BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. A. Prilaku Moral. mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

KOMUNIKASI MENGOKOHKAN FUNGSI KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sosiologi pada dasarnya mempunyai dua pengertian dasar yaitu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sementara seseorang seperti kelelhahan atau disebabkan obatobatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bersifat fisik maupun rohani (Ahid, 2010: 99). Beberapa orang juga

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, masyarakat Indonesia mengalami. perkembangan yang sangat cepat. Era ini memiliki potensi untuk ikut

BAB I PENDAHULUAN. untuk memimpin jasmani dan rohani kearah kedewasaan. 1 Dalam artian,

Tri Windha Isnandar F

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2.

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia lainnya, untuk itu manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 36.

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan yang berguna dalam menjalani hidup. terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan dinamika peradaban yang dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. social sebagai pedoman hidup. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan

INTERAKSI SOSIAL PADA AKTIVIS IMM DAN KAMMI. Skripsi

BAB V PENUTUP A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. yakni tingginya angka korupsi, semakin bertambahnya jumlah pemakai narkoba,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk berdampingan

BAB V PEMBAHASAN. Kepribadian Muslim Siswa MAN 2 Tulungagung. siswa akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar. 1

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan. Dalam hal ini yang diproritaskan adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. berakhlak mulia, guna menciptakan manusia yang bertaqwa dan menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dari segi kuantitas lembaga. sampai dengan Perguruan Tinggi (PT).

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Jogyakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. proses optimalisasi yang memerlukan waktu serta tahapan-tahapan tertentu. yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan berprestasi.

BAB I PENDAHULUAN. prestasi akademik yang dicapai seseorang, akan tetapi harus di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu termasuk pendidikan yang ada di Indonesia. Tujuan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

Oleh : Muflihah Istiqomah S BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang cepat untuk menghimpun informasi baru yang dibutuhkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa pendidikan akan sulit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT mengisi dunia ini dengan berbagai macam ciptaannya, sehingga

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN ASERTIVITAS DENGAN PERILAKU PROSOSIAL REMAJA. Skripsi

KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA DALAM ISLAM PENDEKATAN PSIKOLOGI. Proposal Disertasi : Oleh H. Arifuddin

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

BAB I PENDAHULUAN. religiusitas dalam kehidupan manusia. Temuan-temuan empiric dan

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH TAKMILIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. muda untuk memperoleh serta meningkatkan pengetahuannya. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. kecemasan fisiologis seperti perasaan takut dan berdebar saat akan menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMA, MA, SMALB, SMK DAN MAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekaligus menggiring manusia memasuki era globalisasi ini, agaknya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertolongan orang lain dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. ternyata membawa pengaruh dan perubahan perubahan yang begitu besar

BAB I PENDAHULUAN. Hamdani, Dasar-dasar Kependidikan, Bandung: CV Pustaka Setia, November 2011, hlm 98

Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keshalehan akan sangat bergantung kepada pendidikan masa kecilnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa

MATERI PERTEMUAN II. Kerangka Dasar Agama Islam Dan Ajaran Hukum Islam (Bagian Pertama)

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku manusia dalam perspektif Al-Qur an merupakan wujud dari. penyesuaian diri dengan pengalaman hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan unit terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan potensi anak, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan Nasional Bab

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah suasana kehidupan sekarang ini, manusia mengalami kemajuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin modern seperti ini di dunia pendidikan setiap

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sebagai usaha membina dan mengembangkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Gerakan modernisasi yang meliputi segenap aspek kehidupan manusia menimbulkan terjadinya pergeseran pada pola interaksi antar manusia dan berubahnya nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Interaksi antar manusia menjadi bertambah longgar dan kontak sosial yang terjadi menjadi semakin rendah kualitas dan kuantitasnya. Kemajuan alat komunikasi menyebabkan munculnya alat-alat komunikasi yang memungkinkan manusia berkomunikasi jarak jauh secara langsung, sehingga berdampak berkurangnya budaya silaturahmi antar individu. Individu lebih suka berkomunikasi dengan individu lain melalui alat komunikasi, karena akan menghemat tenaga dan biaya. Penghematan biaya dapat dilihat dari individu yang ingin menyampaikan suatu pesan tidak perlu datang kerumah individu yang lain namun cukup melalui alat komunikasi seperti telepon, telepon seluler, surat ataupun internet, sehingga biaya transportasi bisa ditekan. Penghematan tenaga bisa dilakukan karena individu yang ingin menyampaikan berita pada orang lain tidak perlu mengeluarkan tenaga untuk datang menemui secara langsung, namun berita dapat disampaikan lewat alat komunikasi yang lain. Di balik kemajuan dan kemegahan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia modern sesungguhnya menyimpan suatu potensi yang selalu mengancam

martabat manusia. Selanjutnya, Kuntowijoyo (1991) juga menegaskan, jika pertimbangan keagamaan dan pertimbangan etika dikesampingkan dalam kehidupan individual maupun societal, dan diserahkan semata-mata pada pertimbangan rasional, maka kehidupan manusia akan kehilangan maknanya. Secara empiris, asumsi ini mendapat pengokohan dengan adanya kecenderungan yang terjadi di negara-negara Barat, yang mulai menengok pada agama sebagai alternatif pemecahan bagi persoalan kehidupan modern yang mereka hadapi (Lestari,1998). Beberapa gejala yang terjadi dalam kehidupan personal maupun sosial masyarakat, dapat memperkuat asumsi bahwa sebagian masyarakat Indonesia memang sedang mengalami erosi spiritual yang berujung pada sikap manusia yang individualis, tidak peka terhadap lingkungan dan kesenjangan sosial yang marak terjadi (Yulita, 2006). Sementara itu dapat diamati munculnya fenomena lain yang menarik, yakni kecenderungan semakin meningkatnya religious commitment masyarakat Indonesia baik dari segi kuantitas maupun kualitas, terutama pada sekitar dua dekade terakhir ini. Kecenderungan ini didapati pada hampir setiap agama besar, terutama pada agama islam. Nampaknya kini semakin banyak orang menyadari bahwa agama atau religiusitas merupakan jawaban paling tepat untuk menyelamatkan jiwa manusia dari kepengapan sosial-psikologis yang ditimbulkan oleh gelombang besar modernisasi, agama dipandang sebagai alternatif pemecahan terbaik bagi berbagai persoalan kehidupan modern yang mereka hadapi (Kisbiyah, 1992).

Tingkat religiusitas individu akan berkembang seiring dengan perkembangan kepribadiannya. Sejak manusia lahir di dunia, manusia dilahirkan mempunyai potensi beragama atau keimanan kepada Tuhan atau percaya adanya kekuasaan diluar dirinya yang mengatur hidup dan kehidupan alam semesta. Oleh karenanya pemahaman mengenai keagamaan atau religiusitas haruslah ditanamkan sejak dini bahkan ketika masih kanak-kanak karena kepercayaan ini akan berkembang dan mencapai kematangan beragama banyak dipengaruhi banyak faktor, seperti faktor internal (pembawaan) dan eksternal (lingkungan) (Hariyanti, 2004). Keseimbangan dalam pemahaman agama dan kesungguhan menjalankan perintah agama dalam kehidupan tidaklah mudah, apalagi penerapan dalam kehidupan sehari-hari memiliki banyak norma dan kaidah-kaidah yang dapat dipakai sebagai pedoman hidup (Madjid, 1995). Manusia sebagai makhluk individu dan sosial diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dengan jalan memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai makhluk juga melakukan berbagai kegiatan sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Salah satu bentuk perilaku sosial adalah perilaku prososial. Perilaku prososial adalah perilaku menolong yang dilakukan oleh seseorang dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan dari orang yang ditolong. Kemajuan teknologi menyebabkan sikap manusia menjadi semakin individualis dan sikap sosial yang dimiliki individu menjadi semakin luntur (Lestari, 1998). Pesatnya kemajuan di berbagai bidang kehidupan, seiring dengan proses globalisasi telah memaksa dunia untuk melakukan banyak perubahan. Perubahan

yang dimaksudkan selalu diupayakan agar dapat meningkatkan kesejahteraan manusia baik di sisi jasmani maupun rohani (Wahyuningsih, 2005) Meskipun demikian, perubahan-perubahan yang terjadi itu tidak hanya memberi dampak positif bagi kesejahteraan manusia. Tetapi juga menimbulkan dampak negatif bagi umat manusia. Penggunaan berbagai teknologi canggih yang tampak memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia, pada kenyataannya menimbulkan dampak negatif bagi pola hidup manusia (Wahyuningsih, 2005). Manusia menjadi makhluk individual yang tidak jarang demi kepentingan pribadinya tega merugikan individu lain. Dengan begitu, tidak mengherankan jika Formm (1987) mengatakan bahwa manusia modern sekarang telah terasing dari dirinya sendiri, sesamanya dan dari alam, walaupun ia hidup ditengah kesibukan dan keramaian kota besar. Intensi prososial merupakan predisposisi khusus perilaku sosial. Intensi akan menjadi prediktor bagi perilaku seseorang sehingga untuk mengetahui perilaku prososialnya dapat diukur melalui intensi prososialnya (Lestari, 1998). Perilaku prososial didasari dukungan nilai dan norma yang dianut individu. Erat kaitannya dengan pembentukan nilai dan norma individu, peranan remaja sebagai bagian dari anggota masyarakat akan menciptakan pribadi-pribadi prososial yang cukup besar artinya. Kehidupan remaja sebagai suatu fenomena sosial merupakan suatu topik yang banyak mendapat sorotan masyarakat luas, dan cenderung tersudutkan dengan kasus-kasus kriminalitas saat ini (Lestari, 1998) Perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang bisa berupa lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat.

Ketiga lingkungan mempunyai andil yang besar dalam membentuk kepribadian anak (Tietjen, 1986). Lingkungan sekolah memberikan pengaruh yang tidak kecil dalam perkembangan kepribadian anak, karena anak mulai belajar mengenal peraturan sekolah, otoritas guru, kedisiplinan, kebiasaan bergaul, cara belajar, dan berbagai tuntutan sekolah yang akan memperkaya kepribadian anak dalam proses bersosialisasi (Samuel, 1981) Sistem pendidikan disekolah merupakan institusi utama yang mempengaruhi perkembangan dan proses sosialisasi anak. Sistem pendidikan adalah suatu institusi yang terdiri atas guru-guru yang mengajarkan pendidikan serta ketrampilan-ketrampilan yang lain pada anak didik (Matsumoto, 1996). Sistem pendidikan di sekolah sangat penting dalam membantu proses sosialisasi anak, baik dengan guru maupun dengan teman. Sistem pendidikan disekolah mengajarkan anak didik tentang nilai-nilai budaya, tata nilai atapun norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, dan setiap sekolah mempunyai cara yang berbeda-beda dalam memberikan materi (Punamasari, 2004). Pendidikan merupakan suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berlangsung seumur hidup sesuai dengan nilainilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Sehingga sebagaimana dikatakan John (Dewey 1966) dalam bukunya Democracy and education, bahwa pendidikan sebagai suatu kebutuhan hidup (a necessisity of life), suatu fungsi sosial (asocial funcion), sebagai bimbingan (as direction), sebagai sarana pertumbuhan (as growth) yang mempersiapkan, membukakan dan membentuk disiplin hidup (Purnamasari, 2004).

Bila dikaitkan dengan pendidikan Islam, akan tampak lebih kompleks, namun pendidikan Islam lebih menekankan pada keseimbangan (equilibrium) dan keserasian perkembangan hidup manusia secara menyeluruh baik spiritual, intelektual, jasmani maupun rohani (Nata, 2004). Selanjutnya, pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Dengan demikian bila mengacu kepada pengertian pendidikan sebagaimana disebutkan di atas, pendidikan Islam adalah proses bimbingan dan usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik atau lembaga yang berwenang dalam kependidikan untuk memberikan arahan dan perubahan kepada peserta didik (obyek dikenai oleh pendidikan tersebut) menjadi insan yang berwatak, berkepribadian dan berperilaku sesuai dengan ajaran Islam (Nata, 2004). Salah satu sistem pendidikan yang ada di Indonesia adalah Sekolah Agama dan Sekolah Umum. Sekolah Agama memberikan materi pendidikan agama yang lebih besar porsinya dibandingkan Sekolah Umum dan salah satu jenis Sekolah Agama yang ada adalah Madrasah Aliyah Negeri, yaitu Sekolah Agama Islam setingkat dengan Sekolah Menengah Atas Negri (SMAN) (Purnamasari, 2004). Madrasah Aliyah Negeri (MAN) memberikan porsi materi Agama Islam yang lebih banyak dan lebih mendalam karena pelajaran Agama Islam dibagi kedalam beberapa bagian mata pelajaran, seperti fiqih, Akidah dan Akhlak, Qur an Hadist, serta Bahasa Arab (Purnamasari, 2004). Program kurikulum pelajaran Sekolah Menengah Atas Negri (SMAN) dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) mempunyai perbedaan dalam mata pelajaran

yang diberikan. Perbedaanya terletak pada pembagian dan jumlah jam pelajaran Agama Islam. Pelajaran Agama Islam di Sekolah Menengah Atas Negri (SMAN) diberikan sebanyak dua jam pelajaran untuk tiap minggunya, sedangkan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) pelajaran Agama Islam dibagi menjadi tiga jenis mata pelajaran, yaitu Qur an Hadist, Fiqih, Akidah dan Akhlak. Qur an Hadist dan Fiqih diberikan selama dua jam tiap minggu. Aqidah-Akhlak diberikan selama satu jam pelajaran setiap minggu serta pelajaran Bahasa Arab yang diberikan selama dua jam pelajaran setiap minggu (Purnamasari, 2004). Kemungkinan karena adanya perbedaan sistem pendidikan antara Sekolah Menengah Atas Negri (SMAN) dengan MadrasahAliyahNegeri(MAN), dimana Madrasah Aliyah Negeri (MAN) menerima lebih banyak pelajaran Agama Islam yaitu mata pelajaran Qur an-hadist dimaksudkan untuk memberikan bekal kepada para siswa dalam memahami ayat-ayat Al-Qur an dan Hadist Nabi sebagai sumber utama Agama Islam. Mata pelajaran Aqidah dan Akhlak dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan tentang keimanan dan nilai-nilai akhlak yang merupakan dasar utama dalam pembentukan kepribadian muslim. Mata pelajaran Fiqih dimaksudkan untuk pemberian bekal pengetahuan dan kemampuan mengamalkan ajaran Agama Islam dalam aspek hukum, baik yang berupa ibadah maupun mu amalah. Sehingga diharapkan para siswa dengan bekal ilmu yang lebih mendukung dalam terciptanya kepribadian yang baik dan dapat mengfungsikan dirinya sebagai anggota masyarakat yang dapat bermanfaat untuk lingkungannya. Sehingga dia dapat diterima dalam lingkungan masyarakat sebagai seseorang yang baik. Hal ini juga bisa dikatakan

bahwa dalam masyarakat siswa tersebut mempunyai intensi prososial yang lebih baik tentunya (Purnamasari, 2004). Sedangkan apabila Sekolah Menengah Atas Negri (SMAN) kurikulum yang diberikan dalam hal Agama hanya secara umum saja, karena di Sekolah yang statusnya Negri mungkin siswanya tidak hanya beragama Islam. Jadi walaupun terdapat pelajaran Agama Islam hanya sebatas pengetahuan yang umum dan kurang mendalam yang mungkin tidak dikupas satu persatu seperti halnya pada Madrasah Aliyah Negeri (MAN). Sehingga dalam membentuk kepribadian yang lebih religiusitas dan mempunyai tingkat intensi prososial, belum sebaik siswa yang sekolah pada Madrasah Aliyah Negeri (MAN) (Purnamasari, 2004). Berdasarkan uraian diatas maka, rumusan permasalahan penelitian ini adalah Apakah ada Hubungan Antara Religiusitas dengan Intensi Prososial Pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negri (SMAN) dan Siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN). B. Tujuan Penelitian. 1. Untuk mengetahui hubungan antara religiusitas terhadap intensi prososial pada siswa Sekolah Menengah Atas Negri (SMAN) dan Madrasah Aliyah Negri (MAN). 2. Untuk mengetahui sejauh mana religiusitas siswa SMAN dan MAN. 3. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat intensi prososial siswa SMAN dan MAN. 4. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan intensi prososial antara siswa SMAN dan MAN.

5. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan religiusitas antar siswa SMAN dan MAN. C. Manfaat Penelitian. 1. Bagi kepala sekolah Bagi kepala sekolah hasil penelitian ini memberikan sumbangan informasi berupa hubungan antara religiusitas dengan intensi prososial pada siswa SMAN dan MAN, sehingga dapat dijadikan acuan dalam memperbaiki kegiatankegiatan yang diadakan di sekolah. 2. Bagi guru Bimbingan Penyuluhan (BP) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi berupa perbedaan intensi prososial pada siswa yang berhubungan dengan religiusitas siswa. 3. Bagi siswa Hasil penelitian ini memberikan sumbangan informasi berupa hubungan religiusitas dengan intensi prososial pada siswa SMAN dan MAN, sehingga siswa mampu mengurangi sifat egoisme atau individualisnya sehingga akan memiliki sikap berempati dengan orang lain yang membutuhkan. 4. Bagi orang tua. Bagi orang tua hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai hubungan antara religiusitas dengan intensi prososial pada siswa SMAN dan MAN, sehingga para orang tua mendapat pandangan untuk memasukan anaknya di SMAN atau MAN.

5. Bagi ilmuan psikologi Hasil penelitian ini memberikan sumbangan berupa wacana pemikiran dan data-data empirik tentang hubungan antara religiusitas dengan intensi prososial pada siswa SMAN dan MAN, sebagai acuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya. 6. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan acuan dalam mengembangkan penelitian yang sejenis, terutama yang berkaitan dengan religiusitas dan intensi prososial.