II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam penegakan hukum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. itu, hukum pidana dan segala pengaturanya diatur dalam Kitab Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hukum Pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata pidana berarti hal yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Peraturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipakai sebagai pengganti "strafbaar feit". Dalam perundang-undangan negara kita

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

TINJAUAN PUSTAKA. di mana penilaian pribadi juga memegang peranan. Diskresi kepolisian adalah suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

I. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

Bagian Kedua Penyidikan

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN. polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

ALUR PERADILAN PIDANA

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal 27 Ayat 1 (1) Undang -

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

II. TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB II PENGATURAN DAN PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENCURIAN DALAM KELUARGA. A. Pencurian Dalam Keluarga Merupakan Delik Aduan

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penyidikan Setiap polisi harus dapat mencerminkan kewibawaan negara dan menunjukkan disiplin yang tinggi dikarenakan polisi pada hakekatnya adalah sebagai pengatur di dalam penegakan hukum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Kepolisian Negara RI. No. 2 tahun 2002 tanggal 8 Januari 2002, yang menentukan bahwa Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan dan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam sistem peradilan terpadu, peranan polisi merupakan satu kesatuan yang tidak mungkin terpisahkan. Kepolisian merupakan garda depan dalam sistem peradilan khususnya peradilan pidana. Dalam sistem peradilan terdapat dua jenis pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan depan sidang. Dalam pemeriksaan pendahuluan terdapat dua proses yang cukup mendasar yaitu penyelidikan dan penyidikan dari pihak kepolisian. Sebelum membahas mengenai proses penyidikan dan penyelidikan, maka sebaiknya perlu dipahami pengertian dari makna penyidikan dan penyelidikan itu sendiri. Ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan peranan utama kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penyelidikan dan penyidikan sehingga

19 secara umum diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana. Namun demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidak mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Sedangkan menunjang pelaksanaan seperti yang diatur dalam Pasal 13 dan 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 mengenai tugas dan kewenangan dari Polri, maka Polri berwenang melakukan berbagai perbuatan seperti yang termuat dalam Pasal 15 dan 16 undang-undang tersebut, yaitu sebagai berikut: a. menerima laporan dan/atau pengaduan; b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian; f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. mencari keterangan dan barang bukti; j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

20 l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; m. mnerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. n. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya; o. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; p. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor; q. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik; r. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam; s. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan; Berkaitan dengan uraian tersebut maka perlu kiranya untuk menguraikan pengertian dari penyelidikan dan penyidikan dari pihak kepolisian, yaitu sebagai berikut : 1. Penyelidikan Pasal 1 angka 5 KUHAP, memberikan pengertian penyelidikan sebagai berikut: Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Ruang lingkup penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-

21 undang ini. Penyelidik karena kewajibannya mempunyai wewenang menerima laporan, mencari keterangan dan barang bukti, menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, dan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Dalam hal penggunaan istilah penyelidikan di dalam praktek lebih sering digunakan istilah reserse. Di mana tugas utamanya adalah menerima laporan dan mengatur serta menyetop orang yang dicurigai untuk diperiksa. Jadi berarti penyelidikan ini tindakan mendahului penyidikan. Kalau dihubungkan dengan teori hukum acara pidana seperti yang dikemukakan oleh Van Bemmelen, maka penyelidikan ini maksudnya ialah tahap pertama dalam tujuh tahap hukum acara pidana, yang berati mencari kebenaran (Andi Hamzah, Op Cit, 2004 : 118). Namun, penyelidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bidang penyidikan. Menurut Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum (M. Yahya Harahap, 2003 : 101). Jadi sebelum melakukan penyidikan, dilakukan lebih dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan bukti permulaan atau bukti yang cukup agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. 2. Penyidikan Penyidikan adalah suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing (Belanda) dan investigation (Inggris) atau penyiasatan atau siasat

22 (Malaysia), KUHAP sendiri memberikan pengertian dalam Pasal 1 angka 2, terhadap penyidikan sebagai berikut: Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Adapun yang melakukan tugas penyidikan adalah penyidik yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP, yaitu: Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dan didasari atas Pasal 6 KUHAP, maka diketahui bahwa terdapat 2 (dua) macam badan yang dibebani wewenang penyidikan, yaitu sebagai berikut : 1) Pejabat polisi negara Republik Indonesia. 2) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. 3) Pekerjaan polisi sebagai penyidik dapat dikatakan berlaku di seantero dunia. Kekuasaan dan wewenang (power and authority) polisi sebagai penyidik luar biasa penting dan sangat sulit. Terutama di Indonesia, di mana polisi memonopoli penyidikan hukum pidana umum. Wewenang polisi untuk menyidik meliputi kebijaksanaan polisi (politie bleid; police discretion) sangat sulit. Membuat pertimbangan apa yang di ambil dalam

23 saat yang sangat singkat pada penangkapan pertama suatu delik. (Andi Hamzah, 2004 : 79). Antara penyelidikan dan penyidikan terdapat perbedaan, yaitu sebagai berikut: a) Dari segi pelaksana, pejabat penyelidik terdiri dari semua anggta polri, dan pada dasarnya pangkat dan wewenangnya berada di bawah pengawasan penyidik; b) Penyelidik wewenangnya sangat terbatas, hanya meliputi penyelidikan atau mencari dan menemukan data atas suatu tindakan yang diduga merupakan tindak pidana. Hanya dalam hal-hal telah mendapat perintah dari pejabat penyidik, barulah penyelidik melakukan tindakan yang disebut Pasal 5 ayat (1) huruf b (penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, penyitaan dan sebagainya). (M. Yahya Harahap, 2003 : 109). Di samping penyidik Polri, undang-undang pidana khusus tersebut memberi wewenang kepada pejabat pegawai negeri sipil yang bersangkutan untuk melakukan penyidikan. Dalam hal pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang sebagai penyidik pada dasarnya mempunyai fungsi dan wewenang khusus yang bersumber pada unddang-undang pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasal. Adapun wewenang yang dimiliki penyidik, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 7 Ayat (1) huruf b sampai dengan huruf j KUHAP, yaitu :

24 1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya suatu tindak pidana; 2. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian; 3. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; 4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; 5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; 6. Mengambil sidik jari dan memotret seorang; 7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; 9. Mengadakan penghentian penyidikan; 10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Penyidikan yang dilakukan tersebut didahului dengan pemberitahuan kepada penuntut umum bahwa penyidikan terhadap suatu peristiwa pidana telah mulai dilakukan. Secara formal pemberitahuan tersebut disampaikan melalui mekanisme Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 109 KUHAP. Namun kekurangan yang dirasa sangat menghambat adalah tidak ada ketegasan dari ketentuan tersebut kapan waktunya penyidikan harus diberitahukan kepada Penuntut Umum. Tiap kali penyidik melakukan tugas dalam lingkup wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 KUHAP tanpa mengurangi ketentuan dalam undang-undang, harus selalu dibuat berita acara tentang pelaksanaan tugas tersebut.

25 Apabila dalam penyidikan tersebut, tidak ditemukan bukti yang cukup atau peristiwa tersebut bukanlah peristiwa pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan. Dalam hal ini apabila surat perintah penghentian tersebut telah diterbitkan maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. Apabila korban atau keluarganya tidak dapat menerima penghentian penyidikan tersebut, maka korban atau keluarganya, sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga, dapat mengajukan praperadilan kepada ketua pengadilan sesuai dengan daerah hukumnya dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Mekanisme keberatan tersebut diatur dalam Pasal 77 butir a KUHAP tentang praperadilan. Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara tersebut kepada penuntut umum. Dan dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara tersebut kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Apabila pada saat penyidik menyerahkan hasil penyidikan, dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas tersebut, maka penyidikan dianggap selesai. 3. Penyidik berkewajiban memberitahukan kepada penuntut umum dalam hal penyidik telah mulai melakukan atau menghentikan penyidikan. Pada kenyataannya masih sering terjadi penuntut umum menerima berkas perkara tanpa didahului dengan pemberitahuan telah dimulainya penyidikan. Ada kalanya surat pemberitahuan tersebut dikirim kepada penuntut umum bersama-sama

26 pengiriman berkas perkara. Selain itu, pemberitahuan penghentian penyidikan tidak disertai uraian yang jelas tentang alasan-alasan penghentian penyidikan, sehingga penuntut umum tidak dapat menarik kesimpulan apakah penghentian penyidikan tersebut sudah tetap (Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, 2003 : 48). B. Pengertian Tindak Pidana Beberapa Sarjana Hukum menggunakan istilah yang berbeda-beda untuk menyebutkan kata tindak pidana. Ada beberapa Sarjana yang menyebutkan dengan tindak pidana, peristiwa pidana, perbuatan pidana atau delik. Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan disertai ancaman (sanksi) dan menurut wujudnya atau sifatnya perbuatan-perbuatan atau tindak pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. (Moeljatno, 1993 : 56). Perbuatan-perbuatan pidana yang diancam dengan sanksi pidana tersebut dapat dipaksakan untuk pelakunya oleh aparat penegak hukum dalam rangka menjaga ketertiban, keamanan serta norma-norma hukum pidana sendiri. Menurut Pompe, perkataan tindak pidana atau straftbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau pun tidak sengaja telah dilakukan terhadap seorang pelaku, dimana penjatuhan hukum terhadap pelaku tersebut adalah demi

27 terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. (P.A.F. Lamintang, 1997 : 182). Sedangkan Simmons merumuskan straftbaar feit sebagai Suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. (P.A.F. Lamintang, 1997 : 185). Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa pengertian pidana dan tindak pidana pada hakekatnya pidana merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan sedangkan tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan seseorang sengaja maupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan yang dilakukannya. C. Jenis-jenis Tindak Pidana Jenis-jenis tindak pidana dapat dibagi menjadi : 1. Kejahatan Kejahatan adalah perbuatan yang melanggar dan bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah dan tegasnya, perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah hukum dan tidak memenuhi atau melawan perintah yang telah ditetapkan dalam kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat. (Ninik Widiyanti, 1987 : 147). Dalam kaitan ini, pelaku tindak pidana kejahatan dapat dikatakan telah mempunyai latar belakang yang ikut mendukung terjadinya kriminalitas tersebut, sebagai contoh

28 seorang yang hidup di lingkungan yang rawan akan tindak kriminal, maka secara sosiologis jiwanya akan terpengaruh oleh keadaan tempat tinggalnya. Selanjutnya menurut Sue Titus Reid bagi suatu perumusan tentang kejahatan maka yang diperhatikan adalah : 1. Kejahatan adalah suatu tindakan sengaja (omissi). Dalam pengertian ini seseorang tidak dapat dihukum karena pikirannya, melainkan harus ada suatu tindakan atau kealpaan dalam bertindak. Kegagalan untuk bertindak dapat juga merupakan kejahatan. Jika terdapat suatu kewajiban hukum untuk bertindak dalam kasus tertentu, di samping itu ada niat jahat ( criminal insert, mens rea ). 2. Merupakan pelanggaran hukum pidana. 3. Dilakukan tanpa adanya suatu pembelaan atau pembenaran yang diakui secara hukum. 4. Diberi sanksi oleh negara sebagai suatu kejahatan atau pelanggaran. (Soerjono Soekanto, 1984 : 44). Berdasarkan definisi tersebut di atas, pada dasarnya kejahatan adalah suatu bentuk perbuatan dan tingkah laku yang melanggar hukum dan perundang-undangan lain serta melanggar norma sosial sehingga masyarakat menentangnya. KUHP tidak memberikan definisi secara tegas tentang pengertian kejahatan. Namun dalam kaitannya dengan kejahatan dapat disimpulkan bahwa semua perbuatan yang disebut dalam Buku ke-ii Pasal 104-488 KUHP adalah kejahatan dan perbuatan lain secara tegas dinyatakan sebagai kejahatan dalam undang-undang tertentu di luar KUHP.

29 2. Pelanggaran Dalam KUHP yang mengatur tentang pelanggaran adalah Pasal 489-569/BAB I-IX. Pelanggaran adalah Wetsdelichten yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat hukumnya baru dapat diketahui setelah ada wet yang menentukan demikian. (Moeljatno, 1993 : 72). Maka pembunuhan, pencurian, penganiayaan dan peristiwa-peristiwa semacam itu merupakan kejahatan (Rechtsdelicten) karena terpisah dari aturan pidana yang tegas, dirasakan sebagai perbuatan yang tidak adil. Sedangkan peristiwa seperti bersepeda diatas jalan yang dilarang, berkendara tanpa lampu atau kejurusan yang dilarang merupakan kejahatan undang-undang/pelanggaran (Wetsdelicten), Karena kesadaran hukum kita tidak menganggap bahwa hal-hal itu dengan sendirinya dapat dipidana, tetapi baru dirasakan sebagai demikian, karena oleh undang-undang diancam dengan pidana. (Mr. J.E. Jonkers, 1987 : 27). Perbedaan kejahatan dan pelanggaran adalah sebagai berikut : a. Kejahatan adalah criminal onrecht dan pelanggaran adalah politie onrecht. Criminal onrecht adalah perbuatan hukum sedangkan politie onrecht merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara. Adapula pendapat lain yang mengatakan arti criminal onrecht sebagai perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma menurut kebudayaan atau keadilan yang ditentukan oleh Tuhan atau membahayakan kepentingan hukum, sedangkan arti politie onrecht sebagai perbuatan yang pada umumnya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang oleh peraturan penguasa atau negara.

30 b. Kejahatan adalah memperkosa suatu kepentingan hukum seperti : pembunuhan, pencurian dan sebagainya atau juga membahayakan suatu kepentingan hukum dalam arti abstrak misalnya penghasutan dan sumpah palsu, namun kadangkadang dapat pula dikatakan bahwa sumpah palsu juga termasuk sebagai suatu kejahatan. c. Kejahatan dan pelanggaran itu dibedakan karena sifat dan hakekatnya berbeda, tetapi ada perbedaan kejahatan dan pelanggan didasarkan atas ukuran pelanggaran itu dipandang dari sudut kriminologi tidaklah berat apabila dibandingkan dengan kejahatan. (Bambang Poernomo, 1982 : 96-97). Selain penggolongan jenis-jenis tindak pidana atau delik yang terdapat dalam KUHP, masih mengenal pembagian delik menurut rumusan pembentuk undang-undang, diantaranya : 1. Tindak Pidana Formil Tindak pidana formil adalah kejahatan itu selesai kalau perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam peraturan pidana itu dilakukan 2. Tindak Pidana Materiil Tindak pidana materiil adalah yang dilarang oleh Undang-Undang ialah akibanya 3. Tindak Pidana Dolus Tindak pidana dolus adalah tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja 4. Tindak Pidana Culpa Tindak pidana culpa adalah tindak pidana yang dilakukan karena kesalahan orang yang menimbulkan matinya orang lain.

31 5. Tindak Pidana Berdiri Sendiri (selfstanding delict) Tindak pidana berdiri sendiri adalah tindak pidana yang tidak tergabung-gabung (terdiri atas satu perbuatan tertentu) 6. Tindak Pidana Tersusun (samengesteld) Tindak pidana tersusun adalah tindak pidana yang harus beberapa kali dilakukan untuk dapat dihukum. 7. Tindak Pidana Umum Tindak pidana umum adalah kejahatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang. 8. Tindak Pidana Khusus Tindak pidana khusus adalah kejahatan yang dapat dilakukan oleh orang tertentu. 9. Tindak Pidana Tunggal (enkelvoudig) Tindak pidana tunggal adalah tindak pidana dalam satu kali perbuatan sudah cukup. Berdasarkan beberapa definisi dan uraian tersebut di atas, pada dasarnya kejahatan adalah suatu bentuk perbuatan dan tingkah laku yang melanggar hukum dan perundang-undangan lain serta melanggar norma sosial sehingga masyarakat menentangnya. KUHP tidak memberikan definisi secara tegas tentang pengertian kejahatan. Namun dalam kaitannya dengan kejahatan dapat disimpulkan bahwa semua perbuatan yang disebut dalam Buku ke-ii Pasal 104-488 KUHP adalah kejahatan dan perbuatan lain secara tegas dinyatakan sebagai kejahatan dalam undang-undang tertentu di luar KUHP, sedangkan pelanggaran merupakan perbuatan yang pada umumnya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang oleh peraturan penguasa atau negara.

32 Menurut Simons, suatu tindak pidana terdapat berbagai unsur-unsur yang didalamnya melatarbelakangi terjadinya perbuatan pidana tersebut, yang antara lain : 1. Perbuatan manusia 2. Perbuatan manusia itu harus melawan hukum (wederrechtelijk) 3. Perbuatan itu harus diancam dengan pidana (Strafbaar gesteld) oleh Undangundang 4. Harus dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab (Toerekeningsvatbaar) 5. Perbuatan itu harus terjadi karena kesalahan (Schuld) si pembuat. (C.S.T. Kansil, 2004 : 37). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam hukum pidana, bentuk kesalahan ada 2 (dua) macam, yaitu kesengajaan (opzet/dolus), sengaja dengan maksud (dolus directus) dan sengaja dengan kepastian serta kurang hati-hati/kealpaan (culpa). D. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan. Ini berarti harus diperhatikan dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat untuk suatu tindak pidana. Soalnya apakah pertanggungjawaban itu diminta atau tidak yang terpenting adalah pada kebijakan pihak yang berkepentingan untuk memutuskan apakah merasa perlu atau tidak menurut pertanggungjawaban tersebut. Masalah ini menyangkut subjek tindak pidana yang pada umumnya oleh si pembuat undang-undang untuk tindak pidana yang bersangkutan. Namun dalam kenyataannya,

33 tidaklah mudah untuk memastikan siapakah si pembuatnya karena untuk menentukan siapa yang bersalah harus sesuai dengan proses yang ada yaitu sistem peradilan pidana. Dengan demikian tanggung jawab tersebut selalu ada, meskipun belum pernah dituntut oleh pihak yang berkepentingan, jika pelaksanaan peranan yang telah berjalan itu ternyata tidak mencapai tujuan atau persyaratan yang diinginkan. Demikian pula halnya dengan masalah terjadinya perbuatan pidana atau delik, suatu tindakan yang telah melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidaknya oleh undang-undang yang telah dinyatakan sebagai perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum. Suatu perbuatan yang melawan hukum belumlah cukup untuk menjatuhkan hukuman di samping kelakuan melawan hukum harus ada seorang pembuat (dader) yang bertanggung jawab atas perbuatannya. Menurut asas legalitas hukum pidana Indonesia yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP bahwa seseorang baru dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana apabila perbuatannya tersebut telah sesuai dengan rumusan dalam Undang-undang Hukum Pidana. Meskipun demikian orang tersebut belum tentu dapat dijatuhi pidana karena masih harus dibuktikan kesalahannya apakah perbuatan atau kesalahan tersebut dapat dipertangungjawabkan. Dengan demikian untuk dapatnya seseorang dijatuhi pidana harus memenuhi unsur perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana.

34 Van Hamel menyatakan pertanggungjawaban yaitu suatu keadaan normal dan kematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk : 1. Memahami arti dan akibat perbuatannya sendiri. 2. Memahami bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat. 3. Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban (teorekensvatbaarhee) mengandung pengertian kemampuan atau kecakapan. (P.A.F. Lamintang, 1997 : 108). Kemudian Moeljatno menyatakan bahwa : Pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi di samping itu harus ada kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela, ternyata pula dalam asas hukum yang tidak tertulis tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (green straf zonder schuld, ohne schuld keine strafe). (Moeljatno, 1993 : 73). Menurut hukum pidana tidak semua orang yang telah melakukan tindak pidana dapat dipidana, hal ini terkait dengan alasan pemaaf dan alasan pembenar. Alasan pemaaf yaitu suatu alasan tidak dapat dipidananya seseorang dikarenakan keadaan orang tersebut secara hukum dimaafkan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 44, 48 dan 49 ayat (2) KUHP. Selain hal di atas, juga alasan pembenar yaitu tidak dapat dipidananya seseorang yang telah melakukan tindak pidana dikarenakan ada undang-undang yang mengatur bahwa perbuatan tersebut dibenarkan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 48, 49 ayat (1), 50 dan 51 KUHP.

35 Pasal 44 KUHP : (1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana. (2) Jika ternyata perbuatannya itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan. (3) Ketentuan dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri. Pasal 48 KUHP : Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana. Pasal 49 ayat (1) KUHP : (1) Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum. (2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana. Pasal 50 KUHP : Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undangundang, tidak dipidana.

36 Pasal 51 KUHP : (1) Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana. (2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya. Menurut Van Hamel, pada delik-delik yang oleh undang-undang telah disyaratkan bahwa delik-delik itu harus dilakukan dengan sengaja, opzet itu hanya dapat ditujukan kepada : a. Tindakan-tindakan, baik tindakan untuk melakukan sesuatu maupun tindakan untuk tidak melakukan sesuatu. b. Tindakan untuk menimbulkan suatu akibat yang dilarang oleh undang-undang. c. Dipenuhi unsur-unsur selebihnya dari delik yang bersangkutan. (P.A.F. Lamintang, 1997 : 284). Tindakan kesengajaan sudah pasti harus dipertanggungjawabkan oleh pelaku karena pelaku telah melakukan kesalahan yang menurut aturan dasar hukum pidana tidak ada pidana tanpa kesalahan. Menurut jenisnya kesengajaan mempunyai 3 (tiga) jenis, yaitu : sengaja dengan maksud, sengaja dengan kepastian dan sengaja dengan tujuan. a. Sengaja dengan maksud (dolus directus) Sengaja dengan maksud adalah bentuk yang paling sederhana karena dalam pengertiannya memang pelaku menghendaki perbuatan tersebut, baik kelakuan maupun akibat/keadaan yang menyertainya.

37 Menurut VOS yang dinyatakan sengaja dengan maksud, apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya. Ia tidak pernah melakukan perbuatannya apabila pembuat mengetahui bahwa akibat perbuatannya tidak akan terjadi.. b. Sengaja dengan kepastian Sengaja dengan kepastian atau sengaja dengan kesadaran tentang kepastian (opzet met bewust theid van zekerheid of noodzakelijkheid) perkataan zeker atau pasti, sedangkan bewust atau sadar berarti sadar akan kepastian. Jadi dapat dijelaskan apa yang dilakukannya (tersangka) dilandasi dengan kesadaran akan timbulnya akibat lain dari pada akibat yang memang diinginkannya. c. Sengaja dengan tujuan Sengaja dengan tujuan atau sengaja dengan kesadaran kemungkinan sekali terjadi (opzet met waarschijnlij kjeidsbeustzijn) dapat diberikan bahwa si pelaku mengetahui dampak dari perbuatan atau mengetahui dari perbuatannya. (Moeljatno, 1993 : 312). Menurut Hazewinkel - Suringa, terjadi jika pembuat tetap melakukan yang dikehendakinya walaupun ada kemungkinan akibat lain yang sama sekali tidak diinginkannya terjadi. Jika walaupun akibat (yang sama sekali tidak diinginkannya), itu diinginkan daripada menghentikan perbuatannya, maka terjadi kesengajaan. (Moeljatno, 1993 : 312). Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa pelaku dapat dipertanggungjawabkan secara hukum jika memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Ada pelaku tindak pidana (baik orang maupun badan hukum). 2. Ada perbuatan (baik aktif maupun pasif ).

38 3. Ada kesalahan (baik sengaja maupun culpa). 4. Mampu bertanggung jawab (tidak ada alasan pemaaf dan tidak ada alasan pembenar). 5. Bersifat melawan hukum (sesuai dengan azas legalitas).

39 DAFTAR PUSTAKA Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2004. Harahap, M. Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2003. J.E. Jonkers, Buku Pedoman Hukum Pidana Belanda, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1987. Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, Hukum Pidana Untuk Tiap Orang, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2007. Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993. Lamintang, P.A.F., Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997. Pettanase, Syarifuddin, Peranan Hakim dalam Penjatuhan Pidana Sebagai Salah Satu Faktor yang Mempengaruhi Pencegahan Kejahatan, Fakultas Pascasarjana UI, Jakarta, 1998. Poernomo, Bambang, Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Seksi Kepidanaan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1982. Prakoso, Djoko dan I Ketut Murtika, Mengenal Lembaga Kejaksaan di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 2003. Soekanto, Soerjono, Penanggulangan Kejahatan, Rajawali Pers, Jakarta, 1984. Widiyanti, Ninik, 1987, Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya Ditinjau Dari Segi Kriminologi dan Sosial, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.