Sambutan Presiden RI pada Peluncuran Buku 50 Tahun Chairul Tanjung, Bandung, 30 Juni 2012 Sabtu, 30 Juni 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PELUNCURAN BUKU 50 TAHUN BAPAK CHAIRUL TANJUNG BANDUNG, 30 JUNI 2012 Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera untuk kita semua, Yang paling berbahagia Bung Chairul Tanjung beserta keluarga dan tentu Ibu Halimah, Pak Try beserta Ibu, Pak Yacob, Bapak, Ibu dan handai taulan yang saya muliakan, Alhamdulillah, pada malam hari ini, kita dapat menghadiri satu acara yang istimewa dan penuh makna. Oleh karena itu, barangkali mewakili hadirin sekalian yang hadir pada acara ini, pertama-tama Bung Chairul, saya ingin menyampaikan selamat atas tiga hal. Pertama adalah selamat atas ulang tahun Bung Chairul Tanjung yang ke-50. Orang bilang life begins at 40, dulu begitu. Tetapi dengan usia harapan hidup yang makin panjang, barangkali mungkin tidak selalu relevan. Oleh karena itu, kita menyaksikan usia 50 tahun itu justru puncak dari pengabdian seseorang. Yang jelas kalau kita definisikan 50 tahun tentu lebih tua dibandingkan dengan 40 tahun, tapi belum setua umur 60 tahun. Jadi belum berkategori ikan peyek. Kalau saya sudah ikan peyek, karena sudah 63 tahun. Yang kedua, selamat meluncurkan buku yang kita saksikan tadi, "Chairul Tanjung Si Anak Singkong". Dan kita betul-betul ikut terharu, saya pun ikut meneteskan air mata, karena panjang perjalanan hidup Bung Chairul Tanjung sampai pada
posisinya sekarang ini. Ini membenarkan tesis, tidak pernah ada jalan yang lunak untuk mencapai tujuan yang mulia, dan terbukti tidak pernah ada jalan pintas untuk meraih cita-cita yang besar, dan ini dibuktikan dalam liku-liku kehidupan Bung Chairul Tanjung. Sedangkan ucapan selamat yang ketiga, tentu tadi pagi telah diresmikan, telah saya resmikan selaku Presiden, Kawasan Terpadu Trans Studio Bandung yang juga menjadi landmark, menjadi iconic center di kota Bandung ini. Hadirin sekalian yang saya hormati, Saya ingin sedikit menyampaikan persahabatan saya dengan Bung Chairul Tanjung. Pertama-tama, saya mengenal beliau dan dipertemukan dalam persahabatan, itu pada tahun 2002, 10 tahun yang lalu. Ada kisah singkat waktu itu, konon sedang dicari salah satu Pimpinan PBSI, entah bagaimana tiba-tiba nama saya pun muncul. Pak Wismoyo sebagai Ketua KONI waktu itu, pernah bertanya pada saya, apa bersedia kalau ikut berkompetisi untuk menjadi Ketua Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia, yang Pak Try dulu pernah memimpin dengan dominasi Thomas Cup dan Uber Cup pada saatnya. Saya jawab pada Pak Wismoyo, "Bapak, saya sudah sibuk sebagai Menko Polkam, biarkan saya fokus pada tugas saya ini." Tetapi entah bagaimana beredar. Karena beredar, saya mengeluarkan statement resmi, saya tidak bersedia, bukan apa-apa karena saya fokus pada tugas saya. Di situ saya mengenal Bung Chairul pada saat menyusun kepengurusan PBSI, tentu disampun Pak Try beberapa orang diminta untuk menjadi anggota Dewan Pembina. Saya dengan senang bersedia, dan di situlah awal persahabatan saya dengan Bung Chairul Tanjung. Kami bertemu kembali pada tahun 2004 dengan interaksi yang lebih sering, menggagas bagaimana Indonesia itu makin ke depan makin baik. Singkat kata, setelah Alhamdulillah, saya terpilih menjadi Presiden waktu itu, saya menyampaikan kepada Bung Chairul, bersedia tidak kalau ikut masuk barisan dalam kabinet menjadi salah satu menteri di portfolio ekonomi. Beliau menjawab, "Terima kasih, tapi biarkan saya berada di dunia usaha."
Saya tahu beliau punya cita-cita yang belum rampung, saya hormati. Dan kemudian, kami memelihara persahabatan. Kemudian saya persingkat lagi cerita saya. Tahun 2009, ketika Alhamdulillah, saya terpilih kembali, saya juga sekali lagi menawari Bung Chairul, apakah bersedia bergabung dalam Kabinet Indonesia Bersatu II. Jawabannya sama, tetapi satu hal, kami akhirnya secara subsantif mengetahui mengapa Bung Chairul tidak bersedia. "Pak SBY, kalau saya masuk di eksekutif, saya takut ada conflict of interest, karena saya masih mengelola usaha dengan agenda dan tujuan, tentu biarkan saja, saya tidak masuk." Saya terharu dan memang sama dengan pikiran saya. Kalau jadi menteri tidak perlu berbisnis. Kalau berbisnis, barangkali juga tidak harus jadi menteri. Dan ketika, ketika akhirnya saya tawari, nah sekarang bukan eksekutif, tidak ada tugas policy making, tapi memimpin Komite Ekonomi Nasional, karena kami sering bertukar pikiran untuk masalah-masalah perekonomian, baik nasional maupun global. Alhamdulillah, Bung Chairul bersedia dan sekarang mendampingi saya, mendampingi pemerintah, mendampingi kabinet dalam tugas beliau sebagai Ketua Ekonomi Nasional. Dengan apa yang saya alami, bersahabat dengan Bung Chairul, sebagaimana pula apa tadi yang kita saksikan dalam tayangan singkat perjalanan hidup Bung Chairul, maka saya ingin menarik sejumlah kesimpulan. Setiap manusia, seperti saya, seperti kita semua, tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Saya banyak mencatat kelebihan Bung Chairul, tentu sama dengan kita semua, ada juga kekurangan beliau, yang tahu beliau sendiri bukan saya. Nah malam hari ini, izinkan saya secara sangat singkat menyampaikan apa yang saya simpulkan dari sosok Chairul Tanjung yang positif. Kalau ada kekurangan yang tahu hanya beliau, memang saya tidak tepat untuk menyampaikan itu. Pertama, saya tidak punya, apa namanya, kurang punya bakat untuk mudah melakukan kritik, apalagi hujatan kepada seseorang, saya kurang berbakat. Yang kedua, saya tidak berani, siapa tahu saya mengkritik seseorang, menghujat, nah saya sendiri lebih buruk, tidak lebih baik dari seseorang yang saya kritik itu. Oleh karena itu Bung Chairul, ini bukan, bukan apa, melebih-lebihkan, I want to be as objective as possible. Pertama yang saya catat, Bung Chairul ini pandai menjaga persahabatan, baik siapa yang sedang in power maupun yang not in power. Dengan Pak Try masih baik, dengan Pak Jusuf Kalla masih baik, dan banyak lagi yang sekarang sedang tidak mengemban tugas. Dengan saya baik, dengan Hadirin sekalian juga baik. Ini membuktikan bahwa beliau bersahabat dengan siapa pun, apakah yang sedang, sekali lagi, mengemban amanah di jajaran pemerintahan atau lembaga negara maupun yang tidak. Itu kesimpulan saya yang pertama.
Yang kedua, beliau seorang profesional. Seorang profesional tentu memiliki etika. Etikanya apa? Ya berbuat yang terbaik, do the best. Dan kita menangkap, apa yang Bung Chairul pikirkan, cita-citakan, dan lakukan, just to do his best. Begitulah etika profesionalisme, bukan hanya bekerja sekedarnya, tapi ingin meraih yang terbaik. Ingin menjadi yang terbaik. Itu kesimpulan yang kedua. Kesimpalan yang ketiga, Bung Chairul adalah a man of ideas, seseorang yang berpikir, menggagas, bercita-cita but he is also a man of hard work, bekerja, bekerja keras. Paduan inilah yang diharapkan muncul di setiap sosok, Insya Allah, termasuk kita semua. Kita punya cita-cita, kita punya pikiran yang baik, tetapi kita sanggup bekerja keras untuk mewujudkan atau meraih cita-cita itu. Dan, saya punya kenangan pada tahun 2008, yaitu 100 Tahun Hari Kebangkitan Nasional, kami berbicara siang dan malam dan memunculkan tema besar waktu itu, Indonesia Bisa. Dan itu salah satu kado bagi bangsa ini, satu abad setelah Kebangkitan Nasional yang dilakukan oleh para founding fathers, oleh para pendahulu. Kemudian kami bersatu lagi menggagas Indonesia masa depan itu seperti apa. Muncullah dulu Indonesia 2025, dan kemudian dituangkan dalam Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 dengan teman-teman yang lain waktu itu. Itu juga salah satu kontribusi Bung Chairul yang saya ingat menunjukkan bahwa he is truly a man of ideas kemudian a man of hard work. Kesimpulan yang keempat, beliau memang seorang businessman yang brilliant, yang andal, genius. Dari apa yang kita lihat dalam tayangan tadi, memang beliau punya naluri yang luar biasa untuk menjalankan usaha. Beliau berpikir besar dan berpikir mendahului, think big and think ahead of time. Saya bisa menyimpulkan seperti itu dan after all sebagai professional businessman, beliau sukses, sukses. Ini ukuran bahwa paduan antara ideas, ideals dengan hard work, itulah yang membulatkan capaian dari seorang Chairul Tanjung. Less but not least, yang kelima, saya kenal barangkali mungkin tidak diketahui oleh publik. Beliau kritis sebetulnya, kritis. Jadi kalau berdua dengan saya atau kadang-kadang bertiga dengan Menko Perekonomian, karena kapasitas beliau sebagai Ketua Ekonomi Nasional mengkritik, mengatakan policy ini kurang tepat, ini bagus. Saya dengar dengan baik. Kritik yang disampaikan tidak obral, tetapi tajam dan right to the
point, sehingga saya mendengar. Tapi satu hal, ketika beliau mengkritik mengatakan A, B, C, D, dan kemudian Bung Chairul, kalau yang ini benar, yang ini begitu. Kalau yang ini, begini persoalannya. I do explain to him, saya menjelaskan, ini ada kompleksitas tertentu, dan Bung Chairul bisa mengerti. Ini bagus, karena jangan sampai mengkritik, menyerang, membabi buta. Ketika dijelaskan tidak mau mendengar, maka interaksi tidak akan bagus. Kalau saling mendengar, tentu semuanya dapat, yang dikritik saya juga dapat terima kasih, mudah-mudahan kebijakan yang akan datang lebih bagus, atau ini bisa kita ubah, dan ini, dan itu. Sebaiknya kalau mendengar, kritiknya akan berubah lagi, karena mengerti yang ini bisa dilaksanakan dengan segera. Ini mungkin tidak mudah, kemudian terus berpikir lagi apa yang bisa dikritikkan, dan itu akan menjadi bagus dalam sebuah policy making di negara kita ini. Karena siapa pun yang ada di ruangan ini, tentu tidak ingin bangsa ini menjadi mundur, Indonesia ini gagal, semua punya cita-cita, semua punya komitmen untuk kebaikan bangsa dan negara kita. Itulah yang lima hal yang dapat saya simpulkan. Dan yang terakhir, Bung Chairul dan keluarga, sebagai sahabat, saya tentu boleh untuk menyampaikan pesan dan harapan. Pesan dan harapan saya, teruslah bekerja dan berkarya. Saya berharap sukses dan semakin sukses, jangan lupa memikirkan saudara-saudara kita yang belum beruntung. Kita pernah sama-sama susah. Hidup saya juga kurang lebih sebagai anak Pacitan, sama dengan Bung Chairul, mungkin juga Bapak, Ibu sekalian juga memiliki masa lalu yang juga susah. Oleh karena itu, ketika sekarang Allah memberikan banyak hal kepada Pak Chairul dan keluarga, teruslah untuk membantu saudara-saudara kita yang masih memerlukan bantuan. Saya kira itulah Bapak, Ibu, Saudara-saudara, yang dapat saya sampaikan. Sekali lagi, selamat, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT memberikan bimbingan, petunjuk, dan lindungan kepada Bung Chairul, dan keluarga, dan kepada kita semua. Sekian. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan, Kementerian Sekretariat Negara RI