BAB II PENGUPAHAN DALAM ISLAM. Kata ijarah diderivasi dari bentuk fi il ajara-ya juru-ajran. Ajran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV UPAH (IJARAH) MENURUT HUKUM ISLAM

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENANGUNG JAWAB ATAS TANGGUNGAN RESIKO IJARAH. perbolehkan penggunaanya, Jelas, mempunyai tujuan dan maksud, yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembayaran Upah Buruh Tani Oleh Pemberi Kerja

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI PENETAPAN TARIF JASA ANGKUTAN UMUM BIS ANTAR KOTA/PROVINSI SURABAYA-SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBULATAN TIMBANGAN PADA PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR DI JALAN KARIMUN JAWA SURABAYA

A. Analisis Praktik Sistem Kwintalan dalam Akad Utang Piutang di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UPAH SISTEM TANDON DI TOKO RANDU SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI SEMARANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH BORONGAN PADA BURUH PABRIK PT INTEGRA INDOCABINET BETRO SEDATI SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN TARIF JUAL BELI AIR PDAM DI PONDOK BENOWO INDAH KECAMATAN PAKAL SURABAYA

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BISNIS PULSA DENGAN HARGA DIBAWAH STANDAR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PEMBERIAN KOMISI KEPADA SPG KONICARE DI PT. ARINA MULTIKARYA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN STANDARISASI TIMBANGAN DIGITAL TERHADAP JUAL BELI BAHAN POKOK DENGAN TIMBANGAN DIGITAL

BAB II KAJIAN TENTANG SEWA MENYEWA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

Solution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam

BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG KONTRAK KERJA DALAM ISLAM (AL- IJÃRAH)

BAB IV. A. Tinjauan terhadap Sewa Jasa Penyiaran Televisi dengan TV Kabel di Desa Sedayulawas

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SAPI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG SISTEM PENGUPAHAN BERDASARKAN KELEBIHAN TIMBANGAN

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN TABUNGAN PAKET LEBARAN DI KJKS BMT-UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

IJA>RAH (SEWA MENYEWA) DALAM HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

online. Mulai dari pencarian campaign hingga transfer uang donasi dapat dilakukan Website Kitabisa menawarkan kepada setiap orang yang ingin melakukan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu dari perhiasan kehidupan dunia. 1. digunakan untuk menyambung hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan manusia itu

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERPANJANGAN SEWA- MENYEWA MOBIL SECARA SEPIHAK DI RETAL SEMUT JALAN STASIUN KOTA SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG AKAD SEWA-MENYEWA

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh 4 (empat) kasus

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

Ija>rah secara etimologis, berasal dari kata : Al- ija>rah berasal dari kata al-ajru yang berarti al- iwad}u (ganti).

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

BAB 1V ANALISIS DATA. A. Analisis Sistem Pemberian Komisi Penjualan Kepada SPB (Sales Promotion Boy) Di Sumber Rizky Furniture Bandar Lampung

BAB IV ANALISIS AKAD IJA>RAH TERHADAP PERJANJIAN KERJA ANTARA TKI DENGAN PJTKI DI PT. AMRI MARGATAMA CABANG PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. sedang menjamur di kalangan masyarakat desa Sidomulyo kecamatan. Silo kabupaten Jember, di mana kasab (penghasilannya) mereka

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI IKAN TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

18.05 Wib. 5 Wawancara dengan Penanggung Jawab Pertambangan, Bpk. Syamsul Hidayat, tanggal 24 september 2014, pukul.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PENGUPAHAN BURUH SAPU IJUK DI UD SUKRIDANA ABADI SEKUWUNG BABADAN PONOROGO

BAB IV ANALISIS TENTANG PEMOTONGAN GAJI KULI KONTRAKTOR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Hijab Secara Online Menurut Hukum Islam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB II JUAL BELI, KREDIT DAN RIBA. dahulu perlu diperjelas pengertian jual beli. Secara etimologi berarti menjual

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA- MENYEWA TANAH FASUM DI PERUMAHAN TNI AL DESA SUGIHWARAS CANDI SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PELAYANAN PAKET PERAWATAN JENAZAH ONLINE DI KELURAHAN SUMBER REJO KECAMATAN PAKAL KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

BAB IV ANALISIS SEWA MENYEWA TAMBAK YANG DIALIHKAN SEBELUM JATUH TEMPO MENURUT HUKUM ISLAM. A. Analisis Terhadap Akad Sewa Menyewa Tambak

BAB IV. disepakati diawal. Adapun perubahan harga sebelah pihak yang dilakukan. oleh si pembeli tanpa ada kesepakatan kedua belah pihak.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PUPUK DALAM KELOMPOK TANI DI DESA KALIGAMBIR KECAMATAN PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

BAB IV ANALISIS DATA. A. Sistem Kontrak Kerja di CV. Arda Dwi Mitra

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN

BAB IV REKSADANA EXCHANGE TRADED FUND DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Transkripsi:

ض BAB II PENGUPAHAN DALAM ISLAM A. Pengertian Ijarah Kata ijarah diderivasi dari bentuk fi il ajara-ya juru-ajran. Ajran semakna dengan kata al-iwadh yang mempunyai arti ganti dan upah, dan juga dapat berarti sewa atau upah. 1 Karena itu, lafaz} ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas pemanfataan sesuatu benda atau imbalan sesuatu kegiatan, atau upah karena melakukan sesuatu aktivitas. 2 Menurut pengertian syara, al-ija>rah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. 3 Secara istilah syariah, menurut Wahbah al-zuh}ayli bahwa sewa (ijarah) adalah transaksi pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam batasan waktu tertentu melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan hak pemilikan atas barang. 4 Ada beberapa definisi ijarah yang dikemukakan para ulama: 1. Ulama madhhab Hanafi mendefinisikan: ع ق د ع ل ى م ن ا ف ع ب ع و Transaksi terhadap suatu manfaat dengan suatu imbalan. 1 Qamarul Huda, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Teras, 2001), 77. 2 Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), 29. 3 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, vol. 13, terj. Kamaluddin A. Marzuki (Bandung: Alma arif, t.th.), 15. 4 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kotemporer (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012),185. 22

ع ض ع ل ن ف ض ع ق د ب 23 2. Ulama madhhab Shafi i mendefinisikannya: ى م ة م ع ل و م م ق ص و د ة م ع ل و م ة م ب ا ح ة ق ا ب ل ة ل ل ب ذ ل و ا ل لا ب ا ح ة ع و Transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu bersifat bisa dimanfaatkan, dengan suatu imbalan tertentu. 3. Ulama Malikiyah dan Hanbaliyah mendefinisikannya: ب ا ح ة م ع ل و م د ة م ب ع و Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan. 5 Ada yang menerjemahkan ijarah sebagai jual beli jasa (upahmengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang menerjemahkan sewa-menyewa, yakni mengambil manfaat dari barang. Jumhur ulama fikih berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. Oleh karena itu, mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, dan lain-lain, sebab semua itu bukan manfaatnya, tetapi bendanya. 6 5 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah) (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), 227-228. 6 Rachmat Syafe i, Fiqh Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 122.

24 B. Dasar Hukum Ijarah Dasar hukum atau landasan hukum ijarah adalah al-qur an, al-h}adith, dan ijma. 7 Landasan hukum ijarah dari al-qur an diantaranya firman Allah dalam surat az-zukhruf ayat 32: ( ) Artinya: Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (Qs. Az-Zukhruf: 32) 8 Firman Allah lainya yang berkaitan dengan ijarah yaitu dalam surat at- Thalaq ayat 6 yang berbunyi: ( ) Artinya:... kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah kepada mereka upahnnya. Firman Allah lainya yang berkaitan dengan ijarah yaitu dalam surat al- Qashash ayat 26 yang berbunyi: ( ) Artinya: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang 7 Huda, Fiqh Muamalah, 78. 8 Al-Qur an, 43: 32.

25 yang paing baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. 9 Dasar hukum ijarah dari al-h}adith sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw.: : ( ) Artinya: Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda: berilah upah pekerja sebelum keringatnya kering. (HR. Ibnu Majjah) 10 Ulama fikih berpendapat bahwa yang menjadi dasar dibolehkannya alijarah 11 adalah Sabda Rasulullah: : ( ) Artinya: Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra. bahwasannya Rasulullah Saw. pernah berbekam, kemudian beliau memberikan kepada tukang bekam tersebut upahnya. (HR. Bukhari) 12 Mengenai disyari atkan ijarah, semua umat bersepakat, tak seorang ulama pun membantah kesepakatan ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat, akan tetapi itu tidak dianggap. 13 250. 9 Al-Qur an, 65: 6, 28: 26. 10 Abdullah Shonhaji dkk., terj.sunah Ibnu Majah, vol. 3 (Semarang:Asy-Syifa, 1993), 11 Hasan, Berbagai Macam, 230. 12 Ahmad Sunarto dkk., terj. Shahih Bukhari, vol. 3 (Semarang: Asy-Syifa, 1993), 349. 13 Sabiq, Fikih Sunnah, 18.

26 C. Macam-Macam Ijarah Dilihat dari segi obyeknya ijarah dapat dibagi menjadi dua macam, pertama berupa sewa-menyewa barang (ijarat al-manafi ) dan kedua perjanjian kerja (ijarah al-ma>l). 14 1. Ijarat al-mana>fi, yaitu ijarah yang obyek akadnya adalah manfaat, seperti menyewakan rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, baju untuk dipakai dan lain-lain. Dalam ijarah ini tidak dibolehkan menjadikan obyeknya sebagai tempat yang dimanfaatkan untuk kepentingan yang dilarang oleh syara. Para ulama berbeda pendapat mengenai kapan akad ijarah ini dinyatakan ada. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, akad ijarah dapat ditetapkan sesuai dengan perkembangan manfaat yang dipakai. Konsekuensi dari pendapat ini adalah bahwa sewa tidak dapat dimiliki oleh pemilik barang ketika akad itu berlangsung, melainkan harus dilihat dahulu perkembangan penggunaan manfaat tersebut. Sementara itu ulama Shafi iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa ijarah ini sudah tetap dengan sendirinya sejak akad ijarah terjadi. Karena itu, menurut mereka sewa sudah dianggap menjadi milik barang sejak akad ijarah terjadi. Karena akad ijarah memiliki sasaran manfaat dari benda yang disewakan, maka pada dasarnya penyewa berhak untuk memanfaatkan barang itu sesuai dengan keperluannya, bahkan dapat meminjamkan atau 55. 14 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), 54-

27 menyewakan kepada pihak lain sepanjang tidak mengganggu dan merusak barang yang disewakan. 2. Ijarah al-ma>l, yaitu ijarah yang obyek akadnya jasa atau pekerjaan, seperti membangun gedung atau menjahit pakaian. Akad ijarah ini terkait erat dengan masalah upah mengupah. Karena itu, pembahasannya dititikberatkan kepada pekerjaan atau buruh (aji>r). 15 Apabila dilihat dari segi pekerjaan yang harus dilakukan, maka aji>r dapat dibagi menjadi: a. Aji>r Khash Aji>r khas adalah pihak yang harus melaksanakan pekerjaan dan sifat pekerjaanya ditentukan dalam hal yang khusus dan dalam waktu tertentu. 16 b. Aji>r Mushtarak Aji>r mushtarak atau ajir umum adalah pihak yang harus melakukan pekerjaan yang sifat pekerjaannya umum dan tidak terbatas pada hal-hal (pekerjaan) tertentu yang bersifat khusus. 17 D. Rukun dan Syarat Ijarah Menurut ulama Hanafiyah bahwa rukun ijarah hanya terdiri dari ijab dan kabul. Karena itu akad ijarah sudah dianggap sah dengan adanya ijab kabul tersebut, baik dengan lafaz} ijarah atau lafaz{ yang menunjukkan makna 15 Ibid., 86. 16 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 427. 17 Ibid., 428.

28 tersebut. Sedangkan menurut jumhur ulama rukun ijarah terdiri dari aji>r, musta jir, ajr, manfaat dan shighat (ijab-kabul). 18 Dalam istilah Hukum Islam pihak yang melakukan pekerjaan disebut dengan aji>r. Sedangkan orang yang memperoleh manfaat dari pekerjaan aji>r (pemberi kerja) disebut musta jir. 19 Ma jur ialah pekerjaan yang diakadkan manfaatnya. Sedangkan ajr atau upah ialah uang (sewa) yang diterima sebagai imbalan atas manfaat yang diberikan. 20 Sebagai sebuah transaksi (akad) umum, ijarah baru dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya. 21 Adapun syarat ijarah antara lain: 1. Orang yang melakukan akad ijarah (aji>r dan musta jir). Syarat bagi kedua orang yang berakad adalah telah baligh dan berakal. Dengan demikian, apabila orang itu belum atau tidak berakal, seperti anak kecil atau orang gila, menyewakan hartanya atau diri mereka sebagai buruh, maka ijarahnya tidak sah. Pendapat ini menurut madhhab Shafi i dan Hanbali. Berbeda dengan madhhab Hanafi dan Maliki mengatakan, bahwa orang yang melakukan akad, tidak harus mencapai usia baligh, tetapi anak yang telah mumayyiz pun boleh melakukan akad ijarah dengan ketentuan, disetujui oleh walinya. 22 Karena itu akad ijarah seorang anak yang belum dewasa bersifat mauquf (ditangguhkan), sampai ada izin dari walinya. 23 18 Huda, Fiqh Muamalah, 80. 19 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 152. 20 Huda, Fiqh Muamalah, 79-80. 21 Hasan, Berbagai Macam, 231. 22 Ibid. 23 Huda, Fiqh Muamalah, 80.

29 Jumhur ulama juga menetapkan syarat lain yang berhubungan dengan para pihak yang melakukan akad ijarah. Syarat-syarat tersebut antara lain: a. Para pihak yang berakad harus rela melakukan akad tersebut, tanpa merasa adanya paksaan dari pihak lain. Maka, apabila seseorang dipaksa untuk melakukan akad, dianggap tidak sah akadnya. 24 Sebagai landasannya adalah firman Allah: ( ). Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka... (an-nisa>: 29) 25 b. Kedua belah pihak harus mengetahui secara jelas tentang manfaat yang diakadkan guna menghindari pertentangan atau salah paham, dengan cara melihat benda yang akan disewakan atau jasa yang akan dikerjakan, serta mengetahui masa mengerjakannya. 26 2. Upah adalah sesuatu yang wajib diberikan oleh penyewa sebagai kompensasi dari manfaat yang ia dapatkan. Semua yang dapat digunakan sebagai alat tukar dalam jual beli boleh digunakan sebagai pembayaran dalam ijarah. 27 Upah/sewa dalam akad ijarah harus jelas, tertentu dan bernilai harta. 28 Upah tidak boleh sejenis dengan manfaat dari ijarah. 29 24 Ibid., 81. 25 Al-Qur an, 4: 29. 26 Huda, Fiqh Muamalah, 81. 27 Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk., Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4 Madzhab, terj. Miftahul Khairi (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2014), 318. 28 Syafe i, Fiqih Muamalah, 129.

30 Menurut ulama Hanafiyah, praktik seperti ini mengandung riba fadhl (ada kemungkinan terdapat kelebihan di satu pihak). Tetapi ulama Shafi iyah membolehkan adanya proses sewa seperti diatas. 30 3. Sesuatu yang diakadkan mestilah sesuatu yang sesuai dengan realitas, bukan sesuatu yang tidak berwujud. Dengan sifat yang seperti ini, maka obyek yang menjadi sasaran transaksi dapat diserahterimakan, berikut segala manfaatnya. 31 Menurut jumhur ulama ada beberapa syarat yang harus dipenuhi berkaitan dengan manfaat atau obyek akad ijarah. a. Manfaat yang akan dijadikan obyek ijarah harus diketahui dengan pasti, mulai dari bentuk, sifat, tempat, hingga waktunya. b. Manfaat itu harus dipenuhi dalam arti yang sebenarnya. Karena itu, ulama Hanafiyah berpendapat bahwa tidak boleh menyewakan benda milik bersama yang tidak dapat dibagi tanpa ada teman serikatnya, karena manfaatnya tidak dapat terpenuhi. Menurut jumhur ulama, boleh menyewakan barang milik bersama, karena pada barang tersebut ada manfaat, dan penyerahannya dapat dengan mengongkoskannya atau membagikan manfaatnya kepada masing-masing pemiliknya. c. Manfaat yang dimaksud bersifat mubah. Karena itu tidak boleh menyewakan barang yang manfaatnya untuk kegiatan yang dilarang oleh syara, misalnya menyewakan tempat untuk perjudian. 32 4.Sighat (ijab dan kabul). 29 Hasan, Berbagai Macam, 231. 30 Huda, Fiqh Muamalah, 81. 31 Karim, Fiqh Muamalah, 35-36. 32 Ibid., 82.

31 Shighat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua pihak yang berakad yang menunjukkan atas apa yang ada di hati keduanya tentang terjadinya suatu akad. Shighat tersebut biasa disebut ijab dan kabul. 33 Menurut ulama Hanafiyah definisi ijab adalah penetapan perbuatan tertentu yang menunjukkan keridhaan yang diucapkan oleh orang pertama, baik yang menyerahkan maupun yang menerima, sedangkan kabul adalah orang yang berkata setelah orang yang mengucapkan ijab, yang menunjukkan keridaan atas ucapan orang pertama. 34 Berbeda dengan ulama Hanafiyah, ulama selain ulama Hanafiyah mendefinisikan ijab adalah pernyataan yang keluar dari orang yang menyerahkan benda, baik dikatakan oleh orang pertama atau kedua, sedangkan kabul adalah pernyataan dari orang yang menerima barang. 35 Para ulama menetapkan tiga syarat dalam ijab dan kabul, yaitu: a. Ijab dan kabul harus jelas, sehingga dipahami oleh pihak yang melangsungkan akad. Namun demikian, tidak disyaratkan menggunakan bentuk tertentu. b. Antara ijab dan kabul harus sesuai. c. Antara ijab dan kabul harus bersambung dan berada di tempat yang sama jika kedua belah pihak hadir, atau berada di tempat yang sudah diketahui oleh keduanya. Bersambungnya akad dapat diketahui dengan adanya sikap saling mengetahui diantara kedua pihak yang melangsungkan akad, 33 Syafe i, Fiqh Muamalah,46. 34 Ibid., 45. 35 Ibid., 46.

32 seperti kehadiran keduanya di tempat yang sama atau berada di tempat berbeda, tetapi dimaklumi oleh keduanya. 36 E. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah Ijarah merupakan jenis akad yang lazim, yang salah satu pihak yang berakad tidak memiliki hak fasakh, karena ia merupakan akad pertukaran, kecuali jika didapati hal yang mewajibkan fasakh. Ijarah tidak menjadi fasakh dengan matinya salah satu yang berakad sedangkan yang diakadkan selamat. Pewaris memegang peranan warisan, apakah ia sebagai aji>r atau musta jir. 37 Ijarah menjadi fasakh (batal) dengan hal, sebagai berikut: 1. Terjadinya aib pada barang sewaan yang kejadiannya di tangan penyewa atau terlihat aib lama padanya. 2. Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah dan binatang yang menjadi ayn. 3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma jur alaih), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan, karena akad ini tidak mungkin terpenuhi sesudah rusaknya (barang). 4. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau berakhirnya masa, kecuali jika terdapat uz}ur yang mencegah fasakh. Seperti jika masa ijarah tanah pertanian telah berakhir sebelum tanaman dipanen, maka ia tetap berada di tangan penyewa sampai masa selesai diketam, sekalipun terjadi pemaksaan, hal ini dimaksudkan untuk mencegah 36 Ibid., 51-52. 37 Sabiq, Fikih Sunnah, 33.

33 terjadinya bahaya (kerugian) pada pihak penyewa, yaitu dengan mencabut tanaman sebelum waktunya. 5. Penganut-penganut madhhab Hanafi berkata, boleh mem-fasakh ijarah, karena adanya uz}ur sekalipun dari salah satu pihak. Seperti seseorang yang menyewa toko untuk berdagang, kemudian hartanya terbakar atau dicuri atau dirampas atau bangkrut, maka ia berhak mem-fasakh ijarah. 38 F. Beberapa Ketentuan Hukum Ijarah 1. Ketentuan dan Waktu Berlakunya Perjanjian Bila perjanjian kerja tertuju pada aji>r khas, lama waktu perjanjian harus diterangkan dengan akibat bila waktu tidak diterangkan, perjanjian dipandang rusak (fasid), sebab faktor waktu dalam perjanjian tersebut menjadi pasti sehingga mudah menimbulkan sengketa dibelakang hari. Berbeda halnya bila perjanjian kerja ditujukan pada aji>r mushtarak, menentukan waktu berlakunya perjanjian hanya kadangkadang diperlukan guna menentukan kadar manfaat yang dinikmati, bila untuk itu harus melalui waktu panjang, seperti memelihara ternak dan sebagainya. Dalam perjanjian yang demikian sifatnya, keterangan waktu diperlukan dengan akibat bila ketetntuan waktu tidak disebutkan sama sekali perjanjian dipandang fasid, karena dengan demikian terdapat unsur ketidakjelasan (gharar) dalam obyek perjanjian. 38 Ibid., 34.

34 Ketentuan waktu dalam perjanjian kerja tertuju pada aji>r mushtarak pada umumnya hanya mengira-ngirakan selesainya pekerjaan yang dimaksud, yang erat hubungannya dengan besar kecilnya upah yang dibayarkan. Dalam hal ini aji>r berhak penuh atas upah yang telah ditetukan bila dapat menyelesaikan pekerjaan pada waktu yang telah ditentukan pula. 39 2. Pembayaran Harga Sewa Menurut madhhab Hanafi tidak disyaratkan menyerahkan upah atau ongkos secara ditempokan, bagaimanakah keadaannya. Baik berupa benda bukan hutang seperti binatang yang hadir ini, ataupun berupa yang disifati dalam tanggungan. Hal ini karena upah tersebut tidaklah dimiliki dengan semata-mata perjanjian, karena perjanjian persewaan itu terselenggarakan atas manfaat, sedangkan manfaat itu bisa dicapai secara berangsur dan upah itupun merupakan imbalan dari manfaat. 40 Menurut Sayyid Sabiq, jika dalam akad tidak terdapat kesepakatan mempercepat atau menangguhkan, sekiranya upah itu dikaitkan dengan waktu tertentu, maka wajib dipenuhi sesudah berakhirnya masa tersebut. Misalnya orang yang menyewa suatu rumah untuk selama satu bulan, kemudian masa satu bulan telah berlalu maka ia wajib membayar sewa. 41 Menurut Imam Shafi i dan Ahmad, sesungguhnya ia berhak sesuai dengan akad itu sendiri. Jika orang yang menyewakan menyerahkan ayn 39 Ahmad Azhar Basyir, Azas-Azas Hukum Mu amalah (Hukum Perdata Islam) (Yogyakarta: UII, 2004), 36. 40 Abdurrahman al-jazi>ri, Al-Fiqh alal Madzhabil Araba ah,vol. 4, terj. Moh. Zuhri dkk. (Semarang: Asy-Syifa, 1994), 178. 41 Sabiq, Fikih Sunnah, 26.

35 kepada orang yang menyewa, maka ia berhak menerima seluruh bayaran, karena si penyewa sudah memiliki kegunaan (manfaat) dengan sistem ijarah dan ia wajib menyerahkan bayaran agar dapat menerima ayn (agar ayn dapat diserahkan kepadanya). 42 Kemudian menurut Ahmad Azhar, tentang pembayaran harga sewa dapat diadakan syarat-syarat perjanjian, apakah dibayar lebih dahulu atau dibayar kemudian, dibayar tunai atau diangsur dalam jangka waktu tertentu. Oleh karenanya, penyewa tidak diwajibkan membayar harga sewa pada waktu perjanjian diadakan, kecuali bila terdapat syarat demikian dalam akad. 43 Dalam hal ini terdapat persyaratan membayar harga sewa lebih, penyewa wajib membayar harga sewa pada waktu perjanjian disetujui, dan orang yang menyewakan tidak wajib menyerahkan barang sewa sebelum harga sewa dipenuhi. Bila penyewa tidak memenuhi harga sewa yang telah ditentukan, orang yang menyewakan dapat membatalkan perjanjian yang diadakan. 44 Syarat pembayaran harga sewa yang ditentukan dalam perjanjian sewa menyewa barang, berlaku juga bagi pembayaran upah dalam perjanjian kerja. Bila syarat pembayaran harga sewa adalah didahulukan, maka sebaiknya orang yang menyewakan wajib menyerahkan barang sewaan setelah perjanjian disetujui atau bila perjanjian merupakan 42 Ibid., 27. 43 Basyir, Azas-Azas, 28. 44 Ibid.

36 perjanjian kerja, maka perjanjian harus dilaksanakan terlebih dahulu, baru upahnya kemudian. 45 3. Hak Atas Upah Bagi aji>r berhak atas upah yang telah ditentukan, bila ia telah menyerahkan dirinya atas musta jir, dalam waktu berlakunya perjanjian itu meskipun ia tidak mengerjakan apapun, karena misalnya memang pekerjaan tidak ada. Hak atas upah itu masih dikaitkan pada syarat aji>r menyerahkan diri kepada musta jir itu dalam keadaan yang memungkinkan untuk melakukan pekerjaan yang dimaksud. Dengan demikian bila aji>r datang dan menyerahkan diri dalam keadaan sakit dan tidak memungkinkan untuk bekerja sesuai dengan isi perjanjian, maka tidak berhak atas upah yang ditentukan. 46 Apabila musta jir tidak memerintahkan lagi, tetapi masih dalam waktu berlakunya perjanjian, ia masih berkewajiban membayar upah penuh kepada aji>r, kecuali bila pada diri aji>r terdapat halangan yang memungkinkan musta jir membatalkan perjanjian, misalnya aji>r dalam keadaan sakit yang tidak memungkinkan untuk bekerja sesuai dengan isi perjanjian tersebut. 47 Menurut Sayyid Sabiq dalam Fikih al-sunnah disebutkan bahwa hak menerima upah itu apabila: a. Selesai bekerja; b. Mengalirnya ijarah, jika ijarah itu untuk barang; 45 Ibid. 46 Ibid., 33. 47 Ibid., 34.

37 c. Memungkinkan mengalirnya manfaat jika masanya berlangsung, ia mungkin mendatangkan manfaat pada masa itu sekalipun tidak terpenuhi keseluruhannya; d. Mempercepat dalam bentuk pelayanan atau sesuai dengan kesepakatan dengan kedua belah pihak sesuai dengan syarat, yaitu mempercepat pembayaran. 48 4. Hak Menahan Barang untuk Minta Upah Dipenuhi Apabila terjadi seorang penyewa sebagai pemberi pekerjaan tidak menepati janji seperti yang telah diperjanjikan, oleh kedua belah pihak, maka aji>r berhak menahan barang yang dikerjakan sebagai syarat ditepatinya perjanjian berupa upah kerja atau pembayaran. 49 Aji>r berhak menahan barang yang dikerjakan dengan maksud agar upah pekerjaannya dipenuhi, dengan ketentuan bila dalam perjanjian terdapat persyaratan pembayaran upah dengan tunai. Bila selama ditahan, barang mengalami kerusakan, aji>r tidak dibebani ganti rugi, karena kesalahan yang sebenarnya terletak pada keterlambatan musta jir memberikan upah setelah pekerjaan selesai dilakukan. Tetapi bila dalam perjanjian terdapat syarat pembayaran upah ditangguhkan, aji>r tidak berhak menahan barang setelah selesai dikerjakan, dengan akibat bila ia menahannya juga, tiba-tiba terjadi 48 Sabiq, Fikih Sunnah, 27. 49 Sudarsono, Pokok-Pokok, 429.

38 kerusakan barang yang ditahan itu, ia dapat dituntut membayar atas kerusakan barang yang dimaksud. 50 Ketentuan menahan hak barang tersebut berlaku bila hasil pekerjaan terletak dan nampak nyata pada barang yang dikerjakan, misalnya tukang jahit, bengkel mobil dan sebagainya. Bila hasil pekerjaan tidak terletak dan nampak nyata pada barang yang dikerjakan, seperti pengangkutan barang dari suatu tempat ke tempat yang lain, aji>r tidak berhak menahan barang yang dimaksud minta dipenuhinya upah yang telah ditentukan. Bila aji>r menahan juga, tiba-tiba barang mengalami kerusakan, ia dapat dituntut membayar atas kerusakan tersebut. 51 5. Resiko Kerusakan Barang Barang musta jir ketika ditangan aji>r adalah suatu amanat, yaitu suatu kepercayaan yang diberikan oleh musta jir. Oleh karenanya, bila barang yang dipercayakan kepada aji>r itu mengalami kerusakan aji>r tidak dibebani resiko apapun, kecuali bila kerusakan itu terjadi akibat kesengajaan atau kelalaian aji>r, misalnya bila seorang pembantu rumah tangga memecahkan kaca almari pada waktu membersihkannya, maka ia tidak dibebani ganti kerugian, kecuali bila ada kesengajaan memecahnya atau akibat kelalaian. Mengenai aji>r mushtarak dibedakan antara kerusakan barang akibat perbuatan orang lain, harus dibedakan apakah kerusakan barang itu mungkin dihindari atau tidak. Bila kerusakan barang terjadi akibat 50 Basyir, Azas-Azas, 34. 51 Ibid., 36.

39 perbuatan orang lain, tetapi semestinya dapat dihindari, aji>r dibebani ganti karena kerusakan barang itu dipandang sebagai akibat kelalaiannya. Sedangkan bila kerusakan barang terjadi akibat perbuatan orang lain, tetapi tidak dapat dihindari lagi, maka aji>r tidak dibebani mengganti kerugian apapun. 52 G. Nilai-Nilai Islam dalam Produksi Nilai-nilai Islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari nilai-nilai utama dalam ekonomi Islam, yaitu khilafah dan adil. Secara lebih terperinci nilai-nilai Islam dalam produksi meliputi: 1. Berwawasan jangka panjang, hal ini berarti produsen dalam memproduksi tidak hanya berorientasi keuntungan jangka pendek, namun juga harus berorientasi jangka panjang. 2. Menepati janji dan kontrak. Seorang produsen muslim tidak akan pernah mengkhianati kontrak kerja yang disepakati demi mencari keuntungan yang lebih besar. 3. Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran. Seorang produsen muslim harus jujur dalam menakar, hal ini akan berimbas pada peningkatan kepercayaan konsumen kepada produsen. 4. Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis. Seorang produsen harus disiplin dalam bekerja, sehingga ia mampu memenuhi batas waktu dalam setiap kontrak kerjanya. 52 Ibid., 37.

40 5. Memuliakan prestasi atau produktivitas. Semakin tinggi tingkat produksivitas maka akan semakin besar pula reward yang diterima individu tersebut. 6. Mendorong ukhuwah antarsesama pelaku ekonomi. Persaingan yang terdapat dalam ekonomi Islam bukanlah persaingan yang harus saling mematikan, namun persaingan yang tetap menjunjung tinggi prinsip dan aturan syariat. 7. Menghormati hak milik individu. Tidak boleh seorang produsen muslim mengambil hak milik individu secara paksa. 8. Mengikuti syarat sah dan rukun akad atau transaksi. 9. Adil dalam bertransaksi, tidak boleh ada eksploitasi dalam ekonomi Islam. Kedua belah pihak harus berada pada posisi yang seimbang. 10. Memiliki wawasan sosial, harus ada dana yang dialokasikan bagi keperluan sosial dan di jalan Allah. 11. Pembayaran upah tepat waktu dan layak, tidak boleh mengeksploitasi hakhak karyawan sebab dalam Islam diharuskan membayar hak karyawan sebelum keringatnya kering. 12. Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam, meskipun produksi barang yang diharamkan itu mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi. 53 2011), 173-174. 53 M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam (Solo: Era Adicitra Intermedia,

41 H. Penetapan Standar Upah dalam Islam Upah (honorarium) adalah kompensasi dari tenaga. 54 Jika upah telah disebutkan pada saat akad/transaksi, maka upah yang berlaku saat itu adalah upah yang telah disebutkan. Upah yang telah disebutkan disyaratkan ketika disebutkan harus disertai dengan adanya kerelaan kedua belah pihak yang berakad/bertransaksi atas upah yang ditetapkan tersebut. Jika kedua pihak yang bertransaksi telah rela atas upah yang ditetapkan maka upah tersebut disebut ajrun musamma. 55 Apabila upahnya belum jelas tetapi akad/transaksi ijarah tersebut sudah dilaksanakan, maka akad/transaksinya tetap sah. Apabila kemudian terjadi perselisihan tentang kadar upahnya, maka bisa dikembalikan pada upah yang sepadan. 56 Adapun upah yang sepadan (ajrun al-mithli) adalah upah yang sepadan dengan kerja maupun pekerjanya sekaligus jika akad ijarahnya meneyebutkan jasa kerjanya. 57 Menyangkut penentuan upah kerja, syariat Islam tidak memberikan ketentuan yang rinci secara tekstual, baik dalam ketentuan al-qur an maupun Sunnah Rasul. 58 Secara umum ketentuan al-qur an yang ada kaitan dengan penentuan upah kerja adalah: ( ) 54 An-Nabhani, Sistem Ekonomi, 132. 55 Ibid., 129. 56 Ibid., 127. 57 Ibid., 129. 58 Lubis, Hukum Ekonomi, 155.

42 Artinya: Allah memerintahkan berbuat adil, melakukan kebaikan, dan dermawan terhadap kerabat. Ia melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan penindasan. Ia mengingatkan kamu supaya mengambil pelajaran. (Qs. an-nahl: 90) 59 Apabila ayat itu dikaitkan dengan perjanjian kerja, maka dapat dikemukakan bahwa Allah memerintahkan kepada para pemberi pekerjaan (majikan) untuk berlaku adil, berbuat baik, dan dermawan kepada para pekerjanya. Kata kerabat dalam ayat itu dapat diartikan tenaga kerja, sebab para pekerja tersebut sudah merupakan bagian dari perusahaan, dan kalaulah bukan karena jerih payah pekerja tidak mungkin usaha si majikan dapat berhasil. 60 Dalam perjanjian tentang upah kedua belah pihak diperingatkan untuk bersikap jujur dan adil dalam semua urusan mereka, sehingga tidak terjadi tindakan aniaya terhadap orang lain juga tidak merugikan kepentingannya sendiri. Penganiayaan terhadap para pekerja berarti bahwa mereka tidak dibayar secara adil dan bagian yang sah dari hasil kerjasama sebagai jatah dari hasil kerja mereka tidak meraka peroleh. 61 Pelaksanaan asas keadilan dalam suatu perjanjian menuntut para pihak untuk melakukan kehendak dan keadaan memenuhi semua kewajibannya. Perjanjian harus senantiasa mendatangkan keuntungan yang adil dan seimbang serta tidak boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak. 62 Adil selain artinya yang sangat luas juga aspek yang tercakup tidaklah sempit. Hampir 1995), 363. 62 59 Al-Qur an, 16: 90. 60 Lubis, Hukum Ekonomi, 155. 61 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, vol. 2 (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Yogyakarta: Citra Media, 2006), 7.

43 semua aspek selalu terkait adanya unsur adil. Karena adil merupakan satu unsur yang sifatnya krusial dan sering menjadi pemicu konflik intern perusahaan. Karena itu seharusnya hubungan antara pengusaha dan karyawan adalah kekeluargaan, kemitraan dan keduanya tercipta simbiosis mutualisme. Maka dari itu, tidak boleh satu pihak menzalimi dan merasa dizalimi oleh pihak lainnya. 63 Disebabkan pekerja mempunyai andil yang besar untuk kesuksesan usaha majikan, maka berkewajibanlah majikan untuk menyejahterakan para pekerjanya, termasuk dalam hal memberikan upah yang layak. 64 Upah, misalnya, ditakar berdasarkan kadar jasa yang diberikan oleh tenaga, takaran (perkiraan)-nya hanya ditentukan berdasarkan jasa, bukan tenaganya, meskipun jasa tersebut merupakan hasil dari tenaga yang dicurahkan oleh seseorang. Namun, perkiraan upah dari jasa tersebut ditentukan oleh para ahli sesuai dengan manfaat jasanya. Perkiraan jasanya tidak bersifat paten, melainkan terkait dengan masa yang telah menjadi kesepakatan ataupun terkait dengan pekerjaan yang sepakat untuk dilaksanakan. 65 Penentuan upah minimum tenaga kerja hendaknya didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan yang rasional, tidak hanya mendahulukan kepentingan pengusaha. Dengan kata lain, penentuan kebutuhan pokok tenaga kerja berdasarkan kepada realitas (bukan berdasarkan perkiraan diatas meja). 66 63 Muhammad Hudan Nasyiqin, Konsep Upah Menurut Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sistem Ekonomi Islam (Skripsi STAIN Ponorogo, 2015), 53. 64 Lubis, Hukum Ekonomi, 155. 65 An-Nabhani, Sistem Ekonomi, 135. 66 Lubis, Hukum Ekonomi, 157.