BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. perumahan yang terletak di jalan Kedungwringin Patikraja, Griya Satria Bukit

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

ABSTRAK. Kata kunci : sistem informasi geografis, SIG, analytical hierarchy process, AHP, lokasi optimal, Google Maps, peta digital ABSTRACT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP)

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

ANALISIS PENENTUAN RATING RISIKO PROYEK PT. XYZ METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROSES (AHP)

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI Pengertian Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan teori umum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. AHP dan Promethee. Bahasa pemrograman yang digunakan Microsoft Visual

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

Pengertian Metode AHP

Bab II Analytic Hierarchy Process

BAB 2 LANDASAN TEORI

JURNAL LENTERA ICT Vol.3 No.1, Mei 2016 / ISSN

Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Jurusan Siswa-Siswi SMA (IPA/IPS/BAHASA) Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus SMA di Kota Padang).

PENERAPAN METODE ANP DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KINERJA KEPALA BAGIAN PRODUKSI (STUDI KASUS : PT. MAS PUTIH BELITUNG)

Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

BAB III METODE PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian dan Fokus penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Timur tepatnya Kota

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

Penentuan Susu Formula Ideal untuk Bayi Menggunakan AHP di Wilayah Kota Mataram

ISSN VOL 15, NO 2, OKTOBER 2014

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

BAB 2 LANDASAN TEORI

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III MENENTUKAN PRIORITAS DALAM AHP. Wharton School of Business University of Pennsylvania pada sekitar tahun 1970-an

BAB II LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN LBB PADA KAMPUNG INGGRIS PARE MENGGUNAKAN METODE AHP

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI PEMILIHAN JENIS BEASISWA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (STUDI KASUS: BEASISWA UKRIDA)

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS FAKTOR PEMILIHAN APLIKASI CHATTING PARA PENGGUNA SMARTPHONE ANDROID DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

BAB II. Komponen utama dalam Sistem Pendukung Keputusan, antara lain :

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analytic Hierarchy Process

IMPLEMENTASI METODE AHP UNTUK REKOMENDASI TEMPAT KOST PADA APLIKASI KOST ONLINE

PEMERINGKATAN PEGAWAI BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTIC HIERARCHY PROCESS) DI PT. XYZ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS)

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS SENSITIVITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP URUTAN PRIORITAS DALAM METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) SKRIPSI MINDO MORA

PEMILIHAN OBJEK WISATA DI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Sistem Pendukung Keputusan Memilih Perguruan Tinggi Swasta di Palembang Sebagai Pilihan Tempat Kuliah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096

Sistem Pendukung Keputusan Penasehat Akademik (PA) untuk Mengurangi Angka Drop Out (DO) di STMIK Bina Sarana Global

Nur Meita Indah Mufidah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

ANALISIS KRITERIA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BEASISWA BELAJAR BAGI GURU MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) UNTUK PENENTUAN NILAI EKONOMI LAHAN

EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN PERANGKAT LUNAK PENGOLAH CITRA DENGAN MENGGUNAKAN EXPERT CHOICE

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN HANDPHONE TERBAIK DENGAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Sistem, Keputusan dan Sistem Pendukung Keputusan

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

SISTEM INFORMASI PENDUKUNG KEPUTUSAN PADA SELEKSI PENERIMAAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB 3 METODE PENELITIAN

K NSEP E P D A D SA S R

APLIKASI AHP UNTUK PENILAIAN KINERJA DOSEN

PENGGUNAAN METODE AHP DAN TOPSIS DALAM PENENTUAN PENGAMBILAN SAMPEL UJI PETIK DALAM PELAKSANAAN PEMERIKSAAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMILIHAN TYPE SEPEDA MOTOR YAMAHA

LAPORAN PENELITIAN. Oleh : Pandi Pardian, ST., MBA

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran

BAB 2 LANDASAN TEORI Sistem Pendukung Keputusan Pengertian Keputusan. Universitas Sumatera Utara

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMBERIAN BONUS KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE AHP SKRIPSI

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian dalam tugas akhir ini adalah Pengukuran Kinerja Sistem

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PERIJINAN DAN PENEMPATAN KOLAM JARING TERAPUNG MENGGUNAKAN METODE AHP STUDI KASUS PT

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan mengenai konsep-konsep dasar dan acuan pustaka yang dipakai sebagai penunjang dalam pembuatan Tugas Akhir ini. Konsepkonsep dasar ini meliputi pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG), pemahaman tentang metode Analytical Hierarchy Process (AHP), pengetahuan peta dan Google Maps. 2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) Setiap tempat di permukaan bumi memiliki hubungan spasial dengan tempat yang lainya, teknologi yang berkembang saat ini memungkinkan setiap orang dapat memperoleh informasi tentang objek pada suatu daerah di permukaan bumi, walaupun dipisahkan oleh jarak yang relatif sangat jauh. Salah satu model informasi yang berhubungan dengan data spasial (keruangan) mengenai daerahdaerah di permukaan bumi adalah Sistem Informasi Geografis. 2.1.1 Definisi Sistem Informasi Geografis Menurut Hartono (2007), Sistem Informasi Geografis merupakan suatu sistem yang menekankan pada informasi mengenai daerah-daerah beserta keterangannya (atribut) yang terdapat pada daerah-daerah di permukaan bumi. Sistem Informasi Geografis merupakan teknik geografi berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi data-data spasial untuk kebutuhan atau kepentingan tertentu. Banyak definisi-definisi SIG yang berkembang karena SIG merupakan bidang kajian yang relatif masih baru. Namun dapat disimpulkan, definisi dari Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis, dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospasial (Hartono, 2007). 5

6 2.1.2 Komponen Sistem Informasi Geografis SIG merupakan sistem komplek yang biasanya terintegrasi dengan sistemsistem komputer yang lain di tingkat fungsionalitas dan jaringan. SIG terdiri dari beberapa komponen, yaitu: 1. Perangkat Keras (Hardware) : SIG membutuhkan komputer untuk penyimpanan dan pemrosesan data. Ukuran dari sistem komputerisasi bergantung pada tipe SIG itu sendiri. Perangkat keras yang digunakan dalam SIG mempunyai spesifikasi yang lebih tinggi dibandingkan sistem informasi biasa, hal tersebut disebabkan karena data yang digunakan dalam SIG membutuhkan ruang yang besar dan dalam proses analisanya membutuhkan memori yang besar dan prosesor yang cepat. 2. Perangkat Lunak (Software) : Menurut Charter dan Agtrisari (2002), sebuah perangkat lunak SIG menyediakan fungsi dan alat (tool) yang mampu menyimpan data, analisis dan menampilkan informasi geografis. Berikut adalah beberapa elemen yang terdapat dalam SIG: a. Tool untuk melakukan input dan transformasi data geografis. b. Sistem Manajemen Basis Data (DBMS). c. Tool yang mendukung query geografis, analisa dan visualisasi. d. Graphical User Interface (GUI) untuk memudahkan akses pada tool geografi. 3. Data dan Informasi Geografi : Menurut Utoyo (2007), terdapat dua macam jenis data geografi, yaitu: Data Spasial (Keruangan) : yaitu data yang menunjukkan ruang, lokasi, atau tempat-tempat di permukaan bumi. Data spasial berasal dari peta analog, foto udara, atau foto satelit. Data Atribut (Non-spasial) : yaitu data yang terdapat pada ruang atau tempat yang menerangkan suatu informasi. Data atribut diperoleh dari statistik, sensus dan catatan lapangan. 4. Manajemen : Suatu proyek SIG akan berhasil jika dikelola dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian yang tepat baik dari pihak pengembang atau pengguna (Prahasta, 2005).

7 Perangkat Keras SIG Manajemen Data & Informasi Geografis Perangkat Lunak Gambar 2.1 Komponen SIG (sumber: Prahasta, 2005) 2.1.3 Model Data Spasial dalam SIG Gambar 2.2 Konsep Layer SIG (sumber: Escobar et al, 2005)

8 Dalam SIG, semua komponen-komponen pada bumi dapat direpresentasikan oleh tiga entitas, yakni garis, titik dan poligon. SIG menggambarkan bumi dalam bentuk layer-layer yang digabungkan menjadi sebuah frame geografi. Setiap layer memiliki pengidentifikasi yang unik sehingga memungkinkan untuk mengubah informasi yang relevan untuk frame tersebut yang tersimpan dalam basis data. Layer data SIG menggunakan dua model data yang dikenal dengan model raster dan vektor. 1. Data Raster Pada model raster, suatu penampakan didefinisikan sebagai suatu sel pada struktur matrik. Semua sel pada matrik memiliki ukuran dan bentuk yang sama dan masing-masing diidentifikasi oleh koordinat lokasi sebagai nilai dalam model raster, model ini digunakan untuk pekerjaan dengan bentuk kontinyu, seperti tipe kesuburan tanah dan tipe kepadatan penduduk. Gambar 2.3 Representasi Data Raster (sumber: Escobar et al, 2005) 2. Data Vektor Dalam model vektor, penampakan direpresentasikan sebagai kumpulan dari titik awal dan titik akhir yang digunakan untuk mendefinisikan suatu titik, garis, maupun poligon yang menggambarkan bentuk dan ukuran suatu permukaan. Model vektor digunakan untuk merepresentasikan tipe data diskrit seperti jalan, bangunan, batas daerah, maupun danau. Gambar 2.4 Representasi Data Vektor (sumber: Escobar et al, 2005)

9 2.1.4 Analisis Spasial dalam SIG Karakteristik utama SIG adalah kemampuan menganalisis sistem seperti analisa statistik dan layer yang disebut analisa spasial. Analisis spasial dalam SIG bekerja dalam dimensi ruang geografi. Kombinasi ini menggambarkan atributatribut pada bermacam-macam fenomena seperti umur seseorang, tipe jalan, dan sebagainya, yang secara bersama dengan informasi seperti dimana seseorang tinggal atau lokasi suatu jalan. Analisa spasial dilakukan dengan menumpuk dua peta yang kemudian menghasilkan peta baru hasil analisis (Handayani dkk, 2005). Menurut Prahasta (2005), analisis spasial adalah suatu teknik atau proses yang melibatkan sejumlah hitungan dan evaluasi logika (matematis) yang dilakukan dalam rangka mencari atau menemukan potensi hubungan (relationships) atau pola-pola yang mungkin terdapat di antara unsur-unsur geografis yang terkandung di dalam data digital dengan batas-batas wilayah studi tertentu. Dalam pembuatan sistem informasi ini digunakan beberapa fungsi analisis spasial, diantaranya: 1. Fungsi Query Basis Data : Fungsi Query basis data digunakan untuk memanggil kembali (retrieve) data atau tabel atribut tanpa mengubah data yang bersangkutan. 2. Fungsi Pengukuran : Analisis spasial yang melibatkan fungsi matematis sederhana di seputar bentuk unsur spasial dengan geometri yang juga sederhana. Misalnya, untuk mengukur luas dari sebuah danau. 3. Fungsi Klasifikasi : Fungsi ini mengklasifikasikan kembali suatu data spasial menjadi suatu data yang baru. Misalnya, dengan menggunakan data spasial yang memiliki data atribut jumlah penduduk pulau Bali, maka dapat juga diturunkan menjadi data spasial baru yang memiliki data atribut jumlah penduduk di tiap-tiap kabupaten di Bali. 4. Fungsi Layer : Fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukannya. Sebagai contoh, untuk menentukan daerah budidaya tanaman yang cocok, diperlukan data spasial

10 ketinggian, kadar air tanah dan jenis tanah, maka fungsi layer akan dikenakan pada ketiga data spasial tersebut. 5. Fungsi Jaringan (Network) : Fungsi ini merujuk pada data vektor titik dan garis sebagai suatu jaringan yang tak terpisahkan. Fungsi ini diperlukan untuk bidang-bidang transportasi, kabel atau ataupun saluran air. Seperti, mencari jalan terpendek dari rumah menuju kantor. 6. Fungsi Kedekatan Unsur (Proximity) : Merupakan analisis spasial yang berkaitan dengan hubungan atau kedekatan suatu unsur spasial dengan unsur-unsur spasial lainnya yang terdapat di dalam layer vektor yang sama. 7. Fungsi Buffering : Fungsi ini menghasilkan data spasial baru yang berbentuk poligon atau zona dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi masukan. 8. Fungsi Geocoding : Geocoding adalah proses yang dilakukan untuk mendapatkan atau menemukan suatu lokasi unsur berdasarkan layer referensi dan masukan string alamat yang akan dicari. 2.2 Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode Analytical Hierrchy Process (AHP) dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School di awal tahun 1970, yang digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan suatu permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif. Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan. 2.2.1 Definisi Analytical Hierarchy Process (AHP) Saaty (1987) menyatakan bahwa AHP merupakan suatu teori pengukuran yang digunakan untuk menderivasikan skala rasio baik dari perbandinganperbandingan berpasangan diskrit maupun kontinyu. Diperlukan suatu hirarki

11 dalam menggunakan AHP untuk mendefenisikan masalah dan perbandingan berpasangan untuk menentukan hubungan dalam struktur tersebut. Struktur hirarki digambarkan dalam suatu diagram pohon yang berisi goal (tujuan masalah yang akan dicari solusinya), kriteria, subkriteria dan alternatif. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturnya. 2.2.2 Sifat-sifat Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A. 2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat. 3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna. 4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

12 2.2.3 Langkah-langkah Analytical Hierarchy Process (AHP) Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin dirangking. 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. 5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab ataupun manual. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Menguji konsistensi hirarki yang dilambangkan dengan CR (Consistency Ratio). Jika tidak memenuhi CR < 0,1 ; maka penilaian harus diulang kembali. 2.2.4 Prinsip-prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process (AHP) Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain:

13 1. Decomposition Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur-unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Bentuk struktur decomposition dapat dilihat pada Gambar 2.5. Tingkat pertama : Tujuan (Goal) Tujuan Tingkat kedua: kriteria Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria n Tingkat ketiga: alternatif Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif m Gambar 2.5 Struktur Hirarki AHP 2. Comparative Judgement Comparative Judgement dilakukan dengan melakukan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen-elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (extreme importance). 3. Synthesis of Priority Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan metode eigen vektor untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan.

............ 14 4. Logical Consistency Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagresikan seluruh eigen vektor yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan. 2.2.5 Penyusunan Prioritas Menentukan susunan prioritas elemen dilakukan dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub-hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan (A1, A2,, An) yang akan dinilai berdasarkan nilai tingkat kepentingannya terhadap kriteria C yang dipresentasikan dalam matriks Pairwise Comparison. Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan A1 A2... An A1 a11 a12... a1n A2 a21 a22... a2n... An an1 an2... ann Pada Tabel 2.1, nilai a12 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A2 (kolom) yang menyatakan hubungan: a) Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C dibandingkan dengan A2 (kolom), atau b) Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadap A2 (kolom), atau c) Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada A1 (baris) dibandingkan dengan A2 (kolom). Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty (1987), seperti pada Tabel 2.2.

15 Tingkat Kepentingan 1 3 5 7 9 2,4,6,8 Resiprokal Tabel 2.2 Skala Saaty Definisi Keterangan Equal importance (sama Kedua elemen mempunyai penting) pengaruh yang sama. Weak importance of one Pengalaman dan penilaian sangat over Another (sedikit memihak satu elemen dibandingkan lebih penting) dengan pasangannya. Satu elemen sangat disukai dan Essential or strong secara praktis dominasinya sangat Importance (lebih nyata, dibandingkan dengan elemen penting) Pasangannya. Satu elemen terbukti sangat disukai Demonstrated dan secara praktis dominasinya importance (sangat sangat, dibandingkan dengan penting) elemen pasangannya. Satu elemen mutlak lebih disukai Extreme importance dibandingkan dengan pasangannya, (mutlak lebih penting) pada tingkat keyakinan tertinggi. Intermediate values Nilai diantara dua pilihan yang between the two adjacent berdekatan. judgments Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika dibandingkan Kebalikan elemen j, maka j memiliki kebalikannya ketika dibanding elemen i. Model AHP didasarkan pada pairwise comparison matrix, dimana elemenelemen pada matriks tersebut merupakan judgement dari decision maker. Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun

16 memperkirakan kemungkinan dari suatu hal atau peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap tingkat hirarki dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan. tingkat hirarki, Berikut ini adalah contoh suatu pairwise comparison matrix pada suatu A = E F G E F G 1 5 7 [ 1/5 1 3] 1/7 1/3 1 Baris 1 kolom 2: jika E dibandingkan dengan F, maka E lebih penting atau disukai daripada F sebesar 5, artinya E essential or strong importance than F. Angka 5 bukan berarti bahwa E lima kali lebih besar dari F. Demikian juga untuk yang resiprokal pada baris 3 kolom 1 dibaca terbalik sehingga mempunyai arti E demonstrated importance than G. 2.2.6 Eigen Value dan Eigen Vector Apabila decision maker sudah memasukkan persepsinya atau penilaian untuk setiap perbandingan antara kriteria-kriteria yang berada dalam satu tingkat, maka selanjutnya disusunlah sebuah matriks perbandingannya. Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka akan diberikan definisi-definisi mengenai matriks dan vektor. 1. Matriks Matriks adalah sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks, variabel-variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau biasa. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) m x n. Matriks dikatakan bujur sangkar jika m = n. a 11 a 21 A = [ a m1 a 12 a 22 a m2 a 1n a 2n ] a mn

17 2. Vektor dari n Dimensi Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen-elemen yang teratur berupa angka-angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan (disebut vektor baris dengan ordo 1 x n ) maupun menurut kolom, dari atas ke bawah (disebut vektor kolom dengan ordo n x 1). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan anggota riil dinotasikan dengan R n. Untuk vektor u dirumuskan sebagai berikut: U R n u R n a 1 a 2 [ ] R n a n 3. Eigen Value dan Eigen Vector Definisi: Jika A adalah matriks n x n maka vektor tak nol x di dalam R n dinamakan eigen vector dari A jika Ax adalah kelipatan skalar x, yaitu A x = λ x ; dengan skalar λ dinamakan eigen value. Sinaga (2010) menyatakan, dalam kaitannya dengan AHP, nilai vektor eigen dari matriks berpasangan (pairwise matrix) yang sudah dinormalkan dapat dihasilkan dari rata-rata bobot relatif untuk setiap baris matriks. Selanjutnya nilai eigen maksimum (λmaksimum) didapat dengan menjumlahkan semua hasil perkalian jumlah kolom dengan nilai vektor eigen. 2.2.7 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model-model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidak-konsistenan jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistenan juga tidak diinginkan. Pengulangan wawancara pada sejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistensinya besar.

18 Saaty (1987) menyatakan, bahwa Indeks Konsistensi dari matriks berordo n dapat diperoleh dengan rumus: CI CI = (λ max n) (n 1) = Consistency index (rasio penyimpangan konsistensi) λmax = Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n n = Orde matriks... (2.1) Apabila CI bernilai nol, maka pairwise comparison matrix tersebut konsisten. Batas ketidak-konsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty ditentukan dengan menggunakan rasio konsistensi atau consistency ratio (CR), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random index (RI) yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan oleh Wharton School dan diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, rasio konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut : CR = Consistency ratio RI = Random index CR = CI RI... (2.2) Tabel 2.3 Nilai Random Indeks (RI) N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 RI 0,000 0,000 0,580 0,900 1,120 1,240 1,320 1,410 1,450 N 10 11 12 13 14 15 RI 1,490 1,510 1,480 1,560 1,570 1,590 Bila matriks pairwise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100 maka ketidak-konsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak maka penilaian perlu diulang.

19 2.3 Pengetahuan Peta Menurut Rockville dalam Prahasta (2005), peta merupakan suatu representasi konvensional (miniatur) dari unsur-unsur (fitur) fisik (alamiah dan buatan manusia) dari sebagian atau keseluruhan permukaan bumi di atas media bidang datar dengan skala tertentu. Umaryono dalam Prahasta (2005) menambahkan, bahwa peta yang ideal harus memiliki syarat-syarat geometrik sebagai merikut: a. Jarak antara titik-titik yang terletak di atas peta harus sesuai dengan jarak aslinya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala tertentu). b. Luas suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus sesuai dengan luas sebenarnya (juga dengan mempertimbangkan skalanya). c. Sudut atau arah suatu garis yang direpresentasikan di atas peta harus sesuai dengan arah yang sebenarnya (seperti di permukaan bumi). d. Bentuk suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus sesuai dengan bentuk yang sebenarnya. 2.3.1 Proyeksi Peta Menurut Rockville dalam Prahasta (2005), proyeksi peta merupakan suatu fungsi yang merelasikan koordinat titik-titik yang terletak di atas permukaan suatu kurva (biasanya berupa ellipsoid atau bola) ke koordinat titik-titik yang terletak di atas bidang datar. Jadi, metode proyeksi peta bertujuan untuk memindahkan polapola atau unsusr-unsur yang terdapat dari permukaan bumi (elipsoid) ke bidang datar dengan menggunakan rumus-rumus proyeksi peta sehingga tercapai kondisi yang diinginkan. Salah satu proyeksi peta yang sering digunakan adalah UTM (Universal Transverse Mercator). Sebagai ciri hasil proyeksi UTM ini pada sebuah peta, yaitu terdapatnya garis lintang (latitude) dan garis bujur (longitude). Keuntungan Peta ini adalah menggunakan sistem koordinat global (seluruh dunia) sehingga apabila akan menggabungkan suatu daerah yang sudah diketahui lintang dan bujurnya akan tidak sulit.

20 2.3.2 Universal Tranverse Mercator (UTM) Pada sistem proyeksi UTM permukaan bumi dibagi menjadi 60 bagian yang disebut zona UTM. Setiap zona ini dibatasi oleh dua meridian selebar 6 dan memiliki meridian tengah sendiri. Sebagai contoh, zona 1 dimulai dari 180 BB (Bujur Barat) hingga 174 BB, zona 2 dari 174 BB hingga 168 BB, terus ke arah timur hingga zona 60 yang dimulai dari 174 BT (Bujur Timur) hingga 180 BT. Batas lintang di dalam sistem koordinat ini adalah 80 LS (Lintang Selatan) hingga 84 LU (Lintang Utara). Setiap bagian dari derajat memiliki lebar 8 yang pembagiannya dimulai dari 80 LS ke arah utara. Bagian derajat dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C, D, E, F, hingga X (tetapi huruf I dan O tidak digunakan). Jadi, bagian derajat 80 LS hingga 72 LS diberi notasi C, 72 LS hingga 64 LS diberi notasi D, dan seterusnya. Wilayah Indonesia terbagi dalam sembilan zona UTM, mulai dari meridian 90 BT hingga 144 BT dengan lintang 11 LS hingga 6 LU. Gambar 2.6 Zona UTM (sumber: Prahasta, 2005) 2.4 Google Maps Google Maps adalah layanan pemetaan web dan teknologi yang disediakan oleh Google, layanan ini adalah gratis (untuk penggunaan nonkomersial). Untuk dapat menggunakan dan mengkonfigurasikan Google Maps,

21 para programer dapat menggunakan Google Maps API (Aplication Programmning Interface) yang disediakan oleh Google. Fitur-fitur yang disediakan Google Maps diantaranya peta jalan raya, peta topografi, peta citra satelit, perencana rute perjalanan, menampilkan lokasi tempat umum, halte, terminal dan bangunanbangunan penting di seluruh dunia. Google Maps API merupakan kumpulan fungsi-fungsi yang berbasis javascript HTML (Hypertext Markup Language) yang dapat dipanggil untuk menampilkan Google Maps pada halaman web HTML. Saat ini Google Maps API memiliki banyak versi, namun versi yang terbaru terbaru adalah Google Maps API versi 3 (V3). Berikut adalah contoh source code untuk memanggil sebuah peta Google Maps ke halaman HTML dengan memakai fungsi yang disediakan oleh Google Maps API V3. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 <html> <head> <script type="text/javascript" src="http://maps.googleapis.com/maps/api/js?sensor=set_to_tr ue_or_false"> </script> <script type="text/javascript"> function initialize() { var latlng = new google.maps.latlng(-34.397, 150.644); var myoptions = { center: latlng, maptypeid: google.maps.maptypeid.roadmap }; var map = new google.maps.map(document.getelementbyid("map_canvas"), myoptions); } </script> </head> <body onload="initialize()"> <div id="map_canvas" style="width:100%; height:100%"> </div> </body> </html> Untuk membuat aplikasi yang lebih komplek dan dinamis dibutuhkan kombinasi dari beberapa fungsi-fungsi Google Maps API V3, pengetahuan bahasa

22 HTML, Javascript dan PHP. Panduan dan kumpulan-kumpulan fungsi Google Maps API V3 secara lengkap sudah disediakan oleh Google dan dapat diakses di http://code.google.com/apis/maps/documentation/javascript/tutorial.html.