Sambutan Presiden RI pd acara Pembukaan National Innovation Forum 2015, di Banten, tgl 13 Apr 2015 Senin, 13 April 2015 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PEMBUKAAN NATIONAL INNOVATION FORUM 2015 DI PUSPITEK, TANGERANG SELATAN, BANTEN TANGGAL 13 APRIL 2015 Bismillahirahmanirrahim, Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat pagi, Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Yang saya hormati Presiden Republik Indonesia ketiga, Bapak Prof. BJ Habibie, Yang saya hormati seluruh Menteri Kabinet Kerja yang hadir, Yang saya hormati seluruh Duta Besar yang hadir, para Rektor, Gubernur Banten, Walikota Tangerang Selatan, seluruh jajaran TNI-Polri, seluruh pejabat Eselon I Kementerian Ristek, dan para Undangan yang berbahagia. Dua pertiga wilayah Indonesia, wilayah kita adalah perairan. Air. Ada 17 ribu pulau di negara kita ini. Kalau Bapak-Ibu semuanya datangi semua wilayah itu, dari provinsi ke provinsi, dari kota ke kota, dari kabupaten ke kabupaten, dari pulau ke pulau, Bapak-Ibu akan melihat betapa sangat besarnya tantangan kita menghadapi, baik dari sisi transportasi, baik dari sisi pangan, baik dari sisi energi.
Kita lihat transportasi. Bayangkan dari sebuah pulau kecil ke pulau yang lain di sebuah provinsi transportasinya apa? Apakah udara, apakah laut mana yang efisien? Apakah udara ataukah laut? Oleh sebab itu, pentingnya penelitian, riset di bidang itu. Di bidang dirgantara, sebetulnya pesawat apa yang paling pas untuk transportasi dari provinsi ke provinsi, kota ke kota, pulau ke pulau, apakah tipe yang besar ataukah tipe yang sedang atau kecil. Sudah ada N219, akan ada lagi, tadi N245. Saya tadi dibisiki Prof. Habibie yang lebih pas lagi, menurut beliau yang R80, karena penumpangnya pas untuk wilayah-wilayah yang akan kita lalui. Kemudian kemaritiman, apakah dari provinsi ke provinsi, pulau ke pulau itu perlu kapal yang seperti apa? Karena sering saya sampaikan, gara-gara masalah transportasi ini, masalah connectivity, tidak kita ukur, tidak kita teliti secara detil, harga di setiap provinsi harga di setiap pulau ada sebuah jarak yang sangat lebar. Baik masalah yang berkaitan dengan pangan, yang sering, yang serius saya sampaikan masalah semen, yang harganya betul-betul mempunyai jarak yang sangat terlalu lebar dari Rp 60-70 ribu di sebuah tempat, di kabupaten, di Papua bisa mencapai Rp 2. 500.000,-. Hal-hal seperti inilah yang harus diselesaikan dengan sebuah riset yang baik, dengan penelitian yang baik. Oleh sebab itu, dirgantara, kemaritiman menjadi fokus kita ke depan selain tentu saja yang berkaitan dengan pangan. Saya melihat waktu di Subang sudah ada benih yang satu hektar padi, benih padi yang di satu hektar bisa mencapai 8-9 ton. Dan sudah dicoba, dan hasilnya betul seperti itu. Tapi kan dalam sebuah skala kecil untuk sebuah penelitian. Bagaimana itu menasionalkan? Memang sudah diberikan kepada petani, tapi hasilnya masih jauh. Saya cek sendiri kepada petani berapa? Lima, Pak. Kenapa dari 9 bisa jatuh ke 5? Karena tidak didampingi, kapan petani harus memupuk? Bagaimana pemeliharaan dan perawatannya? Bagaimana cara menanam? Mestinya itu setelah diteliti di lapangan juga didampingi sehingga muncul betul seperti hasil dari benih yang sudah dicoba di Subang tadi. Tanpa itu, kalau hanya diberikan gitu aja ya hasilnya tetap 5. Inilah saya kira apa... pentingnya sebuah kesinambungan dari sebuah penelitian.
Saya berikan contoh lagi masalah pangan, penanaman jagung di lahan milik Perhutani yang ditanam tumpangsari dengan pohon Jati. Berhasil menurut saya, karena 1 hektar bisa mencapai 8 sampai 9 ton. Itu sebuah hasil yang sangat besar. Tetapi sudah bertahun-tahun hanya dicoba di 1, 2, 3, 4, 5 hektar. Tidak ada yang memutuskan, kenapa tidak dinasionalkan? Di, misalnya tidak di hanya lahannya Perhutani yang bisa mencapai 400-500 ribu hektar, di lahan-lahan sawit, saya nggak tahu ini tugasnya peneliti, ditumpangsarikan di lahan sawit kenapa tidak? Berapa lahan sawit kita? Berapa juta hektar? Begitu itu ditanam rampung masalah jagung, nggak ada impor lagi jagung. Begitu juga beras, saya melihat juga sudah diteliti, dicoba di lapangan menghasilkan juga 7 ton beras di Cepu, diuji coba, di Randublatung, sudah dicoba, tapi tidak dilakukan dengan sebuah lahan yang sangat luas. Inilah saya kira keputusan-keputusan yang harus kita lakukan. Kalau itu dilakukan ya yang namanya impor beras 3,5 juta pertahun, itu selesai. Saya itung-itung malah berlebihan. Inilah saya kira keputusan kebutuhan lapangan yang harus dikerjakan oleh pemerintah. Kemudian yang ketiga, bidang energi, saya kira beberapa tahun yang lalu ada tanaman apa? Energi yang terbarukan, tanaman jarak. Ke mana sekarang? Harusnya sekarang ada kesinambungan, continuity, sehingga kalau memang itu tidak ekonomis secara itungan-itungan bisnis ya diteliti lagi agar ekonomis seperti apa, teruuus sehingga ketemu betul hasil produk penelitian, kemudian ada hilirisasi masuk bergandengan dengan industri. Saya kira tidak hanya jarak, ada nyamplung, ada jagung cantel yang bisa juga masuk kepada energi-energi terbarukan. Banyak sekali. Artinya dari basic riset masuk ke apply riset, masuk lagi ke innovation riset itu betul-betul ada kesinambungan terus.
Kalau menurut saya, dari peneliti kepada industri, dari peneliti kepada perusahaan, ya sharing saja. Dianggap sharing di perusahaan itu sehingga peneliti juga mendapatkan income yang besar dari hasil penelitiannya. Bisa diberikan share berapa oleh perusahaan? Bisa 30, bisa 40, kalau memang hasil penelitiannya bagus mungkin malah bisa lebih besar 60 atau 70, kenapa tidak? Saya kira banyak apa? Skema-skema yang bisa kita lakukan, tapi saya juga sadar bahwa dari pemerintah dukungan anggaran memang belum besar. Tetapi kalau penelitian kita parsial, tidak fokus, tidak ada kesinambungan, anggaran yang sedikit itu larinya malah ke mana-mana, karena parsial, tidak fokus kita mau ke mana, goalnya apa, targeting-nya apa. Kemudian yang saya lihat juga masalah sinergi antarlembaga, ini belum terjalin, ada yang berjalan ke sana, yang berjalan, yang berjalan ke sana, Goal-nya mau ke mana, itu yang harus disinkronkan. Itulah tugas Pak Menteri, dan kita ingin agar ada sebuah perwujudan yang jelas, kerja sama antara peneliti, dunia usaha, perguruan tinggi, kerja sama yang konkret, kerja sama yang jelas, kolaborasi yang jelas sehingga nanti keluarannya adalah sebuah produk yang bermanfaat bagi rakyat. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.
Terima kasih. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan, Kementerian Sekretariat Negara RI Sekretariat Negara Republik Indonesia