w REPUBLIK INDONESIA BADAN PERENCANTL Tf*NGTNAN NASToNAL BAHASA II\D Oi\ESIA DALAM P E RE I\ C AN AAN PE MB Ai\ GIJi\Ai\ Oleh: G inandjar Kartasasmita Sumbangan Pikiran untuk Kongres Bahasa Indonesia Vl Jakarta 28 Oktober - 2 November 1993
BAHASA INDONESIA DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNANoleh: G i n a n dj a r Ka rta s a smita** l. Pendahuluan Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada penyelenggara Kongres Bahasa Indonesia Vl atas undangan untuk berbicara dalam kongres ini. Dengan senang hati saya menyambut undangan tersebut karena saya menganggap kongres ini merupakan peristiwa penting, tidak hanya dalam sejarah kebahasaan kita, teiapi dalam sejarah kebangsaan kita. Kita patut bersyukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena pada tanggal 28 Oktober 1928 para perintis kemerdekaan kita telah menetapkan satu bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia, sebagai salah satu dari tiga butir Sumpah Pemuda yang terkenal itu. lni memperlihatkan betapa jauh pandangan mereka dalam menyusun dasar'kebangsaan kita karena hal itu sudah mereka lakukan tujuh belas tahun sebelum bangsa kita memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Jadi, di samping mengucapuji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, kita juga patut mengucapkan terima kasih kepada para perintis itu yang telah memecahkan satu masalah penting dalam masyarakat kita yang beraneka suku bangsa dan bahasa ini. Berkat merekalah, pada saat merdeka kita. s.udah memiliki safu bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa resmi. Sering kali kita lupa akan hikmah ini. Coba bayangkan dalam bahasa apa ' Sumbangan pikiran untuk Kongres Bahasa lndonesia Vl (Jakarta, 28 Oktober-2 November 1993) t* Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
naskah proklamasi harus, dinyatakan andaikata pada tahun 1945 itu kita belum mempunyai bahasa nasional? Dalam bahas apa Undang-Undang Dasar dan semua perundang-undangan kita ditulis andaikata kita belum memiliki bahasa resmi? Dalam bahasa apa Pemerintaharus berkomunikasi dengan masyarakat yang tersebar dari 27 propinsi ini? Kita akan lebih merasakan hikmah ini jitca menengoke negara lain, seperti Kanada dan Belgia. Di Kanada semua dokumen resmi harus ditulis dalam dua bahasa resmi, yakni bahasa Inggris dan Perancis. Dapat dibayangkan berapa biaya yang digunakan untuk mencetak dokumendokumen itu dan berapa pula biaya yang harus dikeluarkan untuk penerjemahannya. Demikian pula di Belgia yang bahasa resminyadalah bahasa perancis dan Vlaams. Ditambah lagi bahwa di negara itu tidak jarang terjadi sengketa antarpenutur akibat penggunaan bahasa resmi yang dianggap kurang seimbang secara Politis. Kesulitan menerapkan satu bahasa nasional terjadi di India. Meskipun bahasa Hindi telah ditetapkan sebagai bahasa resmi, dalam kenyataan masih belum sepenuhnya diakui secara sosial oleh suku-suku bangsa yang tidak berbahasa Hindi. Akibatnya, bahasa Inggris masih tetap dominan baik sebagai bahasa pergaulan antarsuku, maupun antara pemerintah dan sebagian masyarakat. Contoh-contoh di atas adalah sekedar untuk memperlihatkan betapa pentingnya kita mempunyai safu bahasa nasional, bahasa persatuan dan Qahasa resmi. Tema Kongres ini adalah "Bahasa Indonesia Menjelang Tahun 2000". Dalam uraian berikut ini saya akan mencoba, dengan melihat dari kaca mata perencanaan pembangunan, memaparkan bahasa lndonesia dalam konteks realitas kebahasaan yang ada di lndonesia. Ada tiga bahasa yang meru-
pakan alat komunikasi penting dalam interaksi kultural di masyarakat kita, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasasing. ll. Bahasa dalam Interaksi dan Dinamika Kultural Telah dikemukakan bahwa bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa negara. Apa yang telah dirintis pada tahun 1928 itu kemudian dikukuhkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36.1 Bahasa Indonesiadalah bahasa yang harus menjadi ciri identitas nasional setiap pemakainya yang membedakannya dengan penutur bahasa asing. Selain itu, bahasa Indonesiadalah bahasa yang mempersatukan bangsa kita, yakni yang menjembatani masalah komunikasi antara lebih dari 250 suku bangsa yang mempunyai bahasa sendiri-sendiri. Bahasa lndonesia juga merupakan bahasa resmi yang dipergunakan sebagai alat komunikasi resmi dalam administrasi negara, hukum dan perundang-undangan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pertemuan-pertemuan yang sifatnya nasional baik di pusat maupun di daerah. Bahasa Indonesia, sebagai bahasa resmi dalam administrasi negara, digunakan dalam perencanaan. Undang-Undang Dasar 1945 juga melindungi bahasa dan kebudayaan daerah. Silakan periksa penjelasan pasal 36.2 Bahasa daerah merupakan bahasa resmi dalam upacara-upacara kedaerahan, dan merupakan ciri identitas masyarakat dan kebudayaan daerah serta merupakan alat k-oqunikasi antara anggota masyarakat daerah tertentu. Bahasa daerah memiliki 1 "Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia." 2 "Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan sebagainya) bahasabahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh Negara. Bahasa-bahasa itupun merupakan sebagian dari kebud ayaan Indonesia yang hidup."
I yang merupakan tempaterjadinya interaksi kultural. lnteraksi itu menimbulkan suatu dinamika kultural. Dinamika ini akan tetap ada dan berkembang terus secara berkelanjutan. Oleh karena itu, dalam hal kebahasaan kita harus siap menghadapi tantangan yang menghadang kita menjelang tahun 2000 dan selanjutnya. Dalam kaitan dengan proses perencanaan pembangunan nasional, kita harus melihat interaksi kultural ini sebagai suatu dinamika kultural yang mendukung berkembangnya sistem perencanaan yang sungguh-sungguh mencerminkan potensi dan aspirasi masyarakat. Berikut ini saya akan membicarakan pemakaian bahasa dalam proses perencanaan 5 pembangunan. llf. Bahasa sebagai Afat Komunikasi dalam Perencanaan Saya akan berbicara di sini sebagai pemakai bahasa, bukan sebagai ahli bahasa. Bagi saya, bahasa Indonesiadalah alat komunikasi antara Pemerintah dan masyarakat, antarunsur aparatur Pemerintah, dan antaranggota masyarakat. Hal ini telah saya uraikan pada awal pembicaraan saya. Tujuan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah agar pesan pengirim dapat dipahami oleh penerimanya. Oleh karena itu, kita harus menggunakan bahasa lndonesia sesuai dengan apa yang ingin kita komunikasikan dan dengan cara yang mudah dipahami sasaran komunikasi kita. Perencanaan mencakup kegiatan yang menggunakan serangkaian metode untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai, cara untuk mencapainya, dan alat-alat yang dipergunakan jika suatu cara dipilih. Pada dasamya proses perencanaan yang baik harus merupakan proses interaksi kultural antara Bappenas di Pusat dan Bappeda, di tingkat Propinsi, Kabupaten/Kotamadya, serta Desa. Di satu pihak oleh Bappenas perencanaan nasional harus disajikan dalam suatu kerangka makro-sektoral, sedangkan di
pihak lain, di tingkat Bappeda tingkat ll, perencanaan daerah harus melalui suatu proses mikro-spasial. Keduanya mewakili dua lapisan budaya yang berbeda: yang pertama termasuk dalam lapisan budaya nasional, sedangkan yang kedua ke dalam lapisan budaya daerah. Di Kabupaten/Kotamadya yang dikenal sebagai Daerah tingkat ll sering terjadinteraksi kultural antara unsurunsur lapisan budaya nasional dan daerah tersebut. Dalam proses interaksi kultural itu, peranan bahasa sangat menentukan. Kesalahan bahasa dapat mengakibatkan kesalahan perencanaan. Seperti kita ketahui, selama ini Pemerintah selalu mendorong adanya perencanaan dari bawah. Di satu pihak, proses perencanaan membutuhkan komunikasi yang harus secara jelas menyalurkan gagasan-gagasan pembangunan. Gagasan-gagasan itu disampaikan dari tingkat Pusat ke Daerah. penyampaian gagasan-gagasan itu tidak selalu harus, bahkan tidak perlu harus disampaikan dalam bahasa yang teknis. Di pihak lain, kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam masyarakat harus dapat dikomunikasikan secara jelas dari Daerah kepada Pusat melalui saluran yang sudah ada dalam administrasi pemerintahan. Dalam menyampaikan kebutuhan dan aspirasinya, aparatur daerah dan rakyat, juga tidak perlu menggunakan istilah-istilah teknis. Namun, pada waktu sudah berwujud rencana, Bappeda harus mengemukakan dalam bahasa teknis, dan meskipun masih bersifat mikrospasiaf sudah harus menempatkan diri dalam rangka makro-sektoral. lnilah yang dimaksudengan dinamika kultural, yang di dalamnya terjadi interaksi kultural antara unsur-unsur lapisan budaya nasional dan lapisan budaya daerah. lni berarti bahwa dalam perencanaan daerah peranan bahasa Indonesia, dengan berbagai variasinya, dan bahasa daerah sangat penting- Dalam dinamika kultural yang saya kemukakan tadi, titik simpul tempat interaksi antara kebudayaan daerah dan kebudayaanasional adalah pada Daerah
7 tingkat ll (Dati ll), khususnya di Bappeda Dati ll. Artinya, bahwa dalam proses perencanaan, di situlah tempat terjadinya dinamika kultural yang intensif yang melibatkan unsur-unsur kedua lapisan budaya itu. Dinamika kultural pada tataran ini memerlukan dukungan kemampuan para aparatur dan kalangan swasta di daerah. Dalam pada itu, di tingkat Pusat, antara lain di Bappenas, terjadi pula interaksi kultural antara lapisan budaya nasional dan global. Artinya bahwa pada tataran inilah unsur-unsur pada lapisan budaya nasional berinteraksi paling intensif dengan unsur-unsur lapisan budaya internasional. lnteraksi itu terjadi dalam hubungan di berbagai bidang, seperti politik, kebudayaan, ekonomi, perdagangan, atau ilmu pengetahuan. Bahkan sekarang ini interaksi seperti itu sudah terjadi pada tingkat Propinsi (Dati l), yakni dengan terbukanya hubungan langsung antara daerah dengan para investor asing. Di sini terjadi pula dinamika yang untuk memanfaatkan bagi pembangunan menuntut profesionalisme baik para pejabat maupun kalangan swasta. proses interaksi ini tidak lama lagi dan malahan sekarang sudah mulai di beberapa tempat, sehinggakan menyentuh banyak daerah Kabupaten. Di bidang perencanaan pembangunan, masalah yang seringkali timbul adalah tidak atau kurang dipahaminya gagasan-gagasan pembangunan nasional oleh masyarakat. Hal itu dipersulit dengan masalah komunikasi gagasan dari unit perencanaan suatu tingkat, misalnya Pusat, ke tingkat yang lain, yaitu Dati ldan Dati ll. Bahasa Indonesia di bidang perencanaan terdiri atas sejumlah istilah teknis yang mengandung konsep-konsep tertentu dalam perencanaan pembangunan. Namun, pada waktu para perencana meminta kepada aparatur Pemerintah lainnya di daerah informasi tentang kebutuhan dan aspirasi masyarakat, istilah-istilah teknis itu tidak dapat dan tidak harus selalu dipergunakan. Jadi, tidak perlu istilah-istilah teknis di bidang perencanaan membebani baik aparatur Pemerintah maupun masyarakat di
8 desa, sehingga mereka menjadi canggung dalam mengemukakan kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya. Sebaliknya, aparatur Pemerintah di daerah yang diharapkan memberikan masukan tentang kebutuhanyata masyarakat di wilayah terlentu (misalnya desa, kecamatan) juga seringkali tidak dapat menyampaikan kebutuhannya secara jelas kepada para perencana' Kebutuhan dan aspirasi masyarakat sering tidak dipahami, sehingga membatasi kemampuan para perencana untuk "menerjemahkan" bahasa sehari-hari di dalam konteks masyarakat tertentu, khususnya masyarakat desa, ke dalam bahasa teknis perencanaan yang harus dituangkan dalam bahasa lndonesia yang jelas. Jadi, dalam interaksi kultural yang saya maksud itu tidak jarang terjadi kekeliruan "bahasa". Dengan demikian, informasi tentang kebutuhan dan aspirasi masyarakat tidak dapat dipahami dengan baik oleh perencana. Akibatnya, dapaterjadi perencanaan yang salah. Saya berpendapat bahwa bahasa lndonesia harus dilihat sebagai alat untuk melancarkan proses perencanaan "oleh, dan untuk rakyat". Akibatnya l<ita harus menempatkannya dalam konteks peranannya bersama dengan bahasa daerah. Ditinjau dari segi ini, saya tidak melihat bahasa Indonesia sebagai sesuatu yang homogen, tetapi mempunyai beberapa variasi, sesuai dengan tataran komunikasinya. Ini saja sudah merupakan dinamika dalam bahasa Indonesia sendiri, karena bahasa Indonesia resmi dan tidak resmi harus dapat digunakan dalam konteks komunikasi sesuai dengan kebutuhan dalam proses perencanaan. Dinamika itu selanjutnya diperluas cakupannya dengan dimungkinkannya penggunaan bahasa daerah untuk keperluan tertentu dalam proses perencanaan di daerah.
lv. PenutuP Sebagai penutup saya ingin menyampaikan pada forum ini betapa bahasa lndonesia harus mampu mendukung upaya pengembangan sumber daya manusia, yakni membuat manusia Indonesia makin mandiri. Oleh karena itu kita harus mempunyai kebanggaan dalam menggunakan bahasa lndonesia dan berusaha agar secara teknis bahasa Indonesia mampu mengangkat harkat manusia Indonesia secra ekonomi, sosial, dan budaya. Kita tidak dapat membiarkan bahas asing mengisi rumpang (gap) yang ada di dalam dinamika kultural yang saya kemukakan tadi, misalnya dalam pembakuan istilah dan mengisi kekurangan karya asli di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Baik para ahli bahasa maupun ahli di bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi harus sadar dan berusaha terus-menerus agar bahasa lndonesialah yang mengisi rumpang itu' Dengan mengetengahkan bahasa Indonesia dalam perencanaan pembangunan, saya ingin menekankan pentingnya memahami pembangunan bahasa yang merupakan bagian dari pembangunan kebudayaan dalam rangka pembangunan nasional. Dalam konteks tersebut di atas itulah saya memahami pembangunan bahasa. Dengan pendekatan ini, diharapkan kita akan berhasil menjawab salah satu tantangan terhadap bahasa lndonesia menjelang tahun 2000, yaitu untuk menjadi alat komunikasi yang efektif guna mendukung pembangunanasional dalam dinamika kultural yang berkelanjutan Demikianlah sumbangan pikiran saya. Semoga ada manfaatnya. Terima kasih.