Pusat Studi Hukum Konstitusi FH UII 1. Abstract

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PUTUSAN.

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR. NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012.

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

PEROLEHAN SISA KURSI SISA SUARA 1 PARTAI HATI NURANI RAKYAT III PARTAI KARYA PEDULI BANGSA

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG. NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kota /2013 TENTANG

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK

KOMISI PEMILIHAN UMUM

KOMISI PEMILIHAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

Ringkasan Putusan.

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014

PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan

PUTUSAN Nomor 107/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PUTUSAN Nomor 75/PHPU.C-VII/2009

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL. SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kab /TAHUN 2015 TENTANG

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

KAJIAN TEORITIS PEMGARUH SISTEM PENETAPAN CALON TERPILIH DENGAN SUARA TERBANYAK TERHADAP PEMENUHAN HAK AFFIRMATIVE ACTION

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SEMARANG

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

Warna-Warni Pemilu 64 Lensa Pemilu 2009

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

PUTUSAN Nomor 84/PHPU.C-VII/2009

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR : 20/Kpts/KPU Kab /2015 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

KUASA HUKUM Veri Junaidi, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Agustus 2014.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

MANDI RAJA PURWO NEGORO

PURWO NEGORO MANDI RAJA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

BERITA ACARA NOMOR :. TENTANG

KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

KEPUTUSANKOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH. NOMOR : 08/Kpts/KPU-Prov-012/2012 T E N T A N G

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

I. PARA PIHAK A. Pemohon Saul Essarue Elokpere dan Alfius Tabuni, S.E. (Bakal Pasangan Calon)

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Kronologi perubahan sistem suara terbanyak

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

-1- KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA. NOMOR: 20/Kpts/KPU-Prov-010/2012

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

PUTUSAN Nomor 48/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

Transkripsi:

Implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU- VI/2008 terhadap Kebijakan Affirmative Action Keterwakilan erempuan di DRD rovinsi dan kabupaten/kota se-daerah Istimewa Yogyakarta usat Studi Hukum Konstitusi FH UII 1 Abstract The research concluded, first, The Constitutional Court decision number 22-24/UU-VI/2008 give the positive implications of affirmative action policy of women representation in the provincial parliament and regency/town in Yogyakarta, because every legislative candidates have equal opportunity to fight to obtain a majority vote in 2009 legislative elections. Second, when aw no. 10 year 2008 still use a list of serial numbers, women s position in the list of candidates a majority in the lowest sequence number, the result difficult for female candidates to gain seats as if his voice does not reach the number of automatic splitter sounds will be given to the serial number on it, but with a majority vote model, greater opportunities for female candidates was elected. Third, women representation in the provincial parliament Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) increased when compared with the results of the election of 2004, from 9 seats in 2009 elections to 12 seats, so there 1 enelitian ini adalah kerjasama Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI dengan usat Studi Hukum Konstitusi (SHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2010.

Akademika is an increase of 33%. in Gunung Kidul district legislature also increased the number of seats of women when compared with the acquisition of seats in the elections of 2004, from a seat in the 2009 election to 6 seats, so there is 500%. Sleman district legislature in the 2004 elections the number of women seats and as many as 6 seats in the 2009 election to 8 seats. So the increase of about 33%. in Yogyakarta city parliament also increased the number of seats in 2004 elections from 5 to 6 seats in 2009 elections. Thus, there is an increase of 20%. Kulonprogo parliament,the seats for women who gained in the 2004 elections and are 4 seats in the 2009 election into 4 seats so that there is an increase of 25%, and in Bantul Regency 2004 election results there are only 5 seats for women, in the 2009 election to 6 people or up 20%. Fourth, the concern that the ruling number 22-24/UU-VI/2008 inhibit affirmative action policy has not been proven in Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), because the acquisition of women s seats in parliament and city districts in Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) even more increased when compared to the acquisition in 2004 election. Keywords: Affirmative Action, Women Representation, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ENDAHUUAN Tepat pada Selasa 23 Desember 2008 Mahkamah Konstitusi membacakan putusannya atas erkara Nomor 22/UU-VI/2008 dan Nomor 24/UU-VI/2008 tentang erkara ermohonan engujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang emilu Anggota DR, DD dan DRD. utusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan para emohon dengan membatalkan asal 214 yang amar putusannya berbunyi sebagai berikut;...menyatakan asal 214 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang emilihan Umum Anggota Dewan erwakilan Rakyat, Dewan erwakilan Daerah, dan Dewan erwakilan Rakyat Daerah (embaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan embaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836) bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2 2 utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 tentang engujian Undang- Undang (UU) UU No. 10 Tahun 2008 tentang emilu. 226 Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010

Implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 terhadap Kebijakan Affirmative Action Keterwakilan erempuan di DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota se-daerah Istimewa Yogyakarta ebih lanjut Mahkamah berpendapat: Ketentuan asal 214 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e UU 10/2008 yang menentukan bahwa calon terpilih adalah calon yang mendapat di atas 30% (tiga puluh per seratus) dari B, atau menempati nomor urut lebih kecil, jika tidak ada yang memperoleh 30% (tiga puluh per seratus) dari B, atau yang menempati nomor urut lebih kecil jika yang memperoleh 30% (tiga puluh per seratus) dari B lebih dari jumlah kursi proporsional yang diperoleh suatu partai politik peserta emilu adalah inkonstitusional. Inkonstitusional karena bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat sebagaimana telah diuraikan di atas dan dikualifisir bertentangan dengan prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam asal 28D ayat (1) UUD 1945. Hal tersebut merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat jika kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif akan benarbenar melanggar kedaulatan rakyat dan keadilan, jika ada dua orang calon yang mendapatkan suara yang jauh berbeda secara ekstrem terpaksa calon yang mendapat suara banyak dikalahkan oleh calon yang mendapat suara kecil, karena yang mendapat suara kecil nomor urutnya lebih kecil. 3 Seiring dengan keluarnya putusan tersebut, berbagai macam perbedaan pendapat menyeruak kepermukaan di tengah-tengah publik. Ada yang mendukung, namun tidak sedikit pula yang menentangnya. Bagi mereka yang kontra, sebagian besar berasal dari kaum perempuan, SM perempuan dan para pegiat isu gender. Menurut mereka putusan MK ini dianggap telah menafikan ketentuan affirmative action sebagaimana diatur dalam UU emilu. asal 55 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2008 menyatakan Di dalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang perempuan bakal calon. Oleh karenanya beberapa calon legislatif (caleg) yang berada di nomor urut kecil caleg perempuan utamanya merasa dirugikan atas putusan ini. Seperti diketahui, sebagai upaya untuk menciptakan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan di Indonesia dalam segala aspek kehidupan khususnya di bidang politik, DR bersama emerintah telah mengambil kebijakan affirmasi yang kemudian dituangkan dalam asal 53 dan 55 ayat (2) UU emilu serta 3 Ibid Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010 227

Akademika dipertegas lagi dalam asal 214 huruf e, yang menyatakan Dalam hal tidak ada calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari B, maka calon terpilih ditetapkan berdasarkan nomor urut. Harapannya jelas, yaitu untuk mendorong keterwakilan perempuan di parlemen lebih representatif. Kebijakan ini diambil untuk menjamin hak-hak politik perempuan yang selama ini dalam kultur dan pemahaman ajaran keagamaan yang salah dalam kehidupan kita masih sering mengalami diskriminasi oleh kaum pria. Wanita dalam perspektif sebagian besar orang Indonesia dengan budaya patriarki yang masih kuat, dianggap lebih rendah kedudukannya dibandingkan laki-laki. Sehingga stigma negatif yang selalu muncul bahwa tugas pokok dari seorang perempuan tidak lebih dari sekedar urusan rumah tangga. erempuan masih dianggap tabu untuk terjun dalam dunia politik. Walaupun putusan MK Nomor 22-24/UU-VI/2008 tidak membatalkan asal 55 ayat (2) UU No. 10 tahun 2008, sebagaimana dimohonkan oleh emohon pertama, tetapi semangat dari isi pasal tersebut menjadi tidak bermakna seiring ditetapkannya suara terbanyak dalam pembagian kursi caleg pada emilu 2009. Berdasarkan sistem penetapan caleg menurut nomor urut sebagaimana diatur dalam asal 214 UU emilu yang kemudian dibatalkan oleh MK tersebut merupakan rangkaian kebijakan yang tidak bisa dipisahkan dengan kebijakan affirmatif action sebagaimana diatur dalam asal 53 dan 55 ayat (2) di atas. 4 Adapun pihak yang mendukung putusan MK ini terutama dari kalangan caleg yang menempati nomor urut besar. Akibat putusan ini mereka sangat diuntungkan karena dengan sistem suara terbanyak, mereka mempunyai kesempatan yang sama dan setara untuk berkompetisi menjadi anggota legislatif sama seperti mereka yang menduduki nomor urut kecil. Selain karena alasan persamaan kedudukan tersebut, mereka yang mengapresiasi putusan MK ini menganggap bahwa hal ini merupakan salah satu langkah atau cara untuk memperbaiki kualitas dan akuntabilitas tidak hanya bagi caleg terpilih, tetapi 4 endapat berbeda (Dissenting Opinion) Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dalam utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008, hlm. 112. 228 Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010

Implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 terhadap Kebijakan Affirmative Action Keterwakilan erempuan di DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota se-daerah Istimewa Yogyakarta juga pada lembaga parlemen Indonesia secara keseluruhan. Sehingga diharapkan DR benar-benar menjadi lembaga yang mengerti dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Serta bentuk penghormatan terhadap suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang sebenarnya, yang pada akhirnya diharapkan bisa mendorong pertumbuhan proses demokratisasi ke arah yang lebih baik di tengah cengkraman kuat dominasi pimpinan parpol dalam penetapan calon anggota legislatif. Bagaimanapun juga, harus disadari bahwa dalam alam demokrasi berlaku asas vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara tuhan). Artinya, siapa yang memperoleh suara terbanyak dalam sebuah pemilihan umum, maka dia berhak sebagai pemenang. Memang harus diakui bahwa sistem penetapan caleg terpilih sebenarnya hanya salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi kualitas akuntabilitas wakil rakyat dan parlemen. Sistem nomor urut bisa saja lebih baik apabila parpol-parpol peserta pemilu melakukan seleksi caleg secara transparan, partisipatif, dan demokratis. Artinya, urutan nama dalam daftar caleg disusun atas dasar kompetensi dan kualifikasi para caleg, bukan berdasarkan relasi personal caleg dengan pimpinan partai. Akan tetapi, dalam situasi di mana sebagian daftar caleg disusun atas dasar selera subyektif pimpinan partai, kedekatan personal, dan kontribusi dana para caleg, sistem suara terbanyak merupakan pilihan terbaik. 5 Menurut kelompok kedua ini, dengan dihapuskannya sistem nomor urut diganti dengan suara terbanyak semakin menegaskan kokohnya demokrasi konstitusi di tanah air 6 serta secara tidak langsung telah mengakhiri kediktatoran petinggi-petinggi parpol yang selama ini sangat berkuasa penuh dalam menentukan nomor urut calegnya. Siapa yang akan menduduki nomor urut terkecil dalam daftar caleg, kemudian lebih banyak ditentukan oleh kedekatan personal atau emosional bahkan pendekatan uang dan jarang sekali karena pertimbangan kompetensi. Terlepas dari beragam pendapat masyarakat baik yang setuju maupun menentangnya, putusan MK haruslah kita hormati dan patuhi, karena sesuai ketentuan asal 47 UU No 24 Tahun 2003 5 Syamsuddin Haris, Suara Terbanyak dan Kualitas arlemen, Kompas, Senin, 5 Januari 2009. 6 Denny Indrayana, Menegakkan Daulat Rakyat, Kompas, Selasa, 6 Januari 2009 Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010 229

Akademika tentang MK menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi mempunyai kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Itu artinya, sejak suatu perkara itu telah diputus oleh MK, maka sejak saat itu pula putusan tersebut sah menjadi hukum. endapat yang mempertanyakan, atau bahkan menolak putusan MK adalah keniscayaan dan kewajaran dalam iklim demokratis. Namun, kita semua harusnya tunduk pada aturan main bahwa putusan MK adalah final dan mengikat, maka siapa pun, termasuk parpol, KU, serta masyarakat wajib menghormatinya. 7 Kini pemilu legislatif 2009 telah lama usai. Anggota DR, DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota serta anggota DD periode 2009-2014 telah terpilih. ertanyaan mendasar yang perlu dijawab kemudian adalah, bagaimanakah implikasi putusan MK tentang suara terbanyak tersebut berkaitan dengan kebijakan affirmasi. Benarkah putusan MK itu telah terbukti semakin membuat suram atas upaya untuk mendorong semakin banyaknya keterwakilan perempuan di parlemen ataukah justru caleg perempuan diuntungkan dengan adanya putusan suara terbanyak itu, dengan asumsi bahwa caleg perempuan dalam berkompetisi pada pemilu legislatif tahun 2009 kemarin bisa lebih leluasa berkompetisi dan tidak lagi terikat dengan nomor urutnya. ertanyaan dasar inilah yang ingin diteliti dalam penelitian ini. Berbeda dengan perkara perdata, di mana putusan hakim hanya mengikat bagi para pihak yang berkepentingan saja, putusan Mahkamah Konstiusi berlaku tidak hanya bagi pemohon tetapi juga terhadap seluruh rakyat Indonesia secara umum atau bersifat erga omnes. Begitu juga dengan putusan MK Nomor 22-24/UU- VI/2008 ini mengikat dan berlaku bagi semua daerah pemilihan (dapil) di seluruh Indonesia tidak terkecuali bagi DIY. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada implementasi utusan MK Nomor 22-24/UU-VI/2008 di DRD rovinsi DIY dan di seluruh DRD Kabupaten/kota se-diy. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana implikasi utusan MK Nomor 22-24/UU-VI/2008 terhadap kebijakan 7 Ibid 230 Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010

Implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 terhadap Kebijakan Affirmative Action Keterwakilan erempuan di DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota se-daerah Istimewa Yogyakarta affirmative action keterwakilan perempuan di DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota se-daerah Istimewa Yogyakarta? Objek enelitian Objek dalam penelitian ini adalah utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 tentang erkara ermohonan engujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang emilihan Umum Anggota Dewan erwakilan Rakyat, Dewan erwakilan Daerah, dan Dewan erwakilan Rakyat Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan implikasinya terhadap kebijakan affirmative action keterwakilan perempuan di DRD rovinsi dan DRD Kabupaten/Kota se-diy. Metode endekatan enelitian ini menggunakan pendekatan kasus (case approach) dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu penelitian ini yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus ini adalah ratio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. 8 Di samping itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis-sosiologis yaitu meneliti implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 terhadap kebijakan affirmative action keterwakilan perempuan di DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota se-daerah Istimewa Yogyakarta. Analisis Analisis yang digunakan adalah kualitatif. engolahan bahan hukum pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi. Bahan hukum yang sudah disistematisasi kemudian dianalisis secara kualitatif. okasi enelitian Kantor Dewan erwakilan Rakyat Daerah rovinsi DIY, DRD Kabupaten Sleman, DRD Kabupaten Bantul, DRD Kabupaten 8 eter Mahmud Marzuki, enelitian Hukum, Edisi ertama, Ctk. Kelima, Kencana renada Media, Jakarta, 2009, hlm. 94 Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010 231

Akademika Gunung Kidul, DRD Kabupaten Kulonprogo, dan DRD Kota Yogyakarta serta Kantor KUD rovinsi dan kabupaten/kota se-diy. HASI ENEITIAN A. Gambaran Umum artai olitik eserta emilu DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota DIY 1. artai olitik eserta emilu DRD rovinsi DIY Secara nasional jumlah partai politik (arpol) yang lolos verifikasi oleh KU sebagai peserta pemilu legislatif 2009 sebanyak 44 parpol dengan rincian sebagai berikut: 16 arpol lolos pemilu berdasarkan asal 315 dan 316 UU emilu No. 10 Tahun 2008 yaitu: artai Golkar (artai Golongan Karya), DI- (artai Demokrasi Indonesia erjuangan), (artai ersatuan embangunan), artai Demokrat, AN (artai Amanat Nasional), KB (artai Kebangkitan Bangsa), KS (artai Keadilan Sejahtera), BB (artai Bulan Bintang), BR (artai Bintang Reformasi), DS (artai Damai Sejahtera), artai Nasional Indonesia Marhaenisme (NI Marhaenisme), artai ersatuan Demokrasi Kebangsaan (DK), artai elopor, artai Karya eduli Bangsa (KB), artai enegak Demokrasi Indonesia (DI), dan artai Keadilan dan ersatuan Indonesia (KI). 18 arpol lolos pemilu yang memenuhi verifikasi faktual KU yaitu: artai Hanura (artai Hati Nurani Rakyat), artai eduli Rakyat Nasional (RN), artai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), artai emuda Indonesia (I), artai Matahari Bangsa (MB), artai Demokrasi embaruan (D), artai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (NBKI), artai ersatuan Daerah (D), artai atriot, artai Kebangkitan Nasional Ulama (KNU), artai engusaha dan ekerja Indonesia (I), artai Karya erjuangan (K), artai Barisan Nasional (BN), artai Republik Nusantara (RN), artai erjuangan Indonesia Baru (IB), artai Kedaulatan, artai Indonesia Sejahtera (IS), dan artai Kasih Demokrasi Indonesia (KDI). 4 artai lolos hasil Keputusan engadilan Tata Usaha Negara (TUN) yaitu: artai Buruh, artai Sarikat Indonesia (SI), artai Merdeka, dan artai ersatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (NUI). 232 Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010

Implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 terhadap Kebijakan Affirmative Action Keterwakilan erempuan di DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota se-daerah Istimewa Yogyakarta 6 arpol okal NAD Nanggoe Aceh Darussalam yaitu: artai Rakyat Aceh, artai Aceh, artai Bersatu Atjeh, artai Suara Independen Rakyat Aceh, artai Aceh Aman Seujahtera, dan artai Daulat Atjeh. Dari keseluruhan 44 parpol tersebut, hanya sebanyak 35 parpol saja yang ikut menjadi peserta pemilu legislatif tingkat rovinsi di DIY. Adapun nama-nama parpol tersebut adalah: artai Hati Nurani Rakyat (HANURA), artai Karya eduli Bangsa (KB), artai engusaha dan ekerja Indonesia (-I), artai eduli Rakyat Nasional (RN), artai gerakan Indonesia Raya (Gerindra), artai Barisan Nasional, artai Keadilan ersatuan Indonesia (KI), artai Keadilan Sejahtera (KS), artai Amanat Nasional (AN), artai ersatuan Daerah (D), artai Kebangkitan Bangsa (KB), artai emuda Indonesia, artai Nasionalisme Indonesia- Marhaenisme (NI-Marhaenisme), artai Demokrasi embaruan (D), artai Karya erjuangan (K), artai Matahari Bangsa (MB), artai Demokrasi Kebangsaan, artai Republika Nusantara (RepublikaN), artai elopor, artai Golongan Karya (Golkar),artai ersatuan embangunan (), artai Damai Sejahtera (DS), artai Nasional Benteng Kemerdekaan Indonesia (NBKI), artai Bulan Bintang (BB), artai Demokrasi Indonesia erjuangan (DI), artai Bintang Reformasi (BR), artai atriot, artai Demokrat (D), artai Kasih Demokrasi Indonesia (KDI), artai Indonesia Sejahtera (IS), artai Kebangkitan Nasional Ulama (KNU), artai Merdeka (M), artai ersatuan Nahdhatul Ummah Indonesia, artai Serikat Indonesia (SI), dan artai Buruh (B) dengan jumlah total calon anggota legislatif DRD DIY yaitu 606 orang, tercatat 4 caleg mengundurkan diri. Sementara jumlah kursi di DRD DIY yang diperebutkan adalah 55 kursi. 9 asal 53 UU emilu menyatakan, Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam asal 52 memuat paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus) keterwakilan perempuan. Dari ke-35 parpol yang menjadi kontestan dalam pemilu legislatif di tingkat rovinsi DIY tersebut sebanyak 13 parpol atau 37% memenuhi kuota 30% perempuan. 9 24 arpol Tak enuhi 30 ersen Keterwakilan erampuan, Kompas, Jumat, 31 Oktober 2008. Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010 233

Akademika Sementara 22 parpol lainnya atau sebanyak 62, 86% tidak memenuhi ketentuan kuota 30% perempuan ini. Data yang dirilis oleh KU rovinsi DIY tentang respon parpol dalam perbaikan berkas pencalonan kuota 30% perempuan menunjukkan bahwa paska perbaikan berkas, parpol yang sebelumnya tidak memenuhi 30% kuota perempuan menjadi memenuhi sebanyak 5 parpol atau 14, 29% yaitu artai engusaha dan ekerja Indonesia (-I), artai Keadilan ersatuan Indonesia (KI), artai Nasional Benteng Kemerdekaan Indonesia (NBKI), artai Bulan Bintang (BB), dan artai Kasih Demokrasi Indonesia (KDI). arpol yang awalnya memenuhi kuota 30% perempuan dan tetap memenuhi paska perbaikan berkas sebanyak 8 parpol atau 22, 86% yaitu artai Hati Nurani Rakyat (HANURA), artai Karya eduli Bangsa (KB), artai Keadilan Sejahtera (KS), artai Amanat Nasional (AN), artai Golongan Karya (Golkar), artai Damai Sejahtera (DS), artai Demokrat (D), dan artai Indonesia Sejahtera (IS). Sementara parpol yang sebelumnya tidak memenuhi namun paska perbaikan berkas menjadi memenuhi kuota 30% perempuan sebanyak 17 parpol atau 48, 57% yaitu artai gerakan Indonesia Raya (Gerindra), artai Barisan Nasional, artai Kebangkitan Bangsa (KB), artai emuda Indonesia, artai Demokrasi embaruan (D), artai Karya erjuangan (K), artai Matahari Bangsa (MB), artai Demokrasi Kebangsaan, artai Republika Nusantara (RepublikaN), artai elopor, artai ersatuan embangunan (), artai Demokrasi Indonesia erjuangan (DI), artai Bintang Reformasi (BR), artai atriot, artai Merdeka, artai Serikat Indonesia, dan artai Buruh. Adapun parpol yang sebelumnya memenuhi kuota 30% perempuan namun pasca perbaikan berkas justru menjadi tidak memenuhi sebanyak 5 parpol atau 14, 29% yaitu artai eduli Rakyat Nasional (RN), artai ersatuan Daerah (D), artai Nasionalisme Indonesia-Marhaenisme (NI-Marhaenisme), artai Kebangkitan Nasional Ulama (KNU), dan artai ersatuan Nahdhatul Ummah Indonesia. Walaupun ada ketentuan agar setiap parpol memuat paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus) keterwakilan perempuan, tetapi ketentuan ini tidak bersifat imperatif karena bagi parpol 234 Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010

Implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 terhadap Kebijakan Affirmative Action Keterwakilan erempuan di DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota se-daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak mampu memenuhinya tetap dapat menjadi peserta pemilu. KU hanya akan meminta alasan tertulis kepada parpol yang bersangkutan mengapa tidak dapat memenuhi kuota 30% keterwakilan perempuan dalam daftar bakal calon dan KU akan mengumumkan secara luas melalui media cetak dan media elektronik nama-nama partai politik yang tidak memenuhi ketentuan kuota 30% keterwakilan perempuan tersebut. asal 27 huruf d eraturan Komisi emilihan Umum Nomor 18 Tahun 2008 Tentang edoman Teknis encalonan Anggota Dewan erwakilan Rakyat, Dewan erwakilan Rakyat Daerah rovinsi, dan Dewan erwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Dalam emilihan Umum Tahun 2009 menyatakan: Apabila hasil penelitian berkenaan dengan keterwakilan jumlah calon perempuan sekurangkurangnya 30% (tiga puluh per seratus) dari jumlah calon yang ditetapkan untuk satu daerah pemilihan sebagaimana dimaksud dalam asal 26 huruf d, ternyata kurang dari ketentuan jumlah sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh per seratus), KU, KU rovinsi, dan KU Kabupaten/Kota: 1. memberikan kesempatan kepada partai politik yang bersangkutan untuk memperbaiki daftar bakal calon tersebut, sehingga memenuhi ketentuan sekurangkurangnya 30% (tiga puluh per seratus); 2. dalam hal partai politik yang bersangkutan tidak dapat memenuhi ketentuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh per seratus), partai politik yang bersangkutan wajib menyampaikan alasan secara tertulis kepada KU, KU rovinsi dan KU Kabupaten/ Kota; 3. partai politik yang tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penempatan nomor urut bakal calon perempuan dalam daftar bakal calon partai politik yang bersangkutan pada nomor urut kecil; 4. KU, KU rovinsi, dan KU Kabupaten/Kota mengumumkan secara luas melalui media cetak dan media elektronik namanama partai politik yang tidak memenuhi ketentuan sekurangkurangnya 30% (tiga puluh per seratus) dalam daftar calon sementara/daftar calon tetap anggota DR, DRD rovinsi, dan DRD Kabupaten/Kota, yaitu angka prosentase keterwakilan perempuan masing-masing partai politik yang dinyatakan melanggar ketentuan asal 57 Undang-Undang. Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010 235

Akademika 2. artai olitik eserta emilu DRD Kabupaten/kota se-diy 2.1. Kabupaten Kulon rogo Total keseluruhan 44 partai politik peserta pemilu 2009 yang ditetapkan oleh KU, hanya 28 parpol yang menjadi peserta pemilu legislatif di tingkat Kabupaten Kulon rogo DIY yaitu, artai Hati Nurani Rakyat (HANURA), artai Karya eduli Bangsa (KB), artai eduli Rakyat Nasional (RN), artai gerakan Indonesia Raya (Gerindra), artai Barisan Nasional, artai Keadilan ersatuan Indonesia (KI), artai Keadilan Sejahtera (KS), artai Amanat Nasional (AN), artai ersatuan Daerah (D), artai Kebangkitan Bangsa (KB),artai emuda Indonesia, artai Demokrasi embaruan (D), artai Matahari Bangsa (MB), artai Demokrasi Kebangsaan (DK), artai elopor, artai Golongan Karya (Golkar), artai ersatuan embangunan (), artai Damai Sejahtera (DS), artai Nasional Benteng Kemerdekaan Indonesia (NBKI), artai Bulan Bintang (BB), artai Demokrasi Indonesia erjuangan (DI), artai Bintang Reformasi (BR), artai atriot, artai Demokrat (D), artai Kebangkitan Nasional Ulama (KNU), artai Merdeka, artai ersatuan Nahdatul Umah Indonesia, dan artai Serikat Indonesia. caleg keseluruhan dari 28 parpol tersebut adalah 379 orang dengan perbandingan antara jumlah caleg laki-laki dan perempuan adalah 250 caleg laki-laki dan 129 caleg perempuan atau 65, 96% : 34, 04% dengan jumlah kursi yang tersedia di DRD Kulon rogo sebanyak 40 kursi. Sementara itu dari ke-28 parpol peserta pemilu legislatif DRD Kabupaten Kulon rogo tersebut sebanyak 17 parpol atau 60,71% memenuhi ketentuan kuota 30% caleg perempuan yaitu, artai Hati Nurani Rakyat (HANURA), artai Karya eduli Bangsa (KB), artai eduli Rakyat Nasional (RN), artai gerakan Indonesia Raya (Gerindra), artai Barisan Nasional, artai Keadilan ersatuan Indonesia (KI), artai Keadilan Sejahtera (KS), artai ersatuan Daerah (D), artai Kebangkitan Bangsa (KB), artai elopor, artai Golongan Karya (Golkar), artai ersatuan embangunan (), artai Demokrasi Indonesia erjuangan (DI), artai Bintang 236 Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010

Implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 terhadap Kebijakan Affirmative Action Keterwakilan erempuan di DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota se-daerah Istimewa Yogyakarta Reformasi (BR), artai atriot, artai Demokrat (D), artai ersatuan Nahdatul Umah Indonesia, artai Serikat Indonesia. Adapun parpol yang tidak memenuhi kuota 30% caleg perempuan sebanyak 11 parpol atau 39, 29% yaitu artai Amanat Nasional (AN), artai emuda Indonesia, artai Demokrasi embaruan (D), artai Matahari Bangsa (MB), artai Demokrasi Kebangsaan, artai ersatuan embangunan (), artai Damai Sejahtera (DS), artai Nasional Benteng Kemerdekaan Indonesia (NBKI), artai Bulan Bintang (BB), artai Kebangkitan Nasional Ulama (KNU), dan artai Merdeka. 2.2. Kabupaten Gunung Kidul Di Kabupaten Gunung Kidul DIY, jumlah partai politik yang mengikuti pemilu DRD sebanyak 34 parpol yaitu artai Hati Nurani Rakyat (HANURA), artai Karya eduli Bangsa (KB), artai engusaha dan ekerja Indonesia (-I), artai eduli Rakyat Nasional (RN), artai gerakan Indonesia Raya (Gerindra), artai Barisan Nasional, artai Keadilan ersatuan Indonesia (KI), artai Keadilan Sejahtera (KS), artai Amanat Nasional (AN), artai erjuangan Indonesia Baru (IB), artai ersatuan Daerah (D), artai Kebangkitan Bangsa (KB), artai Nasionalisme Indonesia- Marhaenisme (NI-Marhaenisme), artai Demokrasi embaruan (D), artai Karya erjuangan (K), artai Matahari Bangsa (MB), artai enegak Demokrasi Indonesia, artai Demokrasi Kebangsaan, artai Republika Nusantara (RepublikaN), artai Golongan Karya (Golkar), artai ersatuan embangunan (), artai Damai Sejahtera (DS), artai Nasional Benteng Kemerdekaan Indonesia (NBKI), artai Bulan Bintang (BB), artai Demokrasi Indonesia erjuangan (DI), artai Bintang Reformasi (BR), artai atriot, artai Demokrat (D), artai Kasih Demokrasi Indonesia (KDI), artai Indonesia Sejahtera (IS), artai Kebangkitan Nasional Ulama (KNU), artai Merdeka, artai Serikat Indonesia (SI), dan artai Buruh. Dari ke 34 parpol tersebut, jumlah keseluruhan calegnya adalah 464 orang yang terbagi atas 317 orang caleg laki-laki atau 68, 32% dan 147 caleg perempuan atau 31, 68%. Sementara kursi yang diperebutkan untuk DRD Gunung Kidul sebanyak 45 kursi. Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010 237

Akademika Adapun parpol yang memenuhi ketentuan kuota 30% caleg perempuan sebanyak 21 parpol atau 61,76% yaitu artai Hati Nurani Rakyat (HANURA), artai engusaha dan ekerja Indonesia (-I), artai eduli Rakyat Nasional (RN), artai gerakan Indonesia Raya (Gerindra), artai Barisan Nasional, artai Keadilan ersatuan Indonesia (KI), artai Keadilan Sejahtera (KS), artai Amanat Nasional (AN), artai Kebangkitan Bangsa (KB), artai Demokrasi embaruan (D), artai Karya erjuangan (K), artai Demokrasi Kebangsaan, artai Republika Nusantara (RepublikaN), artai Nasional Benteng Kemerdekaan Indonesia (NBKI), artai Bintang Reformasi (BR), artai atriot, artai Demokrat (D), artai Kasih Demokrasi Indonesia (KDI), artai Indonesia Sejahtera (IS), artai Merdeka, dan artai Buruh. Sementara parpol yang tidak memenuhi kuota 30% perempuan 13 parpol atau 38, 24% yaitu, artai Karya eduli Bangsa (KB), artai erjuangan Indonesia Baru (IB), artai ersatuan Daerah (D), artai Nasionalisme Indonesia-Marhaenisme (NI-Marhaenisme), artai Matahari Bangsa (MB), artai enegak Demokrasi Indonesia, artai Golongan Karya (Golkar), artai ersatuan embangunan (), artai Damai Sejahtera (DS), artai Bulan Bintang (BB), artai Demokrasi Indonesia erjuangan (DI), artai Kebangkitan Nasional Ulama (KNU), artai Sarikat Indonesia (SI). 2.3. Kabupaten Sleman partai politik yang mengajukan calon legislatif (caleg) pada pemilu 2009 di tingkat Kabupaten Sleman sebanyak 35 parpol dengan total keseluruhan caleg sebanyak 580 orang yang terbagi atas caleg laki-laki sebanyak 383 orang atau 66, 03% dan caleg perempuan 197 orang atau 33, 97%. Adapun jumlah kursi DRD Sleman pada pemilu 2009 adalah 50 kursi. Rincian nama-nama ke 35 parpol tersebut adalah, artai Hati Nurani Rakyat, artai Karya eduli Bangsa, artai engusaha dan ekerja Indonesia, artai eduli Rakyat Nasional, artai Gerakan Indonesia Raya, artai Barisan Nasional, artai Keadilan dan ersatuan Indonesia, artai Keadilan Sejahtera, artai Amanat Nasional, artai ersatuan Daerah, artai Kebangkitan Bangsa, artai emuda Indonesia, artai Nasional Indonesia Marhaenisme, 238 Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010

Implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 terhadap Kebijakan Affirmative Action Keterwakilan erempuan di DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota se-daerah Istimewa Yogyakarta artai Demokrasi embaruan, artai Karya erjuangan, artai Matahari Bangsa, artai Demokrasi Kebangsaan, artai Republika Nusantara,artai elopor, artai Golongan Karya, artai ersatuan embangunan, artai Damai Sejahtera, artai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia, artai Bulan Bintang,artai Demokrasi Indonesia erjuangan, artai Bintang Reformasi, artai atriot, artai Demokrat, artai Kasih Demokrasi Indonesia, artai Indonesia Sejahtera, artai Kebangkitan Nasional Ulama. Dari semua parpol yang menjadi peserta pemilu di tingkat DRD Kabupaten Sleman di atas, sebanyak 22 parpol atau 62, 86% memenuhi ketentuan kuota 30% caleg perempuan. Ke 22 parpol tersebut adalah artai Hati Nurani Rakyat, artai engusaha dan ekerja Indonesia, artai eduli Rakyat Nasional, artai Gerakan Indonesia Raya, artai Keadilan dan ersatuan Indonesia, artai Keadilan Sejahtera, artai Amanat Nasional, artai Kebangkitan Bangsa, artai Demokrasi embaruan, artai Karya erjuangan, artai Matahari Bangsa, artai Republika Nusantara, artai Golongan Karya, artai Damai Sejahtera, artai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia, artai Bulan Bintang, artai Bintang Reformasi, artai atriot, artai Demokrat, artai Kasih Demokrasi Indonesia, artai Indonesia Sejahtera, artai Merdeka. Sementara itu, jumlah parpol yang tidak memenuhi minimal kuota 30% perempuan sebanyak 13 parpol atau 37, 14% yaitu artai Karya eduli Bangsa, artai Barisan Nasional, artai ersatuan Daerah, artai emuda Indonesia, artai Nasional Indonesia Marhaenisme, artai Demokrasi Kebangsaan, artai elopor, artai ersatuan embangunan, artai Demokrasi Indonesia erjuangan, artai Kebangkitan Nasional Ulama, artai ersatuan Nahdhatul Ummah Indonesia, artai Serikat Indonesia, artai Buruh. 2.4. Kabupaten Bantul Sebanyak 34 parpol tercatat mengajukan calon/ikut berpartisipasi dalam pemilu legislatif 2009 di tingkat Kabupaten Bantul. Ke 34 parpol tersebut adalah, artai Hati Nurani Rakyat, artai Karya eduli Bangsa,artai engusaha dan ekerja Indonesia, artai eduli Rakyat Nasional,artai Gerakan Indonesia Raya, artai Barisan Nasional, artai Keadilan dan ersatuan Indonesia,artai Keadilan Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010 239

Akademika Sejahtera, artai Amanat Nasional, artai ersatuan Daerah, artai Kebangkitan Bangsa, artai emuda Indonesia, artai Nasional Indonesia Marhaenisme,artai Demokrasi embaruan, artai Karya erjuangan, artai Matahari Bangsa, artai Demokrasi Kebangsaan, artai Republika Nusantara,artai elopor, artai Golongan Karya, artai ersatuan embangunan,artai Damai Sejahtera, artai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia, artai Bulan Bintang, artai Demokrasi Indonesia erjuangan, artai Bintang Reformasi, artai atriot, artai Demokrat, artai Kasih Demokrasi Indonesia, artai Indonesia Sejahtera, artai Kebangkitan Nasional Ulama, artai Merdeka, artai ersatuan Nahdhatul Ummah Indonesia, artai Serikat Indonesia. keseluruhan caleg yang ada adalah 534 orang yang terdiri atas caleg laki-laki 359 orang atau 67, 23% dan caleg perempuan 175 orang atau 32, 77% dengan jumlah kursi DRD Bantul yang tersedia pada pemilu 2009 sebanyak 45 kursi. Dari 34 parpol yang ikut dalam pemilu DRD Kabupaten Bantul tersebut, tercatat 20 parpol memenuhi kuota 30% perempuan dalam pencalonan yaitu artai Hati Nurani Rakyat, artai engusaha dan ekerja Indonesia, artai Gerakan Indonesia Raya, artai Keadilan dan ersatuan Indonesia, artai Keadilan Sejahtera, artai ersatuan Daerah, artai emuda Indonesia,artai Nasional Indonesia Marhaenisme, artai Demokrasi embaruan, artai Matahari Bangsa,artai Demokrasi Kebangsaan, artai elopor,artai Golongan Karya, artai ersatuan embangunan, artai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia, artai Bulan Bintang, artai Bintang Reformasi, artai Kasih Demokrasi Indonesia, artai Indonesia Sejahtera,artai Serikat Indonesia. Sementara sisanya sebanyak 14 parpol tidak mampu memenuhi minimal kuota 30% perempuan yaitu artai Karya eduli Bangsa, artai eduli Rakyat Nasional, artai Barisan Nasional, artai Amanat Nasional, artai Kebangkitan Bangsa, artai Karya erjuangan, artai Republika Nusantara, artai Damai Sejahtera, artai Demokrasi Indonesia erjuangan, artai atriot, artai Demokrat, artai Kebangkitan Nasional Ulama, artai Merdeka, artai Nahdhatul Ummah Indonesia. 240 Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010

Implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 terhadap Kebijakan Affirmative Action Keterwakilan erempuan di DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota se-daerah Istimewa Yogyakarta 2.5. Kota Yogyakarta emilu legislatif DRD Kota Yogyakarta 2009 diikuti oleh 32 partai politik dengan total jumlah caleg 526 orang yang terbagi atas 344 caleg laki-laki atau sebanyak 65, 40% dan 182 caleg perempuan atau sebanyak 34, 60%. kursi untuk DRD Kota Yogyakarta pada pemilu 2009 adalah 40 kursi. Adapun nama-nama ke 32 parpol kontestan tersebut adalah artai Hati Nurani Rakyat, artai Karya eduli Bangsa, artai engusaha dan ekerja Indonesia, artai eduli Rakyat Nasional, artai Gerakan Indonesia Raya, artai Barisan Nasional, artai Keadilan dan ersatuan Indonesia, artai Keadilan Sejahtera, artai Amanat Nasional, artai ersatuan Daerah, artai Kebangkitan Bangsa, artai emuda Indonesia, artai Nasional Indonesia Marhaenisme, artai Demokrasi embaruan, artai Karya erjuangan, artai Matahari Bangsa, artai Demokrasi Kebangsaan, artai Republika Nusantara, artai Golongan Karya, artai ersatuan embangunan, artai Damai Sejahtera, artai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia, artai Bulan Bintang, artai Demokrasi Indonesia erjuangan, artai Bintang Reformasi, artai atriot, artai Demokrat, artai Kasih Demokrasi Indonesia, artai Kebangkitan Nasional Ulama, artai Merdeka, artai Serikat Indonesia, dan artai Buruh. Berdasarkan Rekapitulasi Daftar Calon Tetap Calon Anggota DRD Kota Yogyakarta emilu 2009 tercatat ada beberapa parpol yang telah memenuhi kuota 30% keterwakilan perempuan dalam daftar calon. Namun beberapa diantaranya lagi ada yang tidak memenuhinya. Beberapa parpol yang memenuhi kuota 30% keterwakilan caleg perempuan sebanyak 19 parpol yaitu: artai Karya eduli Bangsa, artai eduli Rakyat Nasional, artai Gerakan Indonesia Raya, artai Barisan Nasional, artai Keadilan dan ersatuan Indonesia, artai Keadilan Sejahtera, artai Amanat Nasional, artai ersatuan Daerah, artai Kebangkitan Bangsa, artai Karya erjuangan, artai Matahari Bangsa, artai Demokrasi Kebangsaan, artai Republika Nusantara, artai Golongan Karya, artai Damai Sejahtera, artai Demokrat, artai Kasih Demokrasi Indonesia, artai Kebangkitan Nasional Ulama, dan artai Merdeka. Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010 241

Akademika Sementara parpol yang tidak memenuhi kuota 30% keterwakilan caleg perempuan ada 13 parpol yaitu: artai Hati Nurani Rakyat, artai engusaha dan ekerja Indonesia, artai emuda Indonesia, artai Nasional Indonesia Marhaenisme, artai Demokrasi embaruan, artai ersatuan embangunan, artai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia, artai Bulan Bintang, artai Demokrasi Indonesia erjuangan, artai Bintang Reformasi, artai atriot, artai Serikat Indonesia, dan artai Buruh. B. Simulasi enetapan erolehan Kursi emilu DRD rovinsi dan Kabupaten/kota Secara umum penyelenggaraan pemilu legislatif 2009 berdasarkan pada UU No. 10 tahun 2008 tentang emilu. KU sebagai lembaga independen penyelenggara pemilu hanya akan berpedoman kepada UU tersebut. Namun, untuk hal-hal teknis, UU pemilu tersebut memberikan kewenangan kepada KU untuk mengatur lebih lanjut ketentuan yang ada di dalamnya. Ketentuan mengenai penetapan perolehan kursi DR dan DRD rovinsi, Kabupaten/Kota dan calon terpilih diatur di Bab III UU emilu yang kemudian diatur lebih lanjut dengan eraturan Komisi emilihan Umum Nomor 15 Tahun 2009 tentang edoman Teknis enetapan dan engumuman Hasil emilihan Umum, Tatacara enetapan erolehan Kursi, enetapan Calon Terpilih dan enggantian Calon Terpilih dalam emilihan Umum Anggota Dewan erwakilan Rakyat, Dewan erwakilan Daerah, Dewan erwakilan Rakyat Daerah rovinsi, dan Dewan erwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2009. erolehan suara pemilu legislatif terdiri atas perolehan suara parpol dan perolehan suara caleg. Artinya di suatu daerah pemilihan (dapil) akan terdapat perolehan suara parpol yang berasal dari perolehan suara masing-masing caleg parpol tersebut. Bilangan pembagi pemilihan (B), secara umum dapat diartikan sebagai harga satu buah kursi. B suatu dapil diperoleh dari pembagian jumlah suara sah dengan alokasi jumlah kursi di suatu dapil. Misalnya emilu DRD rovinsi X dapil Y jumlah kursi yang diperebutkan sebanyak 10 kursi sementara jumlah suara sah ada 40.000, maka 40.000:10 = 4.000. Jadi B untuk dapil Y adalah 4.000. 242 Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010

Implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 terhadap Kebijakan Affirmative Action Keterwakilan erempuan di DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota se-daerah Istimewa Yogyakarta Berikut tabel contoh penentuan B. Tabel 1 emilu DRD rovinsi X Dapil Y Kursi yang Diperebutkan = 10 No. Nama artai olitik erolehan Suara Sah 1 A 12.750 2 B 9.250 3 C 5.750 4 D 3.500 5 E 4.050 6 F 450 7 G 1.050 8 H 740 9 I 460 Suara Sah 40.000 B = Suara Sah : Kursi = 40.000 : 10 = 4.000 1. Distribusi erolehan Kursi artai olitik enghitungan perolehan kursi partai politik dilakukan dalam dua tahap. ertama, untuk menentukan perolehan kursi DRD (rovinsi dan Kabupaten/Kota) oleh partai politik, maka terlebih dahulu diketahui jumlah suara per parpol, selanjutnya kursi dibagikan kepada parpol yang terbagi atas B yaitu parpol yang mencapai atau melebihi B (arpol B). Kedua, erhitungan tahap kedua dilakukan dengan cara ranking. Jika pada perhitungan pertama masih terdapat sisa kursi, maka sisa kursi akan dihabiskan dengan cara membagikan sisa kursi kepada parpol-parpol (baik parpol B maupun parpol non B) dengan mengurutkan suara atau sisa suara parpol parpol tersebut berdasarkan sistem rangking. arpol yang mempunyai suara paling banyak di tahap kedua ini akan mendapatkan kursi. Jika terdapat parpol dengan suara sama, sedangkan sisa kursi tidak mencukupi, maka penentuan akan dilakukan dengan cara diundi dalam rapat pleno terbuka KUD setempat. 10 10 ihat asal 47 ayat (2) eraturan KU No. 15 Tahun 2009 tentang edoman Teknis enetapan dan engumuman Hasil emilihan Umum, Tatacara enetapan erolehan Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010 243

Akademika Dengan demikian, tahapan perhitungan perolehan kursi parpol pada emilu DRD (rovinsi dan Kabupaten/Kota) terdiri atas 2 (dua) tahap, yakni sistem B (Tahap I) dan sistem rangking (Tahap II, bila terdapat sisa kursi). Berikut contoh tabel distribusi kursi pada parpol: No. Nama artai olitik erolehan Suara Sah Tabel 2 embagian Tahap I embagian Tahap II Total Kursi 1 A 12.750 3 (sisa 750) 0 (Rangk 5) 3 2 B 9.250 2 (sisa 1.250) 1 (Rangk 3) 3 3 C 5.750 1 (sisa 1.750) 1 (Rangk 2) 2 4 D 3.500 0 (sisa 3.500) 1 (Rangk 1) 1 5 E 4.050 1 (sisa 50) 0 (Rangk 9) 1 6 F 450 0 (sisa 450) 0 (Rangk 8) 0 7 G 1.050 0 (sisa 1.050) 0 (Rangk 4) 0 8 H 740 0 (sisa 740) 0 (Rangk 6) 0 9 I 460 0 (sisa 460) 0 (Rangk 7) 0 40.000 7 Kursi 3 Kursi 10 Kursi Tabel di atas menunjukkan bahwa dengan angka B sebesar 4000 (empat ribu), maka artai A akan mendapatkan 3 kursi pada pembagian tahap pertama. artai B mendapatkan 2 kursi pada pembagian tahap pertama dan 1 kursi pada pembagian tahap kedua. artai C mendapatkan 1 kursi pada pembagian tahap pertama dan 1 kursi pada pembagian tahap kedua. artai D mendapat 1 kursi pada pembagian tahap kedua. artai E mendapat 1 kursi pada pembagian tahap pertama. Sementara artai F, G, H, I tidak memperoleh kursi karena perolehan suara mereka yang kecil sehingga pembagian 10 kursi dibagi habis diantara artai A, B, C, D, dan E. 2. Mekanisme enentuan Calon Terpilih ada awalnya, penentuan calon terpilih mendasarkan pada ketentuan asal 214 (1) UU No. 10 tahun 2008 tentang emilu yang Kursi, enetapan Calon Terpilih dan enggantian Calon Terpilih dalam emilihan Umum Anggota Dewan erwakilan Rakyat, Dewan erwakilan Daerah, Dewan erwakilan Rakyat Daerah rovinsi, dan Dewan erwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2009. 244 Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010

Implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 terhadap Kebijakan Affirmative Action Keterwakilan erempuan di DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota se-daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan bahwa calon terpilih ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30% B, dengan ketentuan: 1. Jika calon yang memperoleh 30% B lebih banyak dari kursi yang diperoleh partai politik, maka kursi diberikan pada calon dengan nomor urut lebih kecil diantara calon yang memperoleh lebih dari 30% B (kecuali bagi calon yang mampu meraih 100% B). 2. Jika jumlah calon yang memperoleh 30% B lebih kecil dari kursi yang diperoleh partai politik, maka kursi yang belum terbagi didistribusikan berdasarkan nomor urut. 3. Jika tidak ada calon yang mampu meraih 30% B, maka kursi didistribusikan berdasarkan nomor urut. Namun seiring keluarnya utusan MK yaitu utusan Nomor 22-24/UU-VI/2008 tentang erkara ermohonan engujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang emilihan Umum Anggota Dewan erwakilan Rakyat, Dewan erwakilan Daerah, dan Dewan erwakilan Rakyat Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang membatalkan isi asal 214 UU emilu, sejak saat itu penetapan calon legislatif terpilih mengalami perubahan dari sebelumnya berdasar nomor urut calon menjadi suara terbanyak. asal 63 ayat 1 dan 2 eraturan KU Nomor 15 tahun 2009 menyatakan bahwa: (1) enetapan calon terpilih anggota DRD rovinsi didasarkan atas perolehan kursi partai politik peserta emilu dan suara sah nama calon yang tercantum dalam DCT Anggota DRD rovinsi di setiap daerah pemilihan. (2) enetapan calon terpilih Anggota DRD rovinsi di setiap daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan atas peringkat suara terbanyak pertama, kedua, ketiga dan seterusnya yang diperoleh tiap calon Anggota DRD rovinsi sesuai perolehan kursi partai politik peserta emilu pada daerah pemilihan yang bersangkutan. Sementara asal 73 ayat 1 dan 2 nya menetapkan bahwa: (1) enetapan calon terpilih anggota DRD Kabupaten/Kota didasarkan atas perolehan kursi partai politik peserta emilu dan suara sah nama calon yang tercantum dalam DCT Anggota DRD Kabupaten/Kota di setiap daerah pemilihan. (2) enetapan calon terpilih Anggota DRD Kabupaten/Kota di setiap daerah Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010 245

Akademika pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan atas peringkat suara terbanyak pertama, kedua, ketiga dan seterusnya yang diperoleh tiap calon Anggota DRD Kabupaten/Kota sesuai perolehan kursi partai politik peserta emilu pada daerah pemilihan yang bersangkutan. Untuk mudahnya memahami penjelasan mekanisme penentuan calon terpilih DRD rovinsi dan Kabupaten/kota tersebut di atas baik berdasarkan asal 214 UU emilu sebelum dinyatakan inkonstitusional oleh MK maupun berdasarkan sistem suara terbanyak sebagaimana isi putusan MK, berikut kami simulasikan dalam bentuk tabel: a. Contoh Kasus enetapan Calon Terpilih (I) Nama arpol = A erolehan Kursi = 3 kursi 30% B = 30% x 4.000 = 1.200 No. NAMA erolehan Suara Tabel 3 Dapat Kursi krn 30% B Dapat Kursi Krn No Urut 1 Amiruddin 31 1 2 Endang 60 3 Budiman 3.200 1 4 Joko 900 5 Tukiran 175 6 Zainab 3.500 1 7 Totok 850 8 Wawan 500 9 Azizah 950 10 Muhsin 1.190 11 Rina 195 12 oniman 1.199 Total 12.750 Catatan: jika berdasarkan ketentuan pasal 214 UU pemilu maka dalam kasus artai A, meskipun perolehan suara Muhsin dan oniman jauh melampoi suara yang mampu dikumplukan oleh Amiruddin, namun karena perolehan suara Muhsin dan oniman tidak mampu 246 Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010

Implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 terhadap Kebijakan Affirmative Action Keterwakilan erempuan di DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota se-daerah Istimewa Yogyakarta menembus 30% B, maka kursi diberikan pada Amiruddin, meskipun perolehan suaranya tidak signifikan, namun karena memiliki nomor urut yang lebih baik. Sedangkan Budiman dan Zainab meskipun memiliki nomor urut lebih besar dibanding Endang, namun karena Budiman dan Zainab mampu meraih suara di atas 30% B, maka meraka berhak memperoleh kursi tersebut. Akan tetapi bila berdasarkan putusan MK maka akan terjadi perubahan yaitu Amiruddin yang walaupun menempati nomor urut kecil tetapi perolehan suaranya lebih sedikit dibanding oniman, maka yang akan terpilih adalah oniman karena berhasil mengumpulkan suara terbanyak setelah Zainab dan Budiman. b. Contoh Kasus enetapan Calon Terpilih (II) Nama arpol = B erolehan Kursi = 3 kursi 30% B = 30% x 4.000 = 1.200 Tabel 4 No. NAMA erolehan Suara Dapat Kursi krn 30% B 1 Amiruddin 1.200 1 2 Endang 1.202 1 3 Budiman 100 4 Joko 200 5 Tukiran 275 6 Zainab 200 7 Totok 50 8 Wawan 250 9 Azizah 2.468 1 10 Muhsin 50 11 Rina 75 12 oniman 3.280 Total 9.250 Dapat Kursi Krn No Urut Catatan: jika berdasarkan ketentuan pasal 214 UU pemilu, dalam kasus artai B, meskipun oniman mampu meraih suara sangat besar, namun karena perolehan suara Amiruddin, Endang dan Azizah meskipun jauh lebih kecil, namun karena mereka juga mampu menembus 30% B, maka kursi diberikan pada Amiruddin, Endang dan Azizah. Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010 247

Akademika Akan tetapi, bila berdasarkan suara terbanyak sesuai putusan MK maka oniman-lah yang akan terpilih menggantikan Amirudin yang perolehan suaranya lebih kecil. c. Contoh Kasus enetapan Calon Terpilih (III) No. Nama arpol = C erolehan Kursi = 2 kursi 30% B = 30% x 4.000 = 1.200 NAMA erolehan Suara Tabel 5 Dapat Kursi krn 30% B Dapat Kursi Krn No Urut 1 Amiruddin 10 1 2 Endang 20 1 3 Budiman 100 4 Joko 400 5 Tukiran 1.155 6 Zainab 200 7 Totok 850 8 Wawan 1.160 9 Azizah 531 10 Muhsin 50 11 Rina 75 12 oniman 1.199 Total 5.750 Catatan: jika berdasarkan ketentuan pasal 214 UU pemilu, dalam kasus artai C, meskipun Tukiran, Wawan dan oniman masingmasing memperoleh suara cukup besar, namun karena ketiganya tidak mampu menembus 30% B, maka kursi diberikan pada Amiruddin dan Endang, meskipun perolehan suaranya tidak signifikan, namun memiliki nomor urut lebih kecil. Akan tetapi, bila berdasarkan suara terbanyak sesuai putusan MK maka yang seharusnya terpilih adalah oniman dan Wawan karena keduanya mengumpulkan suara terbanyak pertama dan kedua diantara semua caleg yang ada. 248 Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010

Implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 terhadap Kebijakan Affirmative Action Keterwakilan erempuan di DRD rovinsi dan Kabupaten/Kota se-daerah Istimewa Yogyakarta C. Implikasi utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU- VI/2008 terhadap Kebijakan Affirmative Action Keterwakilan erempuan 1. DRD rovinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ada awalnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/UU-VI/2008 menuai banyak kontroversi di tengah-tengah publik terutama jika dikaitkan dengan kebijakan affirmative action keterwakilan perempuan di parlemen. Banyak kalangan terutama aktivis perempuan menganggap bahwa putusan mahkamah tersebut telah mengabaikan kebijakan affirmasi yang tertuang dalam UU No 10 tahun 2008 tentang emilu sehingga mereka berasumsi bahwa para caleg perempuan akan sulit bisa terpilih dalam pemilu. Seiring berjalannya waktu terutama pasca pemilu legislatif 2009 berakhir dan hasil pemilu diumumkan oleh KU/KUD, anggapan masyarakat tersebut ternyata tidak terbukti dan salah. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil perolehan kursi oleh caleg perempuan yang menunjukkan peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Jika pada pemilu sebelumnya di DRD DIY terdapat 9 orang perempuan, maka pada pemilu 2009 menghasilkan 11 orang perempuan. Hampir semua (mayoritas) fraksi di DRD provinsi DIY periode 2009-2014 berpendapat bahwa putusan MK tentang suara terbanyak ini justru menguntungkan bagi caleg perempuan. Mereka berargumentasi bahwa caleg perempuan yang mayoritas berada di nomor urut 3 bisa berkompetisi secara terbuka dengan calegcaleg lainnya termasuk dengan caleg laki-laki tanpa dibatasi oleh nomor urutnya. Esti Wijayati, 11 anggota DRD DIY dari Fraksi artai Demokrasi erjuangan (F-DI) menuturkan bahwa dengan posisi caleg perempuan yang mayoritas berada di nomor urut 3 ke bawah, menggunakan sistem penetapan caleg berdasar nomor urut tentulah tidak menguntungkan bagi perempuan mengingat hasil pemilu legislatif 2009 menunjukkan bahwa setiap parpol dalam satu dapil mayoritas hanya mendapatkan 1 sampai 2 kursi saja. Jarang sekali ada partai yang sampai mendapatkan 3 kursi. Itu artinya, caleg 11 Wawancara dengan Esti Wijayati pada tanggal 13 Juli 2010 di Kantor DRD rovinsi DIY Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 6, Desember 2010 249