BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan kesehatan kerja merupakan salah satu upaya pembangunan kesehatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional. Adapun tujuan dari penyelenggaraan kesehatan kerja adalah untuk mewujudkan derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, atau pekerja-pekerja bebas sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerja. Upaya penyelenggaraan kesehatan kerja tersebut dilakukan secara menyeluruh melalui usaha-usaha preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif (Efendi & Makhfludi, 2009). Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Kesehatan memberikan ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam pasal 164 yang menyebutkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan (IKAPI, 2009). Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja. Hal ini dilaksanakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat disekelilingnya (Buchari, 2007). Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam kesehatan kerja. Hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal. Namun, jika kapasitas kerja tidak baik, beban kerja yang terlalu berat, dan kondisi lingkungan kerja yang tidak kondusif, dapat mengakibatkan 1
2 seorang pekerja menderita gangguan atau Penyakit Akibat Kerja (PAK) (Efendi & Makhfludi, 2009). Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 2007, setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh PAK serta kecelakaan kerja. Data tersebut juga menyebutkan bahwa terdapat 300.000 kematian yang terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat kerja. Selain penyakit akibat kerja yang menyebabkan kematian, juga terdapat masalah kesehatan lain yang perlu mendapat perhatian antara lain ketulian, gangguan muskuloskeletal, gangguan reproduksi, penyakit jiwa, sistem syaraf dan sebagainya (Umami, Hartanti, & Dewi, 2009). WHO dalam Depkes RI (2007) melaporkan bahwa faktor risiko pekerjaan memberikan kontribusi pada kejadian beberapa penyakit antara lain penyakit punggung atau gangguan muskuloskeletal (37%), kehilangan kemampuan pendengaran (16%), penyakit paru obstruksi kronis (13%), asma (11%), kecelakaan (10%), kanker paru (9%), leukemi (2%). Gangguan muskuloskeletal adalah gangguan pada bagian otot rangka yang disebabkan karena otot menerima tekanan dalam jangka waktu yang lama sehingga menyebabkan keluhan pada sendi, ligamen, dan otot (Umami, Hartanti, & Dewi, 2014: 73). Hal tersebut menunjukkan bahwa berbagai bagian tubuh dapat mengalami gangguan otot rangka dengan lokasi tersering pada pinggang (Depkes RI, 2007). Nyeri Punggung Bawah (NPB) adalah salah satu gangguan otot rangka yang paling sering dialami oleh masyarakat (Rogers, 2006: 30). NPB merupakan nyeri dan ketidaknyamanan, yang terlokalisasi di bawah sudut iga terakhir (costal
3 margin) dan di atas lipat bokong bawah (gluteal inferior fold), dengan atau tanpa nyeri pada tungkai (Smeltzer & Bare, 2005). Penyebab LBP yang paling umum adalah ketegangan otot atau postur tubuh yang tidak tepat. Hal-hal yang dapat mempengaruhi timbulnya NPB adalah kebiasaan duduk, bekerja membungkuk dalam waktu yang relatif lama, mengangkat dan mengangkut beban dengan sikap yang tidak ergonomis, tulang belakang yang tidak normal, atau akibat penyakit tertentu seperti penyakit degeneratif (Widyastuti, 2009). Prevalensi NPB setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Kejadian NPB di Amerika Serikat dilaporkan terjadi sekitar 15% sampai 45% setiap tahunnya dan angka kejadian terbanyak didapatkan pada usia 35-55 tahun (Vira, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri, Saftarina, dan Wintoko (2009) diperoleh hasil yaitu dari 42 pekerja pembersih kulit bawang, 24 diantaranya pekerja yang bekerja dengan posisi duduk dan mengalami NPB. Penelitian yang dilakukan oleh Umami (2013) pada 36 pekerja batik tulis juga memberikan hasil yang sama yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara sikap kerja duduk dengan keluhan NPB. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zaki (2008) di Pulau Jawa dan Bali, ditemukan sebanyak 161 kasus NPB. Penelitian ini menunjukkan bahwa, responden yang melakukan aktivitas fisik berat (bekerja lebih dari lima jam) dalam jangka waktu yang lama memiliki risiko 2,03 kali untuk mengalami NPB dibandingkan dengan kelompok yang tidak melakukan aktivitas fisik berat. Menurut Soewarno (2005) dalam penelitiannya pada pengrajin ukiran kelongsong peluru di Kabupaten Klungkung, didapatkan hasil yaitu seluruh responden yang
4 bekerja dengan sikap paksa (posisi kerja duduk dan membungkuk) mengalami keluhan pada pinggang. Bali sebagai daerah pariwisata mengakibatkan kebanyakan masyarakatnya bekerja disektor wiraswasta, salah satunya dengan menjual kerajinan tangan khas Bali seperti ukiran. Kabupaten Gianyar merupakan salah satu kabupaten dengan industri kerajinan terbesar di Bali. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bali tahun 2013, jumlah industri agro jenis komoditi industri kerajinan kayu di Kabupaten Gianyar yaitu 286 unit dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5335 orang. Desa Batuan merupakan salah satu desa dengan kerajinan ukiran yang terkenal di Kabupaten Gianyar. Sebagian besar masyarakat di Desa Batuan bekerja sebagai pengrajin ukiran. Posisi kerja yang dilakukan oleh pengrajin ukiran di daerah Gianyar sebagian besar dengan sikap kerja paksa, yaitu sikap kerja membungkuk dengan lutut menekuk dengan menyentuh dada, sehingga terjadi iklinasi kepala, dan leher condong ke depan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Risyanto (2008), posisi kerja yang tidak ergonomis akan meningkatkan risiko terjadinya NPB. Posisi tersebut akan menimbulkan kontraksi otot secara isometris (melawan tahanan) pada otot-otot utama yang terlibat dalam pekerjaan. Akibatnya beban kerja bertumpu di daerah pinggang dan menyebabkan otot pinggang sebagai penahan beban utama akan mudah mengalami kelelahan dan selanjutnya akan terjadi nyeri pada otot sekitar pinggang atau punggung bawah. Sikap kerja paksa yang terlalu lama dapat menimbulkan keluhan atau gangguan pada sistem muskuloskeletal dan terjadi tekanan cukup besar pada
5 discus intervebralis sehingga dapat menimbulkan NPB (Radiawan, 2009). Sikap kerja membungkuk dapat menyebabkan slipped disc, tekanan yang berlebih menyebabkan kerusakan pada sisi belakang dan penekanan pembuluh saraf. Posisi yang salah juga dapat mengakibatkan pengrajin ukiran mengalami skoliosis. Hal ini terjadi karena pengrajin selalu memposisikan tubuhnya ke arah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh normal (Kusiyono, 2004). NPB apabila tidak dilakukan penanganan dengan baik akan berdampak negatif pada pekerjaan penderitanya. Diperkirakan dalam setahun, lebih dari 80 juta hari kerja produktif yang hilang karena gangguan kerja akibat NPB dengan kerugian finansial mencapai enam juta poundsterling pertahunnya (Zaki, 2008). Menurut Pratiwi, Setyaningsih, Kurniawan, dan Martini, (2009: 62) menyatakan bahwa dalam satu bulan rata-rata 23% pekerja tidak bekerja dengan benar dan absen kerja selama delapan hari karena NPB. NPB juga mengakibatkan penurunan produktivitas kerja sebesar 40%. Berdasarkan data tersebut, maka diperlukan suatu penanganan NPB yang tepat untuk menghilangkan nyeri yang dirasakan oleh perkerja. Penanganan tersebut juga diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap produktivitas kerja dari para pekerja. Penatalaksanaan NPB dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara farmakologis dan nonfarmakologis. Secara farmakologis terdapat dua jenis obatobatan bebas yang disarankan untuk mengurangi NPB, yaitu asetaminofen dan obat-obatan anti inflamasi non steroid (OAINS). Asetaminofen dimetabolisme oleh hepar, apabila mengkonsumsi lebih dari 1000 mg setiap empat jam (dosis maksimal yang dianjurkan), maka hepar akan berisiko mengalami kerusakan. Hal
6 ini terjadi karena dosis lebih tinggi tidak memberikan efek anti nyeri tambahan dan akan memperberat kerja hepar. Penggunaan OAINS dalam jangka waktu yang lama (enam bulan atau lebih) akan berdampak buruk pada ginjal, sehingga pasien memerlukan pemeriksaan darah secara rutin untuk mendeteksi tanda-tanda awal kerusakan ginjal. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan jika penatalaksanaan NPB dengan terapi farmakologis memiliki efek samping apabila digunakan dalam jangka waktu yang lama (Sa adah, 2013). Strategi utama untuk mengatasi keluhan muskuloskletal adalah tindakan non farmakologis, yang dapat dilakukan dengan cara exercise, memperbaiki postur tubuh, dan pengaturan nutrisi yang baik (Wulandari, 2005). Terapi non farmakalogis untuk mengurangi NPB dapat dilakukan dengan pemberian terapi pemanasan dalam (diatermi gelombang pendek, diatermi ultrasonik), elektroterapi, serta manipulasi atau traksi, sedangkan untuk memulihkan mobilitas lumbal, aktivitas fungsional, dan mengurangi nyeri diperlukan suatu program back exercise (Kurniawan, 2004). Berbagai metode back exercise telah dikembangkan, salah satunya adalah william s flexion exercise. Latihan Fleksi William merupakan suatu latihan yang ditujukan pada otot fleksor di daerah lumbosakral, khususnya muskulus abdominalis dan gluteus maksimus (Fisioterapi ID, 2011). Latihan ini meningkatkan stabilitas di daerah lumbal (mengurangi gaya kompresi pada sendi faset serta meregangkan (stretching) fleksor hip dan ekstensor lumbal), meningkatkan aliran darah ke kapiler, serta mengaktivasi pelepasan hormon endorfin dalam darah (Jiwa, 2012). Menurut penelitian yang dilakukan Sa adah
7 (2013) yang berjudul Pengaruh Latihan Fleksi William (Stretching) terhadap Tingkat Nyeri Punggung Bawah pada Lansia di Posyandu Lansia RW 2 Desa Kedungkandang Malang dapat disimpulkan bahwa latihan Fleksi William mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan tingkat nyeri punggung bawah pada lansia dengan nilai p < 0,05. Studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Batuan, didapatkan bahwa Banjar Puaya adalah daerah dengan jumlah pengrajin terbanyak di Desa Batuan. Mayoritas penduduk di banjar ini bekerja sebagai pengrajin ukiran, yaitu sekitar 80%. Hasil wawancara yang dilakukan pada 10 pengrajin ukiran, didapatkan data bahwa NPB merupakan keluhan yang paling sering dialami oleh pengrajin. Di mana delapan orang pengrajin (80%) menyatakan selalu mengalami nyeri pada area punggung bawah yang terjadi saat bekerja. Upaya yang dilakukan pengrajin untuk mengatasi NPB adalah dengan melakukan istirahat, namun cara ini belum mampu menurunkan nyeri yang dirasakan pengrajin. Rata-rata jam bekerja efektif pengrajin ukiran dalam sehari adalah dua sampai delapan jam. Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh latihan Fleksi William terhadap skala nyeri punggung bawah pada pengrajin ukiran di Banjar Puaya, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka dapat dibuatkan rumusan masalah yaitu: Adakah pengaruh latihan Fleksi William terhadap skala
8 nyeri punggung bawah pada pengrajin ukiran di Banjar Puaya, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan Fleksi William terhadap skala nyeri punggung bawah pada pengrajin ukiran. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden pada pengrajin ukiran (umur, pendidikan, dan lama bekerja dalam sehari). b. Mengidentifikasi skala nyeri punggung bawah pada pengrajin ukiran sebelum diberikan intervensi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. c. Mengidentifikasi skala nyeri punggung bawah pada pengrajin ukiran setelah diberikan intervensi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. d. Menganalisis perbedaan skala nyeri punggung bawah pengrajin ukiran sebelum dan setelah diberikan intervensi pada masing-masing kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. e. Menganalisis pengaruh latihan Fleksi William terhadap skala nyeri punggung bawah pada pengrajin ukiran setelah diberikan intervensi antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
9 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis a. Bagi Masyarakat Memberikan pengetahuan mengenai cara penanganan NPB yang dapat dilakukan di rumah secara mandiri guna mencegah penurunan produktivitas kerja pada pekerja khususnya pengrajin ukiran. b. Bagi Rumah Sakit Penelitian ini dapat digunakan bagi rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan untuk mengembangkan program latihan Fleksi William bagi pasien nyeri punggung bawah serta dapat digunakan untuk menyusun SOP tentang pelaksanaan latihan Fleksi William pada pasien NPB. c. Bagi Praktisi Keperawatan Menjadi bahan pertimbangan dalam memilih modalitas terapi fisik yang bermanfaat bagi pemulihan aktivitas pasien dengan NPB. 1.4.2 Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu keperawatan medikal bedah khususnya dalam perawatan NPB. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan latihan Fleksi William terhadap skala NPB pada pekerja.