pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan sesuatu yang mempunyai pengaruh dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu. komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan

BAB I PENDAHULUAN. harus menjadi prioritas dalam upaya peningkatan mutu pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa banyak ditentukan oleh pendidikannya. (Nasir, 1999 : 17).

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB I. terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

BAB I PENDAHULUAN. membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara masalah pendidikan sudah barang tentu tidak bisa lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. dipahami orang lain, seseorang perlu memiliki kosakata ( vocabulary ) dan

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar kualitas

BAB I PENDAHULUAN. IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) Terpadu di SMP terdiri dari studi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1Latar Belakang Masalah

KOMPARASI PROSES SUPERVISI KLINIS DITINJAU DARI SERTIFIKASI DAN MASA KERJA KEPALA SEKOLAH SD/MI KECAMATAN KEDUNGTUBAN BLORA TESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini peran dan fungsi pendidikan sekolah semakin penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah

I. PENDAHULUAN. Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, masing- masing dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan menulis merupakan kemampuan yang sangat penting untuk

I. PENDAHULUAN. Sistem pendidikan nasional di era globalisasi seperti saat ini menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan keterampilan. masalah yang merupakan fokus dalam pembelajaran matematika.

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. memungkinkan bagi kita untuk mengetahui tentang budaya yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003).

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai ke perguruan tinggi. Belajar matematika di sekolah dasar tentunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu sumber daya manusia, maka bidang pendidikan. seharusnya bergerak lebih agresif dan inovatif dalam menggali dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era globalisasi yang semakin berkembang menuntut adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. manusia, karena melalui pendidikan manusia dapat berproses ke arah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. melakukan banyak cara untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Dari survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan proses pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka memengaruhi peserta didik agar

1. PENDAHULUAN. menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator. Pertama, lulusan dari

BAB I PENDAHULUAN. konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan. Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus.

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan diantaranya adalah di bidang pendidikan. Pendidikan

Bismar Yogaswara Universitas Negeri Malang

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DAN JIGSAW DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

meningkatkan mutu pendidikan. Ujian Nasional bertujuan menentukan kelulusan

1. PENDAHULUAN. Di era globalisasi bahasa lnggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dampak globalisasi saat ini sangat berpengaruh bagi perkembangan IPTEK dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter dan kecakapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. (Perserikatan Bangsa-Bangsa). (Yusuf dan Anwar, 1997) dalam menjawab tantangan zaman di era globalisasi. Pembelajaran bahasa Arab

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktivitas siswa dan memperoleh prestasi yang lebih baik bila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya generasi muda, yang nantinya akan mengambil alih

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang telah diperoleh di sekolah. Matematika merupakan salah satu mata

BAB I PENDAHULUAN. juga belajar diluar kelas supaya siswa itu tidak merasa bosan, misalnya saja siswa

BAB I PENDAHULUAN. Misalnya perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, pembaharuan kurikulum,

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup yang lebih baik. Agar dapat memiliki kemampuan dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting untuk meningkatkan kualitas setiap individu baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memasuki Abad 21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

I. PENDAHULUAN. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan tujuan, isi, dan bahan

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan pada bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan menciptakan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan berbagai pihak yang terkait secara bersama-sama dan bersinergi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usaha-usaha perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sumbangan langsung terhadap berbagai bidang kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan

I. PENDAHULUAN. taraf hidup manusia. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah, beberapa diantaranya ialah melakukan perubahan kurikulum. Selain

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. suatu wadah yang disebut sebagai lenbaga pendidikan. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMP dan MTs

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan. dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang. memungkinkannya untuk berfungsi secara menyeluruh dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pada diri individu. Peningkatan mutu pendidikan terus diupayakan demi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendas ar. Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain. Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Setelah diamati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenu hi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data

Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP). Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu: (1). Rendahnya sarana fisik,(2).rendahnya kualitas guru, (3). Rendahnya kesejahteraan guru, (4).Rendahnya prestasi siswa,(5).renda hnya kesempatan pemerataan pendidikan, (6).Rendahnya relevansi pendidikan de ngan kebutuhan,(7). Mahalnya biaya pendidikan. Model pemebelajaran Kooperatif khususnya Mata pelajaran Geografi perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Dalam membelajarkan geografi kepada siswa, apabila guru masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti komunikasi dalam pembelajaran geografi cenderung berlangsung satu arah umumnya dari guru ke siswa, guru lebih mendominasi pembelajaran maka pembelajaran cenderung monoton sehingga mengakibatkan peserta didik (siswa) merasa jenuh dan tersiksa. Oleh karena itu dalam membelajarkan geografi kepada siswa, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi pendekatan, strategi, metode yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang

direncanakan akan tercapai. Perlu diketahui bahwa baik atau tidaknya suatu pemilihan model pembelajaran akan tergantung tujuan pembelajarannya, kesesuaian dengan materi pembelajaran, tingkat perkembangan peserta didik (siswa), kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran serta mengoptimalkan sumber-sumber belajar yang ada. Menurut Muchit (2007) menyatakan bahwa tidak semua guru memiliki kemampuan dalam penyampaian materi pelajaran kepada peserta didik. Guru juga tidak semuanya memiliki kemampuan dalam melakukan model pemebelajaran, apalagi dalamkonteks pemelajaran kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) akibatnya pembelajaran dilakukan asal jalan, asal materi disampaikan, dan asal materi habis, soal peserta didik memahami materi atau kurang mendapat perhatian dari guru. Pada kenyataan yang terjadi dilapangan guru yang menggunakan model pembelajaran ekspositori terlalu banyak memberikan arahan dan mengabaikan salah satu langkah penting yaitu menarik perhatian siswa dengan cara memaparkan manfaat informasi yang terdapat dalam materi yang dipelajari sehingga infomasi tersebut lebih bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Adanya kecenderungan sekolah-sekolah membentuk kelas-kelas unggulan atas dasar prestasi akademik dewasa ini patut dikaji ulang. Apakah kecenderungan itu didasari atas pertimbangan yang sejalan dengan tujuan pendidikan kita ataukah karena pertimbangan lain sesuai dengan permintaan pasar yang bersifat sesaat? Terlepas dari mana yang benar, fenomena yang muncul dalam sistem persekolahan yang ada sekarang ini cenderung memperlakukan siswa secara kurang adil dan kurang humanistis. Siswa pandai diberi label unggul dengan segala fasilitas yang diberikannya, sementara siswa yang di kelas tak unggul

memperoleh label kurang dan predikat negatif yang lain. Siswa pada kelompok unggul berkompetisi secara keras dan cenderung individualistik. Sementara siswa di kelas tidak unggul merasa tidak mampu, frustasi dan selanjutnya menerima keadaan itu. Persoalan lain yang menunjukan aspek kompetitif dan individualistik dalam pendidikan kita adalah model pembelajaran langsung (model pembelajaran Jigsaw). Pada pembelajaran Jigsaw, guru menjadi pusat pembelajaran, berperan mentransfer dan meneruskan (transmit) informasi sehingga siswa tidak perlu mengkonstruksi ide-idenya. Tingkat partisipasi siswa sangat terbatas karena arus interaksi didominasi oleh guru. Bentuk penugasan dalam pembelajaran ini bersifat individual. Sebagai konsekuensinya, evaluasi yang diterapkan dikelaspun juga individual. Dalam hal ini, guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana siswa dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan diri siswa, diantaranya adalah kemampuan, minat, motivasi, keaktifan belajar dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa, diantaranya adalah model pembelajaran. Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran

yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Wagitan (2006:88) menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi salah satu alternatif karena banyak pendapat yang menyatakan bahwa pembelajaran aktif termasuk kooperatif mampu meningkatkan efektivitas pembelajaran. Pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif dapat mengubah peran guru, dari yang berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Model pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang kompleks, dan yang lebih penting lagi, dapat membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dan hubungan antar manusia. Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok. Selain model pembelajaran sebagai faktor luar yang mendukung hasil belajar siswa, juga terdapat faktor- faktor dari dalam diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar salah satu diantaranya tipe kepribadian. Tiap orang memiliki kepribadian yang berbeda antara satu dengan yang lainya sehingga

kepribadian yang ada pada diri seseorang sedikit banyaknya mempengaruhi hasil belajarnya. Banyak ahli mendefinisikan kepribadian dan masing masing memiliki perbedaan pandangan. Jung seperti dikutip oleh Hall & Lindzey,(2005 : 181) melihat kepribadian individu sebagai produk dan wadah sejarah leluhur, Jung menekankan asal usul kepribadian pada ras. Manusia membawa banyak kecenderungan yang diwariskan oleh leluhurnya, kecenderungan ini membimbing tingkah lakunya dan sebagian menentukan apa yang akan disadari dandirespon dalam dunia pengalaman. Kepribadian menimbulkan hal hal positif yang ada pada diri siswa. Hal ini sangat penting dalam mengembangkan potensi yang ada pada diri siswa. Setiap individu terjadi variasi individual dalam perkembangan yang menyangkut variasi yang terjadi pada aspek fisik maupun psikologis. Hal ini terjadi karena perkembangan itu sendiri merupakan suatu proses perubahan yang kompleks, melibatkan berbagai unsur yang saling berpengaruh satu sama lain. Perbedaan yang paling mudah dikenali adalah perbedaan fisik, seperti bentuk badan, warna kulit, bentuk muka, tinggi badan, sikap perilaku seperti kelincahan, banyak bergerak, suka bicara, pendiam, tidak aktif, dan nada suaranya rendah. Dalam setiap pertemuan belajar geografi sebagian peserta didik tidak terlalu bergairah dan cenderung pasif,sikap kurang antusias ketika pelajaran berlangsung disebabkan salah satunya adalah problem yang bersifat metodologis, yaitu problem yang berkaitan dengan upaya atau proses pemebelajaran yang menyangkut masalah kualitas penyampaian materi, kualitas interaksi antara guru dan peserta didik,kualitas pemberdayaan sarana dan elemen dalam pembelajaran.

Materi akan mudah diterima dan dipahami peserta didik jika guru tidakmemilki problem metodologis dalam pembelajaran. Pemahaman materi geografi pada setiap pertemuan dikelas masih sangat kurang maksimal, urutan pembelajaran yang dilakuakan di SMP Harapan Mandiri Medan sesuai dengan rencana pembelaran yang sudah disediakan guru. Proses pemebelajaran yang dilakukan selama beberapa tahun cenederung melakukan pemebajaran ekspositori dan pembelajaran langsung. Hal ini dilihat dari rata- rata nilai geogrfi peserta didik SMP Harapan Mandiri Medan kelas VII pada tahun 2012/2013 Tabel 1. Nilai rata-rata geografi kelas VII SMP Harapan Mandiri Medan No Kelas Nilai rata-rata Geografi KKM 1 VIII A 68 70 2 VIII B 66 70 3 VIII C 66 70 Data empirik hasil belajar geografi di SMP Harapan Mandiri Medan masih tergolong cukup, namun hakekat belajar bukan hanya berorientasi pada hasil tetapi juga diperhatikan bagaimana proses pembelajaran tersebut berlangsung, apakah proses pembelajaran tersebut benar-benar menggali dan menghargai peserta didik, atau apakah semata-mata mengejar target angka untuk kelulusan peserta didik. Penekanan yang lebih kuat pada pengajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan berpikir, mengemukakan pendapat, menghargai pendapat teman dan menggali potensi yang ada pada dirinya sehingga peserta didik mampu menempatakan dirinya baik sebagai objek

maupun sebagai subjek dalam kegiatan belajar yang tentunya akan berdampak pada meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memahami dan mendalami materi. Dalam meningkatkan hasil belajar geografi peserta didik dibutuhkan sebuah model pembelajaran yang mampu untuk lebih memberdayakan peserta didik dalam suatu proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat memakssimalkan pemahamana peserta didik adalah model pembelajaran kooperatif yang merupakan model pembelajaran yang berorientasi kepada saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal keahlian kerjasama, dan proses kelompok antara peserta didik (Djamarah, 2010). Model pembelajaran kooperatif menekan pada pola kerjasama peserta didik dalam membantu kelompok kecil dan lebih menginginkan penghargaan kelompok daripada penghargaan individual. Kerjasama yang dilakukan peserta didik dalam kegiatan belajar dapat memberi berbagai pengalaman belajar yang baik serta menarik perhatiannya, karena peserta didik lebih banyak mendapatkan kesempatan berbicara, menentukan pilhan, dan mengembangkan kebiasaan yang baik. Tipe kepribadian ini memiliki ciri-ciri yang saling bertolak belakang satu dengan lainnya. Eysenck (dalam McFatter, 1994) menyatakan bahwa salah satu sifat individu yang bertipe extrovert adalah bersifat sosial, individu yang bersifat sosial suka berkenalan dengan teman-teman baru dan lebih sering terlibat dalam kegiatan- kegiatan organisasi sosial. Dilihat dari ciri aktivitas sosial, maka siswa yang extrovert memiliki kecenderungan untuk terlibat

dalam aktivitas sosial yang berdampak pada banyaknya waktu dan perhatian yang tercurah dalam aktivitas sosial tersebut. Aktivitas sosial yang dimaksud termasuk kesukaan bergaul dengan banyak orang. Siswa extrovert dengan mudah membangun suatu hubungan.hal ini mengakibatkan kurangnya perhatian dan waktu yang cukup untuk belajar, dalam hal ini belajar mata pelajaran geografi. Eysenck (Eysenck & Wilson, 1976) juga menegaskan bahwa individu yang bertipe kepribadian extrovert lebih menyukai orang daripada buku. Hal ini mempertegas bahwa siswa yang extrovert lebih cenderung menggunakan waktunya untuk bersosialisasi dengan siswa lain dari pada menggunakan waktunya untuk belajar mata pelajaran Geografi, Sementara individu yang bertipe introvert memiliki ciri menarik diri dari lingkungan pergaulan kecuali dengan teman yang cukup dikenalnya/akrab karena mengandung sifat pemalu juga. Hal ini membuka peluang yang lebih besar bagi siswa yang introvert untuk menggunakan waktu untuk belajar, Hal ini sesuai dengan ciri individu yang memiliki kecenderungan tipe introvert lebih menyukai buku daripada orang, Pemecahan masalah geografi diyakini merupakan salah satu materi penting dalam kehidupan sehari-hari. Menyadari akan hal tersebut, maka sebagai pendidik harus senantiasa mengusahakan agar pemecahan masalah geografi dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan pendekatan kepada peserta didik lebih secara pribadi, melalui kesadaran bahwa setiap manusia berbeda, baik perbedaan tingkah laku maupun terlebih pada perbedaan proses berpikir. Pendidik seharusnya mengetahui proses berpikir peserta didiknya, agar dapat merancang pembelajaran

yang bersesuaian sehingga suasana belajar lebih terasa mudah dan menyenangkan bagi peserta didik. Perbedaan yang muncul pada setiap manusia, diyakini oleh para ahli psikologi akibat perbedaan kepribadian. Kepribadian yang berbeda pada setiap manusia, ternyata dapat digolongkan berdasar kesamaan kecenderungannya, hingga membuahkan penggolongan tipe kepribadian. Pada penelitian kali ini, penggolongan tipe kepribadian dibagi menjadi 2 tipe, yaitu tipr ekstrovert dan introvert, setiap tipe kepribadian mempunyai perbedaan profil proses berpikir dalam menyelesaikan masalah. Berdasar profil proses berpikir yang didapat, akan dibuat model pembelajaran berbasis tipe kepribadian. Dengan merancang Model Pembelajaran kooperatif. Tipe Kepribadian, maka model pembelajaran yang dibuat diharapkan membantu peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga diperoleh hasil yang optimal, karena model pembelajaran yang sesuai untuk masing-masing peserta didik menyebabkan peserta didik merasa segala sesuatunya berjalan dengan lancar, hingga diharapkan dapat menaikkan keaktifan, dan pemahaman peserta didik pada bidang studi geografi. Penyesuaian Diri pada peserta didik amatlah dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hubungan antara individu dengan individu lainnya dan hubungan individu dengan lingkungannya. Adjustment itu sendiri adalah mencakup aspek kematangan emosional, kematangan intelektual, kematangan social dan tanggung jawab. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yang baik (Well Adjustment) adalah kepribadian ekstrovert, yaitu mempunyai orientasi diri keluar atau ekstrovert, siswa yang mempunyai kepribadian ekstrovert bersikap respek, empati terhadap orang lain mempunyai kepedulian

terhadap situasi, atau masalah-masalahnya dan bersifat fleksibel dalam berpikirnya Model kooperatif yang akan dikembangkan dalam penelitian ini diduga dapat lebih mengoptimalkan kemampuan peserta didik untuk bekerjasama dan saling membantu dalam memahami materi pembelajaran dan dapat juga menarik minat dan perhatian peserta didik melaluiperanan guru sebagai motivator yang kreatif dalam upayanya meningkatkan motivasi peserta didik. Model kooperatif yang akan dikembangkan dalam peneliyian ini diduga dapat lebih mengoptimalkan kemampuan peserta didik untuk bekerjasama dan saling membantu dalam memahami materi pembelajaran dan dapat juga menarik minat dan perhatian peserta didik melaluiperanan guru sebagai motivator yang kreatif dalam upayanya meningkatkan motivasi pesrta didik. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat didentifikasikan masalah sebagai berikut: (1) bagaimanakah urutan penyampaian materi geografi yang baik? (2) Bagaimana strategi/nodel mempertimbangkan karakteristik/ hakikat dari mata pelajaran yang diasuhnya menyamapaikan pembelajaran kepada siswa? (4) Adakah guru mengetahui berbagai model pembelajaran dalam pemebelajaran geografi? (4) Apakah guru telah memanfaatkan bahan-bahan bacaan atau pustaka yang tersedia untuk memperkaya bahan ajar siswa? (5) Apakah terdapat perbedaan hasil belajar jika diajarkan dengan model pembelajaran yang berbeda? (6) Apakah model pembelajaran two stay two stray (TSTS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa (7) Apakah hasil belajar siswa yang diterapkan dengan model

TSTS lebih tinggi dari pada yang diterapkan dengan model JIGSAW? Adakah pengaruh tipe kepribadian terhadap hasil belajar siswa? C. Pembatasan Masalah Bertitik tolak dari identifikasi masalah, maka masalah yang akan dikaji pada penelitian ini dibatasi masalah yang berkaitan dengan (1) Hasil belajar geografi siswa Kelas VIII SMP Harapan mandiri Medan. (2) Model Pembelajaran dalam penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan TSTS (two stay two Stray) dan model pembelajaran Jigsaw dan pengaruhnya terhadap hasilbelajar siswa. (3) Karakteristik siswa terdiri atas tipe keprbadian ekstrovert dan tipe kepribadian introvert (4) Hasil belajar siswa dibatasi pada mata pelajaran Geografi siswa SMP Harapan Mandiri kelas VII semester genap. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah hasil belajar Geografi siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi dari siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw? 2. Apakah hasil belajar Geografi siswa yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert lebih tinggi dari siswa yang memiliki tipe kepribadian introvert? 3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif dengan kepribadian dalammemepengaruhi hasilbelajar siswa?

E. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh model pembelajaran tipe TSTS dan model pembelajaran Jigsaw serta motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar geografi siswa SMP Kelas VIII. Sedangkan secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar geografi yang dibelajarkan dengan model TSTS dan yang dibelajarkan dengan model Jigsaw. 2. Untuk menngetahui hasil belajar geografi siswa yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert dan tipe kepribadian introvert 3. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan tipe kepribadia siswa terhadap hasil belajar geografi siswa. F.Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis dan praktis. Secara teoretis penelitian ini memperkaya dan menambah khasanah ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas pemebelajaran khususnya yang berkaitan dengan penerapan model pemeblajaran kooperatif tipe TSTS dan Jigsaw. Selain itu manfaat seagai sumbangan pemikiran dan bahan acuan bagi mahasiswa dan dosen,pengelola, pengembang, lembaga pendidkan dan peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji secara lebih mendalam tentang hasil penerapan model pemebelajaran kooperatif dan tipe kepribadian siswa serta pengaruhnya terhadap hasil belajar geografi siswa, memebrikan gambaran bagi guru dan para peneliti lainya tentang efektifitas dan efisiensi model pemebelajaran kooperatif TSTS dan model Jigsaw terhadap hasil belajar geografi SMP kelas VII