BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

dokumen-dokumen yang mirip
Albertus Adhika Manggala YB. Sigit Hutomo

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada Undang-Undang. Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 39 SERI B

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sebesar km². Dari total luas keseluruhan tersebut, sebesar

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Suksesnya pembangunan negara Indonesia tidak terlepas dari dana yang

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tempat pusat pemerintahan. Dahulunya pemerintahan pusat harus mengurusi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan. nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. membuat pengelompokkan jenis pajak berdasarkan aktivitas yang menyebabkan

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki banyak pulau dan di dalamnya terdapat daerah provinsi,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sebagai

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Negara saat ini tak lepas dari campur tangan pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.12

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

tatanan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat maupun

ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Rochmat Soemitro (dalam Waluyo, 2010) pajak adalah iuran kepada kas

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendapatan asli daerah merupakan salah satu faktor yang penting dalam pelaksanaan roda pemerintahan suatu daerah yang berdasar pada prinsip otonomi yang nyata, luas dan bertanggung jawab. Peranan pendapatan asli daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam pelaksanaan otonomi daerah dalam arti semakin besar suatu daerah memperoleh dan menghimpun Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka akan semakin besar pula tersedia jumlah keuangan daerah yang dapat digunakan untuk membiayai penyelenggarakan otonomi daerah. PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah yang diukur dari pajak dan retribusi daerah. Pajak dan retribusi daerah merupakan komponen terbesar dalam menyumbang terbentuknya PAD pada beberapa daerah karena pajak dan retribusi sangat terkait dengan sektor industri yang memberikan nilai tambah bagi kekuatan ekonomi. Berkaitan dengan penyelenggarakan otonomi daerah, dengan diberlakukannya Undang-Undang (UU) 28 tahun 2009, maka seluruh kewenangan dalam pemungutan diserahkan kepada Pemerintah Daerah. UU 28 tahun 2009 sudah mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2010. UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) ini mempunyai tujuan 1) memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan dan retribusi sejalan dengan semakin besarnya tanggung jawab Daerah dalam 1

2 penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. 2) Meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah. 3) Memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis pungutan daerah dan sekaligus memperkuat dasar hokum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Dalam era ini, Pemerintah Daerah diharapkan mampu menggali dan mengoptimalkan potensi keuangan lokal, khususnya PAD. Dalam UU PDRD pasal 1 bahwa pajak daerah sebagai iuran wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kepentingan rakyat. Mengingat begitu pentingnya peran PDRD dalam meningkatkan PAD, kemudian dilakukan dengan berbagai cara, antara lain menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, mengalihkan beberapa jenis pajak pusat menjadi daerah. Dalam kaitannya dengan UU PDRD terdapat penambahan 4 (empat) jenis pajak daerah, yaitu 1 (satu) jenis pajak provinsi dan 3 (tiga) jenis pajak kabupaten/kota. Dengan tambahan tersebut, secara keseluruhan terdapat 16 jenis pajak daerah, yaitu 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/kota. Jenis pajak provinsi yang baru adalah pajak rokok, sedangkan 3 (tiga) jenis pajak kabupaten/kota yang baru adalah PBB pedesaan dan perkotaan, BPHTB, dan pajak sarang burung walet. Sebagai catatan, untuk 2

3 kabupaten/kota ada penambahan 1 (satu) jenis pajak yaitu pajak air tanah yang sebelumnya merupakan pajak provinsi. Berkaitan dengan PAD sebelum diberlakukannya UU PDRD dahulu sumber pendapatan daerah di antaranya Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Restoran, Pajak Penerangan jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Pengembalian Bahan Galian Gol C, Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu. Dengan diberlakukannya UU PDRD, maka sumber-sumber PAD menjadi bertambah seperti adanya pajak baru ataupun pajak dari provinsi seperti BPHTB, PBB-P2, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Retribusi Tera Ulang, Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Berikut ini disajikan data grafik peningkatan PAD Kabupaten/Kota Provinsi DIY sebelum dan sesudah UU PDRD. Grafik 1.1 PAD Kabupaten/Kota Provinsi DIY Tahun 2005-2014 3

4 Berdasarkan grafik data PAD Kabupaten/Kota di Propinsi DIY Tahun 2004-2014 di atas dapat dijelaskan bahwa PAD telah mengalami peningkatan yang signifikan setelah pemberlakuan UU PDRD No. 28 tahun 2009 di mana PAD tertinggi yaitu di Kota Yogyakarta mencapai Rp. 404.272.608 ribu (meningkat sebesar 32,6%), kemudian Kabupaten Sleman tertinggi ke dua yang mencapai Rp. 383.497.912 ribu (meningkat sebesar 25,8%), sedangkan Kabupaten Bantul, Kulonprogo, Gunungkidul masing - masing menepati urutan ke tiga, keempat, dan kelima yang mencapai Rp. 265.128.265 ribu (meningkat sebesar 56,0%), Rp. 92.815.160 ribu (meningkat sebesar 43,3%), dan Rp. 90.333.149 ribu (meningkat sebesar 35,4%). Berikut ini disajikan data dan grafik PDRD Kabupaten/Kota Provinsi DIY sebelum dan sesudah UU PDRD. Grafik 1.2 Pajak Kabupaten/Kota Provinsi DIY Tahun 2005-2014 Sebelum diberlakukannya UU 28 tahun 2009 penerimaan pajak tertinggi yaitu di Kota Yogyakarta yang mencapai Rp. 63.424.332.000 di tahun 2008. Sumber pendapatan pajak yang paling mendominasi saat itu adalah sumber 4

5 dari pendapatan PBB yang mencapai Rp. 30.449.247.481 atau hampir 50% dari total pendapatan pajak saat itu. Urutan terakhir sebelum UU PDRD diberlakukan yaitu di Kabupaten Gunungkidul yang hanya mencapai Rp. 4.533.860.000, hal tersebut dikarenakan Kabupaten Gunungkidul pendapatan pajaknya saat itu hanya mengandalkan dari sektor pariwisata saja. Setelah diberlakukannya UU 28 tahun 2009 penerimaan pajak kabupaten/kota bertambah pajak PBB-P2, BPHTB, dan lain-lain. Berdasarkan grafik data PDRD Kabupaten/Kota di Propinsi DIY Tahun 2005-2014 di atas dapat dijelaskan bahwa Pajak dan Retribusi telah mengalami peningkatan setelah pemberlakuan UU PDRD No. 28 tahun 2009 di mana penerimaan pajak tertinggi juga berada di Kota Yogyakarta yang mencapai Rp. 73.408.000.000 di tahun 2010, karena memang di tahun 2010 UU PDRD baru diberlakukan di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul. Di tahun 2010 Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulonprogo belum menerapkan UU PDRD. Pemberlakuan UU PDRD di Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo diberlakukan di tahun 2011, dimana di tiap-tiap kabupaten setelah UU PDRD diberlakukan, juga mengalami peningkatan pendapatan pajaknya. 5

6 Grafik 1.3 Retribusi Kabupaten/Kota Provinsi DIY Tahun 2005-2014 Berbeda dengan gambar grafik tentang pajak yang memang dari tahun ketahun sebagian besar sebelum maupun sesudah berlakunya UU PDRD di seluruh Kabupaten/Kota DIY mengalami peningkatan, sebelum diberlakukannya UU 28 tahun 2009 penerimaan retribusi dilihat dari grafik retribusi diatas mengalami fluktuasi. Penerimaan retribusi tertinggi yaitu di Kabupaten Bantul, dimana sebelum UU PDRD diberlakukan di tahun 2010, di tahun 2009 Kabupaten Bantul pendapatan retribusinya sebesar Rp.56.473.039.000 disusul tahun 2009 Kabupaten Sleman yang UU PDRD diberlakukan di tahun 2010, lalu Kota Yogyakarta di tahun 2009, keempat Gunungkidul yang pemberlakuan UU PDRD di tahun 2011 sama dengan Kabupaten Kulonprogo, dan terakhir Kabupaten Kulonprogo di tahun 2010. Sesudah UU PDRD diberlakukan penerimaan retribusi Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Gunungkidul yang efektif di tahun 2011 akan tetapi penerimaan retribusinya masing masing, Kulonprogo turun 6

7 Rp.1.027.000.000 dan Gunungkidul turun Rp.948.904.000, untuk Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta setelah UU PDRD diberlakukan penerimaan retribusinya mengalami peningkatan. Penurunan retribusi yang terjadi di Kabupaten Kulonprogo dan Gunung Kidul dikarenakan selain kurangnya pengawasan, dapat juga karena kurangnya kesadaran wajib retribusi untuk memenuhi kewajibanya. Penelitian yang berkaitan dengan berlakunya UU PDRD pernah dilakukan oleh Irawan (2013), di mana hasil penelitian menunjukkan bahwa sesudah berlakunya UU PDRD, pajak daerah yang meliputi pajak hotel, pajak reklame, pajak hiburan, pajak restoran, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak pengembalian bahan Galian Gol C, retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah PAD. Untuk penerimaan retribusi daerah sesudah berlakunya UU PDRD tidak berpengaruh terhadap jumlah PAD di Kabupaten Magelang, Purworejo, dan Temanggung. Penelitian Arif (2014) dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa di Kota Malang sesudah berlakunya UU No.28 Tahun 2009 (PDRD) dapat mempengaruhi tingkat penerimaan PAD. Sebelum berlakunya UU PDRD PAD Kota Malang adalah sebesar Rp. 228.996.088.412,59 dan setelah berlakunya UU PDRD pendapatan daerahnya meningkat menjadi Rp. 338.403.430.262,01. Elemen PBB-P2 dan BPHTB yang menjadi salah satu faktor pendongkrak jumlah PAD di Kabupaten Malang. Sebelum berlakunya UU PDRD Kabupaten 7

8 Malang hanya mengandalkan penerimaan pajaknya seperti pajak hotel, reklame dan lainnya. Berlakunya UU PDRD tersebut di antaranya mampu mendongkrak PAD seperti BPHTB, PBB-P2, dan PAT. Sebelumnya Kabupaten/Kota hanya menerima sebesar 64% pendapatan BPHTB, PBB-P2, dan PAT, 64,8% untuk pendapatan PBB, dan Pajak Air Tanah (PAT) dahulu kabupaten/kota belum bisa memungut BPHTB, PBB-P2, dan PAT maupun PBB. Setelah diberlakukannya UU PDRD, Kabupaten/Kota sudah dapat memungut 100% BPHTB, PBB-P2, dan PAT maupun PBB dengan catatan Kabupaten/Kota tersebut sudah memiliki Perda yang mengatur mengenai BPHTB ataupun PBB, dan juga sudah dapat memungut PAT tiap-tiap Kabupaten/Kota KemenKeu RI (2012). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/kota di Provinsi DIY. Hal ini dikarenakan semua Kabupaten/kota di Provinsi DIY sudah memiliki dasar hukum dalam pemungutan PAD, sehingga memiliki potensi dapat meningkatkan PAD sesudah diberlakukannya UU No. 28 Tahun 2009 (PDRD). Kabupaten Sleman sendiri sudah membuat Perda terkait pemungutan BPHTB, yakni Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No. 11 Tahun 2011 tentang BPHTB. Kemudian untuk Kabupaten Bantul Peraturan Daerah mengenai BPHTB, yakni Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No. 9 Tahun 2010, Kabupaten Gunungkidul Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2010, Kabupaten Kulonprogo Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2010 dan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta BPHTB diatur dalam Peraturan Daerah Kota 8

9 Yogyakarta No. 6 Tahun 2012 yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 8 Tahun 2010. Perda terkait PBB-P2 Kabupaten Sleman, yakni Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No. 11 Tahun 2012, Kabupaten Bantul Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No. 18 Tahun 2012, Kabupaten Gunungkidul Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul No. 26 Tahun 2012, Kabupaten Kulonprogo Peraturan Daerah Kulonprogo No. 2 Tahun 2013 dan Kota Yogyakarta Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2011. Diberlakukannya UU PDRD yang dilakukan di Kabupaten/kota di Provinsi DIY merupakan suatu strategi Pemerintah Kabupaten/kota di Provinsi DIY yang diharapkan dapat digunakan pemerintah setempat untuk dapat menggali lagi sumber pendapatan daerahnya. Jika Pemerintah Daerah sudah dapat mandiri, maka Pemerintah Daerah tidak bergantung dengan Pemerintah Pusat. Dari latar belakang di atas, maka penulis mengambil judul penelitian ini Analisis Perbedaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dan Pendapatan Asli Daerah Sebelum dan Sesudah Diberlakukannya UU No. 28 Tahun 2009 di Kabupaten/kota di Provinsi DIY. B. Rumusan Masalah Berlakunya UU PDRD mampu mendongkrak PAD seperti BPHTB, PBB-P2, dan PAT. Perbandingan peraturan lama sebelum berlakunya UU PDRD, kabupaten/kota hanya menerima sebesar 64% pendapatan BPHTB, 9

10 64,8% untuk pendapatan PBB, dan Pajak Air Tanah (PAT) kabupaten/kota belum bisa memungut. Sejak diberlakukannya UU PDRD, maka Kabupaten/Kota sudah dapat memungut 100% dengan catatan Kabupaten/Kota tersebut sudah memiliki Perda yang mengatur mengenai BPHTB ataupun PBB, dan juga sudah dapat memungut PAT tiap-tiap Kabupaten/Kota. Semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan suatu daerah menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam mengisi pembangunan di daerahnya terutama dalam membayar pajak dan retribusi daerah Mardiasmo (2009). Dalam merumuskan permasalahan penulis mengacu pada penelitian Irawan (2013) dan Arif (2014). Penelitian Irawan (2013) membandingkan PAD pada 3 (tiga) Kabupaten yang ada di Jawa Tengah dengan periode waktu 5 tahun (2008-2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum berlakunya UU PDRD Kabupaten hanya mengandalkan penerimaan pada elemen seperti pajak restoran, pajak hiburan, pajak penerangan jalan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir, retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan sebagainya. Setelah diberlakukannya UU PDRD memberikan perbedaan terhadap kenaikan jumlah PAD di tiap-tiap kabupaten. Tambahan elemen PAD seperti PBB-P2, BPHTB dan sebagainya membuat ketiga kabupaten tersebut yakni Kabupaten Magelang, Purworejo dan Temanggung mengalami peningkatan jumlah PAD. Sedangkan penelitian Arif (2014) membandingkan PAD dan elemen PBB-P2 dan BPHTB sebelum dan sesudah berlakunya UU PDRD PAD Kota 10

11 Malang dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa di Kota Malang sesudah berlakunya UU No. 28 Tahun 2009 (PDRD) dapat mempengaruhi tingkat penerimaan PAD. Sebelum berlakunya UU PDRD PAD Kota Malang adalah sebesar Rp. 228.996.088.412,59 dan setelah berlakunya UU PDRD pendapatan daerahnya meningkat menjadi Rp. 338.403.430.262,01. Elemen PBB-P2 dan BPHTB yang menjadi salah satu faktor pendongkrak jumlah PAD di Kabupaten Malang. Sebelum berlakunya UU PDRD Kabupaten Malang hanya mengandalkan penerimaan pajaknya seperti pajak hotel, reklame dan lainnya. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu Irawan (2013) dan Arif (2014), di mana penelitian sebelumnya masing - masing dilakukan pada Kabupaten Magelang, Purworejo dan Temanggung dengan rentang waktu 5 tahun (2008-2013) dan dilakukan pada Kota Malang dengan variabel yang diteliti hanya, perbandingan total PAD dan membandingkan tiap-tiap komponen PAD yaitu PBB-P2 dan BPHTB. Berdasarkan penelitian Irawan (2013) dan Arif (2014), maka pelajaran dan inspirasi yang didapat dalam penelitian ini yang dilakukan pada Kabupaten/kota di Provinsi DIY dengan rentang waktu yang lebih panjang yaitu 10 tahun, dimulai tahun 2004-2014 dengan variabel yang diteliti perbandingan total PAD tiap-tiap Kabupaten/kota dan membandingkan tiaptiap komponen PAD tiap-tiap Kabupaten/kota yang terdiri dari a) Pajak Daerah dan komponen b) Retribusi Daerah. Dalam penelitian ini dalam penggunaan periode setelah, yaitu menggunakan tahun pemberlakuan efektif 11

12 pada tiap-tiap Kabupaten/kota. Tujuannya supaya perbedaan PAD sebelum dan sesudah UU PDRD dapat berbeda lebih signifikan. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat perbedaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum dan sesudah diberlakukannya UU No. 28 tahun 2009 (PDRD) di Kabupaten/kota di Provinsi DIY? C. Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Hanya perbandingan PAD dengan tahun pemberlakuan UU No. 28 tahun 2009 (PDRD) Kabupaten/kota yang berbeda-beda, di mana Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul pemberlakuan di tahun 2010, Kabupaten Kulonprogo dan Gunungkidul pemberlakuan pada tahun 2011. 2. Periode waktu maksimal 10 tahun, yaitu maksimal 5 tahun sebelum UU PDRD diberlakukan dan maksimal 5 tahun sesudah UU PDRD diberlakukan. 3. Lokasi penelitian hanya 5 (lima) Kabupaten/kota di Provinsi DIY. 5 Kabupaten/Kota di Provinsi DIY terdiri dari Kota Yogyakarta, Kabupaten 12

13 Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, dan Kabupaten Kulonprogo. D. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum UU PDRD diberlakukan dan sesudah UU diberlakukan berdasarkan pemberlakuan UU No. 28 tahun 2009 (PDRD) di Kabupaten/kota di Provinsi DIY. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Bagi pengguna informasi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris ada tidaknya perbedaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum UU PDRD diberlakukan dan sesudah UU diberlakukan berdasarkan pemberlakuan UU No. 28 tahun 2009 (PDRD) di Kabupaten/kota di Provinsi DIY. 2. Bagi peneliti yang akan datang, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi pada penelitian yang sejenis tentang perbedaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum UU PDRD diberlakukan dan sesudah UU diberlakukan berdasarkan pemberlakuan UU No. 28 tahun 2009 (PDRD) di Kabupaten/kota di Provinsi DIY. F. Sistematika Penelitian 13

14 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian yang berkaitan dengan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini Berisikan penjelasan serta teori-teori yang mendukung variablevariabel penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini membahas periode, lokasi penelitian, data, sumber data, teknik pengumpulan data, definisi variabel, pengukuran variabel, dan teknik analisis data antara lain teknik analisis deskriptif dan analisis statistik. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini memuat hasil pengumpulan data, analisis deskriptif, uji normalitas, hasil analisis uji beda dengan menggunakan paired sample t-test dan pengujian hipotesis serta pembahasan. BAB V PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan singkat penulis berdasarkan hasil pembahasan, keterbatasan penelitan dan saran. 14