PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan produk asal hewani terus meningkat. Hal tersebut didorong oleh meningkatnya pendapatan penduduk, meningkatnya jumlah penduduk serta semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi produk pangan asal hewani. Pengembangan kawasan peternakan yang dicanangkan pemerintah memberikan spirit yang sangat besar kepada masyarakat dalam memacu peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya dan sekaligus menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi daerah. Selama satu dasawarsa terakhir sektor ini menjadi tiang ekonomi daerah, peranannya cukup besar terhadap pembangunan struktur ekonomi di Kabupaten Bireuen. Menurut Rahardi (2003) secara umum tipologi usaha peternakan yang dapat dipilih jika ingin terjun dalam usaha tersebut antara lain: 1) sebagai usaha sambilan dimana dikelola secara sambilan, tingkat pendapatan yang diperoleh dari usaha sambilan ini dibawah 30% dari total pendapatan keluarga; 2) Usaha peternakan sebagai cabang usaha, tingkat pendapatan yang biasa diperoleh dari usaha ternak sebagai cabang usaha sekitar 30 70%; 3) Usaha peternakan sebagai usaha pokok, tingkat pendapatan yang biasa diperoleh dari usaha ternak sebagai usaha pokok berkisar 70 100%; dan 4) Usaha peternakan sebagai usaha industri, usaha peternakan dikelola secara industri, tingkat pendapatan yang diperoleh dari usaha ini mencapai 100%. Ketidak mampuan produksi peternakan dalam negeri memenuhui kebutuhan domestik dipengaruhi oleh beberapa keterbatasan sebagai berikut, (a) Pengusaan teknologi, baik di bidang produksi maupun penanganan pasca panen, ( b) Kemampuan permodalan peternakan, (c) Kualitas sumberdaya manusia dan (d) Ketersedia pakan (Suryana 2000). Pakan merupakan faktor penting dalam berhasilnya usaha peternakan. Tanpa memperhatiakan faktor tersebut, setiap usaha pengembangan peternakan tidak akan memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Dalam usaha peternakan faktor yang sangat menentukan biaya pakan ternak pada umumnya 1
2 mencapai 60 sampai 70 % dari seluruh beban biaya dalam proses produksi peternakan. Penyediaan pakan, baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitas sangat di butuhkan untuk menunjang keberhasilan usaha peternakan. Ternak ruminansia adalah sebutan untuk semua ternak yang mempunyai struktur pencernaan ganda yaitu terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Atau lebih tepat dikatakan bahwa ternak ruminansia adalah ternak yang mempunyai sistim pencernaan pakan yang khas sehingga menyebabkan ternak tersebut mampu mengkonversi pakan-pakan berkualitas relatif rendah menjadi produk bergizi tinggi, seperti daging dan susu. Ciri khas dari ternak ruminansia adalah adanya rumen yang merupakan ekosistem mikroba yang berperan dalam penguraian bahan pakan dan mikroba juga berfungsi sebagai bahan protein ternak. Kemudian dilihat berdasarkan ukuran bobot badan atau besar tubuhnya maka ternak ruminansia dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu ruminansia besar dan ruminansia kecil. Kabupaten Bireuen merupakan suatu wilayah pengembangan ternak ruminansia, memiliki potensi cukup besar, diantaranya sumber daya alam yang mampu menampung tambahan ternak ruminansia. Dan jumlah peternak dan tenaga kerja tersedia cukup besar. Pendapatan asli daerah masih masih di dominasi dari sektor peternakan terhadap perekonomian Kabupaten Bireuen masih cukup besar, berdasarkan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perekonomian Kabupaten Bireuen masih didominasi oleh sektor pertanian, dengan kontribusi mencapai 38,16 % di tahun selama 2012. nilainya (atas dasar harga berlaku). Subsektor peternakan berada pada urutan kedua dengan kontribusi Rp. 608.193,98 (atas dasar harga berlaku menurut lapngan usaha), setelah tanaman bahan makanan. (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bireuen 2012). Peternakan merupakan sub sektor pertanian yang menjadi salah satu prioritas pembangunan ekonomi di Kabupaten Bireuen, terkait dengan perannya terhadap pemantapan ketahanan pangan hewani dan pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan serta memacu pengembangan wilayah. Selama tahun 2012 subsektor peternakan mengalami pertumbuhan sebesar 0,32 %.
3 Pada tahun 2012 produksi daging di Kabupaten Bireuen telah mencapai 20.704 ton, dimana sebesar 58% (120.762 ton) berupa daging ternak ruminansia. Komoditas unggulan daerah sekaligus sentra produksi di Kabupaten Bireuen (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bireuen 2012). Secara umum Kabupaten Bireuen mempunyai potensi yang dapat mendukung upaya pengembangan lebih lanjut, seperti tersedianya sumberdaya alam khususnya ketersediaan hijauan pakan ternak maupun sumberdaya manusia, akan tetapi ketersediaan sumberdaya alam masih belum semuanya dioptimalkan untuk usaha ternak ruminansia. Sumberdaya alam sebagai hijauan pakan ternak ruminansia belum optimal untuk di dimanfaatkan dalam usaha peternakan yaitu lahan yang tersedia dan limbah pertanian. Propinsi Aceh dan Kabupaten Bireuen khususnya sering kekurangan pasokan daging terutama menjelan bulan puasa dan lebaran idul fitri dan idul Azha. Hal ini karena kecepatan produksi daging ternak ruminansia lokal maupun silangan masih lambat di banding dengan permintaan daging. Padahal kekurangan pasokan daging dapat diatasi dengan produksi daging ternak lokal. Perkembangan populasi ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh masih belum sesuai dengan harapan. Pengembangan peternakan berjalan lambat dan kontribusinya akan kecil terhadap perekonomian suatu daerah apabila masih menggunakan sistim produksi tradisional. Program aplikasi pemerintah ke masyarakat petani ternak belum memberikan dampak yang meyakinkan pada pengembangan ternak ruminansia khususnya di wilayah produksi. Perlu adanya perubahan strategi peningkatan populasi ternak. Sebaiknya program pembudidayaan dikonsentrasikan pada suatu wilayah yang memiliki keunggulan komparatif dalam produksi ternak dengan pengawasan secara insentif di dalamnya (Daryanto 2007). Hal ini merupakan tantangan dan peluang untuk pengembangan di Kabupaten Bireuen maupun Provinsi Aceh. Faktor penyebabnya antara lain kencendrungan penurunan populasi karena makin tingginya pemotongan dan rendanya minat memelihara ternak betina. Permintaan yang terus meningkat telah melebihi kemampuan produksi dan belum optimalnya pemanfaatan sumber pakan ternak ruminansia, maka perlu dilakukan penelitian untuk merumuskan strategi
4 pengembangan ternak ruminansia dengan memanfaatkan potensi sumberdaya lokal yang tersedia. Rumusan Masalah Pengembangan ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen agar lebih terarah dan optimal memerlukan informasi potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam perencanaan pengembangan ternak ruminansia. Dalam hal ini diperlukan usaha inventarisasi potensi sumberdaya yang lebih detail dan aplikatif. Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, beberapa permasalahan yang perlu dijawab dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana gambaran umum sumberdaya yang dimiliki wilayah penelitian di Kabupaten Bireuen untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia? 2. Bagaimana kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia dan wilayah mana saja yang menjadi basis atau non basis? 3. Strategi apa yang tepat diterapkan untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia? Tujuan Penelitian Berkaitan dengan rumusan masalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengetahui potensi sumberdaya peternakan yang dimiliki wilayah-wilayah di Kabupaten Bireuen untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia. 2. Menganalisis penambahan populasi ternak ruminansia dan wilayah basis atau non basis. 3. Menganalisis peluang dan tantangan serta menentukan proritas strategi untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Daerah dalam perencanaan pembangunan, dan khususnya untuk pengembangan ternak ruminansia, dan menjadi pertimbangan bagi
5 peternak/swasta yang bergerak dalam usaha produksi ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen. 2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Hipotesis Penelitian 1. Terdapat potensi sumberdaya untuk pengembangan ternak ruminansia di wilayah penelitian. 2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara wilayah basis dan non basis, Kecamatan Juli nilai LQ ( 1) dan Kecamatan Kuala dan Jangka nilai LQ ( 1). 3. Terdapat perbedaan rumusan strategi untuk wilayah basis dan non basis ruminansia di wilayah penelitian.