BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

BAB III LANDASAN TEORI. kapasitas. Data volume lalu lintas dapat berupa: d. Arus belok (belok kiri atau belok kanan).

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat.

BAB III LANDASAN TEORI. Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut : Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 4 roda (mobil penumpang)

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur

II. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006).

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. (termasuk mobil penumpang, kopata, mikro bus, pick-up dan truck kecil. sesuai sitem klasifikasi Bina Marga).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

BAB III LANDASAN TEORI. manajemen sampai pengoperasian jalan (Sukirman 1994).

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik jalan yang dapat diuraikan sebagai berikut: dapat dilihat pada uraian di bawah ini:

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

BAB IV HASIL DAN ANALISA. kondisi geometrik jalan secara langsung. Data geometrik ruas jalan Kalimalang. a. Sistem jaringan jalan : Kolektor sekunder

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

BAB III LANDASAN TEORI

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wikipedia (2011), ruas jalan adalah bagian jalan di antara dua

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini.

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK

TUGAS AKHIR ANALISIS DAMPAK LOKASI PINTU TOL SLIPI TERHADAP KINERJA JALAN S. PARMAN

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG

Pengaruh Variasi Nilai emp Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan Raya Cilember-Raya Cibabat, Cimahi ABSTRAK

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. mengenai rekapitulasi untuk total semua jenis kendaraan, volume lalulintas harian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI Jalan Perkotaan

TUGAS AKHIR ANALISIS PERFORMANCE KINERJA JALAN RAYA CINERE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAMPAK PUSAT PERBELANJAAN SAKURA MART TERHADAP KINERJA RUAS JALAN TRANS SULAWESI DI KOTA AMURANG

RINGKASAN SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PELAYANAN JALAN SISINGAMANGARAJA (KOTA PALANGKA RAYA)

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Data hasil pengamatan dari studi kasus Jalan Ngasem Yogyakarta

EVALUASI TINGKAT PELAYANAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN KABUPATEN SUKOHARJO

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Data Hotel Malioboro. yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan. B. Data Geometri Jalan

ANALISIS HAMBATAN SAMPING AKIBAT AKTIVITAS PERDAGANGAN MODERN (Studi Kasus : Pada Jalan Brigjen Katamso di Bandar Lampung)

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

tidak berubah pada tanjakan 3% dan bahkan tidak terlalu

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina

I LANGKAH D : PERILAKU LALU-LINTAS Derajat Kejenuhan Kecepatan Dan Waktu Tempuh Iringan (peleton)

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

PENGANTAR TRANSPORTASI

III. PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA A. JENIS KENDARAAN

LAMPIRAN A (Hasil Pengamatan)

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN MENURUT MKJI 1997 ( Studi Kasus : Jalan Sulawesi Denpasar, Bali ) Oleh : Ngakan Putu Ari Kurniadhi NPM.

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN JALAN (Studi Kasus Jalan Medan Banda Aceh km s.d km )

JURNAL ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN H.B YASIN BERDASARKAN MKJI Oleh RAHIMA AHMAD NIM:

EVALUASI KINERJA JALAN TERHADAP RENCANA PEMBANGUNAN JALAN DUA JALUR

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN RAYA SUKAWATI AKIBAT BANGKITAN PERGERAKAN DARI PASAR SENI SUKAWATI

DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai. melalui manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas.

yang menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin terdapat perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang analisa kinerja Jalan Sultan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.TINJAUAN PUSTAKA. dan menerus di sepanjang atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi

tertentu diluar ruang manfaat jalan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. hal-hal yang mempengaruhi kriteria kinerja lalu lintas pada suatu kondisi jalan

TRAFFIC ENGINEERING. Outline. I. Klasifikasi jalan II. Dasar-dasar TLL (arus, vol, kecept, Methode greenshield)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

komposisi lalu lintas, dan perilaku pengemudi di Indonesia. mengacu pada Spesifikasi Standar Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota 1990.

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi Penelitian terletak di Kotamadya Denpasar yaitu ruas jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR DAMPAK LALULINTAS AKIBAT AKTIVITAS MALIOBORO MALL DAN RENCANA PEMBANGUNAN HOTEL MALIOBORO YOGYAKARTA

ANALISIS PENGARUH PELEBARAN RUAS JALAN TERHADAP KINERJA JALAN

ABSTRAK. Kata Kunci: Evaluasi, pola pergerakan, efektivitas, ZoSS. iii

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA JALAN LEMBONG, BANDUNG MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB III METODOLOGI. Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PERBANDINGAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH DAN DUA ARAH PADA RUAS JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Latar belakang kebutuhan akan perpindahan dalam suatu masyarakat, baik orang maupun barang menimbulkan pengangkutan. Untuk itu diperlukan alat-alat angkut, dan pergerakan alat-alat angkut tersebut secara keseluruhan menimbulkan lalu lintas. Derajat kebutuhan akan angkutan menunjukan aktivitas masyarakat dengan demikian perkembangan lalu lintas mengikuti perkembangan masyarakat yang bersangkutan. Pertumbuhan volume lalu lintas yang cepat menyebabkan jalan-jalan menjadi macet dan angka rata-rata kecelakaan pada pertemuan jalan baik dikota atau didaerah menjadi tinggi. Untuk menjawab semua tantangan atau problema tersebut maka diperlukan analisa dan studi lalu lintas yang di perlukan untuk perencanaan dan pemeliharaan jalan guna sebagai dasar pendekatan konstruktif dan pendekatan pembatasan, sehingga jalan-jalan yang ada dan jalanjalan yang baru dapat digunakan secara efisien. Jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan terus menerus sepanjang seluruh atau seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, apakan perkembangan lahan atau bukan. Jalan di atau dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 selalu di golongkan kelompok ini. Jalan di daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 juga digolongkan dalam kelompok ini jika mempunyai perkembangan samping jalan yang permanen dan terus menerus. (MKJI 1997) II - 1

Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut : 1. Jalan dua lajur dua arah (2/2UD) 2. Jalan empat lajur dua arah a. Tak terbagi (tanpa median) (4/2UD) b. Terbagi (4/2D) 3. Jalan enam lajur dua arah terbagi (6/2D) 4. Jalan satu arah (1-3/1) 2.2. Klasifikasi Jalan 2.2.1. Klasifikasi Berdasarkan Fungsi Jalan Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku adalah : a. Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara berdaya guna. b. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. c. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. d. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. II - 2

2.2.2. Klasifikasi Berdasarkan Administrasi Pemerintahan Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah dan pemerintah daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. a. Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. b. Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. c. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. d. Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. II - 3

e. Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. 2.3. Karakteristik Geometrik 2.3.1. Tipe Jalan a. Jalan dua lajur dua arah tak terbagi (2/2UD) - Lebar bahu paling sedikit 2 meter pada setiap sisi - Tidak ada median- Pemisahan arah lalu lintas 50-50 - Hambatan samping rendah - Ukuran kota 1,0 3,0 juta - Tipe alinyemen datar. b. Jalan empat lajur dua arah 1). Jalan empat lajur terbagi (4/2D - Lebar lajur 3,5 m (lebar jalur lalu-lintas total 14,0 m) - Kereb (tanpa bahu) - Jarak antara kereb dan penghalang terdekat pada trotoar 2 m - Median - Pemisahan arah lalu-lintas 50 50 - Hambatan samping rendah - Ukuran kota 1,0 3,0 Juta - Tipe alinyemen datar. II - 4

2). Jalan empat lajur tak terbagi (4/2UD) - Lebar lajur 3,5 m (lebar jalur lalu-lintas total 14,0 m) - Kereb (tanpa bahu) - Jarak antara kereb dan penghalang terdekat pada trotoar 2 m - Tidak ada median - Pemisahan arah lalu-lintas 50 50 - Hambatan samping rendah - Ukuran kota 1,0 3,0 Juta - Tipe alinyemen datar. c. Jalan enam lajur dua arah terbagi - Lebar lajur 3,5 m (lebar jalur lalu-lintas total 21,0 m) - Kereb (tanpa bahu) - Jarak antara kereb dan penghalang terdekat pada trotoar 2 m - Median - Pemisahan arah lalu-lintas 50 50 - Hambatan samping rendah - Ukuran kota 1,0 3,0 Juta - Tipe alinyemen datar. d. Jalan satu arah - Lebar jalur lalu-lintas tujuh meter - Lebar bahu efektif paling sedikit 2 m pada setiap sisi - Tidak ada median - Hambatan samping rendah II - 5

- Ukuran kota 1,0 3,0 Juta - Tipe alinyemen datar. 2.3.2. Lebar Jalur Lalu Lintas Lebar jalur lalu lintas adalah lebar (m) jalur jalan yang dilewati lalu lintas tidak termasuk bahu jalan. Kecepatan arus bebas dan kapasitas akan meningkat dengan berkembangnya lebar jalur lalu lintas. 2.3.3. Kereb Kereb sebagai batas antara jalur lalu-lintas dan trotoar berpengaruh terhadap dampak hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan. Kapasitas jalan dengan kereb lebih kecil dari jalan dengan bahu. Selanjutnya kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap dekat tepi jalur lalu-lintas, tergantung apakah jalan mempunyai kereb atau bahu. 2.3.4. Bahu Jalan Jalan perkotaan tanpa kereb pada umumnya mempunyai bahu pada kedua sisi jalur lalu- lintasnya. Lebar dan kondisi permukaannya mempengaruhi penggunaan bahu, berupa penambahan kapasitas, dan kecepatan pada arus tertentu, akibat pertambahan lebar bahu, terutama karena pengurangan hambatan samping yang disebabkan kejadian di sisi jalan seperti kendaraan angkutan umum berhenti, pejalan kaki dan sebagainya. II - 6

2.3.5. Median Median adalah daerah yang memisahkan arah lalu lintas jalan. Median yang direncanakan dengan baik meningkatkan kapasitas. 2.3.6. Alinyemen Jalan Lengkung horisontal dengan jari jari kecil mengurangi kecepatan arus bebas. Tanjakan yang curam juga mengurangi kecepatan arus bebas. Karena secara umum kecepatan arus bebas di daerah perkotaan adalah rendah maka pengaruh ini diabaikan. 2.4. Kondisi Lalu Lintas Arus adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pada suatu jalan pada interval waktu tertentu, dinyatakan dalam kend/jam (Qkend) smp/jam (Qsmp) atau LHRT (QLHRT Lalu-lintas Harian Rata-rata Tahunan). Sebagai pengukur jumlah dari arus lalu lintas digunakan volume yang menunjukkan jumlah kendaraan yang melintas pada satu titik pengamatan dalam satu satuan (hari, jam, menit). Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar jalan yang lebih, sehingga tercipta kenyamanan dan keamanan berlalu lintas. Sebaliknya jika jalan terlalu lebar untuk volume lalu lintas yang rendah cenderung membahayakan karena pengemudi cenderung mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi sedangkan kondisi jalan belum tentu memungkinkan. II - 7

a. Lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) Volume Lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) adalah: Jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh. LHRT = Jumlah lalu lintas satu tahun 365 b. Lalu lintas harian rata-rata (LHR) Lalu lintas harian rata-rata (LHR) adalah: hasil bagi jumlah kendaran yang diperoleh selama pengamatan dan lamanya pengamatan. LHR = Jumlah lalu lintas selama pengamatan Lamanya pengamatan 2.4.1 Pemisahan Arus Lalu - Lintas kapasitas jalan dua arah paling tinggi pada pemisahan arah 50-50, yaitu jika arus pada kedua arah adalah sama pada periode waktu yang dianalisa. Perhitungan pemisah arah dapat dihitung melalui persamaan berikut : SP = Q DH 1 / Q DH 1+2 Keterangan : SP = Pemisah arah (kend/jam) Q DH 1 = Arus total arah 1 Q DH 1+2 = Arus total arah 1 + 2 II - 8

2.4.2. Komposisi Lalu - Lintas Komposisi lalu lintas mempengaruhi hubungan arus kecepatan jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam kedaraan per jam, komposisi lalu lintas akan mempengaruhi volume. Meskipun demikian, dengan mengukur arus dalam satuan mobil penumpang (smp), seperti dalam manual ini, pengaruh ini tidak diperhitungkan. Tabel 2.1 Nilai Normal Komposisi lalu lintas Ukuran Kota LV % HV % MC % < 0,1 juta penduduk 45 10 45 0,1-0,5 juta penduduk 45 10 45 0,5-1,0 juta penduduk 53 9 38 1,0-3,0 juta penduduk 60 8 32 > 3,0 juta penduduk 69 7 24 Sumber : MKJI, 1997 Perhitungan kondisi lalu lintas : a. Perhitungan faktor satuan mobil penumpang dapat dihitung melalui persamaan berikut :F smp = Q smp / Q kend Keterangan : F smp Q smp Q kend = Faktor satuan mobil penumpang = Arus total kendaraan dalam smp = Arus total kendaraan II - 9

b. Perhitungan arus jam rencana (Q DH ) dapat dihitung melalui persamaan berikut :Q DH = LHRT x k Keterangan : LHRT = lalu lintas harian rata-rata tahunan (kend/hari). Faktor k = faktor volume lalu lintas pada jam sibuk. Penentuan faktor k adalah seperti pada Tabel 2.2 berikut : Tabel 2.2 penentuan faktor k Lingkungan Jalan Jumlah Penduduk Kota >1 Juta 1 Juta Jalan di daerah komersial dan 0,07 0,08 0,08 0,10 jalan arteri Jalan di daerah pemukiman 0,08 0,09 0,09 0,12 Sumber : MKJI, 1997 Untuk tipe pembagian kendaraan dapat di lihat seperti tabel 2.3 berikut ini : II - 10

Tabel 2.3 pembagian tipe kendaraan Tipe Kendaraan Kode Karakteristik kendaraan Kendaraan ringan Kendaraan berat menengah LV HV Kendaraan bermotor beroda empat dengan gandar berjarak 2 3 m (termasuk kendaraan penumpang, oplet, mikro bis, pick up, dan truk kecil) Kendaraan bermotor dengan dua gandar yang berjarak 3,5 5 m (termasuk bis kecil, truk dua as dengan enam roda) Truck besar Bis besar Sepeda motor Kendaraan bermotor tak LT LB MC UM Truk tiga gandar dan truk kombinasi dengan jarak antar gandar < 3,5 m Bis dengan dua atau tiga gandar dengan jarak antar gandar 5 6 m Sepeda motor dengan dua atau tiga roda (meliputi sepeda motor dan kendaraan roda tiga) Kendaraan bertenaga manusia atau hewan diatas roda (meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong Sumber: MKJI, 1997 Nilai ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk masing masing tipe kendaraan tersebut tergantung pada tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam tabel 2.4 dan tabel 2.5 di bawah ini : II - 11

Tabel 2.4 Emp untuk jalan perkotaan tak terbagi Tipe jalan Arus lalu-lintas total dua arah (kend/jam) emp HV MC Lebar jalur lalu-lintas Wc (m) 6 >6 Dua lajur tak terbagi 0 1,3 0,5 0,4 (2/2 UD) 1800 1,2 0,35 0,25 Empat lajur tak terbagi 0 1,3 0,4 (4/2 UD) 3700 1,2 0,25 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 Tabel 2.5 Emp untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah Tipe Jalan 2 lajur 1 arah, terbagi (2/1 D) 4 lajur 2 arah, terbagi (4/2 D) 3 lajur 1 arah, terbagi (3/1 D) 6 lajur 2 arah, terbagi (6/2 D) Sumber : MKJI, 1997 Arus lalu lintas per lajur (kend/jam) emp HV MC 0 1.3 0.4 1050 1.2 0.25 0 1.3 0.4 1100 1.2 0.25 2.5. Hambatan Samping Didefinisikan sebagai aktifitas samping jalan dan di Indonesia sering menimbulkan konflik, dan sangat berpengaruh besar terhadap arus lalulintas. Hambatan samping yang terutama berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan adalah : a. Pejalan kaki yang berjalan atau menyebrang sepanjang segmen jalan, b. Angkutan umum dan kendaraan lain yang berhenti, c. Kendaraan lambat misalnya becak,sepeda, II - 12

d. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan samping jalan. Hambatan samping merupakan dampak terhadap kinerja lalu-lintas dari aktivitas samping segmen jalan, seperti pejalan kaki (bobot=0,5) kendaraan umum/kendaraan lain berhenti (bobot=1,0), kendaraan masuk/keluar sisi jalan (bobot=0,7) dan kendaraan lambat (bobot=0,4), tingkat hambatan samping dikelompokkan dalam lima kelas dari sangat rendah sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekwensi kejadian hambatan samping sepanjang segmen jalan yang diamati. Kelas hambatan samping dapat di lihat pada tabel 2.6 berikut : Tabel 2.6 kelas hambatan samping untuk jalan perkotaan Kelas Hambatan Jumlah berbobot Samping kejadian per Kode (SFC) 200 m per jam (dua sisi) Sangat rendah VL < 100 Rendah L 100-299 Sedang M 300-499 Tinggi H 500-899 Sangat tinggi VH > 900 Sumber : MKJI, 1997 Kondisi Khusus Daerah pemukiman; jalan samping tersedia Daerah pemukiman; beberapa angkutan umum dsb Daerah industri; beberapa toko sisi jalan Daerah komersial; aktifitas sisi jalan tinggi Daerah komersial; aktifitas pasar sisi jalan II - 13

2.6. Kecepatan Arus Bebas Kecepatan arus bebas (FV) didefnisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan. Kecepatan arus bebas diamati melalui pengumpulan data lapangan, dari mana antara kecepatan arus bebas dan kondisi rencana geometrik ditentukan dengan metode regresi. Kecepatan arus bebas untuk kendaraan ringan dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja jalan pada arus = nol. Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas mempunyai bentuk umum sebagai berikut: FV = ( FV 0 + FV W ) x FFV SF x FFV CS Dimana : FV FV 0 FV W = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam) = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada jalan yang diamati = Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam) FFV SF = Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu atau jarak kereb penghalang FFV CS = Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota Besarnya kecepatan arus bebas pada jalan perkotaan dapat dilihat dari tabel 2.7 berikut ini : II - 14

Tabel 2.7. Kecepatan arus bebas dasar (Fvo) untuk jalan perkotaan Kecepatan arus bebas dasar (FV 0 ) (km/jam) Kend. Tipe jalan Kend. Ringan Sepeda Berat (LV) (MC) (HV) (6/2) D atau 61 52 48 (3/1) (4/2) D atau 57 50 47 (2/1) (4/2 UD) 53 46 43 (2/2 UD) 44 40 40 Sumber : MKJI, 1997 motor Semua kend ratarata 57 55 51 42 Kecepatan arus bebas untuk jalan delapan-lajur dianggap sama seperti jalan enam lajur dalam tabel 2.7. Besarnya penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas pada jalan perkotaan dapat dilihat dari tabel 2.8 berikut ini : II - 15

Tabel 2.8. Penyesuaian akibat pengaruh lebar jalur lalu lintas (FVw) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan, jalan perkotaan Tipe jalan Empat lajur terbagi / jalan satu arah Empat lajur tak terbagi Dua lajur tak terbagi Sumber : MKJI, 1997 Lebar jalur lalu lintas efektif (Wc) (m) Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Per lajur 3,00 3,25 3,5 3,75 4,00 Per lajur 5 6 7 8 9 10 11 FVw (km/jam) -4-2 0 2 4-4 -2 0 2 4-9,5-3 0 3 4 6 7 Untuk jalan lebih dari empat lajur (banyak lajur), nilai penyesuaian tabel 2.8 untuk jalan empat lajur terbagi dapat digunakan. Besarnya penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping jalan dengan bahu dapat dilihat dari tabel 2.9 dan besarnya penyesuaian kecepatan II - 16

arus bebas untuk hambatan samping jalan dengan kereb dapat dilihat dari tabel 2.10 berikut ini : Tabel 2.9. Faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu (FFV SF ) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan dengan bahu. Tipe jalan Kelas hambatan samping (SFC) Lebar bahu efektif Ws (m) 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m Empat lajur Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04 terbagi Rendah 0,98 1,02 1,03 4/2 D Sedang 0,94 0,97 1,02 Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99 Sangat Tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96 Empat lajur tak Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04 terbagi Rendah 0,98 1,02 1,03 4/2 UD Sedang 0,93 0,96 0,99 1,02 Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98 Sangat tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95 Dua lajur tak Sangat rendah 1,01 1,01 1,01 terbagi Rendah 0,96 0,98 0,99 2/2 UD atau Sedang 0,90 0,93 0,96 0,99 jalan satu arah Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95 Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91 Sumber : MKJI, 1997 II - 17

Tabel 2.10 Faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kereb-penghalang (FFV SF ) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan dengan kereb Tipe jalan Kelas hambatan samping (SFC) Jarak kereb penghalang Wg (m) 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m Empat lajur Sangat rendah 1,01 1,01 1,02 terbagi Rendah 0,97 0,98 0,99 4/2 D Sedang 0,93 0,95 0,97 0,99 Tinggi 0,87 0,90 0,93 0,96 Sangat Tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92 Empat lajur tak Sangat rendah 1,01 1,01 1,02 terbagi Rendah 0,96 0,98 0,99 4/2 UD Sedang 0,91 0,93 0,96 0,98 Tinggi 0,84 0,87 0,90 0,94 Sangat tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90 Dua lajur tak Sangat rendah 0,98 0,99 0,99 terbagi Rendah 0,93 0,95 0,96 0,98 2/2 UD atau Sedang 0,87 0,89 0,92 0,95 jalan satu arah Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88 Sangat tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82 Sumber : MKJI, 1997 Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan enam-lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FFV SF untuk jalan empat-lajur yang diberikan dalam Tabel 2.9 atau 2.10, disesuaikan seperti di bawah ini: II - 18

FFV 6SF = 1 0,8 x (1 FFV 4SF ) Dimana : FFV 6SF = Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan enam-lajur FFV 4SF = Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan empat-lajur Besarnya penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota dapat dilihat dari tabel 2.11 berikut ini : Tabel 2.11. Faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan (FFVcs) jalan perkotaan Ukuran kota (juta penduduk) < 0,1 0,1 0,5 0,5 1,0 1,0 3,0 > 3,0 Sumber : MKJI, 1997 Faktor penyesuaian untuk ukuran kota 0,90 0,93 0,95 1,03 2.7. Kapasitas Jalan Kapasitas merupakan arus lalu lintas maximum yang dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya: rencana geometrik, lingkungan, komposisi lalu lintas dan sebagainya. Biasanya dinyatakan dalam kend/jam atau smp/jam) (MKJI, 1997). C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (smp/jam) Dimana : II - 19

C C O FC W FC SP FC SF FC CS = Kapasitas = Kapasitas dasar (smp/jam) = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu-lintas = Faktor penyesuaian pemisahan arah = Faktor penyesuaian hambatan samping = Faktor penyesuaian ukuran kota Tabel 2.12 Kapasitas dasar jalan perkotaan (Co) Tipe jalan Kapasitas dasar (smp/jam) Empat lajur terbagi / 1650 jalan satu arah Empat lajur tak 1500 terbagi Dua lajur tak terbagi 2900 Sumber : MKJI, 1997 Catatan Per lajur Per lajur Total dua arah II - 20

Tabel 2.13 Penyesuaian kapasitas untuk pengaruh lebar jalur lalu-lintas untuk jalan perkotaan (FCw) Tipe jalan Empat lajur terbagi / jalan satu arah Empat lajur tak terbagi Dua lajur tak terbagi Sumber : MKJI, 1997 Lebar jalur efektif (Wc) (m) Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Total dua arah 5 6 7 8 9 10 11 FCw 0,92 0,96 1,04 1,08 0,91 0,95 1,05 1,09 0,56 0,87 1,14 1,25 1,29 1,34 II - 21

Tabel 2.14 Penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FCsp) Pemisah arah (SP) 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30 % - % FCsp Dua lajur (2/2 UD) 0,97 0,94 0,91 0,88 Empat lajur (4/2 UD) Sumber : MKJI, 1997 0,987 0,97 0,955 0,94 Tabel 2.15 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu (FCSF) pada jalan perkotaan dengan bahu Tipe jalan Kelas hambatan samping VL 4/2 D L M H VH VL 4/2 UD L M H VH VL 2/2D atau L jalan satu arah M H VH Sumber : MKJI, 1997 Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu FCsf 0,5 1,0 1,5 2,0 0,96 0,98 1,01 1,03 0,94 0,97 1,02 0,92 0,95 0,98 0,88 0,92 0,95 0,98 0,84 0,88 0,92 0,96 0,96 0,99 1,01 1,03 0,94 0,97 1,02 0,92 0,95 0,98 0,87 0,91 0,94 0,98 0,80 0,86 0,90 0,95 0,94 0,96 0,99 1,01 0,92 0,94 0,97 0,89 0,92 0,95 0,98 0,82 0,86 0,90 0,95 0,73 0,79 0,85 0,91 II - 22

Tabel 2.16 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kereb-penghalang (FCSF) jalan perkotaan dengan kereb Tipe jalan Kelas samping hambatan Jarak kereb penghalang (Wk) 0,5 1,0 1,5 2,0 VL 0,95 0,97 0,99 1,01 4/2 D L M 0,94 0,91 0,96 0,93 0,98 0,95 0,98 H 0,86 0,89 0,92 0,95 VH 0,81 0,85 0,88 0,92 VL 0,95 0,97 0,99 1,01 4/2 UD L M 0,93 0,90 0,95 0,92 0,97 0,95 0,97 H 0,84 0,87 0,90 0,93 VH 0,77 0,81 0,85 0,90 VL 0,93 0,95 0,97 0,99 2/2D atau jalan satu L 0,90 0,92 0,95 0,97 arah M 0,86 0,88 0,91 0,94 H 0,78 0,81 0,84 0,88 VH 0,68 0,72 0,77 0,82 Sumber : MKJI, 1997 Tabel 2.17 Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCCS) pada jalan perkotaan Ukuran kota (juta penduduk) < 0,1 0,1 0,5 0,5 1,0 1,0 3,0 > 3,0 Sumber : MKJI, 1997 Faktor penyesuaian untuk ukuran kota 0,86 0,90 0,94 1,04 II - 23

2.8. Perilaku Lalu Lintas Penentuan perilaku lalu lintas pada ruas jalan meliputi : 2.8.1. Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai perbandingan atau rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas (smp/jam) pada bagian jalan tertentu, yang dipakai sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja ruas jalan. Derajat kejenuhan dapat dihitung dengan rumus : DS = Dimana : Q C = Arus total (smp/jam) = Kapasitas (smp/jam) 2.8.2. Kecepatan (V) dan Waktu Tempuh (TT) Kecepatan adalah jarak yang dilalui sebuah kendaraan pada suatu unit waktu atau laju perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam kilometer per jam (km/jam). Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang yang dirumuskan sebagai : V = Dimana : V L TT = Kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam) = Panjang segmen (km) = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam) II - 24

2.9. Evaluasi Tingkat Pelayanan ( Level of Service/LOS ) Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No : KM 14 Tahun 2006, tingkat pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk menampung lalu-lintas pada keadaan tertentu. Enam tingkat pelayanan diabatasi untuk setiap tipe dari fasilitas lalu lintas yang akan digunakan dalam prosedur analisis, yang disimbolkan dengan huruf A sampai dengan F, dimana Level of Service (LOS) A menunjukkan kondisi operasi terbaik, dan LOS F paling jelek. Kondisi LOS yang lain ditunjukkan berada diantaranya. Tingkat pelayanan suatu ruas jalan, diklasifikasikan berdasarkan volume (Q) per kapasitas (C) yang dapat ditampung ruas jalan itu sendiri. Nilai derajat kejenuhan untuk ruas jalan adalah 0,75. Angka tersebut menunjukkan apakah segmen jalan yang diteliti memenuhi kriteria kelayakan dengan angka derajat kejenuhan dibawah 0,75 atau sebaliknya. Tabel 2.18 Hubungan Volume per Kapasitas (Q/C) dengan Tingkat Pelayanan Untuk Lalu lintas Dalam Kota Tingkat pelayanan Q/C Kecepatan (km/jam) A 0,6 80 B 0,7 40 C 0,8 30 D 0,9 25 E 1 25 F > 1 < 15 Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No: KM 14 Tahun 2006 ideal II - 25

Tabel 2.19 Klasifikasi karakteristik dari LOS Tingkat Pelayanan A Karakteristik a. kondisi arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi b. kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan, c. pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa atau dengan sedikit tundaan Q/C 0,6 a. arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas, b. kepadatan lalu lintas rendah, hambatan internal lalu lintas B belummempengaruhi kecepatan, c. pengemudi masih cukup punya kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan. a. arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume lalu lintas yang lebih tinggi, b. kepadatan lalu lintas meningkat dan hambatan internal C meningkat; c. pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau mendahului. a. arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus, b. kepadatan lalu lintas sedang fluktuasi volume lalu lintas dan D hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar, c. pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir untuk waktu yang sangat singkat. a. arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah, E b. kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi, c. pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek. a. arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang, b. kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta F terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama, c. dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0. Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan No: KM 14 Tahun 2006 0,7 0,8 0,9 1 > 1 II - 26

2.10. Studi Terkait a. Analisis Kinerja Jalan Raya Serpong Akibat pengaturan Waktu Operasi Angkutan Barang di Jalan Tol Dalam Kota DKI Jakarta (Sumber : Yogyawan Semanding 2012) Kemacetan di ruas tol dalam kota jakarta sudah menjadi rutinitas bagi pengguna ruas tol tersebut. Sebagai alternatif, pemerintah mengeluarkan kebijakan PM No 62 yang berisi tentang pelarangan kendaraan berat sumbu 1.2 melintasi ruas jalan tol dalam kota pada pukul 05.00 22.00. Efek negatif dari kebijakan tersebut ialah meningkatnya volume kendaraan di ruas jalan Raya Serpong dengan penambahannya berupa kendaraan berat. Oleh karena hal tersebut Pemerintah Daerah Tangerang Selatan mengeluarkan kebijakan Perwal no 3 2012 yang berisi tentang pelarangan kendaraan berat MST > 8 Ton melintasi ruas jalan Raya Serpong pada pukul 05.00 22.00. Dalam tugas akhir ini sebagai data primer akan dikaji bagaimana kondisi ruas jalan Raya Serpong setelah kebijakan Perwal no 3 2012 diberlakukan sehingga dapat diketahui kinerja ruas jalan dan komposisi kendaraan berat setelah kebijakan tersebut diberlakukan. Analisis pada tugas akhir ini menggunakan standar MKJI 1997. Dari hasil analisis tersebut menghasilkan tingkat pelayanan jalan, kecepatan rata-rata, dan komposisi kendaraan. Survey data primer di lakukan di tiga pos pengamatan, dimana Pos 1 berada di depan pabrik II - 27

tifico, Pos 2 berada di depan yonkaf. Dan Pos 3 berada di depan mall teras kota. Dari hasil survey lapangan dan dilakukan analisis dengan mengacu kepada MKJI 1997. Di dapat hasil kinerja ruas jalan B C untuk Pos 1, C D untuk Pos 2 dan A B untuk Pos 3. Sedangkan untuk kecepatan ratarata Pos 1 33,3 33,5 Km/jam, Pos 2 12,7 31,9 Km/jam dan Pos 3 32 42,9 Km/jam. Untuk komposisi kendaraan berat Pos 1 3,8% - 14,8%, Pos 2 4.1% - 15.8%, Pos 3 3.9% - 11.5%. Secara garis besar kebijakan perwal no 3 2012 belum secara maksimal mengatasi permasalahan yang terjadi pada ruas jalan Raya Serpong karena permasalahan tidak sepenuhnya efek negatif dari PM No 62. b. Analisis Kinerja Ruas Jalan Raya Sukawati Akibat Bangkitan Pergerakan Dari Pasar Seni Sukawati (Sumber : Jurnal Teknik Sipil Universitas Udayana 2011) Jalan Raya Sukawati, dimana terdapat Pasar Seni Sukawati sebagai penunjang Pariwisata di kabupaten tersebut, sehingga menyebabkan adanya aktivitas guna lahan, dan cenderung akan mempengaruhi kondisi arus lalu lintas pada jaringan disekitarnya yang akan menimbulkan terjadinya bangkitan pergerakan. Tujuan dalam penulisan ini adalah: Menganalisis kinerja ruas jalan Raya Sukawati akibat bangkitan pergerakan yang ditimbulkan oleh aktivitas Pasar Seni Sukawati dan Menganalisis kinerja ruas jalan Raya Sukawati 10 tahun yang akan datang. Metode yang digunakan untuk menganalisis kinerja ruas jalan adalah menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI )1997, yang II - 28

meliputi Volume lalu lintas, Kapasitas, Derajat kejenuhan, Kecepatan dan Tingkat pelayanan. Sedangkan untuk memprediksi bangkitan pergerakan dan kinerja ruas jalan untuk 10 tahun yang akan datang dianalisis dengan model faktor pertumbuhan. Sehingga aktivitas Pasar Seni Sukawati mempengaruhi kinerja ruas Jalan Raya Sukawati. Pada jam puncak volume lalu lintas bila tanpa aktivitas Pasar Seni Sukawati : terjadi penurunan volume lalu lintas ( Q ) sebesar 46.78 %, terjadi peningkatan kapasitas ( C ) sebesar 19 %, terjadi penurunan derajat kejenuhan ( DS ) sebesar 80 %, terjadi peningkatan kecepatan ( V ) sebesar 64.42 %. Pada jam puncak bangkitan pergerakan bila tanpa aktivitas Pasar Seni Sukawati : terjadi penurunan volume lalu lintas ( Q ) sebesar 41.22 %, terjadi peningkatan kapasitas ( C ) sebesar 12 %, terjadi penurunan derajat kejenuhan ( DS )sebesar 60 %, terjadi peningkatan kecepatan ( V ) sebesar 61.56 % dan hasil prediksi bangkitan pergerakan 10 tahun mendatang adalah pada jam puncak volume lalu lintas terjadi peningkatan derajat kejenuhan sebesar 11.11 % dan pada jam puncak bangkitan pergerakan terjadi peningkatan derajat kejenuhan sebesar 11.76 %.Tingkat pelayanan jalan terletak pada level C. II - 29

c. Pengaruh Pembangunan Underpass Simpang Jamblang Kebayoran Lama Terhadap Kinerja Jalan Sultan Iskandar Muda (Sumber : Sunarto 2013) Penulisan ini bertujuan untuk membandingkan Kinerja jalan dan simpang sebelum dan sesudah pembangunan underpass Simpang jamblang Kebayoran Lama tersebut dengan menggunakan metode MKJI. Data-data yang digunakan sebagai analisa adalah arus jenuh, waktu sinyal dan siklus yang diperoleh dari hasil survey lapangan, survey dilakukan pada hari Senin dan Selasa pada jam-jam sibuk yaitu pagi hari pukul 06:00 s/d pukul 08:00 dan sore hari pulul 16:00 s/d 18:00 WIB. Dari hasil analisa pembangunan underpass Simpang Jamblang Kebayoran Lama tingkat pelayanan (Level Of Service) pada ruas underpass arah jalan Sultan Iskandar Muda yang nilai awalnya adalah F (Tundaan per-kendaraan > 60 detik) data didapat dari Dinas Pekerjaan Umum bagian kelayakan simpang tak sebidang 2008. Di dapat nilai C D, (Tundaan per-kendaraan 15,1 detik 40,0 detik). II - 30