PENGEMBANGAN STEM SOAL BERBASIS MULTI REPRESENTASI DALAM MATERI PENJUMLAHAN BILANGAN BULAT DI SMP Syarifah Masna, Sugiatno, Agung Hartoyo Program Studi Pascasarjana Pendidikan Matematika FKIP Untan Email: masna.syf@gmail.com Abstrak: Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menghasilkan stem soal berbasis multi representasi yang valid dan praktis dalam materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di SMP. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang diadaptasi dari model pengembangan Zulkardi (2006). Subjek populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 3 Sukadana kelas VII yang telah menerima atau mempelajari materi penjumlahan bilangan bulat. Sedangkan sampel penelitian ini adalah kelas VII B, berdasarkan saran dan pertimbangan dari guru bidang studi yang mengasuh di SMP Negeri 3 Sukadana. Hasil penelitian ini adalah: menghasilkan stem soal berbasis multi representasi yang valid dan praktis pada materi penjumlahan bilangan bulat untuk siswa kelas VII SMP. Kevalidan stem soal berbasis multi representasi tergambar dari hasil penilaian validator, dimana setiap validator menyatakan sudah baik berdasarkan konten, konstruk dan bahasa. Kepraktisan stem soal berbasis multi representasi dilihat dari hasil pengamatan berdasarkan kemampuan siswa menyelesaikan soal yang diberikan, dimana sebagian besar siswa dapat menyelesaikan stem soal berbasis multi representasi yang diberikan. Kata Kunci: Pengembangan, Stem Soal Berbasis Multi Representasi Abstract: The purpose of this research is to produce of question stem based multi representation valid and practical in sum and minus of integer in SMP. This research is a development research that adopted from Zulkardi development research (2006). The population of this study is all twelve grade students of SMP 3 Sukadana class VII students grade that has studied about sum and minus of integer. Samples are class VII B students, based on the suggestion and consideration of the teacher in SMP 3 Sukadana. The results are: produce question stem based multi representation that valid and practical on sum integer to students of class VII. Validity of question stem based multi representation is drawing from the result of validator value, which is each validator clarify was good based on the content, construct and language. Practicality of question stem based multi representation seen from the observation result based on students in solving the question given, that most of the students be able to solve question stem based multi representation given. Keywords: Development Research, Question Stem Based Multi Representation
N ational Council of Teachers of Mathematic (NCTM) (2000: 20) menyatakan bahwa mengajar matematika yang efektif memerlukan pemahaman tentang apa yang siswa ketahui dan diperlukan untuk belajar dan kemudian memberi tantangan dan mendukung mereka untuk mempelajarinya dengan baik. Karena itu, agar guru dapat mengajar secara efektif, wajib bagi-nya agar sebelum mengajar memiliki pengetahuan tentang isi pikiran (apa yang diketahui siswa), apa yang diperlukan siswa dan merencanakan pemberian tantangan kepada siswa. Prinsip lainnya yang juga sejalan dengan prinsip pengajaran, yaitu prinsip belajar. Guru tidak akan bisa memahamkan materi kepada siswa dengan efektif jika guru sendiri kurang paham mengenai isi pikiran yang sejalan dengan materi yang akan diajarkan siswa. Padahal, siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, karena mereka secara aktif dapat membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya (NCTM, 2000; 20). Jadi, penting bagi guru untuk mengetahui informasi tentang apa yang ada dalam struktur kognitif siswa, sehingga ia dapat merencanakan proses belajar mengajar termasuk merancang butir soal tes hasil belajar yang sesuai dengan pengetahuan siswa. Dengan demikian, siswa dapat belajar matematika secara aktif berdasarkan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Russeffendi (1988: 239) menyatakan bahwa, untuk mengungkapkan atau menjaring siswa aktif dan kreatif itu sebaiknya menggunakan pertanyaanpertanyaan terbuka (divergen), pertanyaan yang jawabannya lebih dari satu dan tidak bisa diperkirakan sebelumnya. Disamping itu pertanyaan divergen (soal open-ended) menuntut siswa untuk menganalisis, menjelaskan, dan membuat dugaan, tidak hanya menyelesaikan, namun siswa dituntut mampu menemukan, atau menghitung, serta meninjau penyelesaian secara menyeluruh dan menarik kesimpulan. Dengan demikian jika siswa diberi soal, maka secara langsung siswa melakukan praktek, menggali sumber yang dibutuhkan untuk membuat rencana dalam mengerjakan tugas, memilih metode dan menerapkan kemampuan matematika, serta menarik kesimpulan. Dengan demikian diharapkan siswa akan mendapatkan sejumlah manfaat dari hal tersebut. Karena itu, soal yang dirancang guru harus berdasarkan pada pengalaman dan pengetahuan awal siswa serta openended (terbuka). Namun kenyataannya, siswa cenderung kesulitan dalam menyelesaikan soal dan tidak dapat membangun pengetahuan baru dari soal yang telah dikerjakan. Menurut Luck (dalam Billy Suandito, dkk. 2009) kecenderungan siswa setelah mengerjakan soal tidak dapat menangkap konsep dengan benar, karena pada umumnya siswa belum sampai ke proses abstraksi, siswa masih berada dalam dunia konkret dan baru sampai kepemahaman instrumen (instrumen understanding), siswa hanya tahu contoh-contoh namun tidak dapat mendeskripsikannya. Diduga juga soal-soal yang digunakan oleh guru dalam belajar belum mencerminkan sebuah soal yang dapat membuat siswa mengasah kompetensi matematisnya. Hal ini disebabkan karena di dalam mengerjakan soal matematika siswa kurang memahami konsep yang mendasari belajar, maupun kurangnya motivasi siswa. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di diperoleh informasi bahwa: (1) siswa kelas VII SMPN 3 Sukadana belum pernah mendapatkan soal soal berbasis multi representasi; (2) soal yang selama ini
mereka dapat dan yang terdapat dalam buku paket yang digunakan adalah soal soal yang mana indikator dari penyelesaiannya itu sendiri tidak secara eksplisit dituangkan dalam soal; (3) soal yang ada tidak berbasis representasi yaitu lebih cenderung konvensional dan hanya satu bentuk representasi yaitu grafik saja, adapun data-data soal 2 tahun terakhir sebagai berikut: tahun 2012 terdapat 3 soal konvensional, dan 1 soal menggunakan grafik; dan tahun 2014 terdapat 2 soal konvensional, dan 3 soal menggunakan grafik. Berikut contoh soal terkait materi penjumlahan bilangan bulat pada 2 tahun tahun terakhir. 1. Hitunglah hasil penjumlahan dari ( 63) + 125 =.. 2. Perhatikan gambar garis bilangan di bawah ini. Hitunglah hasil penjumlahan dari 6 + ( 8) =. Bukti ini terkonfirmasi berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Trends in International Mathematics and Science (TIMSS) pada tahun 2007 yang menunjukan bahwa hanya 27% siswa Indonesia memiliki kemampuan dalam merepresentasikan ide atau konsep matematika, sedangkan 78% siswa Indonesia hanya dapat mengerjakan soal-soal dalam kategori rendah (hanya memerlukan knowing atau hafalan). Hal ini disebabkan oleh banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia (Kemendikbud, 2013; Kunandar, 2013: 23). Selain itu, kebanyakan guru hanya mengajarkan representasi sejenis saja. Misalnya, siswa hanya diminta untuk menyederhanakan pernyataan aljabar atau hanya membuat notasi matematis dari teks tertulis dengan cara penyelesaian diberikan oleh guru. Menurut Mudzakkir (2006), representasi terkadang diajarkan atau dipelajari hanya sebagai pelengkap dalam penyelesaian masalah matematika saja. Disisi lain menurut Gagatsis dan Elia (2004), the problems were accompanied with or represented in different representational modes. Meninjau pernyataan tersebut, bahwa setiap masalah bisa diselesaikan dengan cara menghadirkan representasi yang berbeda, sehingga antara masalah dan representasinya dalam hal ini sangat berkaitan. Dalam hal ini diperlukan alat evaluasi yang disajikan dalam bentuk soal-soal pemecahan masalah yang merujuk pada soal-soal berbasis multi representasi. Meskipun soal berbasis multi representasi sudah ada, namun penggunaannya belum maksimal. Soal soal yang selama ini dibuat dan diterapkan di SMP Negeri 3 Sukadana hanya memandang pada tingkat kesulitan dan belum memandang pada mutu soal itu sendiri. Akibatnya siswa hanya merasakan kesulitan dari soal dan tanpa dapat membangun pengetahuan baru dari soal yang diberikan sehingga hasil dari pengerjaan soal tersebut belum mencerminkan kemampuan yang dimiliki siswa melainkan hanya ketepatan prosedur yang digunakan saja. Selain itu bentuk soal yang ada masih berdasarkan pada buku paket, sehingga siswa hanya mengetahui satu bentuk represetasi yaitu simbol (abstrak) tanpa mengetahui makna dari simbol tersebut.
Kecenderungan seperti ini terjadi disebabkan oleh beberapa hal, pertama dalam proses pembelajaran selama ini guru sangat tergantung pada buku teks yang ada, kedua kemampuan mengembangkan kecakapan-kecakapan matematis terutama pada kemampuan representasi cenderung terabaikan (Baptist dalam Sugiatno, dkk, 2012). Berkaitan dengan peran representasi dalam upaya mengembangkan dan mengoptimalkan kompetensi matematis siswa, sangat tepat jika dalam Principles and Standards for School Mathematics (NCTM, 2000; Hudiono, 2007: 8) mencantumkan representasi sebagai satu di antara standar proses belajar matematika. Dengan demikian penggunaan representasi akan memberikan dampak yang positif bagi siswa, dan untuk menciptakan lingkungan belajar matematika yang menyenangkan dan bermakna, serta mempersiapkan siswa untuk lebih berkompeten di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Oleh karena itu, satu di antara langkah yang harus dilakukan adalah dengan membuat stem soal berbasis multi representasi yang di titik beratkan pada indikator dari penyelesaian masalah berbasis multi representasi itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Stem Soal Berbasis Multi Representasi Dalam Materi Penjumlahan Bilangan Bulat Di Kelas VII SMP Negeri 3 Sukadana. METODE Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang diadaptasi dari model pengembangan Zulkardi (2006). Tujuan dalam penelitian ini, adalah mengembangkan produk stem soal berbasis multi representasi matematis dalam materi penjumlahan bilangan bulat yang valid. Adapun prosedur penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu preliminary dan tahap formatif evaluation yang meliputi self evaluation, expert reviews dan oneto-one (low resistance to revision) dan small group serta field test (hight resistance to revision) (Zulkardi, 2006). Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 3 Sukadana kelas VII yang telah menerima atau mempelajari materi penjumlahan bilangan bulat. Dari beberapa kelas VII yang ada di SMP Negeri 3 Sukadana di pilih kelas VII B yang menjadi subjek penelitian. Pemilihan kelas ini berdasarkan saran dan pertimbangan dari guru bidang studi yang mengasuh di SMP Negeri 3 Sukadana. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Proses Pengembangan 1. Tahap Preliminary Pada tahap ini yang dilakukan peneliti adalah menentukan domain dari tes atau dengan kata lain apa yang akan diukur dengan perangkat tes yang akan dikembangkan ini, siapa yang akan menjadi sasaran tes tersebut, dan untuk keperluan apa perangkat tes tersebut dikembangkan. Berdasarkan masalah yang ditemukan peneliti di lapangan bahwa soal-soal yang ada kontruksinya kurang
memperhatikan stem soal berbasis multi representasi matematis. Karena itu, domain tes dalam penelitian ini adalah stem soal berbasis multi representasi matematis. khususnya dalam materi penjumlahan bilangan bulat. Tahap selanjutnya peneliti menentukan siapa sasaran dari tes tersebut. Dalam hal ini peneliti menentukan bahwa tes tersebut akan diberikan kepada siswa SMP kelas VII yang telah mempelajari materi penjumlahan bilangan bulat, ini berdasarkan pertimbangan bahwa siswa kelas VII telah mendapatkan pelajaran terkait materi penjumlahan bilangan bulat. Setelah menentukan siapa sasaran dari tes tersebut peneliti menentukan tujuan tes yang akan diberikan adalah untuk mengidentifikasi kemampuan representasi matematis siswa khusunya pada materi materi penjumlahan bilangan bulat. Domain tes, sasaran tes, dan tujuan tes telah dilakukan maka langkah pertama dalam pengembangan perangkat tes yang menjadi acuan dalam penelitian ini telah selesai dilakukan. Ketiga hal di atas dapat dirumuskan setelah melakukan analisis kurikulum yang di antaranya meliputi analisis karakteristik siswa, analisis pembelajaran, analisis tugas siswa dan lain lain. Langkah pertama dalam pengembangan perangkat tes telah dilakukan maka selanjutnya adalah melakukan langkah kedua. Selanjutnya, dilakukan pendesainan (draft 1) pada tahap ini dihasilkan stem soal berbasis multi representasi. Dalam hal ini yang dilakukan adalah pendesainan kisi-kisi dan stem soal berbasis multi representasi. Desain instrumen penilaian yang meliputi membuat kisi-kisi, penulisan indikator, penulisan instrumen dengan didasarkan pada kriteria stem soal berbasis multi representasi. Proses pendesainan soal sebagai instrumen penilaian dilakukan dengan prototyping. Masing-masing prototyping fokus pada tiga karakteristik yaitu: isi, konstruk dan bahasa. 2. Tahap Formatif Evaluation a. Self Evaluation Pada tahap ini dilakukan penilaian oleh diri sendiri terhadap hasil desain stem soal berbasis multi representasi yang telah dibuat. Selanjutnya, tahap validasi yang dilakukan oleh validasi ahli yang dimaksudkan untuk mengetahui kualitas produk awal yang telah dihasilkan dengan meminta pertimbangan kepada para ahli. Untuk instrumen penilaian dimintakan pendapat dan penilaian ahli yakni dosen. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan saran dan perbaikan sekaligus terhadap instrumen penilaian yang digunakan pada penelitian ini. Untuk kevalidan soal dan perangkat pendukung pelaksanaan diminta pendapat dan penilaian ahli kepada 2 orang dosen dan 1 orang rekan sejawat yang berkompeten pada pengembangan instrumen (soal) matematika ini. Adapun hasil validasi bersama ahli materi ahli evaluasi disarankan untuk: (1) gambar diperjelas warnanya; (2) soal no 2 poin bahasa Inggris diganti skor atau nilai; (3) soal no 3 nama orang menggunakan hurup besar; (4) soal no 4 kata yang diadakan sebuah perusahan dibuang pada soal dibuang; (5) soal no 1, 2 dan 3 mohon diperbaiki tata tulisnya dan sajian soal disesuaikan dengan indikator; (6) soal no 4 pada grafik dituliskan bilangan ukuranya; (7) soal no 7 perbaiki tata tulis dan soal memuat kemampuan perkalian bilangan bulat tidak relevan dengan indikator; (8) soal no 8 dan 7 cerita kontektual belum tampak. Sedangkan hasil hasil validasi
bersama rekan sejawat disarankan untuk: (1) soal no 1-9 mohon diperbaiki tata tulis; (2) gambar, grafik diperjelas dan diberi warna. Setelah dilakukan validasi oleh para ahli, selanjutnya dilakukan evaluasi dengan menganalisis hasil validasi hingga diperoleh produk revisi yang valid dan perangkat soal yang telah direvisi disebut Produk (Draft 2). b. One-to-one Draft 2 kemudian diujicobakan pada Uji Coba Pendahuluan (One-to-one). Uji coba dilakukan pada sebuah kelas dan diambil secara acak dari data penilaian kepraktisan menurut guru dan penilaian atau pendapat siswa berdasar tingkatan kemampuan yang berbeda (atas-tengah-bawah). Uji coba pendahuluan (One-toone) dilakukan untuk menguji kualitas produk pengembangan pada skala kecil. Tujuannya adalah untuk melihat apakah ada soal yang stemnya berbasis multi representasi dapat dijawab oleh siswa dan semua jawabannya benar, atau sebaliknya dijawab oleh siswa dan semua-nya salah. Jika ada butir soal yang semua siswa menjawab benar itu artinya butir soal tersebut tingkat kesukarannya mudah. Butir soal yang seperti ini dapat ditafsirkan belum dapat membedakan antara siswa berkemampuan atas, berkemampuan menengah, dan berkemampuan rendah). Demikian juga jika ada butir soal yang semua siswa menjawab salah itu artinya butir soal tersebut tingkat kesukarannya tinggi. Pada tahap uji coba pendahuluan ini dilakukan melalui 2 kali tahap uji, yaitu: (1) uji coba kepada 9 siswa dengan banyaknya soal yg diujikan 27 soal lengkap dengan tampilan cerita, gambar, grafik dan tabel; dan (2) uji coba kepada siswa yang berbeda dengan jumlah siswa 9, dan banyaknya soal yg diujikan 27 soal yang tidak lengkap yaitu bentuk soal dengan tampilan hanya cerita. Adapun temuan atau komentar siswa terhadap stem soal berbasis multi representasi draft 1 seperti berikut ini: Pada uji coba 1 berdasarkan hasil jawaban siswa dalam menjawab soal bahwa rata-rata siswa dapat menyelesaikan soal dengan baik. Terdapat 6 siswa yang dapat memenuhi kelima aspek representasi (rubrik penskoran pada hal 34), namun terdapat beberapa siswa cenderung salah menjawab soal dengan indikator dari representasi grafik dan gambar. Sedangkan uji coba ke 2 terdapat 3 siswa yang dapat memenuhi kelima aspek representasi. Ditemukan juga siswa lebih banyak kesalahan dan tidak dapat menyelesaikan soal yang diberikan, siswa lebih sering hanya dapat melakukan perhitungan tetapi perhitungan yang dilakukan tidak runtut. Selanjutnya komentar siswa soal terlihat mudah namun tidak mudah untuk diselesaikan soal tersebut. Hasil temuan atau komentar yang diperoleh pada tahap ini akan dijadikan bahan untuk merevisi stem soal berbasis multi representasi yang telah dibuat oleh peneliti dan untuk bahan perbaikan dilakukan konsultasi dengan pembimbing. Berdasarkan saran dari validasi ahli (self evaluation) dan uji coba pendahuluan (one-to-one) tersebut, maka diambil langkah keputusan tindakan revisi sebagai berikut: (1) setiap soal akan diperbaiki bahasannya; (2) gambar pada soal diperjelas warnanya agar soal lebih menarik; (3) soal dalam poin bahasa Inggris diganti skor atau nilai; dan (4) setiap soal diperbaiki tata tulis dan sajian soal disesuaikan dengan indikator. Setelah dilakukan analisis dan pengambilan keputusan diperoleh 9 buah soal sebagai produk yang revisi dan dinyatakan valid (Produk Draft 3). Pengambilan keputusan berdasarkan pada daya pembeda soal,
hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Kunandar (2013: 233) bahwa tes yang memiliki rebilitas tinggi adalah memiliki daya pembeda yang tinggi. Selanjutnya diujikan pada small group. c. Small Group Hasil produk yang telah dinyatakan valid oleh para ahli merupakan produk draft 3. Produk draft 3 digunakan pada uji coba lapangan. Uji coba dilakukan di SMPN 3 Sukadana yang dimaksudkan untuk melihat kepraktisan penerapan produk stem soal berbasis multi representasi yang telah dikembangkan. Pada tahap ini menggunakan 9 soal dengan sampel penelitian 27 siswa. Kemudian hasil uji coba ini dianalisis dan dibahas untuk kemudian direvisi berdasarkan hasil revisi disebut Produk Draft 4. d. Field Test Pada tahap ini merupakan langkah terakhir dalam pengembangan stem soal berbasis multi representasi. Seperti telah dikemukakan pada tahap sebelumnya menghasilkan draf 2 dan draf 3 di mana draf 4 merupakan stem soal final yang bernilai baik dalam kategori valid dan praktis, sehingga stem soal berbasis multi representasi dapat digunakan oleh guru matematika SMP. Pembahasan Dalam tujuan penelitian yang telah dikemukakan bahwa penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kevalidan dan kepraktisan dari stem soal berbasis multi representasi yang telah disusun dapat mengidentifikasi kemampuan representasi matematis siswa di kelas VII SMP pada materi penjumlahan bilangan bulat. Oleh karena melalui bagian ini akan dikemukakan beberapa pembahasan mengenai permasalahan tersebut yang mengacu pada analisis data yang telah ada. Jika dilihat dari hasil penelitian secara keseluruhan terlihat bahwa perangkat tes yang dibuat telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Perangkat tes yang dibuat (kisi kisi, butir soal, dan pedoman penskoran) telah melalui tahap tahap yang telah ditentukan sebelumnya yaitu telah dilakukan validasi isi pada tiap butir soal untuk melihat kelinieran antara butir soal yang buat dengan kisi kisi dan indikator dari masing masing soal. Selain dari validasi isi, kontruk, tiap butir soal telah melalui tahap uji coba sebanyak tiga kali dengan sampel yang berbeda, setelah uji coba dilakukan tiap butir soal dianalisis dengan analisis kuntitatif untuk mengetahui tingkat kesukaran butir soal, daya pembeda, dan reabilitas dari tiap tiap butir soal. Sebagaimana telah dijelaskan pada definisi operasional penelitian ini telah dijelaskan bahwa kevaliditasan dan kepraktisan stem soal berbasis multi representasi yang dibuat dilihat dari tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas butir soal. Ketiga elemen inilah yang menjadi tolak ukur apakah perangkat tes yang dibuat dapat digunakan atau tidak. Dari hasil uji coba tahap 1, 2, dan 3 terlihat bahwa masing masing soal memiliki nilai tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas butir soal yang telah dikelompokkan dalam kriteria masing masing sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Dalam langkah pengembangan instrumen yaitu langkah terakhir yaitu field test, soal soal tersebut direvisi berdasarkan analisis butir soal yang telah dilakukan.
Selanjutnya, dilakukan pengambilan keputusan untuk menentukan soal soal tersebut perlu direvisi atau tidak yaitu dengan melakukan pertimbangan hasil analisis tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas butir soal. Dari analisis tersebut diperoleh hasil bahwa stem soal berbasis multi representasi pada uji coba 1, 2 dan 3 secara keseluruhan soal dapat dikatakan bahwa stem soal berbasis multi representasi telah dibuat dapat digunakan. Dalam pengambilan keputusan peneliti tetap melakukan revisi terhadap semua soal yang dibuat terutama dalam poin bahasa soal yang menurut hemat peneliti masih banyak siswa yang belum memahami makna dari tiap tiap soal. Revisi yang dilakukan merupakan tahap terakhir yang dilakukan guna mendapatkan stem soal yang memang benar-benar valid, baik dan layak digunakan. Analisis yang dilakukan terhadap hasil uji coba tahap 1, 2 dan 3 terhadap stem soal berbasis multi representasi memiliki nilai yang baik. Setelah analisis dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaran tiap butir soal maka diperoleh bahwa stem soal berbasis multi representasi yang dibuat berdasarkan uji coba 1, 2 dan 3 masuk dalam kategori mudah dan sedang. Stem soal berbasis multi representasi pada uji coba tahap 1 terdapat 17 buah soal yang masuk dalam kategori sedang dan 10 buah soal masuk dalam kategori mudah. Pada uji coba tahap kedua 2 terdapat 12 buah soal dalam kategori sedang dan 15 buah soal dalam kategori mudah. Sedangkan pada uji tahap 3 semua soal memiliki tingkat kategori sedang. Berdasarkan analisis tersebut terlihat bahwa soal cukup bervariasi, hal ini teridentifikasi dari stem soal pada uji coba 1 dan 3 diberikan soal yang lengkap yaitu soal ditampilkan lengkap dengan gambar, grafik, dan tabel, maupun sebaliknya. Namun pada uji coba 2 diberikan soal yang tidak lengkap yaitu soal yang hanya memuat cerita saja, sehingga kemampuan representasi matematis siswa dalam memahami dan menyelesaikan soal tersebut cenderung kesulitan. Hal ini disebabkan oleh: (1) bentuk soal yang tidak lengkap yaitu soal yang digunakan tidak memuat gambar, grafik, dan tabel, soal hanya menampikan cerita dan simbol saja; dan (2) siswa kurang memahami apa yang dimaksud dari soal tersebut dan makna simbol yang digunakan. Hal tersebut, terkonfirmasi oleh pernyataan Sugiatno dan Rif at (2009: 12-13) bahwa simbol-simbol matematika bersifat tiruan yang hanya mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa arti dari simbol-simbol tersebut, maka matematika hanya merupakan ungkapan-ungkapan atau rumusrumus yang mati. Oleh karena itu, simbol-simbol matematis (terintegrasi pada pesan) yang dikomunikasikan matematikawan secara langsung sebagai komunikator, jika tidak diberi sebuah makna, maka akan sukar diterima oleh seseorang penerima pesan (siswa) terutama yang baru belajar matematika. Setelah analisis dilakukan untuk mengetahui daya pembeda tiap butir soal maka diperoleh bahwa stem soal berbasis multi representasi yang dibuat berdasarkan analisis tersebut terlihat bahwa soal cukup bervariasi, stem soal berbasis multi representasi pada uji coba tahap 1, 2 dan 3 berada dalam kategori cukup, baik dan baik sekali. Pada uji coba tahap 1 terdapat 11 buah soal yang masuk dalam kategori cukup dan 16 buah soal masuk dalam baik. Pada uji coba tahap 2 terdapat 4 buah soal masuk dalam kategori cukup, dan 23 buah soal masuk
dalam kategori baik. Sedangkan pada uji coba tahap 3 semua soal masuk dalam kategori baik sekali. Seperti yang dikemukakan pada poin tingkat kesukaran terjadi dikarenakan ini teridentifikasi dari stem soal pada uji coba 1 dan 3 diberikan soal yang lengkap yaitu soal ditampilkan lengkap dengan gambar, grafik, dan tabel, maupun sebaliknya. Namun pada uji coba 2 diberikan soal yang tidak lengkap yaitu soal yang hanya memuat cerita saja, sehingga kemampuan representasi matematis siswa dalam memahami dan menyelesaikan soal tersebut cenderung kesulitan. Hal ini disebabkan oleh: (1) bentuk soal yang tidak lengkap yaitu soal yang digunakan tidak memuat gambar, grafik, dan tabel, soal hanya menampikan cerita dan simbol saja; dan (2) siswa kurang memahami apa yang dimaksud dari soal tersebut dan makna simbol yang digunakan. Selanjutnya jika dilihat berdasarkan analisis jawaban siswa (indikator soal), terlihat bahwa; hasil uji coba tahap 1 terkait kemampuan representasi matematis siswa pada indikator 1 terdapat 3 siswa yang belum mampu menyelesaikan soal, indikator 2 terdapat 2 siswa yang belum mampu menyelesaikan soal, indikator 3 terdapat 5 siswa yang belum mampu menyelesaikan soal, dan pada indikator 4 terdapat 1 siswa yang belum mampu menyelesaikan soal. Hasil uji coba tahap 2 terkait kemampuan representasi matematis siswa pada indikator 1 terdapat 7 siswa yang belum mampu menyelesaikan soal, indikator 2 terdapat 4 siswa yang belum mampu menyelesaikan soal, indikator 3 terdapat 8 siswa yang belum mampu menyelesaikan soal, dan pada indikator 4 terdapat 3 siswa yang belum mampu menyelesaikan soal baik sekali. Sedangkan hasil uji coba tahap 3 terkait kemampuan representasi matematis siswa pada indikator 1 terdapat 5 siswa yang belum mampu menyelesaikan soal, indikator 2 terdapat 2 siswa yang belum mampu menyelesaikan soal, indikator 3 terdapat 5 siswa yang belum mampu menyelesaikan soal, dan pada indikator 4 terdapat 0 siswa yang belum mampu menyelesaikan soal. Namun, jika dikaji lebih jauh bahwa pada uji coba 2 lebih banyak siswa yang tidak mampu menyelesaikan soal tersebut. Adapun soal yang diberikan tidak lengkap yaitu soal yang hanya memuat cerita saja, sehingga kemampuan representasi matematis siswa dalam memahami dan menyelesaikan soal tersebut masih rendah. Hal ini diduga bahwa: (1) siswa kesulitan untuk memahami maksud dari soal yang diberikan; (2) soal tidak memuat sajian gambar-gambar yang relevan (semikonkret); (3) soal lebih cenderung abstrak (simbol) terkait materi penjumlahan bilangan bulat. Hasil ini, terkonfirmasi oleh beberapa penelitian lain mengenai pengaruh sajian multi representasi terhadap kemampuan representasi matematis siswa (Johnson dalam Sugiatno dan Rif at, 2009; Alhadad, 2010; dan Isnurani, 2015). Dari uraian-uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa multi representasi adalah ungkapan-ungkapan dari ide-ide matematika (masalah, pernyataan, definisi, dan lain-lain) yang digunakan untuk memperlihatkan (mengkomunikasikan) hasil pemahaman dan kerjanya dengan cara-cara tertentu (gambar dan cerita, cerita dan grafik, grafik dan gambar, dan cerita, grafik, dan gambar atau sebaliknya) sebagai hasil interpretasi dari pikirannya. Multi representasi sangat berperan dalam membantu peningkatan pemahaman siswa
terhadap konsep matematika. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam belajar matematika, diperlukan pengetahuan konseptual dan prosedural untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam. Memiliki pengetahuan konseptual, tetapi tidak memiliki pengetahuan prosedural yang diperlukan, maka akan mengakibatkan siswa mempunyai intuisi yang baik tentang suatu konsep tetapi tidak mampu menyelesaikan suatu masalah. Di lain pihak, memiliki pengetahuan prosedural, tetapi tidak memiliki pengetahuan konseptual yang mencukupi, maka akan mengakibatkan siswa mahir memanipulasi simbol-simbol tetapi tidak memahami dan mengetahui makna dari simbol tersebut. Kondisi ini memungkinkan siswa dapat memberikan jawaban dari suatu masalah tanpa memahami apa yang mereka lakukan. Jadi kemampuan representasi matematis, pemahaman konseptual, dan pemahaman prosedural ketiganya sangat diperlukan dan saling terkait satu sama lainnya. Siswa haruslah didorong untuk memahami konsep-konsep dasar dengan tidak hanya menghafal algoritma dan teknik menjawab pertanyaan dasar (pemahaman prosedural) tetapi juga menekankan aspek pemahaman konseptual matematika. Setelah siswa menyelesaiakan stem soal berbasis multi representasi diharapkan siswa mampu menguasai pengetahuan algoritma dan teknik-teknik menjawab (pengetahuan prosedural) dan pengetahuan konseptual maka siswa yang belajar matematika akan mencapai pemahaman yang mendalam. Setelah melalui proses pengembangan yang terdiri dari 3 tahapan besar dan proses revisi berdasarkan saran validator dan siswa, diperoleh stem soal berbasis multi representasi pokok bahasan penjumlahan bilangan bulat yang dapat dikategorikan valid dan praktis. Valid tergambar dari hasil penilaian validator, di mana semua validator menyatakan baik berdasarkan konten, konstruk dan bahasa. Stem soal berbasis multi representasi tersebut terdiri dari 9 pokok soal yang merujuk secara langsung pada: (1) permasalahan kontekstual, (2) kemampuan berargumentasi dan berkomunikasi secara matematis, (3) konsep, definisi dan rumus-rumus matematika secara mandiri, dan (4) cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. Selanjutnya dibagi menjadi tiga kali tes sesuai dengan kompetensi dasar. Kevalidan tergambar dari hasil penilaian validator, dimana semua validator menyatakan stem soal berbasis multi representasi yang dibuat sudah baik, berdasarkan content (soal sesuai kompetensi dasar dan indikator), konstruk (sesuai dengan teori dan kriteria stem soal berbasis multi representasi: banyak solusi, kaya dengan konsep, dan sesuai level siswa), dan bahasa (sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku dan EYD). Selain itu kevalidan stem soal berbasis multi representasi ini tergambar setelah dilakukan analisis validasi butir soal pada siswa small group, dimana setiap skor jawaban siswa dianalisis oleh peneliti, dan soal dikatakan valid jika tes yang digunakan memiliki reliabilitas tinggi yaitu memiliki daya pembeda yang tinggi (Kunandar, 2013: 233). Sedangkan kepraktisan bahwa stem soal berbasis multi representasi dilihat dari kemampuan siswa menyelesaikan soal yang diberikan, dimana sebagian besar siswa dapat menyelesaikan stem soal berbasis multi representasi yang diberikan. Hal ini tergambar dari hasil uji coba tahap 3 (Small Group) terkait kemampuan representasi matematis siswa pada indikator 1 terdapat 5 siswa yang belum
mampu menyelesaikan soal, indikator 2 terdapat 2 siswa yang belum mampu menyelesaikan soal, indikator 3 terdapat 5 siswa yang belum mampu menyelesaikan soal, dan pada indikator 4 seluruh siswa mampu menyelesaikan soal. Artinya stem soal berbasis multi representasi yang dibuat mudah dipakai pengguna, sesuai alur pikiran siswa, mudah dibaca, tidak menimbulkan penafsiran beragam, dan dapat diberikan serta digunakan oleh semua siswa. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini telah menghasilkan suatu produk stem soal berbasis multi representasi yang valid dan praktis pada materi penjumlahan bilangan bulat untuk siswa kelas VII SMP praktis. Kevalidan stem soal berbasis multi representasi tergambar dari hasil penilaian validator, dimana setiap validator menyatakan sudah baik berdasarkan konten, konstruk dan bahasa. Kepraktisan stem soal berbasis multi representasi dilihat dari hasil pengamatan berdasarkan kemampuan siswa menyelesaikan soal yang diberikan, dimana sebagian besar siswa dapat menyelesaikan stem soal berbasis multi representasi yang diberikan. Saran Bagi guru matematika, agar dapat menggunakan stem soal berbasis multi representasi yang telah dibuat pada materi penjumlahan bilangan bulat, sebagai alternatif dalam memperkaya variasi pemberian soal matematika untuk mengungkap kemampuan representasi dan melatih berpikir kreatif siswa. Bagi siswa, agar dapat terus termotivasi untuk membiasakan diri berpikir kreatif dalam belajar matematika dengan terbiasa menyelesaikan soal berbasis multi representasi. Bagi peneliti lain, agar dapat dipergunakan sebagai masukan untuk mendesain soal-soal berbasis multi representasi pada materi lainnya. DAFTAR PUSTAKA Alhadad, S. F. (2010). Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematis, Pemecahan Masalah, dan Self Esteem Siswa SMP Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Billy Suandito, dkk. (2009). Pengembangan Soal Matematika Non Rutin Di Sma Xaverius 4 Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 3. No. 2, Desember 2009 Gagatsis, A and Elia, I. (2004). The Effects of Different Modes of Representation on Mthematical Problem Solving. Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. Vol 2 pp 447454.
Hudiono. B. (2007). Representasi Dalam Pembelajaran Matematika. Pontianak: STAIN Pontianak Press. Isnurani. (2015). Pengembangan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Multi Representasi di SMP (tesis). Pontianak: Universitas Tanjungpura. Kunandar. (2013). Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013) Suatu Pendekatan Praktik Disertai Dengan Contoh. Jakarta: Rajawali Press. Mudzakkir, H.S. (2006). Strategi Think-Talk-Write Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP. Tesis pada Pasca Sarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan. National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principle and Standards for School Mathematics. Reston VA: NCTM. Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matemática. Bandung: Tarsito Sugiatno, Rif at, M. (2009). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematis Mahasiswa Calon Guru Melalui Perkuliahan Matematika Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Transactional Reading Strategy. Pontianak: Universitas Tanjungpura. Makalah. Sugiatno, dkk. (2012). Pengembangan Soal-Soal Open-Ended Berbasis Daya dan Kecakapan Matematis di SMP. Pontianak: Universitas Tanjungpura. Makalah. Zulkardi. (2006). Formative Evaluation : What, Why, When, and How. [online] http://www.geocities.com/zulkardi/books.html. (diakses : 21 Mei 2014).