I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) bukan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem perekonomian bangsa yang dibuktikan dengan semakin. meluasnya tindak pidana korupsidalam masyarakat dengan melihat

I. PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

I. PENDAHULUAN. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

I. PENDAHULUAN. Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

I. PENDAHULUAN. yang bersangkutan telah dinyatakan lulus dan menyelesaikan semua persyaratan

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, diarahkan untuk meningkatkan hukum bagi

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

I. PENDAHULUAN. 1945, khususnya penjelasan tentang Sistem Pemerintahan Negara dinyatakan :

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I. PENDAHULUAN. Upaya Pemerintah Indonesia untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

I. PENDAHULUAN. bangsa, namun pada jaman globalisasi seperti sekarang ini terdapat banyak faktor

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

I. PENDAHULUAN. dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1967, merek merupakan karya intelektual yang memiliki peranan

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

I. PENDAHULUAN. saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan pelindung bagi

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dalam Perkara Nomor: 101/Pid.B/2011/PN.Pwt, mengenai tindak pidana "Dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai aparatur negara mempunyai posisi sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) bukan berdasarkan atas kekuasaan (machtstaat). Demikianlah penegasan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini berarti bahwa Negara Indonesia sebagaimana digariskan adalah Negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan menjamin kedudukan yang sama dan sederajat bagi setiap warga negara dalam hukum dan pemerintahan, yang mana implementasi dari konsep Negara hukum ini tertuang dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Penegakan hukum akan dapat terlaksana dengan baik, benar dan adil apabila hukum tidak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik atau kepentingankepentingan lainnya. Oleh karena itu, kekuasaan kehakiman yang merdeka atau independent judiciary, menjadi ideologi universal masa kini dan masa datang. Hal

2 ini merupakan konsepsi ideologi yang dicetuskan bersamaan dengan revolusi yang melahirkan aliran Trias Politica. Lahirnya faham Trias Politica sekaligus memperkuat konsepsi Negara Hukum dan Negara Demokratis dengan semboyan Supremasi Hukum (the law issupreme). Hukum berada di atas segala-galanya. Pengoreksi supremasi hukum diberikan fungsi dan kewenangannya kepada kekuasaan kehakiman yang merdeka dari pengaruh penguasa (executive power). 1 Menurut Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Hal ini memberi kewenangan kepada badan peradilan menjadi Katup Penekan atau preassure valve atas setiap pelanggaran hukum yang dilakukan siapa dan pihak manapun tanpa kecuali. Kewenangan itu, meliputi pelanggaran atas segala bentuk perbuatan yang tidak konstitusional (unconstitusional), ketertiban umum (public policy) dan kepatutan (reasonableness). Sehubungan dengan kewenangan kekuasaan kehakiman dengan sendirinya menempatkan kedudukan badan-badan peradilan sebagai tempat terakhir atau the last resort dalam upaya penegakan kebenaran dan keadilan (to inforce the treeth and justice). 2 1 M. Yahya Harahap, Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka, Al-Hikmah, Jakarta, 1998, hlm. 38. 2 Noor shofa, Peran Hakim dalam Melaksanakan Fungsi dan Kewenangan Peradilan, al-hikmah, Jakarta, 1996, hlm. 64.

3 Lembaga pengadilan merupakan tumpuan dan harapan bagi semua pihak, karena di tangan pengadilanlah (hakim) dipastikan berhak atau tidaknya seseorang terhadap sesuatu, putus atau tidaknya hubungan seseorang, melanggar atau tidaknya sesorang. Demikianlah misi pengadilan, yaitu untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum. Dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan sehingga dapat memberikan pengayoman bagi masyarakat banyak bergantung pada profesionalisme hakim, di samping pada aspek moral dan etika hakim, putusan yang dijatuhkan harus mengandung tiga hal yang sangat essensial, yaitu keadilan (Gerechtigheit), kemanfaatan (Zwechtighelt) dan kepastian (Rechsecherheit). Menurut Leon Duguit, Hukum adalah semua aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan dan daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh anggota masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika yang dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu. 3 Jadi pada dasarnya hukum mengatur semua tingkah laku anggota masyarakat baik sekecil apapun itu. Dalam kehidupan sehari-hari tidak asing kita dengar ungkapan perbuatan tidak menyenangkan, akan tetapi banyak diantara kita menganggap remeh ungkapan tersebut dan dianggap sebagai hal biasa, padahal sesungguhnya masalah tersebut sangat besar menurut pandangan hukum. Dalam hukum atau dalam pengertian hukum pidana pada khususnya, perbuatan tidak menyenangkan dapat berakibat fatal bagi pelakunya jika perbuatan yang tidak menyenangkan tersebut tidak disukai atau tidak dapat diterima oleh pihak yang Mathedu Unila, Pengertian Hukum, diakses dari http://mathedu.unila.blogspot.com/2011/12/ pengertian-hukum.html pada tanggal 13 Februari 2013, pukul 12.29.

4 menjadi korban dari perbuatan yang tidak menyenangkan, memang akibat perbuatannya tidak membahayakan jiwa korban atau penderita, akan tetapi ada perasaan yang sungguh tidak enak dirasakan oleh si penderita atau korban, oleh karenanya dari sudut pandang hukum positif, perbuatan yang tidak menyenangkan sebagai ancaman terhadap kemerdekaan orang perorangan, dan oleh sebab itu hukum positif perlu berperan aktif dan mengambil langkah-langkah penyelamatan, perlindungan, pemulihan atas kejahatan dan pelanggaran terhadap kemerdekaan orang. 4 Sebagai bukti bahwa perbuatan tidak menyenangkan yang dianggap remeh oleh masyarakat yaitu diatur dalam hukum pidana perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 335 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan yang rumusannya berbunyi: 5 (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah; Ke-1: Barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun Perbuatan Tidak Menyenangkan, diakses dari http://www.tanyahukum.com/pidana/211/perbuatantidak-menyenangkan/ pada tanggal 13 Februari 2013, pukul 12.33 5 Supriyadi Widodo, Perbuatan Tidak Menyenangkan, diakses dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl7081/perbuatan-tidak-menyenangkan pada tanggal 13 Februari 2012, pukul 01.15.

5 perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri atau orang lain; Ke-2: barangsiapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis. (2) Dalam hal diterangkan ke-2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena. Perbuatan tidak menyenangkan dalam hal ini dikhususkan pada perampasan kemerdekaan orang dapat menyebabkan kefatalan bahkan dapat merenggut nyawa seseorang, karena berawal dari perbuatan yang tidak menyenangkan akan dapat menimbulkan tindak pidana lainnya juga. Sebagai contoh kasus yang nyata terjadi yaitu kasus yang terjadi pada tahun lalu tepatnya pada tanggal 30 September 2012 sekitar pukul 09.00 WIB bertempat di lingkungan kantor PT. Indomarco Adi Prima yang beralamat di Jalan Tembesu Kel.Campang Raya Kec. Tanjung Karang Timur Bandar Lampung, seorang karyawan PT. Indomarco Danan Widiyatmoko menjadi korban perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh atasannya R. Arief Setia Budi dan Mujiarto Ari Tyas dalam kasus ini berstatus sebagai terdakwa. Korban Danan ditahan dan disandera oleh kedua atasannya karena korban Danan yang dengan tuduhan telah mengakui menggelapkan dana perusahaan sebesar Rp. 32.299.000,- (tiga puluh dua juta dua ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah).

6 Setelah korban Danan mengakui menggelapkan uang perusahaan, korban Danan diminta oleh kedua terdakwa untuk mengembalikannya. Karena korban Danan tidak mampu untuk membayar uang tersebut maka atasannya tersebut memanggil keluarga korban untuk datang ke kantor PT. Indomarco Adi Prima dengan maksud menyelesaikannya secara kekeluargaan. Setelah terjadi perundingan antara pihak perusahaan dan keluarga Danan, maka disepakati pihak keluarga harus menyetujui untuk menandatangani surat perjanjian yang berisi Bahwa saksi korban mengakui telah menggelapkan uang perusahaan dan bersedia mengganti sebesar Rp. 34.299.000,- (tiga puluh empat juta dua ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah) pada hari Senin tanggal 03 Oktober 2011 dan sambil menunggu hari Senin tanggal 03 Oktober 2011 saksi korban bersedia tinggal di pos satpam atas kemauan sendiri. Orang tua korban Danan kembali ke kantor PT. Indomarco setelah lewat 3 (tiga) hari kurun waktu perjanjian yang telah disepakati untuk menyerahkan uang sebesar Rp. 34.299.000,- (tiga puluh empat juta dua ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah). Sebelum orang tua korban Danan memberikan uang tersebut kepada kedua terdakwa, orang tua korban meminta terdakwa untuk memberikan bukti bahwa korban Danan telah benar menggelapkan uang perusahaan. Karena kedua terdakwa tidak dapat meberikan bukti yang diminta dan tidak terjadi kesepakatan maka keluarga korban Danan pada akhirnya melaporkan peristiwa perampasan kemerdekaan tersebut ke Polresta Bandar Lampung. Contoh kasus tersebut diatas membuktikan bahwa perbuatan tidak menyenangkan tidak boleh dianggap sepele terutama dalam hal perampasan kemerdekaan seseorang.

7 Berawal dari perbuatan tidak menyenangkan yaitu merampas kemerdekaan orang dapat mengakibatkan dilakukannya perbuatan pidana lain oleh para pelaku perbuatan tidak menyenangkan, bahkan dapat menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Berdasarkan penjelasan perbuatan tidak menyenangkan dan cotoh kasus yang dijelaskan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan Tidak Menyenangkan (Studi Putusan Pengadilan Nomor : 155/Pid/B/2012/PNTK). B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan masalah untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang akan dibahas serta untuk lebih mengarahkan pembahasan. Adapun permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku perbuatan tidak menyenangkan? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana perbuatan tidak menyenangkan kepada pelaku tindak pidana? 2. Ruang Lingkup Berdasarkan permasalahan yang diajukan, agar tidak terlalu luas dan tidak terjadi kerancuan dalam pembahasan permasalahan, maka ruang lingkup dalam penulisan

8 skripsi ini, hanya terbatas pada permasalahan pertanggungjawaban pidana dan yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku perbuatan tidak menyenangkan dalam perkara No. 115/Pid/B/2012/PNTK yang berlokasi di wilayah Pengadilan Negeri Kelas 1 A Tanjung Karang. C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan 1. Tujuan Penulisan Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian adalah: 1. Untuk mengetahui tentang pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku perbuatan tidak menyenangkan. 2. Untuk mengetahui tentang dasar pertimbangan Hakim menjatuhkan putusan pidana perbuatan tidak menyenangkan kepada pelaku dalam Keputusan Pengadilan Negeri No : 115/Pid/B/2012/PNTK. 2. Kegunaan Penulisan a. Secara Teoritis Penelitian ini akan memperluas perkembangan ilmu hukum dan dapat memberikan pemikiran ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan dan mengenai sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana tersebut.

9 b. Secara Praktis Secara praktis kegunaan yang diperoleh dari penulisan ini yaitu untuk menambah wawasan dan bahan bacaan serta memberikan informasi kepada pihak lain mengenai ketentuan hukum pidana yang berlaku di Indonesia yang berkaitan dengan tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasilhasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi yang dianggap relevan oleh peneliti. 6 Teori yang penulis gunakan untuk menjawab permasalahan ini yaitu teori pertanggungjawaban pidana dan teori dasar pertimbangan hakim. Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan itu dipertanggungjawabakan oleh si pembuatnya dengan kata lain kesadaran jiwa orang yang dapat menilai, menentukan kehendaknya, tentang perbuatan tindak pidana yang dilakukan berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Moeljatno menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan dilakukan perbuatan pidana saja, akan tetapi disamping itu harus ada kesalahan atau sikap batin yang dapat dicela, dan mengacu pada hukum yang tidak tertulis yaitu tidak dipidana 6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hlm. 125.

10 jika tidak ada kesalahan (green straf zonder schuld, ohne schuld keine strafe). 7 Kaitannya dengan pernyataan Moeljatno di atas, kesalahan memiliki 3 unsur yaitu: 8 1. Kemampuan bertanggung jawab Moeljatno menyimpulkan bahwa untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada: a. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum (faktor akal); b. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi (faktor perasaan/kehendak). 2. Kesengajaan (dolus) & Kealpaan (culpa) a. Kesengajaan (dolus/opzet) Ada 3 (tiga) kesengajaan dalam hukum pidana: 9 1) Kesengajaan sebagai maksud untuk mencapai tujuan (opzet als oogmerk) atau dolus directus. Merupakan kesengajaan biasa yaitu perbuatan si pembuat bertujuan untuk menimbulkan akibat yang dilarang. 2) Kesengajaan dengan sadar kepastian (opzet met zekerheidsbewustzijn). Mempunyai dua akibat yaitu akibat yang memang dituju si pembuat dan akibat Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm.. 73. 8 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban, Aksara baru, Jakarta, 1999, hlm, 80. P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1987, hlm. 60.

11 yang tidak diinginkan tetapi merupakan suatu keharusan untuk mencapai tujuan dimana akibat itu pasti timbul atau terjadi. 3) Kesengajaan dengan sadar kemungkinan (voorwaardelijk opzet) atau dolus eventualis. Ada keadaan tertentu yang semula mungkin terjadi kemudian benarbenar terjadi. b. Kurang hati-hati (kealpaan/culpa) Kurang hati-hati/kealpaan (culpa) arti dari alpa adalah kesalahan pada umumnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan mempunyai arti teknis yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan yaitu kurang berhati-hati, sehingga berakibat yang tidak disengaja terjadi. 10 3. Alasan penghapus pidana Terdapat 2 (dua) alasan penghapus pidana yaitu : 11 a. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang itu, dan b. Alasan tidak dapat diprtanggungjawabkannya seseorang yang terletak di luar orang itu. Ilmu pengetahuan hukum pidana juga mengadakan pembedaan lain terhadap alasan penghapus pidana sejalan dengan pembedaan antara dapat dipidananya perbuatan Ibid. Roeslan Saleh, Op Cit, hlm.80.

12 dan dapat dipidananya pembuat. Penghapusan pidana dapat menyangkut perbuatan atau pembuatnya, maka dibedakan 2 (dua) jenis alasan penghapus pidana, yaitu : 12 1. Alasan pembenar yaitu menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Kalau perbuatannya tidak bersifat melawan hukum maka tidak mungkin ada pemidanaan. 2. Alasan pemaaf atau alasan penghapus kesalahan yaitu menyangkut pribadi si pembuat, dalam arti bahwa orang tidak dapat dicela atau ia tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan, meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum. Di sini ada alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat, sehingga tidak dipidana. Fungsi utama seorang hakim adalah memberikan putusan terhadap perkara yang diajukan kepadanya, dimana dalam perkara pidana hal itu tidak lepas dari sistem pembuktiann negatif (negative wetterlijke) yang pada prinsipnya menentukan bahwa suatu hak atau peristiwa atau kesalahan dianggap telah terbukti, disamping adanya alat-alat bukti menurut undang-undang juga ditentukan keyakinan hakim yang dilandasi dengan integritas moral yang baik. 13 Ibid. Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm, 102.

13 Menurut Mackenzie, ada enam teori pendekatan yang dapat digunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu: 14 1. Teori Keseimbangan Maksud dari keseimbangan dalam hal ini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan piihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan pihak tergugat. 2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan kewenangan dari hakim dengan menyesuaikan pada keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, yaitu pihak terdakwa dan penuntut umum. Pendekatan seni digunakan oleh hakim dalam penjatuhan putusan yang lebih ditentukan oleh instink atau intuisi atau juga dapat dikatakan prediksi dari pengetahuan hakim. 3. Teori Pendekatan Keilmuan Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instink semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskan. Ibid, hlm, 105.

14 4. Teori Pendekatan Pengalaman Pengalaman seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dari pengalaman yang dimilikinya seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku dan juga masyarakat. 5. Teori Retio Decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara dan kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan perkara sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan membersihkan keadilan bagi pihak yang berperkara. 6. Teori Kebijaksanaan Landasan dari teori ini menekankan rasa cinta terhadap tanah air, nusa, dan bangsa Indonesia serta kekeluargaan harus dapat ditanam, dipupuk, dan dibina. Teori ini diperkenalkan berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di peradilan anak. Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sekecil mungkin ketidakcermatan, baik yang bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik

15 membuatnya. Oleh karena itu hakim tidak berarti dapat berbuat sesuka hatinya, melainkan hakim juga harus mempertanggung jawabkan putusannya. 15 Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana, seharusnya putusan hakim tersebut berisi alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi terdakwa. Dimana dalam pertimbanganpertimbangan itu dapat dibaca motivasi yang jelas dari tujuan putusan diambil, yaitu untuk menegakkan hukum (kepastian hukum) dan memberikan keadilan. 16 Dalam memberikan pertimbangan untuk memutuskan suatu perkara pidana diharapkan hakim tidak menilai dari satu pihak saja sehingga dengan demikian ada hal-hal yang patut dalam penjatuhan putusan hakim apakah pertimbangan tersebut memberatkan ataupun meringankan pidana, yang melandasi pemikiran hakim, sehingga hakim sampai pada putusannya. Dalam hal ini, penulis lebih memfokuskan penelitian pada penjatuhan pidana dalam tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar ungkapan perbuatan tidak menyenangkan, akan tetapi banyak diantara kita tidak mengetahui tentang ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan. Padahal sesungguhnya masalah tersebut diatur dalam KUHP pada Pasal 335 ayat (1), yang rumusannya: Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah: 15, Ibid, hlm. 94. 16 Nanda Agung Dewantara, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Masalah Perkara Pidana, Aksara Persada, Jakarta, 1987, hlm, 50.

16 Ke-1 : Barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri, maupun orang lain. Sesungguhnya konteks perbuatan yang diatur dalam pasal tersebut ada 2 hal yakni perbuatan melawan hak dan pemaksaan atau memaksa orang dengan penistaan lisan atau tulisan. Dengan memisahkan konteks perbuatan tidak menyenangkan tersebut maka akan didapat suatu jawaban apakah benar penahanan seseorang tersangka dalam perkara pidana perbuatan tidak menyenangkan telah mengacu pada suatu alasan hukum seperti diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup. 3. Konseptual Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang ingin atau yang diteliti. 17 Di dalam penulisan ini penulis akan menjelaskan pengertian-pengertian pokok yang akan digunakan dalam penulisan dan penelitian ini sehingga mempunyai batasanbatasan yang tepat tentang istilah-istilah dan maksudnya mempunyai tujuan untuk Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cet ke-3, UI. Press, Jakarta, 1986, hlm, 132.

17 menghindari kesalahpahaman dalam penulisan ini. Adapun pengertian-pengertian yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini adalah: 1. Pertanggungjawaban pidana menurut Pasal 34 Konsep Rancangan KUHP Baru Tahun 2010/2011 adalah diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada tindak pidana dan secara subjektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidana karena perbuatannya itu. 18 2. Yang dimaksud dengan perbuatan tidak menyenangkan adalah yang tercantum pada Pasal 335 ayat (1) KUHP yaitu seseorang yang secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan atau memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain. E. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka penulis menguraikan secara garis besar materi yang dibahas dalam skripsi ini dalam sistematika sebagai berikut: I. PENDAHULUAN Berisikan latar belakang masalah, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka konseptual, dan sistematika penulisan. Hamzah Hatrik, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, hlm. 11.

18 II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengemukakan pengertian-pengertian dan teori-teori hukum diantaranya pengertian dan asas hukum pidana, pengertian perbuatan pudana, dan teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan skripsi ini. III. METODE PENELITIAN Pada Bab ini menjelaskan tentang metode penulisan skripsi berupa langkahlangkah yang digunakan dalam penelitian yag terdirin dari pendekatan masalah, sumber dan dan jenis data, prosedur pegumpulan data pengolahan dan serta analisa data yang telah didapat. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menganalisa dengan terperinci mengenai Keputusan Pengadilan Negeri Nomor : 115/Pid/B/2012/PNTK. tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan, yaitu tugas dan peranan hakim di Indonesia, peranan hakim dalam proses persidangan dan faktor yang mempengaruhi hakim dalam menjatuhkan pidana pelaku tindak pidana pidana perbuatan tidak menyenangkan. V. PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan yang merupakan jawaban permasalahan berdasarkan hasil penelitian dan berisi saran dari penulis sebagai satu alternatif penyelesaian masalah yang ada untuk perbaikan dimasa mendatang berkaitan dengan hasil penelitian.