BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dari pendapat yang dikemukakan oleh Cornelius tidak sesuai dengan kenyataan yang diperoleh Sukowono (2012 : 1) mengenai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi suatu Negara agar dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia demi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses pengembangan daya nalar, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

I. PENDAHULUAN. cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI (2009:171) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan umum pendidikan masa kini adalah untuk memberi bekal agar kita

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pesat telah membawa perubahan besar terhadap pendidikan. Dewasa ini perlu

BAB I PENDAHULUAN. taraf pemikiran yang tinggi dan telah melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu usaha masyarakat untuk memajukan peradaban dan pengetahuan. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum istilah sains memiliki arti kumpulan pengetahuan yang tersusun

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang mampu bersaing di era globalisasi. Negara dengan kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN

I. PENDAHULUAN. pelajaran geografi di SMA merupakan indikasi bahwa selama ini proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berdasarkan fungsi pendidikan nasional peran guru menjadi kunci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pesat. Manusia dituntut memiliki keterampilan berpikir kritis, sistematis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga secara tidak langsung akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. (2012:5) guru berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan

BAB I. pembelajaran yang berlangsung sehingga siswa cenderung pasif. Sikap siswa yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang- Undang tentang sistem pendidikan nasional No. 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan guru. Proses kegiatan belajar mengajar perlu dibina hubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelangsungan kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara, karena dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang. memungkinkannya untuk berfungsi secara menyeluruh dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi mandiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan merupakan suatu kunci pokok untuk mencapai cita-cita suatu bangsa.

I. PENDAHULUAN. Mata Pelajaran Geografi, yang diujikan dalam ujian nasional merupakan pelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam membina kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses penyampaian pelajaran dibutuhkan pendekatan-pendekatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. pasal 25 ayat 1 menyatakan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok

I. PENDAHULUAN. Besar. Proses pembelajaran yang dilakukan selama ini masih monoton dan

Pardomuan N.J.M. Sinambela Afrodita Munthe. Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, Pembelajaran Matematika Realistik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kurang termotivasi dalam belajar matematika. Abdurrahman (2009:253) mengemukakan alasan pentingnya siswa belajar matematika:

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan berpotensi dalam arti yang seluas-luasnya, melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia. Salah satu tujuan pendidikan adalah mengembangkan pemikir-pemikir yang matang dan untuk menciptakan SDM yang berkualitas. John Dewey (dalam Sagala, 2006:3) menyatakan bahwa: Pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir atau daya intelektual, maupun daya emosional atau perasaan yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya. Matematika adalah ilmu dasar yang memiliki peran penting dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Cockroft (dalam Abdurrahman, 2003:253) mengemukakan bahwa: Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala jenis kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan; (6) memberikan kepuasaan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Meskipun demikian, mata pelajaran matematika belum menjadi mata pelajaran yang diminati oleh banyak siswa. Masih banyak siswa yang menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang susah, rumit, dan angker karena begitu ditakuti. Seperti yang dikemukakan oleh Abdurrahman (2003:252) bahwa: Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar, dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar. Study lainnya dari The Program for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2010, dalam (http://www.krjogja.com/news/detail/69119/76.6. Anak.Indonesia.ButaMatematika.html). 1

2 Posisi Indonesia dalam bidang matematika ada di peringkat ketiga dari bawah lebih baik daripada Kirgistan dan Panama. Namun, Iwan Pranoto (matematikawan Institut Teknologi Bandung) memaparkan, yang perlu dikhawatirkan bukanlah posisi tersebut, melainkan dua fakta penting lainnya. Pertama, persentase siswa Indonesia yang di bawah level dua sangat besar (76,6) persen, dan persentase siswa yang di level lima dan enam secara statistika tidak ada. Kenyataan tersebut secara jelas menyatakan bahwa pendidikan matematika di Indonesia masih mengecewakan. Rendahnya hasil belajar siswa mencerminkan bahwa siswa memiliki kesulitan dalam belajar matematika baik dalam pemahaman konsep, penerapan, dan penyelesaian suatu masalah. Adapun faktor yang mempengaruhi pembelajaran matematika menurut Suryabrata dalam (http://syarifartikel.blogspot.com/2009/01/meningkatkan-kualitas-pendidikan_11. html) bahwa: (1) Faktor internal adalah faktor fisiologis dan faktor psikologis (misalnya kecerdasan motivasi berprestasi dan kemampuan berpikir; dan (2) Faktor eksternal adalah faktor lingkungan dan instrumental (misalnya guru, kurikulum, dan model pembelajaran). Dilihat dari faktor eksternal, yang menyebabkan rendahnya hasil belajar dan kemampuan siswa adalah penggunaan model pembelajaran yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar. Seperti yang diungkapkan Syarif dalam (http://syarifartikel.blogspot.com/2009/01/meningkatkan-kualitas-pendidikan_11. html) bahwa: Diduga kuat, rendahnya hasil belajar siswa pada pelajaran matematika juga terkait erat dengan persoalan metode ataupun model pembelajaran. Dalam pembelajaran, banyak guru masih menggunakan metode tradisional yang pembelajarannya berpusat pada guru (teacher oriented) dan tidak melibatkan siswa aktif. Hal ini sejalan dengan pendapat Djamarah (2006): Pengalaman membuktikan bahwa kegagalan pengajaran salah satunya disebabkan oleh pemilihan metode yang kurang tepat. Kelas yang kurang bergairah dan kondisi anak didik yang kurang kreatif dikarenakan penentuan metode yang kurang sesuai dengan sifat bahan dan tidak sesuai dengan tujuan pengajaran. Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Guru biasa mengajar dengan metode ceramah yang hanya

3 memposisikan siswa sebagai pendengar yang pasif dan tidak melibatkan keaktifan siswa sehingga siswa menjadi bosan dan tidak senang terhadap pelajaran yang akibatnya siswa sama sekali tidak memahami pelajaran matematika. Seperti yang diungkapkan oleh Trianto (2011:5) bahwa : Berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik, hal tersebut disebabkan proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran tradisional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif. Hal tersebut mengakibatkan aktivitas belajar siswa rendah karena mereka hanya dijadikan objek pembelajaran bukan subjek dalam pembelajaran. Jadi, dalam belajar ada usaha dan aktivitas, dengan artian dalam proses pembelajaran siswa diharapkan beraktivitas guna mengkonstruk pengetahuannya. Selanjutnya Sanjaya (2008:1130) mengatakan bahwa : Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental. Kurangnya pemahaman siswa terhadap pelajaran matematika berimbas langsung terhadap hasil belajar dan mutu pendidikan di Indonesia. Kenyataan ini merupakan indikator bahwa guru harus memilih dan menggunakan model yang bervariasi sesuai dengan materi yang akan diajarkan, sehingga dapat meningkatkan minat siswa untuk belajar matematika. Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Model pembelajaran kooperatif jigsaw dapat dijadikan alternatif dalam proses pembelajaran. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa belajar dalam kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran dan mengkombinasikan hasil perolehannya kepada siswa sehingga bisa menghidupkan suasana kelas, memberdayakan siswa atau berfokus kepada siswa yaitu kelas yang produktif dan menyenangkan. Berbeda halnya dengan pembelajaran konvensional yang digunakan guru selama ini

4 dimana siswa dipandang sebagai orang yang belum mengetahui apapun tentang materi yang akan diajarkan. Hal ini senada dengan pendapat Anita Lie (2008) : Model pembelajaran Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Sehingga jika proses pembelajaran tersebut dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat mengubah kegiatan siswa menjadi lebih aktif (student oriented). Selain itu, siswa juga dapat lebih memahami materi pelajaran dan dapat berdampak pada hasil belajar siswa. Rohani (2004:9) menyatakan bahwa: Keaktifan siswa itu sendiri dapat dinilai dari keaktifannya menyatakan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interview, diskusi, interupsi dan sebagainya. Berdasarkan pengalaman peneliti ketika melakukan Program Pengalaman Lapangan Terpadu (PPLT) di SMA Negeri 2 Pematangsiantar pada tahun ajaran 2011/2012, siswa yang menyukai pelajaran matematika di dalam satu kelas sangat sedikit. Akibatnya, banyak siswa yang acuh tak acuh dengan pengajaran yang diberikan guru. Selain itu, banyak juga siswa yang tidak merasa percaya diri untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan walaupun bentuk soal tersebut sudah pernah dibahas dan diselesaikannya. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 20-21 November 2012 dengan Ratna Juita, S.Pd sebagai guru matematika kelas X di SMA Negeri 2 Pematangsiantar diperoleh bahwa: Hasil belajar siswa masih tergolong rendah termasuk dalam materi trigonometri. Siswa masih kurang memahami perbandingan trigonometri suatu sudut di berbagai kuadran, perbandingan trigonometri untuk sudutsudut berelasi, merancang model matematika dan masalah persamaan trigonometri. Siswa masih sangat sulit menyelesaikan soal-soal perbandingan trigonometri untuk sudut berelasi,,,, dan identitas trigonometri yang lain. Menurut beliau berdasarkan hasil ujian harian, mid semester dan ujian

5 akhir semester, nilai yang diperoleh siswa dari hasil ujian mereka masih sangat rendah (sesuai dengan Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yang ditetapkan oleh sekolah adalah 70 untuk kelas X) dengan nilai rata-rata yang didapatkan pada materi trigonometri adalah 68,79%. Dari pernyataan diatas adapun permasalahan lain yang ditemukan ketika melakukan observasi awal di SMA Negeri 2 Pematangsiantar antara lain: 1. Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa terhadap pelajaran matematika. Hal ini disebabkan oleh rendahnya daya serap siswa/respon siswa terhadap penjelasan dari guru berkenaan dengan materi dan soal yang diberikan. 2. Matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dikarenakan guru kurang tepat dan kurang memotivasi siswa untuk belajar lebih aktif dalam matematika sehingga masih rendahnya partisipasi siswa dalam memberikan pernyataan/argumen tentang hal-hal yang belum dipahami baik pada materi dan soal yang diberikan. 3. Selama proses pembelajaran guru menggunakan metode konvensional dan masih didominasi oleh guru sehingga siswa tampak tidak bersemangat dalam belajar dan cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Materi Trigonometri Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Di SMA Negeri 2 Pematangsiantar T.A 2012/2013. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa terhadap pelajaran matematika. 2. Matematika dipandang sebagai pelajaran yang sulit. 3. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika. 4. Penggunaan metode dan model pembelajaran yang digunakan guru kurang tepat dan kurang memotivasi siswa untuk belajar lebih aktif dalam matematika. 5. Belum adanya penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa di sekolah SMA Negeri 2 Pematangsiantar.

6 1.3 Pembatasan Masalah Melihat luasnya cakupan masalah-masalah yang teridentifikasi, maka penulis merasa perlu memberikan batasan terhadap masalah yang akan dikaji agar lebih terarah dan jelas, masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada pokok bahasan trigonometri di kelas X SMA Negeri 2 Pematangsiantar tahun ajaran 2012/2013. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada materi trigonometri dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa di kelas X SMA Negeri 2 Pematangsiantar? 2. Apakah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada materi trigonometri dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa di kelas X SMA Negeri 2 Pematangsiantar? 1.5 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada materi trigonometri dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa di kelas X SMA Negeri 2 Pematangsiantar. 2. Untuk mengetahui apakah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada materi trigonometri dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa di kelas X SMA Negeri 2 Pematangsiantar. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Kepada siswa yaitu untuk meningkatkan pemahaman dan penguasaan konsep Trigonometri dalam belajar matematika.

7 2. Kepada guru yaitu untuk mengetahui pendekatan pembelajaran yang dapat memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran di kelas sehingga permasalahan yang dihadapi oleh siswa maupun oleh guru dapat dikurangi. 3. Kepada sekolah yaitu untuk memberikan informasi kepada pihak sekolah tentang pentingnya model pembelajaran baru dalam pembelajaran matematika. 4. Kepada peneliti yaitu untuk menambah pengetahuan dan pengalaman, karena sesuai dengan profesi yang akan ditekuni, sebagai pendidik sehingga nantinya dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas.