BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang terdiri atas Laporan Perhitungan

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dan lain-lain. Sebagaimana bentuk-bentuk organisasi lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pergantian Pemerintahan dari orde baru ke orde reformasi yang. dimulai pertengahan tahun 1998 menuntut pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut

BAB I PENDAHULUAN. satunya yang terpenting adalah keuangan (Kusuma, 2008). Dewasa ini tuntutan

BAB 1 PENDAHULUAN. dibangku perkuliahan. Magang termasuk salah satu persyaratan kuliah yang

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah yang merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai dasar pengambilan keputusan. Oleh karena itu pemerintah diharuskan

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. tata kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dengan pesat. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1. Pendahuluan A. LATAR BELAKANG. Reformasi pada pemerintahan Indonesia mengakibatkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi politik di tanah air. Walaupun masih dalam batas-batas tertentu, perubahan ini

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat mengarah pada reformasi. Salah satu bentuk dari reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia kini telah menerapkan otonomi daerah dengan tujuan demi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang no 22 tahun 1999 dan Undang-Undang no 25

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK. hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki sumber daya ekonomi yang tidak kecil, bahkan bisa dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan yang handal, dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

Transkripsi:

i

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan setiap masyarakat agar terciptanya tata pemerintahan yang baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus berusaha memperbaiki sistem pemerintahan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Negara Indonesia adalah salah satu negara yang juga ikut berpartisipasi dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik (Good Governance) diperlukan perubahan paradigma pemerintahan yang mendasar dari sistem lama yang serba sentralistis, dimana pemerintah pusat sangat kuat dalam menentukan kebijakan (Hartina,2009). Paradigma baru tersebut menuntut suatu sistem yang mampu mengurangi ketergantungan dan bahkan menghilangkan ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, serta bisa memberdayakan daerah agar mampu berkompetisi baik secara regional/lokal, nasional maupun internasional. Menanggapi paradigma baru tersebut maka pemerintah memberikan otonomi kepada daerah seluas-luasnya yang bertujuan untuk memungkinkan daerah mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri agar berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan serta dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan otonomi seluas-luasnya dan secara proporsional kepada daerah yang diwujudkan dengan adanya pengaturan, 1

pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta adanya perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 menjadi langkah awal pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus secara mandiri urusan pemerintahannya. Kedua undang-undang ini menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia. Disamping kedua undang-undang tersebut, pemerintah juga mengeluarkan beberapa peraturan pelaksanaan yaitu diantaranya adalah : Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah dan sekarang sudah direvisi menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Keuangan Pemerintah yang memberikan definisi terhadap akuntansi pemerintahan daerah sebagai proses pencatatan pengelolaan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian-kejadian yang umum bersifat keuangan termasuk pelaporan-pelaporan atas realisasi dalam penyelenggaraan urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip ekonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2

Ditetapkan juga Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2006 sebagai kelanjutan peraturan pemerintah untuk memperbaiki sistem keuangan pemerintah daerah, agar : 1. Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat perundang-undangan, efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, dan manfaat untuk masyarakat. 2. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah yang pada dasarnya menurut Mardiasmo (2002) mengandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu : 1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. 2. Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya daerah. 3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam periode satu tahun anggaran. Agar tujuan-tujuan dalam otonomi daerah dapat tercapai, pemerintah harus bertindak efektif dan efisien dalam mengelola keuangan daerahnya. Untuk memberikan jaminan dialokasikannya sumber daya secara 3

ekonomis, efektif dan efisien, pemerintah dalam hal ini sangat membutuhkan informasi akuntansi manajemen, seiring dengan adanya paradigma baru organisasi pemerintahan yang lebih berorientasi pada pelayanan masyarakat dan kepentingan publik. Berkaitan dengan keuangan daerah, masing-masing daerah dihadapkan pada permasalahan pengelolaan (manajemen) keuangan baik sisi penerimaan maupun pengeluaran/belanja daerah. Manajemen pengelolaan daerah merupakan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan sebagai sumber pembiayaan dan penggunaan dana secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Untuk itu dalam merespon tuntutan yang semakin beragam tersebut pemerintah daerah perlu memiliki sistem manajemen keuangan publik yang handal. Hal ini sangat penting karena masalah buruknya manajemen keuangan publik telah mengakibatkan anggaran publik yang tidak efektif dan tidak efisien (seperti bocornya anggaran) dan kinerja pemerintah yang mengecewakan masyarakat. Peningkatan kualitas pelayanan hanya bisa tercapai dengan pemanfaatan dana oleh pemerintah daerah yang benar-benar terarah untuk pelayanan publik yang optimal melalui proses penganggaran secara baik. Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumbersumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerahnya. 4

Anggaran pemerintah merupakan alat perencanaan sekaligus alat pengendalian pemerintah. Anggaran sebagai alat perencanaan mengindikasikan target yang harus dicapai oleh pemerintah, sedangkan anggaran sebagai alat pengendalian mengindikasikan alokasi sumber dana publik yang disetujui legislatif untuk dibelanjakan. Melalui data rekening belanja yang terdapat dalam anggaran belanja daerah, akan dilihat apakah anggaran yang telah dibuat, dapat berperan sebagai pengendali terhadap pelaksanaan kegiatan pemerintah. Dalam siklus anggaran, yaitu pada persiapan dan penyusunan anggaran, dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Dimana penentuan taksiran ini dilakukan dengan proses estimasi. Dalam persoalan estimasi, terdapat faktor ketidakpastian (uncertainty) yang cukup tinggi (Mardiasmo,2002). Lemahnya perencanaan anggaran pada akhirnya akan memunculkan kemungkinan underfinancing (kekurangan dana) atau overfinancing (kelebihan dana) yang semuanya mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektifitas unit kerja pemerintah. Anggaran sebagai alat untuk melaksanakan strategi organisasi harus dipersiapkan sebaik-baiknya agar tidak terjadi bias atau penyimpangan. Penilaian kinerja terhadap lembaga/orang tidak hanya berlaku pada lembaga/orang yang berorientasi profit saja melainkan juga perlu dilakukan pada lembaga/orang non komersial. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui sejauh mana pemerintah menjalankan tugasnya dalam roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat dengan menyampaikan laporan keuangan. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan termuat 5

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan. Tolak ukur kinerja merupakan ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap unit kerja yang ditetapkan dalam bentuk standar pelayanan oleh masingmasing daerah. Menurut Mahsun (2006) pengukuran kinerja organisasi sektor publik meliputi aspek-aspek antara lain : 1) Kelompok masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. 2) Kelompok proses (process) adalah ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut. 3) Kelompok keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible). 4) Kelompok hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung. 5) Kelompok manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. 6) Kelompok dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif. Perbaikan di segala bidang juga dilakukan untuk mengembangkan daerah. Usaha-usaha dalam mengembangkan daerah dilakukan pemerintah 6

melalui berbagai program dengan upaya mengembangkan efektifitas dan efisiensi program serta pengalokasian sumber-sumber pada aktivitas yang menambah nilai bagi publik. Dengan sistem akuntansi yang baik, kualitas suatu anggaran daerah akan dapat tercapai. Pemerintah daerah sebagai pihak yang bertugas menjalankan roda pemerintahan, wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Munawir (2004:2) laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas dari perusahaan tersebut. Selain itu, laporan keuangan merupakan pokok atau hasil akhir dari suatu proses akuntansi yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan dan juga dapat menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan mencapai tujuannya (Harahap,2002:7). Laporan keuangan pada dasarnya adalah laporan pertanggungjawaban pimpinan atau manajer perusahaan, karena laporan keuangan merupakan gambaran keuangan dari transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dalam pemerintah daerah, laporan keuangan menjadi sumber informasi utama untuk mengambil kebijakan dan keputusan dalam pemerintahan, dan juga sebagai informasi bagi pihak luar pemerintah seperti perusahaan, bank, investor, maupun calon investor. Kepentingan pengguna laporan keuangan berbeda-beda, sesuai dengan kepentingan dari pengguna laporan keuangan 7

tersebut. Laporan keuangan disusun dan disajikan sekurang-kurangnya setahun sekali. Laporan keuangan pemerintah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005. SAP disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP) yang independen yang terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, pada Bab III Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah setidaktidaknya terdiri dari : a. Laporan Realisasi Anggaran; b. Neraca; c. Laporan Arus Kas; dan d. Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan daerah memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran. Kemudian dilakukan analisa terhadap perkembangan laporan keuangan untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah dan melihat kemampuan atau tingkat kemandirian daerah. Analisis laporan keuangan berkaitan dengan hal apakah pemerintah daerah dapat melaksanakan suatu evaluasi terhadap pengelolaan keuangan daerah dan pembiayaan keuangan daerah yang akan menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam satu 8

periode tahun anggaran. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan yang menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien dan efektif. Sebagai kota kedua terbesar di Sumatera Barat, Kota Bukittinggi juga dikenal sebagai Kota Perdagangan dan Kota Wisata. Hal ini ditunjukkan oleh kontribusi Sektor Perdagangan, Akomodasi dan Transportasi di dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bukittinggi. Berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan Kota Bukittinggi selama 3 (tiga) periode yaitu tahun 2013-2015, dapat dilihat bahwa Sektor Perdagangan menyumbang sebesar 32,32%, sedangkan Sektor Akomodasi dan Transportasi sebesar 15,38% dari total PDRB tahun 2013. Pada tahun selanjutnya, yaitu tahun 2014 dan 2015 PDRB Kota Bukittinggi mengalami peningkatan pada Sektor Perdagangan masingmasing sebesar 32,71% dan 32,80%. Sedangkan pada sektor Akomodasi dan Transportasi sebesar 15,48% dan 15,71% dari total PDRB tahun 2014 dan 2015. Selain itu, Kota Bukittinggi selama tiga tahun berturut-turut mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) (www.bukittinggikota.go.id/berita, 14 Desember 2016). Hal ini menunjukkan Kota Bukittinggi telah meningkatkan kualitas laporan keuangan dengan cara mencapai kesehatan fiskal daerah, pengelolaan keuangan secara menyeluruh dan perbaikan pelayanan publik. 9

Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan pengkajian mendalam pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) untuk melihat kinerja pemerintah dalam mengelola sumber daya keuangan daerah sehingga dapat menilai kemampuan pemerintah sebagai pihak yang menjalankan roda pemerintahan. Selain itu, dapat diketahui apakah kinerja pemerintah daerah telah sesuai dengan tujuan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Maka penulis tertarik melakukan Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bukittinggi. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Analisis Varians dari Laporan Keuangan Kota Bukittinggi tahun 2013-2015? 2. Bagaimana Analisis Pertumbuhan dari Laporan Keuangan Kota Bukittinggi tahun 2013-2015? 3. Bagaimana Analisis Rasio Keuangan dari Laporan Keuangan Kota Bukittinggi tahun 2013-2015? C. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah penulis melakukan penelitian dalam tiga periode tahun yang diteliti yaitu dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015. 10

D. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui Analisis Varians dari Laporan Keuangan Kota Bukittinggi tahun 2013-2015. 2. Untuk mengetahui Analisis Pertumbuhan dari Laporan Keuangan Kota Bukittinggi tahun 2013-2015. 3. Untuk mengetahui Analisis Rasio Keuangan dari Laporan Keuangan Kota Bukittinggi tahun 2013-2015. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis, melalui penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan penulis mengenai analisis laporan keuangan pemerintah daerah dan sebagai salah satu proses bagi penulis untuk semakin meningkatkan keterampilan dalam penelitian dan pembuatan karya tulis ilmiah. 2. Bagi pemerintah daerah, melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang terkait dalam pencapaian kinerja keuangan Pemerintah Kota Bukittinggi. 3. Bagi pihak lain, melalui hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan bahan masukan bagi penelitian sejenis untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya. 11

F. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi dengan judul Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bukittinggi tersusun dalam lima bab. Penulis akan menyajikan uraian singkat yang akan dibahas pada masing-masing bab yang dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang tulisan ini. BAB I Pendahuluan. Pada bab ini menjelaskan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II Kerangka Teoritis. Pada bab ini menjelaskan kajian teori yang berkaitan dengan penelitian serta konsep yang relevan dalam membahas permasalahan yang telah dirumuskan. Bab ini berisi antara lain Keuangan Daerah, Laporan Keuangan Daerah, Kinerja Keuangan Daerah, Penelitian yang Relevan dan Kerangka Berpikir. BAB III Metode Penelitian. Pada bab ini menjelaskan paparan metode yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Bab ini berisi antara lain Desain Penelitian, Sumber Data Penelitian, Subjek dan Objek Penelitian dan Teknik Analisis Data. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Pada bab ini diuraikan tentang Gambaran Umum Kota Bukittinggi, Penyajian Data Penelitian dan Analisis Data Penelitian. BAB V Kesimpulan dan Saran. Pada bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dari hasil yang diperoleh setelah dilakukan penelitian. Kemudian, disajikan keterbatasan serta saran yang dapat menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. 12