sempit adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif. Tugas utama pemerintah adalah memberikan pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada dasarnya pemerintahan mengemban tiga fungsi yang hakiki, yaitu fungsi pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan. Fungsi pelayanan merupakan kegiatan yang ditawarkan oleh lembaga pemerintah kepada rakyat, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Fungsi pemberdayaan dapat diartikan dalam dua bagian yaitu pemberdayaan dalam arti empowering yaitu pemberian hak atau kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan dan memperjuangkan aspirasinya atau menentukan masa depannya. Sedangkan pemberdayaan dalam arti enabling yaitu proses belajar untuk meningkatkan kemampuan masyarakat demi menolong diri mereka sendiri. Jika masyarakat tidak berdaya dalam menentukan masa depannya, maka pemerintah melakukan program pemberdayaan. Fungsi pembangunan merupakan fungsi yang bertujuan untuk meciptakan kesejahteraan masyarakat. Jika perekonomian masyarakat sudah
mapan maka fungsi pemerintah dalam pembangunan akan semakin berkurang (Ndraha, 2005: 75). Perspektif fungsi pemerintah juga dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi primer dan sekunder. Fungsi primer adalah fungsi yang terus menerus berjalan dan berhubungan positif dengan kondisi masyarakat. Fungsi primer tidak pernah berkurang dengan meningkatnya kondisi ekonomi, politik dan sosial masyarakat. Fungsi sekunder adalah fungsi yang yang berhubungan negatif dengan kondisi ekonomi, sosial, politik masyarakat. Jika taraf hidup masyarakat sudah baik dan masyarakat sudah berdaya maka fungsi pemerintah akan berkurang (Ndraha, 2005: 76). Konsepsi dan ide negara kesejahteraan tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat yaitu : 1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia; 2. Memajukan kesejahteraan umum; 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa; 4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Proses penyelenggaraan pemerintahan perlu dilakukan secara efisien, agar tujuan negara dapat dicapai secara efektif. Agar efisien dalam proses dan efektif dalam mencapai hasil, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terdiri dari 17.000-an pulau besar dan kecil dibagi menjadi daerah besar dan kecil sesuai amanat pasal 18 UUD 1945. Masing-masing daerah dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia, ditetapkan sebagai daerah otonom dengan intensitas yang berbeda antara daerah besar (Provinsi) dengan daerah kecil (Kabupaten/Kota). Dalams UU No. 32 tentang Pemerintahan Daerah Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkatan peran serta masyarakat, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat. Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Tujuan dari pemberian otonomi adalah: Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik; Pengembangan kehidupan demokrasi; Distribusi pelayanan publik yang semakin baik, merata dan adil; Penghormatan terhadap budaya lokal; Perhatian atas potensi akan keragaman daerah. (Sarundajang, 2005: 80). Pemberian otonomi daerah setidak-tidaknya akan meliputi 4 aspek sebagai berikut: Dari segi politik adalah untuk mengikutsertakan, menyalurkan inspirasi dan aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan dalam proses demokrasi dalam lapisan bawah. Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah, terutama dalam penyelenggaraan pemerintah dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan masyarakat; Dari segi kemasyarakatan untuk miningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat dengan melakukan usaha pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat semakin mandiri, dan tidak terlalau banyak bergantung pada pemberian pemerintah serta memiliki daya saing yang kuat dalam proses penumbuhannya; Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan masyarakat indonesia yang adil dan makmur (Sarundajang, 2005: 81-82). Secara konseptual otonomi daerah otentik dan bermakna adalah dimaksudkan untuk menciptakan kekuasaan dan kemampauan daaerah untuk mendorong demokrasi di tingkat lokal. Esensi demokrasi adalah mewujudkan keadilan dan kemakmuran rakyat, menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah, mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman, menjamin tegaknya keadilan (Budiardjo, 2007: 50-51). Demokratisasi merupakan proses untuk perwujudan berbagai aspek demokrasi tersebut.
Melalui UU No. 32 tahun 2004 pemerintah memberikan penugasan ataupun pendelegasian kepada pemerintah desa untuk melaksanakan urusan pemerintahan tertentu di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup: 1. Urusan pemerintah yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa; 2. Urusan pemerintah yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa. Yaitu urusan pemerintah yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat; 3. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi, dan pemerintah daerah kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana, dan prasarana, serta sumber daya manusia; 4. Urusan pemerintah lainnya yang oleh undang-undang diserahkan kepada desa. (UU No 32, 2004). Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Sebagaimana dipaparkan dalam UU NO. 32 tahun 2004 bahwa di dalam desa terdapat tiga kategori kelembagaan desa yang memiliki peranan dalam tata kelola desa yaitu; pemerintah desa, lembaga perwakilan desa, dan lembaga kemasyarakatan. Sebagai perwujudan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintah Desa dibentuk Badan Perwakilan Desa (BPD), yang berfungsi sebagai lembaga legislatif dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa, seperti dalam pembuatan Peraturan Desa, APBDes, dan Keputusan Kepala Desa. Secara stuktural kehadiran BPD membuat kekuasaan di tingkat desa tidak lagi tunggal dan tersentral pada figur kepala desa, pertisipasi masyarakat desa dalam melakukan kontrol dan membangun mekanisme check and balances dapat terwadai. Dalam PP No.72 tahun 2005 BPD mempunyai wewenang: Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa; Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa; Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa; Membentuk panitia pemelihan kepala desa;
Menggali, menampung, menghimpun dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan Menyusun tata tertip BPD. Sedangkan dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 209 BPD mempunyai fungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Dengan struktur pemerintahan desa seperti demikian maka BPD teridentifikasi sebagai lembaga sentral dalam proses penggalangan aspirasi masyarakat, membahas dan menetapkan peraturan desa bersama pemerintah desa. Dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat BPD harus terbuka menerima aspirasi dari masyarakat, bersifat proaktif, bertindak aktif dengan melakukan kunjungan ke tingkat dusun serta aktif untuk menyalurkan aspirasi masyarakat. Rekapan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dismpaikan oleh BPD kepada pemerintah desa untuk ditindaklanjuti dalam bentuk rancangan peraturan desa, sehingga rancangan peraturan desa yang dibuat oleh pemerintah desa merupakan hasil dari penjaringan aspirasi dan sesuai dengan harapan masyarakat. Rancangan peraturan desa yang sudah dibuat, dibahas oleh BPD bersama pemerintah desa, kemudian ditetapkan menjadi peraturan desa. Tabel 1.1 Peraturan Desa tahun 2006-2011 yang berhasil ditetapkan. No Peraturan Desa Keterangan 1 Nomor 1 tahun 2007 tentang anggaran Diusulkan oleh Kepala Desa pendapatan dan belanja desa(apbdes) 2 Nomor 2 tahun 2007 tentang Pungutan Diusulkan oleh Kepala Desa Pemberian Surat Keterangan.
3 Nomor 3 tahun 2011 Peraturan desa Diusulkan oleh Kepala Desa tentang Perlindungan Pantai Pariwisata Sumber: Kantor Desa Mata Air. Dari uraian tabel 1.1 Dapat dilihat beberapa peraturan desa yang berhasil ditetapkan oleh kepala desa bersama BPD di desa Mata Air. Dalam hal membahas peraturan desa BPD belum terlibat secara maksimal, memang secara kelembagaan BPD telah menjalankan fungsinya tetapi secara individu masih ada anggota BPD yang belum terlibat dalam pembahasan maupun penetapan peraturan desa. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti ingin mengkaji secara lebih mendalam mengenai peran BPD melalui sebuah penelitian dengan judul STUDI DESKRIPTIF TERHADAP PERAN BPD DALAM TATA KELOLA PEMERINTAHAN DESA, Di Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah peran BPD dalam tata kelola pemerintahan desa, di Desa Mata Air Kecamatan Kupang Tengah Kabaputen Kupang. C. Tujuan dan Kegunaan A. Tujuan: 1. Untuk menggambarkan peran BPD dalam tata kelola Pemerintahan Desa, di Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. 2. Mengidentifikasi kendala-kendala dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPD dalam tata kelola Pemerintahan Desa, di Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang.
B. Kegunaan: 1. Sebagai informasi bagi Pemerintah Desa Mata Air, tentang peran BPD dalam tata kelola pemerintahan desa. 2. Sebagai informasi bagi Pemerintah Desa Mata Air, tentang kendala-kendala yang dihadapi oleh BPD dalam tata kelola pemerintahan desa. 3. Sebagai informasi bagi peneliti lanjutan yang ingin melakukan penelitian yang sama.