I. PENDAHULUAN. tindak pidana korupsi dapat melumpuhkan kehidupan berbangsa dan bernegara

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. diperbolehkan. Namun jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat

I. PENDAHULUAN. terakhir United Nations Drugs Control Programme (UNDPC), saat ini kurang lebih

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

Oleh. Arie Verdiansyah Putra, Tri Andrisman.SH.MH dan Dr.Maroni.SH.MH. ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. Sejarah korupsi di Indonesia terjadi sejak zaman Hindia Belanda, pada masa

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. aspek kehidupan dan seolah-olah menjadi budaya masyarakat Indonesia. 1 Jika

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan nasional adalah membangun seluruh manusia Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. Penyelenggara pemerintahan mempunyai peran penting dalam tatanan (konstelasi)

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan.

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

I. PENDAHULUAN. Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

I. PENDAHULUAN. tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

I. PENDAHULUAN. tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga

I. PENDAHULUAN. ekonomi tinggi, serta hutan ikutan seperti getah, rotan, madu, buah-buahan. Selain

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

I. PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

suami yang sah dan melahirkan anak-anak serta mendidik untuk menjadi generasi yang berguna.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. Asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP memiliki tujuan dalam menegakkan

PENDAHULUAN. dan pada saat tertentu disebut sebagai biotic community atau masyarakat

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. bisa dilakukan secara merata ke daerah-daerah, khususnya di bidang ekonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem perekonomian bangsa yang dibuktikan dengan semakin. meluasnya tindak pidana korupsidalam masyarakat dengan melihat

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi dianggap dapat membahayakan dan sekaligus mengancam stabilitas politik, perekonomian serta keamanan suatu bangsa. Disamping itu tindak pidana korupsi dapat melumpuhkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang akan menghambat proses pembangunan bangsa dan sekaligus akan membentuk kondisi kemiskinan yang semakin parah yang dapat mengancam ratusan juta orang diseluruh Negara. Praktik korupsi pada masa sekarang mengalami perkembangan dengan munculnya praktik-praktik baru yang berusaha memanfaatkan celah atau kelemahan berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Pemberian hadiah seringkali kita anggap hanyalah sebagai suatu ucapan terima kasih atau ucapan selamat kepada seorang pejabat. Korupsi harus diberantas, karena dampak negatif yang ditimbulkan. Korupsi membebani masyarakat Indonesia terutama masyarakat miskin. Korupsi juga menciptakan risiko ekonomi-makro yang tinggi, membahayakan kestabilan keuangan, mengkompromikan keamanan dan hukum serta ketertiban umum, dan di atas segalanya, korupsi merendahkan legitimasi dan kredibilitas negara di mata rakyat.

2 Fakta bahwa tindak pidana korupsi tumbuh dan berkembang dengan subur di negeri ini sungguh tidak terbantahkan. Masyarakat di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional semua mafhum tentang maraknya tipikor dalam berbagai bidang, bentuk dan modus operandi yang menguras kekayaan negara dan menyengsarakan rakyat. Pada saat bersamaan, tekanan tentang perlunya penyelenggaraan pemerintahan yang sesuai dengan norma good governance dan clean government serta penyelengaaran perusahaan, terutama Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D), yang sejalan dengan prinsip good corporate governance dilontarkan semakin gencar dan meluas serta persisten oleh kalangan mahasiswa, pengusaha, profesional, akademisi serta masyarakat luas yang merindukan tegaknya keadilan. Substansi utama dari tuntutan tersebut bermuara pada seruan pemberantasan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahaan dan pengelolaan BUMN/D. Semua kalangan juga sepakat bahwa salah satu instrumen yang sangat penting dalam upaya pemberantasan tipikor adalah sistem hukum dan proses peradilan yang obyektif, fair, transparan dan konsisten. Masalah korupsi memang merupakan masalah yang besar dan menarik sebagai persoalan hukum yang menyangkut jenis kejahatan yang rumit penanggulangannya, karena korupsi mengandung aspek yang majemuk dalam kaitannya dengan konteks politik, sosial ekonomi dan budaya. Berbagai upaya pemberantasan korupsi sejak dulu ternyata tidak mampu mengikis habis kejahatan korupsi.

3 Hal ini menurut Bintoro Tjokroamidjojo dalam Ninik Mariyanti, adalah disebabkan : 1. Persoalan korupsi memang merupakan persoalan yang rumit. 2. Sulitnya menemukan bukti 3. Adanya kekuatan yang justru menghalangi pembersihan itu. Setiap koruptor yang mencuri kekayaan negara tanpa pandang bulu harus diproses ke pangadilan, dibuktikan bersalah, divonis kurungan badan dan disita asetnya untuk mengganti kerugian negara akibat dari tindakan koruptor tersebut. Namun dalam realisasinya hal tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan, kenyataannya masalah pengembalian kekayaan negara sangat sulit dilakukan. Hal ini bermula dari susahnya persoalan dalam menentukan unsur kerugian negara sampai pada rumitnya masalah pembuktian adanya kerugian negara dalam tindak pidana korupsi. Persoalam Korupsi seperti yang terjadi di UPK Pagelaran Pringsewu yang sudah mendapatkan putusan pengadilan No.06/Pid/Tpk/2013/Pt.Tk, dimana dalam putusan tersebut menyebutkan bahwa para terdakwa I Misno,Spd bin Dulkarin dan terdakwa II Ponimin bin Sorjo dengan pidana penjara, terdakwa I Misno,Spd bin Dulkarin selama 2 (dua) Tahun 6 (enam) Bulan dan pidana denda sebesar Rp. 50.000.000 dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) Bulan dan terdakwa II Ponimin bin Sorjo dengan pidana penjara selama 2 (dua) Tahun 3 (tiga) Bulan dan pidana denda sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) Bulan.

4 Para terdakwa didakwa dengan dakwaan yang menyatakan perbuatan terdakwa I Misno Spd bin (Alm) Dulkarim bersama-sama dengan II Ponimin bin Sorjo, saksi Ermawati dan saksi Wahyu Sri Astuti dengan tidak menyetorkan angsuran pinjaman ke rekening UPK dan tidak dicatat dalam buku kas harian SPP atas angsuran ketua kelompok/anggota kelompok Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) sebanyak 41 kelompok Negara mengalami kerugian sebesar Rp. 87.087.450 (delapan puluh tujuh juta delapan puluh tujuh ribu empat ratus lima puluh rupiah). Perbuatan para terdakwa sebagaimana diuraikan diatas, diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 9 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang undang 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 ahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Luasnya ruang lingkup korupsi ini dan mengingat sulitnya untuk membuktikan bahwa tindak pidana korupsi secara bersama atau tidak maka perlu memahami tentang tindak pidana korupsi secara bersama ini lebih dalam lagi dalam hal penegakan hukumnya karena disisi lain terdapat kesenjangan hukum bagi antara terdakwa dan saksi sehingga unsur unsur yang terkait perlu dipahami. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis memilih korupsi secara bersama sebagai penelitian skripsi penulis, yaitu suatu Analisis penegakan hukum Terhadap Kasus Korupsi Yang Dilakukan Secara Bersama Pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Pagelaran. (Studi Putusan No.06/Pid/Tpk /2013/Pt.Tk).

5 B. Permasalahan dan Ruang lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan diatas atau pada halaman sebelumnya, maka masalah yang diangkat atau diajukan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara bersama pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Pagelaran (Studi Putusan No.06/Pid/Tpk /2013/Pt.Tk)? 2. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara bersama pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Pagelaran (Studi Putusan No.06/Pid/Tpk /2013/Pt.Tk)? 2. Ruang Lingkup Agar penelitian ini tidak terlalu luas, maka dibatasi ruang lingkup penelitian dalam ruang lingkup hukum pidana, penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna mendapatkan data-data dalam menjawab permasalahan dengan ruang lingkup penelitian yaitu Analisis penegakan hukum Terhadap Kasus Korupsi Yang Dilakukan Secara Bersama Pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Pagelaran. (Studi Putusan No.06/Pid/Tpk /2013/Pt.Tk), dengan sample di Kantor Pengadilan Tinggi, Kejaksaan tinggi dan Fakultas Hukum Unila.

6 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah : a. Untuk mengetahui Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara bersama pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Pagelaran (Studi Putusan No.06/Pid/Tpk /2013/Pt.Tk). b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara bersama pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Pagelaran (Studi Putusan No.06/Pid/Tpk /2013/Pt.Tk). 2. Kegunaan Penelitian Secara garis besar dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini dapat dibagi menjadi beberapa. Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini : a. Kegunaan Teoritis Dapat menjadi sumbangsih bagi pemerintah, khususnya bagi lembaga Legislatif sebagai bahan masukan untuk membuat suatu peraturan Undang- Undang atau Undang-Undang yang berkaitan dengan Tindak pidana Korupsi.

7 b. Kegunaan Praktis a) Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya mengenai Tindak Pidana Korupsi. b) Memberikan kontribusi kepada kalangan akademisi dan praktisi, penambahan pengetahuan hukum umumnya dan hukum pidana c) Memberikan pengetahuan kepada kita semua tentang tugas dan fungsi aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi khususnya Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara bersama-sama. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. 1 Manusia sebagaimana diakui oleh hukum (pendukung hak dan kewajiban hukum) pada dasarnya secara normal mengikuti hak-hak yang dimiliki manusia. Hal ini berkaitan dengan arti hukum yang memberikan pengayom, kedamaian dan ketentraman seluruh umat manusia dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara. Setiap penelitian itu akan ada suatu kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan 1 Soerjano, Soekanto,. 2007. Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 3. Universitas Indonesia pres: Jakarta, hal.127

8 oleh peneliti. 2 Kata teoritis adalah bentuk adjective dari kata teori. Teori adalah anggapan yang teruji kebenarannya, atau pendapat/cara/aturan untuk melakukan sesuatu, atau asas/hukum umum yang menjadi dasar ilmu pengetahuan. Pengertian tindak pidana maupun strafbaar feit menurut Simons, strafbaar feit adalah Kelakuan atau handeling yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab 3 : Kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggung jawab yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Tindak pidana jika tidak ada kesalahan adalah merupakan asas pertanggung jawaban pidana, oleh sebab itu dalam hal dipidananya seseorang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang telah diancamkan, ini tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan. 4 Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu perbuatan pidana yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidan tertentu bagi barangsiapa melarang larangan tersebut. 5 Kriminalisasi diartikan sebagai proses yg memperlihatkan perilaku yg semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sbg 2 Ibid.hal.125 3 Ruslan Saleh,.1981. Beberapa Asas-asas Hukum Pidana dalam Perspektif'.Jakarta: Aksara Baru. hal.21 4 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, 1983. Jakarta: Bina Aksara, hal. 153 5 Roeslan Saleh, Beberapa Asas-asas Hukum Pidana dalam Perspektif', (Jakarta: Aksara Baru, 1981), hal. 126.

9 peristiwa pidana oleh masyarakat objek dari sebuah proses kriminalisasi bukanlah orang maupun lembaga tertentu, melainkan sebuah perbuatan. Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu : 1. Toerekening strafbaarheidd (dapat dipertanggungjawabkan) pembuat. a) Suatu sikap psikis pembuat berhubungan dengan kelakuannya. b) Kelakuan yang sengaja. 2. Kelakuan dengan sikap kurang berhati-hati atau lalai (unsur kealpaan : culva) 3. Tidak ada alasan-alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana pembuat (unsur Toerkenbaar heid). Kebijakan yang dibuat dalam bentuk pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka disebut dengan putusan pengadilan, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 butir ke 11 KUHAP yang menyatakan bahwa : Putusan pengadilan merupakan pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini. Surat dakwaan merupakan dasar bagi hakim untuk menjatuhkan putusan, tetapi hakim tidak terikat kepada surat dakwaan tersebut. Hal ini didasarkan pada Pasal 183 KUHAP, yang menyatakan : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

10 Hakim dalam memutus suatu perkara harus berdasar pada alat bukti yang sah Pasal 184 KUHAP tersebut yang dimaksud dengan alat bukti adalah: 1. keterangan saksi Keterangan saksi berkaitan dengan keterangan dari saksi korban maupun saksi dari terdakwa yang menegetahui secara langsung kronologi peristiwa. 2. keterangan ahli Keterangan ahli digunakan oleh Hakim dalam menentukan suatu tindak pidana apakah sudah layak dan memenuhi unsur unsur dari perbuatan pidana tersebut yang nantinya akan diputus. 3. Surat Surat surat dapat berupa akta, perjanjian, nota-nota dan surat lainnya yang berkaitan erat dengan kasus sebagai bahan pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara. 4. petunjuk Petunjuk biasanya ditemukan bahwa apabila ada petunjuk atau fakta lain dipersidangan maupun yang telah Hakim gali ditengah masyarakat. 5. keterangan terdakwa Keterangan terdakwa berkaitan dengan kasus yang sedang dihadapi untuk dinilai oleh hakim dalam rangka pengumpulan alat bukti guna menjadi dasar pertimbangan hakim. Pengambilan putusan oleh hakim di pengadilan adalah didasarkan pada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam sidang pengadilan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 191 KUHAP. Dengan demikian surat dakwaan dari

11 penuntut umum merupakan dasar hukum acara pidana, karena dengan berdasarkan pada dakwaan itulah pemerikasaan sidang pengadilan itu dilakukan. Suatu persidangan di pengadilan seorang hakim tidak dapat menjatuhkan pidana di luar batas-batas dakwaan. 6 Hakim melakukan penemuan hukum adalah karena hakim tidak boleh menangguhkan atau menolak menjatuhkan putusan dengan alasan karena hukumannya tidak lengkap atau tidak jelas, ketika undang-undang tidak lengkap atau tidak jelas untuk memutus suatu perkara, saat itulah hakim harus mencari dan menemukan hukumnya (rechtsviding). Larangan bagi hakim menolak perkara ini diatur juga dalam Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Lalu, hasil temuan itu akan menjadi hukum apabila diikuti oleh hakim berikutnya atau dengan kata lain menjadi yurisprudensi. Penemuan hukum ini dapat dilakukan dengan cara menggali nilai-nilai hukum yang berkembang dalam masyarakat. Penemuan hukum disebutkan dapat dilakukan dengan dua metode, yakni: 7 a. Interpretasi atau penafsiran, merupakan metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna undang-undang. Interpretasi adalah metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya. 6 Andi Hamzah. 2005. KUHP dan KUHAP. Rineka Cipta,hal 167 7 http://www.hukumonline.com/hakim Melakukan Penenmuan Hukum/ 8-04-2013

12 Interpretasi atau penafsiran ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu secara: a. Gramatikal, yaitu penafsiran menurut bahasa sehari-hari. b. Historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah hukum. c. Sistimatis, yaitu menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan dari sistem perundang-undangan. d. Teleologis, yaitu penafsiran menurut makna/tujuan kemasyarakatan. e. Perbandingan hukum, yaitu penafsiran dengan cara membandingkan dengan kaedah hukum di tempat laen. f. Futuristis, yaitu penafsiran antisipatif yang berpedoman pada undangundang yang belum mempunyai kekuatan hukum. b. Konstruksi hukum, dapat digunakan hakim sebagai metode penemuan hukum apabila dalam mengadili perkara tidak ada peraturan yang mengatur secara secara khusus mengenai peristiwa yang terjadi. Konstruksi hukum ini dapat dilakukan dengan menggunakan logika berpikir secara: a. Argumentum per analogiam atau sering disebut analogi. Pada analogi,peristiwa yang berbeda namun serupa, sejenis atau mirip yang diatur dalam undang-undang diperlakukan sama. b. Penyempitan hukum. Pada penyempitan hukum, peraturan yang sifatnya umum diterapkan terhadap peristiwa atau hubungan hukum yang khusus dengan penjelasan atau konstruksi dengan memberi ciri-ciri. c. Argumentum a contrario atau sering disebut a contrario, yaitu menafsirkan atau menjelaskan undang-undang yang didasarkan pada

13 perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi dan peristiwa yang diatur dalam undang-undang. Setidaknya ada tiga karateristik yang sesuai dengan penemuan hukum yang progresif: 1. Metode penemuan hukum bersifat visioner dengan melihat permasalah hukum tersebut untuk kepentingan jangka panjang ke depan dengan melihat case by case; 2. Metode penemuan hukum yang berani dalam melakukan terobosan (rule breaking) dengan melihat dinamika masyarakat, tetapi tetap berpedoman pada hukum, kebenaran, dan keadilan serta memihak dan peka pada nasib dan keadaan bangsa dan negaranya; 3. Metode penemuan hukum yang dapat membawa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan juga membawa bangsa dan Negara keluar dari keterpurukan dan ketidakstabilan social seperti saat ini. 8 2. Konseptual Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti, baik dalam penelitian hukum normatif maupun empiris. Biasanya telah merumuskan dalam definisi-definisi tertentu atau telah menjalankan lebih lanjut dari konsep tertentu. 9 Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah. 10 Upaya memudahkan pengertian yang terkandung dalam kalimat judul penelitian ini, maka penulis dalam konseptual ini menguraikan pengertian-pengertian yang 8 Ahmad Rifai, SH, MH, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perpektif Hukum Progresif,Jakarta: Sinar Grafika, Cet. I, 2010, hal. 93. 9 Sanusi Husin. 1991. Penuntun Praktis Penulisan Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung: Bandar Lampung. hal.9 10 Soerjono, Soekanto. 2007. Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 3. Universitas Indonesia pres: Jakarta, hal:32

14 berhubungan erat dengan penulisan sekripsi ini, maka akan dijelaskan beberapa istilah yang dipakai, yaitu sebagai berikut : a. Analisis adalah suatu proses berfikir manusia tentang sesuatu kejadian atau pristiwa untuk memberikan suatu jawaban atas kejadian atau pristiwa tersebut. 11 b. Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu perbuatan pidana yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan. 12 c. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. d. Tindak Pidana Korupsi menurut undang-undang tindak pidana korupsi adalah Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. e. Turut serta/penyertaan adalah dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau dengan kata lain perakataan ada dua orang atau lebih mengambil sebagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana. 13 11 Ibid hal:125 12 Roeslan Saleh,. 1981. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Angkasa. Jakarta.hal.126 13 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, 1982. Asas-asas hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni. Jakarta.hal.326

15 E. Sistematika Penulisan Skripsi ini secara keseluruhan dapat mudah dipahami dari sitematika penulisannya yang disusun sebagai berikut : I. PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang pendahuluan yang merupakan latar belakang yang menjadi perumusan permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual yang menjelaskan teori dan istilah. II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini merupakan pengantar yang berisikan tentang pengertian-pengertian umum pengertian PertanggungJawaban, Tindak pidana Korupsi, pengertian Putusan Pengadilan. III. METODE PENELITIAN Bab ini membahas metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian, terdiri dari pendekatan masalah, sumber dan jenis data, populasi dan sampel, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data secara analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini memuat hasil penelitian dan pembahasan yang membahas permasalahanpermasalahan yang ada, yaitu: mengenai Analisis Putusan Pengadilan Terhadap Kasus Korupsi Yang Dilakukan Secara Bersama Pada Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Pagelaran. (Studi Putusan No.06/Pid/Tpk /2013/Pt.Tk).

16 V. PENUTUP Bab ini merupakan hasil akhir yang berisikan kesimpulan dari penulisan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan saran yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.