JURNAL. N P M Program Program Hukum FAKULTAS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

JURNAL SKRIPSI PELAKSANAAN TERHADAP PENJATUHAN SANKSI PIDANA MATI UNTUK PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI

perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi serta tugas dan wewenang Kejaksaan, maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan

BAB III PENUTUP. dapatlah ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Eksekusi putusan pengadilan tindak pidana korupsi yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

DAFTAR PUSTAKA. Achmad Ali & Wiwie Heryani, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Cetakan ke 1,

BAB III PENUTUP. korupsi dan kekuasaan kehakiman maka penulis menarik kesimpulan. mengenai upaya pengembalian kerugian negara yang diakibatkan korupsi

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

BAB III PENUTUP. 1. Akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana terorisme antara lain:

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM PIDANA KHUSUS STATUS MATA KULIAH : LOKAL WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Alumni,

JURNAL IMPLEMENTASI SANKSI PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan hukum rechtstaat, menganut

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

BAB III PENUTUP. bentrokan yang tajam dan kekacauan yang besar di kalangan masyarakat dan juga alat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Singkatnya korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk. semakin melemahkan citra pemerintah di mata masyarakat.

BAB III PENUTUP. karena Hukuman Mati merupakan suatu bentuk pelanggaran dan pengingkaran. terhadap Hak Hidup, sebagaimana dinyatakankan dalam:

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan terbatas maupun lingkungan yang lebih luas. kebutuhan manusia yang satu dengan yang lain. Berbagai kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Sebagaimana tertulis dalam rumusan masalah, akhirnya penulis

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk

Pencegahan dan Upaya Pemberantasan Korupsi

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

BAB III PENUTUP. waktu yang lama, dilain pihak kejaksaan harus segera dapat menentukan kerugian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

KENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya, maka

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan pembahasan dan analisis, disimpulkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu,

BAB III PENUTUP. disimpulkan dalam penelitian ini bahwa dengan dikeluarkannya Peraturan

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. tindak pidana dapat dilihat sebagai suatu bentuk tingkah laku yang menyimpang

BAB V PENUTUP. bagian saran penulis akan berusaha memberikan rekomendasi penyelesaian

EKSISTENSI PIDANA MATI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI TERKAIT PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

JURNAL PENGANCAMAN SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal ini sesuai dengan konstitusi negara

Korupsi dan Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Penanggulangannya. Oleh : Dewi Asri Yustia. Abstrak

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

USU Law Journal, Vol.2.No.3 (Desember 2014)

BAB I PENDAHULUAN. negara dari segala ketidaknyamanan warga negaranya. Pembangunan Nasional

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun Ciri dari

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh dalam Penulisan

BAB III PENUTUP. (Berita Acara Pelaksanaan Putusan Hakim) yang isinya. dalam amar putusan Hakim.

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam kehidupan bermasyarakat yang berisi mengenai perintah-perintah

KEKHUSUSAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( MONEY LAUNDERING )

BAB I PENDAHULUAN. korupsi telah membuat noda hitam di lembaran sejarah bangsa kita. Bagaimana

HAK MENUNTUT KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SETELAH PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Jekson Kasehung 2

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Mahrus, 2011, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, UII Pers, Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum, bukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XII/2014 Alasan Pemberatan Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

JURNAL PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PENJUAL MINUMAN KERAS OPLOSAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KOTA YOGYAKARTA)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. kehidupan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta

PENERAPAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 4 TAHUN 2011 DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI REGINA MACARYA PALAPIA

PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

Transkripsi:

JURNAL TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENERAPAN PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI Diajukan Oleh : ANGELINA WIDYA PUSPITA N P M : 100510252 Program Studi : Ilmu Hukum Program kekhususan : Peradilan dan Penyelesaian Sengketa Hukum UNIVERSITASS ATMA JAYA YOGYAKARTAA FAKULTAS HUKUM 2014

I. Judul : Tinjauan Yuridis Tentang Penerapan Pidana Mati Terhadap Pelaku Pidana Korupsi II. Nama : Angelina Widya Puspita, G. Aryadi III. Program Studi : Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta IV. Abstract Corruption is extraordinary crime in Indonesian because it has been giving rise to enormous implications. Impact of corruption led to financial looses the country in large numbers and the welfare of society is not achieved. The threats of dead penalty has been regulated in the law on corruption but with reason a ballast weighing. Corruption criminal offender more careful in doing corruption criminal so as to menace a death penalty unvoidable. Writer in this take on title Juridical Review on implementation of death penalty the suspect of coruption and raised draft matter disscussed why there are no death penalty verdict for corruption criminal offender and produce the result of research that there is some reason no legal verdict a death penalty against the perpetrators of corruption is no which satisfies the criteria in the bill and not agree with the application of a death penalty against the offender. Keywords : Juridical Review, death of penalty, extraordinary crime, corruption criminal offender. V. Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Penjatuhan pidana terberat adalah pidana mati. Sejarah diadakannya pidana mati bertujuan untuk melindungi kepentingan umum dalam masyarakat yang dibahayakan oleh penjahat yang sudah tidak dapat

diperbaiki lagi. 1 Kepentingan umum yang dibahayakan oleh penjahat seperti kesejahteraan dan keadilan tidak terjamin. Di Indonesia ancaman pidana mati dapat diberikan kepada pelaku tindak pidana narkotika, terorisme dan korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Korupsi merupakan tindak pidana yang sudah merajalela di Indonesia. Tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan di lingkungan pejabat, juga bisa dilakukan di lingkungan masyarakat yang terkecil. Korupsi memberi dampak luar biasa diantaranya dampak ekonomi yaitu merugikan keuangan negara dan pembangunan nasional menjadi terhambat; dampak politik yaitu masyarakat menilai buruk kekuasaan politik yang diperoleh dengan jalan korupsi; dampak terhadap masyarakat yaitu kesejahteraan rakyat yang tidak terjamin. Perkembangan tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan oleh perorangan bahkan sudah dilakukan secara kolektif, terorganisir, dan sistematis. Penanggulangan tindak pidana korupsi harus menjadi prioritas utama pemerintah. Penanggulangan korupsi di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penanggulangan tindak pidana korupsi akan diberikan kepada pelaku tindak pidana korupsi yang terbukti secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau oranglain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal ini, yang dimaksud secara melawan hukum dalam arti fomil maupun materiil yaitu meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, 1 Aruan Sakidjo dan Bambang Poernomo, 1988, Hukum Pidana Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodifikasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 72.

apabila perbuatan tersebut dianggap tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma yang berlaku, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Penanggulangan tindak pidana korupsi dengan sanksi terberat yaitu penjatuhan pidana mati. Peraturan penjatuhan pidana mati diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa: Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Ketentuan diatas membangun harapan masyarakat terhadap penerapan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diberlakukan atas kasus-kasus narkotika dan terorisme. Penjatuhan pidana mati dalam ketentuan diatas tidak memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Penjatuhan pidana akan diberikan kepada pelaku tindak pidana korupsi dalam keadaan tertentu. Keadaan tertentu yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi. Ketentuan diatas sangat memberikan peluang bagi pelaku tindak pidana korupsi. Pelaku tindak pidana korupsi semakin mudah melakukan tindak pidana korupsi dengan menghindari ketentuan mengenai penjatuhan pidana mati. Penerapan penjatuhan pidana mati harus menjadi perhatian pemerintah karena tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Hal ini telah diakui oleh Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Artidjo Alkostar dalam sambutan pelatihan sertifikasi hakim dalam perkara korupsi. Beliau mengatakan bahwa korupsi di

biasa. 2 Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang Indonesia secara yuridis telah dikualifikasikan sebagai kejahatan luar mampu memberikan kerugian keuangan negara dalam jumlah besar. Peneliti Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat peningkatan kasus korupsi semakin meningkat yaitu tahun 2012 terdapat 1.501 kasus meningkat 1.964 kasus di 2013. Keuangan negara yang diselamatkan tahun 2013, senilai Rp 403.102.000.215 dan USD 500.000. 3 Kerugian keuangan negara mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, tahun 2012 hanya Rp 302.609.167.229 dan USD 500.000. Kerugian keuangan negara sangat dirasakan oleh masyarakat. Masyarakat tidak mendapatkan hak-hak ekonomi dan hak-hak sosial, kehidupan masyarakat mengalami kemiskinan bahkan tidak mendapatkan kesejahteraan dari pemerintah. Hal ini menjadi pertimbangan para penegak hukum untuk memberantas korupsi penerapan pidana mati. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Mengapa belum ada penjatuhan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi? VI. Isi Makalah HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR 2 Aid, 2013. Korupsi Sebagai Extra Ordinary Crime dan Tugas Yuridis Para Hakim. Diakses dari http://bawas.mahkamahagung.go.id/portal/component/article/3-artikel-khusus-badanpengawas/323-korupsi-sebagai-extra-ordinary-crime-dan-tugas-yuridis-para-hakim.html, 28 Februari 2014 3 Andylala Waluyo, 2014. Pemberantasan Korupsi di Indonesia Dalam 3 Tahun Terakhir Meningkat. Diakses dari http://www.voaindonesia.com/content/icw-pemberantasan-korupsi-diindonesia-dalam-3-tahun-terakhir-meningkat/1847983.html, 24 April 2014

PERNYATAAN KEASLIAN DAFTAR ISI ABSTRACT BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian F. Batasan Konsep G. Metode Penelitian BAB II: URGENSI PENERAPAN PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Tinjauan Umum Tentang Pelaku Tindak Pidana Korupsi 1. Pelaku Tindak Pidana Korupsi 2. Tindak Pidana Korupsi B. Tinjauan Umum Tentang Pidana Mati dalam Perkara tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Pemidanaan 2. Pidana Mati dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi C. Penerapan Pidana Mati Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi 1. Pengaturan sanksi pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi 2. Alasan-alasan belum adanya penjatuhan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi BAB III: PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN VII. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan alasan-alasan belum adanya penjatuhan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi sebagai berikut: 1. Tidak ada yang memenuhi rumusan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2. Pidana mati bagi koruptor tidak perlu diterapkan karena beberapa alasan diantaranya: 1. Tidak memberi efek jera bagi pelaku tindak pidana mati. Undang-Undang yang ada telah dibuat semenakutkan bagi pelaku tindak pidana tetapi tidak memberi efek jera bahkan dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari ancaman pidana mati. 2. Pelaku yang dipidana mati tidak memberikan ganti rugi bagi negara dan masyarakat, dengan kata lain tidak mengembalikan kerugian atau memperbaiki keadaan. 3. Ancaman pidana mati bertentangan dengan ajaran agama. Menurut kepercayaan beliau sebagai umat Kristiani bahwa mencabut nyawa manusia merupakan hak Tuhan dan bukan hak manusia. Pidana penjara seumur hidup lebih memberi keadilan daripada penjatuhan pidana mati bagi pelaku karena yang memiliki hak untuk mencabut nyawa hanyalah Tuhan. Pidana penjara seumur hidup yang dijalani pelaku secara tidak langsung dapat mengangkat harkat dan martabat dan memberi manfaat bagi masyarakat melalui kerja sosial.

VIII. Daftar Pustaka Buku: Adami Chazawi, 2003, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia, Jakarta, hlm. 269. Andi Hamzah dan A. Sumangelipu, 1984, Pidana Mati di Indonesia di Masa Lalu, Kini Dan Di Masa Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 15. Aruan Sakidjo dan Bambang Poernomo, 1988, Hukum Pidana Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodifikasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 72. Aziz Syamsuddin, 2008, TINDAK PIDANA KHUSUS, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 144. Balai Pustaka, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 527. Chaerudin,.,dkk, 2008, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, PT. Refika Aditama, Bandung, hlm. 2. Darwin Prinst, 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 31. Djoko Prakoso dan Nurwachid, 1985, Pidana Mati di Indonesia Dewasa Ini, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 13. Ermansjah Djaja, 2008, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 39. Evi Hartanti, 2006, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 1. Lenden Marpaung, 2012, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 78. Syamsul Hidayat, 2010, Pidana Mati di Indonesia., Genta Press, Yogyakarta, hlm. 50.

Tim Penerjemah BPHN, 1983, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 15. Website : Aid, 2013. Korupsi Sebagai Extra Ordinary Crime dan Tugas Yuridis Para Hakim. Diakses dari http://bawas.mahkamahagung.go.id/portal/component/article/3-artikelkhusus-badan-pengawas/323-korupsi-sebagai-extra-ordinary-crimedan-tugas-yuridis-para-hakim.html, 28 Februari 2014 Wongbanyumas, 2008. Pro-kontra Pidana Mati di Indonesia. Diakses dari http://fatahilla.blogspot.com/2008/09/pro-kontra-pidana-mati-diindonesia.html, 6 Maret 2014 Triyandi Mulkan, 2007. Teknik Investigasi Anti Korupsi. Diakses dari http://ivan-antikorupsi.blogspot.com/, 6 Maret 2014 Yuan Arief&Associates, 2012, Pengertian Pelaku Menurut KUHP. Diakses dari http://yab-law.blogspot.com/2012/01/pengertian-pelaku-menurutkuhp.html, 15 Maret 2014 Andylala Waluyo, 2014. Pemberantasan Korupsi di Indonesia Dalam 3 Tahun Terakhir Meningkat. Diakses dari http://www.voaindonesia.com/content/icw-pemberantasan-korupsi-di indonesia-dalam-3-tahun-terakhir-meningkat/1847983.html, 24 April 2014

Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP). Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme, Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lembaran Negara Nomor 140,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250.