BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum pendidikan nasional selalu

BAB I PENDAHULUAN. saat ini matematika dianggap sebagai program pendidikan yang berperan dalam

Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelajaran yang sukar, dan masih banyak siswa yang bertanya tentang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran adalah interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

PENERAPAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS DENGAN TEKNIK THIK- TALK-WRITE (TTW) Oleh: Usep Kuswari. Teknik TTW diperkenalkan oleh Huinker dan Laughin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi salah satu prioritas utama

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIK SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK-TALK-WRITE (TTW) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH METODE KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) DAN TTW (THINK-TALK-WRITE) DALAM PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pembelajaran, berbagai masalah sering dialami oleh guru.

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

P 6 Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Koneksi Matematis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.2, September 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. keaktifan siswa saat pembelajaran berlangsung. memahami materi pelajaran matematika hal ini dilihat dari hasil pengamatan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hal inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia terus melakukan perbaikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. butuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari baik dalam sains, teknologi,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia demi

Rata-rata UN SMP/Sederajat

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah. membawa berbagai perubahan hampir di setiap aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Sejalan dengan itu Jujun (Prasetya, 2010: 2) mengatakan, dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang objek tertentu tetapi juga menuntut cara berpikir untuk mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya, visi pendidikan matematika mulai dari pendidikan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memecahkan masalah yang muncul pada kehidupan sehari-hari (Winarni,

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

M 2015 PENERAPAN TEKNIK BBM (BERPIKIR-BERBICARA-MENULIS) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS TANGGAPAN DESKRIPTIF

BAB 1 PENDAHULUAN. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Dengan belajar matematika siswa dapat berlatih menggunakan pikirannya secara logis, analitis, sitematis, kritis dan kreatif serta memiliki kemampuan bekerjasama dalam menghadapi berbagai masalah serta mampu memanfaatkan informasi yang diterimanya. Untuk mengembangkan kompetensi tersebut, di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sekarang diberlakukan, disusun standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai landasan pembelajaran matematika. Di dalam KTSP pembelajaran matematika dianjurkan untuk dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Selain itu KTSP juga menambahkan bahwa dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing menguasai konsep matematika. Selain itu menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), pembelajaran matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah, bertujuan agar siswa dapat menggunakan matematika sebagai cara bernalar (berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemampuan bekerja 1

2 sama). Hal ini menunjukkan bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika dalam KTSP adalah dapat mengembangkan berpikir kritis dan kreatif siswa yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencobacoba. Dengan demikian pembelajaran matematika memiliki fungsi sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis, kreatif dan bekerja sama yang diperlukan siswa dalam kehidupan modern. Kemampuan berpikir kritis dan kreatif merupakan suatu hal yang amat penting dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia menjadi lebih fleksibel secara mental, terbuka dan mudah menyesuaikan dengan berbagai situasi dan permasalahan. Hassoubah (2004:13) menyatakan bahwa dengan berpikir kritis dan kreatif masyarakat dapat mengembangkan diri mereka dalam membuat keputusan, penilaian, serta menyelesaikan masalah. Pada dasarnya sejak masih kanak-kanak manusia sudah cenderung memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Sebagai makhluk rasional dan pemberi makna, manusia selalu terdorong untuk memikirkan hal-hal yang ada di sekelilingnya. Kecenderungan itu dapat kita temukan pada seorang anak kecil yang memandang berbagai benda di sekitarnya dengan rasa ingin tahu dan menguji coba segala sesuatu yang memancing rasa ingin tahunya lalu menarik kesimpulan dari hal-hal yang ditemuinya. Takwin (2006 : 2) menyatakan bahwa dengan pemahaman terhadap kondisi kognitif anak dan kemampuan belajar mereka yang makin tinggi, pendidikan berpikir kritis dan kreatif secara bertahap hendaknya sudah diberikan pada anak sejak masih sangat muda. Selain untuk mempersiapkan

3 mereka di masa dewasa kelak, juga untuk membiasakan keterbukaan pada berbagai informasi sejak dini. Salah satu contoh dimana para siswa kurang mampu berpikir kritis adalah hasil eksperimen Schoenfeld kepada siswa-siswa SD di Amerika Serikat. Kepada siswa-siswa ini diberikan soal: Kalau dalam sebuah kapal ada 26 ekor biri-biri dan 10 ekor kambing, berapakah usia kaptennya? Hasil yang diperoleh sangat menakjubkan karena 76 dari 97 siswa memecahkan masalah ini dengan menambah, mengurangi, mengalikan dan membagi angka-angka tersebut. Mereka merasa dituntut untuk memecahkan masalah tersebut sesegera mungkin sampai-sampai tidak berusaha untuk memahami terlebih dahulu substansi dari masalah tersebut (Takwin, 2006 : 2). Johnson (2006) mengemukakan bahwa berpikir kritis dan kreatif memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang permasalahan yang dipandang relatif baru. Sedangkan Hendriana (2009:15) mengatakan bahwa siswa hanya mencontoh dan mencatat bagaimana cara menyelesaikan soal yang telah dikerjakan oleh gurunya. Jika mereka diberikan soal yang berbeda dengan soal latihan, maka mereka bingung karena tidak tahu harus mulai dari mana mereka bekerja. Hal ini sejalan dengan pendapat Rif at (2001 : 25) bahwa kegiatan belajar seperti ini membuat siswa cenderung belajar mengingat atau menghafal dan tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan oleh gurunya. Menurut Sabandar (2007) mengingat merupakan

4 keterampilan atau kemampuan berpikir yang paling rendah. Kondisi seperti mengingat atau menghapal tanpa memahami apa yang diajarkan oleh guru sering tidak disadari oleh guru matematika dalam proses pembelajaran yang lebih dikenal dengan sebutan rote learning. Hal tersebut sejalan dengan kenyataan di lapangan yang menerangkan bahwa daya serap siswa terhadap mata pelajaran matematika masih rendah. Hal ini disebabkan proses pembelajaran hingga dewasa ini masih didominasi guru dan kurang memberikan akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui kegiatan belajar yang mengutamakan penemuan konsep. Para siswa cenderung hanya menghapalkan sejumlah rumus, perhitungan dan langkah-langkah penyelesaian soal yang telah dikerjakan guru atau yang ada dalam buku teks. Hal ini menyebabkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa tidak berkembang secara optimal. Oleh karena itu, pada pembelajaran matematika di sekolah hendaknya siswa dilatih untuk memiliki keterampilan berpikir kritis dan kreatif dalam memperoleh, memilih, dan mengolah informasi agar dapat bertahan dalam keadaan yang selalu berubah dan kompetitif. Berkaitan dengan harapan yang diinginkan dalam pendidikan matematika, Sumarmo (Ratnaningsih, 2007) mengungkapkan bahwa pentingnya keterampilan berpikir kritis dan kreatif dilatihkan kepada siswa, didukung oleh visi pendidikan matematika yang mempunyai dua arah pengembangan yaitu memenuhi kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang. Visi pertama untuk kebutuhan masa kini, pembelajaran matematika mengarah pada konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematik dan ilmu pengetahuan lainnya. Visi kedua

5 untuk kebutuhan masa yang akan datang atau mengarah ke masa depan, mempunyai arti lebih luas yaitu pembelajaran matematika memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis, kritis, cermat, serta berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta untuk menghadapi masa depan yang selalu berubah. Hal tersebut di atas selaras dengan standar kurikulum dan evaluasi matematika (NCTM, 2000) yaitu membuat siswa memiliki kemampuan untuk: 1. Menjadi percaya diri dengan kemampuannya untuk mengerjakan matematika 2. Mampu memecahkan masalah matematika 3. Belajar berkomunikasi matematika 4. Belajar untuk memberikan alasan/ berpikir secara matematik. Dalam upaya meningkatkan kualitas matematika, maka perlu terus dilakukan usaha-usaha untuk mencari penyelesaian terbaik guna meningkatkan kreativitas berupa pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam matematika. Untuk itu diperlukan usaha-usaha apa yang dilakukan oleh guru berupa inovasi-inovasi dalam pembelajaran sehingga proses belajar-mengajar dapat lebih bermakna bagi siswa. Hendriana (2009 : 5) mengatakan bahwa pola pembelajaran ceramah dan ekspositori ini kurang menanamkan pemahaman konsep, karena siswa kurang aktif. Sehingga, jika siswa diberi soal yang berbeda dengan soal yang telah diselesaikan oleh gurunya, maka siswa akan kesulitan untuk menyelesaikan, karena mereka tidak memahami konsep. Anderson (Dahlan, 2004 : 4) memberikan beberapa kriteria tentang proses pengembangan dan inovasi pendidikan dalam upaya program pengembangan

6 berpikir siswa, yaitu : 1) program dapat diajarkan oleh guru dalam waktu yang relatif pendek, 2) program memuat materi-materi yang tersedia untuk digunakan oleh siswa, 3) program memberikan keseimbangan pendekatan dalam perlakuan operasi atau proses dan mental, 4) program dapat diintegrasikan dalam rangka kerja organisasi sekolah (secara khusus dalam mata pelajaran), dan 5) adanya ketelitian untuk melihat keefektifan dari pembahasan yang dilakukan. Kramarski dan Slettenhaar (Ansari, 2003: 3) menyatakan bahwa pada model pembelajaran konvensional, umumnya aktivitas siswa hanya mendengar dan menonton guru melakukan kegiatan matematik, kemudian guru menyelesaikan soal sendiri dengan satu cara penyelesaian dan memberi soal latihan untuk diselesaikan oleh siswanya. Kenyataan di lapangan terlihat bahwa sebagian besar siswa merasa sangat sulit untuk bisa secara cepat menyerap dan memahami mata pelajaran matematika, tetapi sulitnya siswa memahami pelajaran matematika yang diajarkan itu diperkirakan berkaitan pemahaman konsep awal yang dimilikinya sehingga mengakibatkan sesuatu hal yang membuat siswa tidak merasa senang dan simpatik terhadap matematika. Hal ini sering dialami oleh siswa yang memiliki tingkat kecerdasan kurang yang menimbulkan akibat bahwa pelajaran matematika akan menjemukan dan pada akhirnya mengakibatkan tidak senang belajar matematika. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika dirasakan kurang bermakna. Selain itu siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvention) dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika.

7 Hal tersebut sejalan dengan pendapat Jenning dan Dunne (Suharta, 2001:4) mengatakan bahwa pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan sehari-hari, indikasinya adalah pada pembelajaran matematika selama ini, dunia nyata hanya dijadikan tempat mengaplikasikan konsep. Salah satu solusi dari permasalahan-permasalahan di atas adalah pembelajaran matematika di sekolah dengan menggunakan pembelajaran kooperatif Think-Talk-Write (TTW) merupakan suatu alternatif yang diupayakan dapat membuat siswa lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran matematika di kelas. Keaktifan siswa tersebut dapat terwujud dengan mengikuti setiap proses pembelajaran matematika berupa interaksi dalam kegiatan proses pembelajaran dan mengajukan cara-cara penyelesaian dari suatu masalah matematika yang diberikan. Melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran matematika tersebut, maka diharapkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa akan terus terlatih dengan baik. Pembelajaran Kooperatif TTW diharapkan dapat memicu keaktifan siswa di dalam kelas yang sasarannya dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa. Pembelajaran yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughin ini dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, kemudian berbicara dan membagi ide dengan temannya, yang pada akhirnya menuliskan hasil diskusinya.

8 Aktivitas berpikir, berbicara, dan menulis adalah salah satu bentuk aktivitas belajar mengajar matematika yang memberi peluang pada siswa untuk berpartisipasi aktif. Melalui aktivitas tersebut siswa dapat mengembangkan kemampuan berbahasa secara tepat, terutama saat menyampaikan ide-ide matematika. Aktivitas berpikir (think) dapat dilihat dari proses membaca suatu teks matematika atau berisi cerita matematika. Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan apa yang telah dibaca, baik itu berupa apa yang diketahuinya, maupun langkah-langkah penyelesaian dalam bahasanya sendiri. Kemampuan berpikir kritis matematik mulai dapat terbentuk pada tahap ini. Selanjutnya tahap berbicara (talk), yaitu berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Siswa menyampaikan ide yang diperolehnya pada tahap think kepada teman-teman diskusinya (kelompok). Pada tahap ini kemampuan berpikir kreatif matematik siswa dapat terbentuk melalui interaksi dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas masalah yang diberikan. Selain itu, pada tahap ini siswa memungkinkan untuk terampil berbicara. Diskusi yang terjadi pada tahap talk ini merupakan sarana untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran siswa. Diskusi dapat menguntungkan pendengar yang baik, karena dapat memberi wawasan baru baginya. Tahap menulis (write), yaitu menuliskan hasil diskusi pada lembar kerja yang disediakan (Lembar Aktivitas Siswa). Aktivitas menulis berarti

9 mengonstruksi ide, karena setelah berdiskusi antar teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Berdasarkan uraian di atas, maka keperluan untuk melakukan studi yang berfokus pada pengembangan model pembelajaran yang diduga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik, dipandang oleh penulis menjadi sangat urgen dan utama. Dalam hubungan ini, maka penulis mencoba melakukan penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif Think-Talk-Write, serta kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik yang dilaksanakan di SMU dan diberi judul Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Think-Talk-Write (TTW). B. Rumusan dan Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dan dibatasi sebagai berikut : 1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan Pembelajaran Kooperatif Think-Talk-Write (TTW) lebih baik daripada yang pembelajarannya menggunakan cara konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan Pembelajaran Kooperatif Think-Talk-Write (TTW) lebih baik daripada yang pembelajarannya menggunakan cara konvensional berdasarkan kemampuan siswa tinggi, sedang, dan kurang?

10 3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Awal siswa (TKAS) dalam menghasilkan kemampuan berpikir kritis matematik siswa? 4. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan Pembelajaran Kooperatif Think-Talk-Write (TTW) lebih baik daripada yang pembelajarannya menggunakan cara konvensional? 5. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan Pembelajaran Kooperatif Think-Talk-Write (TTW) lebih baik daripada yang pembelajarannya menggunakan cara konvensional berdasarkan kemampuan siswa tinggi, sedang dan kurang? 6. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Awal siswa (TKAS) dalam menghasilkan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa? 7. Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan Pembelajaran Kooperatif Think-Talk- Write (TTW) lebih baik daripada yang pembelajarannya menggunakan cara konvensional.

11 2. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan Pembelajaran Kooperatif Think-Talk- Write (TTW) lebih baik daripada yang pembelajarannya menggunakan cara konvensional berdasarkan kemampuan siswa tinggi, sedang, dan kurang. 3. Mengetahui apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Awal siswa (TKAS) dalam menghasilkan kemampuan berpikir kritis matematik siswa. 4. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan Pembelajaran Kooperatif Think-Talk- Write (TTW) lebih baik daripada yang pembelajarannya menggunakan cara konvensional. 5. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan Pembelajaran Kooperatif Think-Talk- Write (TTW) lebih baik daripada yang pembelajarannya menggunakan cara konvensional berdasarkan kemampuan siswa tinggi, sedang dan kurang. 6. Mengetahui apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Awal siswa (TKAS) dalam menghasilkan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa. 7. Mengetahui apakah terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa.

12 D. Manfaat Penelitian Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat : 1. Bagi siswa, penerapan pembelajaran dengan Kooperatif Think-Talk-Write (TTW) sebagai salah satu sarana untuk melibatkan aktivitas siswa secara optimal dalam memahami konsep matematika sehingga konsep yang semula abstrak akan lebih cepat dipahami secara terintegrasi. Dengan menggunakan pembelajaran Kooperatif Think-Talk-Write (TTW) belajar siswa menjadi bermakna karena ia dapat melihat hubungan antara konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang dikenalnya. Hal ini diharapkan membuat siswa mengubah pandangannya dengan tidak menganggap lagi matematika sebagai pelajaran yang sulit dan siswa sebenarnya memiliki kemampuan untuk mempelajari mata pelajaran ini sehingga pada akhirnya siswa diharapkan lebih mempunyai kepercayaan diri dalam belajar matematika. 2. Bagi peneliti, merupakan pengalaman yang berharga sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik pada berbagai jenjang pendidikan. E. Definisi Operasional 1. Kemampuan berpikir kritis matematik siswa adalah proses kemampuan siswa untuk mengidentifikasi asumsi yang digunakan, merumuskan pokok-pokok permasalahan, menentukan akibat dari suatu ketentuan yang diambil, mendeteksi adanya bias berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda,

13 mengungkap konsep, teorema atau definisi yang digunakan, serta mengevaluasi argumen yang relevan dalam menyelesaikan suatu masalah. 2. Kemampuan berpikir kreatif matematik adalah kemampuan yang meliputi keaslian, kelancaran, kelenturan, dan keterperincian respon siswa dalam menggunakan konsep-konsep matematika. Keaslian adalah kemampuan untuk menyusun dan menghasilkan sesuatu ide baru yaitu ide matematika yang tidak biasa atau yang berbeda dari ide-ide yang dihasilkan kebanyakan orang. Kelancaran adalah kemampuan untuk menghasilkan sejumlah ide matematika. Kelenturan adalah kemampuan menghasilkan ide-ide matematika beragam. Keterperincian adalah kemampuan mengembangkan dan menjelaskan ide-ide matematika yang dikemukakan secara lebih detail. 3. Pembelajaran Kooperatif Think-Talk-Write (TTW) adalah pembelajaran yang dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, berbicara, dan membagi ide dengan temannya sebelum menulis.