UPACARA GREBEG KENDALISODO DAN MAKNANYA DALAM MEMBINA KERUKUNAN MASYARAKAT DI DESA KARANGJOHO KELURAHAN SAMBAN KECAMATAN BAWEN KABUPATEN SEMARANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB IV PEMBAHASAN. Desa Karangjoho merupakan desa yang berada di Kabupaten Semarang.

BAB II KAJIAN TEORI. lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kebudayaan. Hal yang paling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB II KAJIAN TEORI. Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

MAKNA TRADISI SAPARAN BAGI MASYARAKAT DUSUN MULUNGAN KELURAHAN NOGOSAREN KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,

LAPORAN OBSERVASI SETING LOKAL UPACARA ADAT DISTRIKAN DANAU RANU GRATI DESA RANUKLINDUNGAN KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kajian Pustaka. 1. Pengertian Tradisi. Tradisi dalam bahasa latin traditio, diteruskan atau kebiasaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

Kajian Folklor dalam Upacara Nyadran di Pesarean Simbah Lowo Ijo di Desa Semagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2. Kesimpulan Khusus Adapun kesimpulan secara khusus akan dijabarkan sebagai berikut:

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT DESA JERUKLEGI. Jeruklegi Kabupaten Cilacap. Desa tersebut berbatasan dengan:

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

yang masih dipertahankan di suku Jawa adalah Ritual Bulan suro.

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial

BAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan upacara adat 1 Sura dalam pelaksanaanya terdapat dua

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kota Nanga Bulik (ibu kota Kabupaten Lamandau). Adapun desa-desa yang berbatasan dengan Desa Cuhai adalah :

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang Masalah. Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaannya sebab kebudayaan ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB II KAJIAN TEORI. Antropolog Indonesia Koentjaraningrat dalam bukunya. itu mempunyai paling sedikit tiga wujud yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Sumatera dan Suku Mandailing adalah salah satu sub suku Batak

BAB V PENUTUP. untuk mendeskripsikan setting, asal-usul, prosesi, sesaji, makna simbolik, serta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2013

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Arifa, 2013

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB III HASIL PENELITIAN

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

BAB IV. Makna Slametan Bagi Jemaat GKJW Magetan. 4.1 Pemahaman jemaat GKJW Magetan melakukan slametan

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

SENI TRADISI UJUNGAN PADA MASYARAKAT DESA GUMELEM WETAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA

MAKNA TRADISI JUMAT PAHING DI DESA PURWOREJO KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI

23. URUSAN KEBUDAYAAN

Persepsi Masyarakat terhadap Kirab Budaya dalam Nawu Sendhang Seliran di Mataram Islam Sayangan Jagalan Banguntapan Bantul

Oleh : Siti Masriyah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

BAB I PENDAHULUAN. negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat istiadat. beragam keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya.

BAB I PENDAHULUAN. satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa, baik yang masih berdomisili di

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesenian Angklung Buncis merupakan kesenian turun temurun yang

BAB IV ANALISIS TRADISI BUNCENG UMAT KONGHUCU DI TITD. sekitar klenteng dalam menanggapi pelaksanaan tradisi sedekah bumi.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang untuk memberikan salah satu rasa syukur kepada sang kuasa atas

Transkripsi:

UPACARA GREBEG KENDALISODO DAN MAKNANYA DALAM MEMBINA KERUKUNAN MASYARAKAT DI DESA KARANGJOHO KELURAHAN SAMBAN KECAMATAN BAWEN KABUPATEN SEMARANG Aditia Putra, Sunardi, Tri Widiarto Pendidikan Sejarah-FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ABSTRACT Dalam kehidupan masyarakat Jawa, sangat kental dengan budaya dan tradisi turun menurunnya. Salah satu budaya dan tradisi di Jawa adalah Grebeg Kendalisodo di Desa Karangjoho Kelurahan Samban Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. Grebeg Kendalisodo rutin dilakukan oleh masyarakat Desa Karangjoho. Grebeg Kendalisodo rutin dilakukan setiap tahun oleh masyarakat Desa Karangjoho setiap tanggal 10 Suro kalender Jawa. Grebeg Kendalisodo adalah salah satu upacara yang dilakukan masyarakat Desa Karangjoho untuk menghormati leluhur dan Gunung Kendalisodo serta bertujuan untuk terhindarnya malapetaka dan agar diberi kemakmuran. Acara puncak Grebeg Kendalisodo adalah dilakukanya jamasan pusak yang dilakukan di Sendang Cupmanik. Kata Kunci: Grebeg, makna, Kendalisodo, upacara. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan keseluruhan hasil kreativitas manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang saling berhubungan, sehingga merupakan kesatuan yang berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan. Adanya kait mengait di antara unsur-unsur itulah sehingga dapat dikatakan bahwa kebudayaan adalah sebagai sistem. Artinya kebudayaan merupakan kesatuan organis dari rangkaian gejala, wujud, dan unsur-unsur yang berkaitan dengan satu (Tri Widiarto, 2009: 10). Hubungan masyarakat terhadap lingkungan disekitarnya dan hubungan pergaulan dengan individu-individu dapat dilihat dari prosesi-prosesi upacara tradisional yang diselenggarakan oleh masyarakat, khususnya masyarakat Jawa Tengah. Masyarakat tradisional Jawa memandang bahwa upacara-upacara tradisional penting untuk dilakukan karena mengandung pesan-pesan dan nilai-nilai serta norma-norma yang harus di turunkan dari leluhur atau nenek moyang kepada generasi berikutnya. Sekaligus dapat di ketahui identitas keluhuran nilai-nilai dan norma-norma yang terkandung dalam upacara tradisional agar selalu dilestarikan. Masyarakat dan kebudayaan tidak bisa dilepaskan, keduanya merupakan konsep yang saling tergantung. Jadi masyarakat merupakan pendukung dari kebudayaan. Bagian dari sistem nilai budaya yang terbatas dan lebih khusus lagi tetapi juga merupakan pedoman hidup sebagian dari suatu masyarakat adalah sistem kepercayaan atau keyakinan salah satu dari sistem tersebut adalah Grebeg Kendalisodo. 26

Widya Sari Edisi Khusus Vol. 16, No. 3, Juni 2014: 26-32 Kendalisodo adalah nama sebuah gunung yang berada di Kecamatan Bawen, di tengah Gunung Kendalisodo yang menghadap ke Utara, ada pertapaan yang biasa digunakan orang untuk bersemedi beberapa hari. Tempat ini tidak jauh dari Desa Karangjoho, Kelurahan Samban, Kecamatan Bawen, sedangkan tempat tersebut dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua. Di sebelah pertapaan tersebut terdapat Sendang Puspitosari atau Sendang Drajad, sendang tersebut tidak sembarang orang bisa melihat, konon sendang tersebut hanya diperuntukkan bagi mereka yang berniat baik, sedangkan air sendang tersebut dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, membuat awet muda, menambah kewibawaan dan lain lain. Grebeg Kendalisodo adalah cara yang dilakukan warga sekitar Gunung Kendalisodo untuk menghormati leluhur, alam serta rasa beryukur. Grebeg Kendalisodo sangat dekat dengan kehidupan warga desa sekitar Gunung Kendalisodo. Dalam perekembanganya, grebeg menjadikan sarana keakraban dan sebagai tempat bersatunya warga desa sekitar Gunung Kendalisodo. Clifford Geertz berpendapat bahwa tradisi religius Jawa khusunya dari kaum petani merupakan sebuah campuran unsur India Islam dan Jawa. Jelas bahwa warna agama Hindhu, Islam dan Jawa tampak dalam setiap kegiatan ritualnya (Clifford Geertz, 1981:524). TINJAUAN PUSTAKA Tradisi merupakan roh dari sebuah kebudayaan, dengan tradisi sistem kebudayaan akan menjadi kokoh. Bila tradisi dihilangkan maka ada harapan suatu kebudayaan akan berakhir disaat itu juga. Setiap sesuatu menjadi tradisi biasanya telah teruji tingkat efektifitas dan tingkat efesiensinya. Efektifitas dan efisiensinya selalu mengikuti perjalanan perkembangan unsur kebudayaan. Berbagai bentuk sikap dan tindakan dalam menyelesaikan persoalan kalau tingkat efektifitasnya dan efisiensinya rendah akan segera ditinggalkan pelakunya dan tidak akan pernah menjelma menjadi sebuah tradisi. Peranan tradisi sangat nampak pada masyarakat perdesaan walaupun kehidupan tradisi terdapat pula pada kehidupan masyarakat kota. Masyarakat perdesaan dapat didefinisikan sebagai masyarakat agraris, maka sifat masyarakat seperti itu cenderung tidak berani berspekulasi dengan alternatif yang baru. Tingkah laku masyarakat selalu pada polapola tradisi yang telah lalu (Bastomi, 1986 : 14). Menurut sejarahnya, kata grebeg berasal dari kata gumrebeg yang berarti riuh, ribut, dan ramai. Hal ini menggambarkan suasana grebeg yang memang ramai dan riuh. Grebeg juga mempunyai arti mengelilingi atau menguntari suatu tempat dalam keyakinan manghormati suatu tempat. Keberadaan Grebeg Kendalisodo harus dilihat dari masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, sebab sebagian tradisi daerah yang ada menjadi unggulan masa lalu, namun dimasa kini menjadi musnah (Suwandi, skripsi, 2001). Jamasan berasal dari kata jamas yang artinya cuci, membersihkan, mandi. Jamas adalah bahasa Jawa kromo inggil (tingkatan paling tinggi/halus), sementara bahasa dalam bahasa ngoko (paling kasar) adalah kumbah. Sehingga, jamasan bisa diartikan sebagai kegiatan mencuci, membersihkan, atau memandikan atau ngumbah. Dalam jamasan benda yang dimandikan adalah pusaka yang diyakini atau dikeramatkan dalam masyarakat, khusunya masyarakat Jawa. Sedangkan pusaka adalah berbagai benda yang dikeramatkan atau dipercayai mempunyai kekuatan tertentu, seperti gong, keris, tombak, 27

Upacara Grebeg Kendalisodo dan Maknanya Dalam Membina Kerukunan Masyarakat (Aditia Putra, Sunardi, Tri Widiarto) kereta pusaka, dan berbagai macam jenis pusaka lainnya. Dengan demikian, jamasan pusaka lalu diartikan sebagai kegiatan mencuci senjata, yang biasanya dilakukan di bulan Suro. Suro adalah bulan pertama dalam penanggalan Jawa yang diyakini sebagai bulan keramat, penuh larangan dan pantangan. Masyarakat Jawa hampir selalu menghindari melakukan suatu kegiatan besar di bulan ini, karena takut akan tulahnya. Menurut Murtjipto (2004), maksud dan tujuan jamasan pusaka untuk mendapatkan keselamatan, perlindungan, dan ketentraman. Bagi sebagian masyarakat Jawa, benda-benda pusaka tersebut dianggap mempunyai kekuataan gaib yang akan mendatangkan berkah apabila dirawat dengan cara dibersihkan atau dimandikan. Dalam Grebeg Kendalisodo, benda ataupun pusaka yang dijamas di Sendang Cupumanik adalah Pancasila, agar bangsa ini tumbuh lagi dan lebih baik serta dijauhkan dari konflik yang membuat bangsa Indonesia terpuruk. Salah satu tradisi di masyarakat Jawa adalah upacaraupacara adat yang dikemas secara tradisional. Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan. Kebudayaan merupakan warisan sosial yang hanya dimiliki oleh masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya (Purwadi, 2005 : 1). Upacara tradisional merupakan suatu kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat pendukungnya dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan keselamatan, yang mengandung aturanaturan yang wajib dipenuhi dan dilaksanakan oleh warga masyarakat (Depdikbud,1984:1). Upacara-upacara tradisonal merupakan perwujudan dari pelaksanaan proses sosialisasi dalam masyarakat tradisional sebagai kegiatan sosial yang melibatkan masyarakat pendukungnya dan dapat menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek kehidupan lain, seperti gotong royong, solidaritas, kekeluargaan, ketaqwa-an dan keagamaan. Adapun kerangka pikir penellitian ini tergambar dalam diagram sebagai berikut: Jenis penelitian yang digunakan 28

Widya Sari Edisi Khusus Vol. 16, No. 3, Juni 2014: 26-32 yaitu penelitian diskriptif dengan maksud memaparkan, menggambarkan dan menguraikan Grebeg Kendalisodo sebagaimana adanya. Pengolahan data dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif yaitu data yang berhubungan dengan peran dan Upacara Grebeg Kendalisodo diceritakan kembali sehingga terdapat gambaran yang utuh mengenai pelaksanaan upacara tersebut. Data-data yang diperoleh merupakan data yang masih mentah, untuk dijadikan data tersebut menjadi matang dan dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya perlu diolah kembali. GEOGRAFIS DESA KARANGJOHO Desa Karangjoho merupakan desa yang berada di Kabupaten Semarang. Tepatnya di Kelurahan Samban, Kecamatan Bawen. Karangjoho adalah desa yang berada persis di kaki Gunung Kendalisodo. Secara geografis wilayah Desa Karangjoho. Kelurahan Samban, Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang memiliki batas-batas geografis sebelah utara adalah desa Sorogenen dan desa Samban, sebelah timur desa Harjosari, batas sebelah selatan desa Mlilir dan desa Prampelan, sedangkan batas debelah Barat adalah desa Poncoruso. Menurut catatan dan data kepala Desa Samban pada bulan Oktober 2013 jumlah penduduk jumlah Kepala Keluarga mencapai 192 yang terdiri dari 136 warga laki-laki dan 138 warga perempuan. Masyarakat di Desa Karangjoho mayoritas sebagaian besar bermata pencaharian sebagai petani dengan persawahan yang hampir mengelilingi Desa Karangjoho. Warga Desa Karangjoho hampir keseluruhan beragama Islam walau ada yang beragama non Islam namun mereka menjunjung tinggi nilai persatuan di Desa Karangjoho. Gunung Kendalisodo Gunung Kendalisodo merupakan sebuah gunung yang berada di Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. Gunung ini konon terbentuk karena hasil letusan Gunung Ungaran purba. Menurut kepercayaan warga sekitar, Gunung Kendalisodo merupakan sebuah gunung yang dijaga oleh Hanoman dan tempat pertapaan Hanoman saat menjadi Resi Mayangkara. Pengertian Upacara Grebeg Kendalisodo Grebeg Kendalisodo adalah tradisi ritual di Desa Karangjoho, Kelurahan Samban, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang yang biasanya dilakukan setiap tanggal 10 Suro. Gunung Kendalisodo terletak di Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang. Acara ini dipusatkan di sebuah mata air yang disebut Sendang Cupumanik dengan diadakannya penjamasan Pancasila yang melambangkan negara Indonesia dan juga sabit dan cangkul sebagai lambang pertanian sebagai sektor ekonomi penduduk sekitar Gunung Kendalisodo. Penjamasan ini dihadiri oleh seluruh warga desa sekitar Gunung Kendalisodo. Upacara Grebeg Kendalisodo adalah memberi doa dan sesaji bagi penunggu Gunung Kendalisodo yang dipusatkan di Sendang Cupumanik. Di tempat ini kerap dilakukan berbagai ritual pembersihan diri yang terkait dengan kepercayaan bahwa Muharam atau Suro adalah bulan tepat untuk mengkoreksi diri dan membersihkan jiwa dan batin. Tujuan dari Upacara Grebeg Kendalisodo adalah agar masyarakat di sekitar Gunung Kendalisodo dijauhkan dari malapetaka dan yang paling penting adalah diberi kemakmuran, kelimpahan air dan serta hasil pertanian di Desa Karangjoho melimpah khususnya dan dijauhkan dari konflik-konflik nasional umumnya. Pelaku Upacara Pelaku Grebeg Kendalisodo adalah: 29

Upacara Grebeg Kendalisodo dan Maknanya Dalam Membina Kerukunan Masyarakat (Aditia Putra, Sunardi, Tri Widiarto) a. Juru Kunci Sendang Cupumanaik. b. Modin. c. Kepala Desa Samban. d. Ketua Panitia Grebeg Kendalisodo. e. Peserta upacara Grebeg Kendalisodo. Perlengkapan Upacara Perlengkapan Upacara Grebeg Kendalisodo adalah: a. Daun muda kelapa. b. Gerabah. c. Daun pisang. d. Pancasila. PROSESI UPACARA GREBEG KENDA- LISODO Upacara Grebeg Kendalisodo yang dilakukan oleh masyarakat Desa Karangjoho dilakukan setiap tanggal 10 Suro, dengan keyakinan bahwa suro merupakan bulan yang suci dan bersih. Tahap Persiapan Dalam upacara Grebeg Kendalisodo perlu diadakanya persiapan yang matang, agar dalam pelaksanaanya dapat berjalan dengan lancar, persiapan tersebut mencakup persiapan sarana dan prasarana serta spiritual agar nanti dalam prosesi grebeg tidak ada hambatan berupa kurangnya sarana yang digunakan. Orang yang menyiapkan sarana dan prasarana ini adalah warga Desa Karangjoho laki-laki maupun perempuan, sedangkan persiapan spiritual adalah melakukan doa-doa satu malam sebelum Grebeg Kendalisodo berlangsung di Sendang Cupumanik. Persiapan ini dipimpin langsung oleh juru kunci sendang beserta modin desa di Sendang Cupumanik hingga warga yang ingin datang dipersilahkan. Pada acara grebeg tahun ini, banyak warga yang datang dalam tahap persiapan spiritual di Sendang Cupumanik, hingga bupati Kabupaten Semarang datang langsung mengikuti tahap ini dan memberikan sambutan dengan kesimpulan adalah beliau mendukung tradisi Grebeg Kendalisodo, karena ini bisa merupakan salah satu aset wisata budaya serta wisata religi di Kabupaten Semarang. Pelaksanaan upacara Grebeg Kendalisodo Pelaksanaan Grebeg Kendalisodo dilaksanakan tanggal 10 Suro tanggal jawa. Warga desa memilih tanggal itu karena itu sudah turun temurun dari awal mulainya grebeg hingga saat ini. Warga percaya jika Suro adalah bulan yang baik dan bersih, dan warga tetap setuju jika Grebeg Kendalisodo dilakukan setiap tanggal 10 Suro. a. Pawai Prosesi Grebeg Kendalisodo dimulai saat warga mulai berkumpul yang ditempatkan di desa Secang. Ketika semua warga dan panitia berkumpul beserta Pancasila, sabit, cangkul dan sesaji yang akan diarak, dan kepala desa Samban mengsahkan grebeg dengan sirinenya dimulailah Grebeg Kendalisodo. Masyarakat sekitar juga suka menyebut arak-arakan ini juga sebagai pawai. Warga mulai mengarak Pancasila, serta sesaji yang dipimpin oleh ketua panitia dari Desa Secang menuju Sendang Cupumanik yang berada di Desa Karangjoho untuk melakukan jamasan. Walau saat tahap ini terjadi hujan lebat namun tidak mengurangi semangat dan antusias warga untuk mengikuti. b. Sambutan-sambutan Setelah pawai atau arak-arakan dari desa Secang menuju sendang Cupumanik sampai di Desa Karangjoho ketua Panitia menghentikan sejenak di pertigaan desa Karangjoho. Tidak tanpa alasan ketua panitia menghentikan sejenak. Setelah semua warga beserta panitia berkumpul, ketua panitia memberikan sambutan yang 30

Widya Sari Edisi Khusus Vol. 16, No. 3, Juni 2014: 26-32 pula dihadiri oleh budayawan dari Bali yang teryata juga berpatisipasi pada grebeg tahun ini. c. Peletakan Sesaji Setelah pawai dihentikan di pertigaan desa dan selesai ketua panitia memberikan sambutan-sambutan, acara dilanjutkan dengan pembakaran kemenyan untuk sesaji. Kemudian ada 4 orang yang membawa sesaji beserta kemenyan untuk dibawa ke Sendang Cupumanik dengan jalan kaki karena jarak antara pertigaan desa dan sendang tidak begitu jauh. d. Jamasan Pusaka Setelah sekiranya persiapan di Sendang Cupumanik selesai, ketua panitia memulai kembali pawai menuju Sendang Cupumanik untuk melakukan prosesi jamasan. Warga sangat antusias untuk mengikuti puncak acara Grebeg Kendalisodo di Sendang Cupumanik. Setelah sampai di Sendang Cupumanik, yang pertama akan dijamas adalah Pacasila yang langsung diletakan diatas mata air sendang. e. Makan Bersama Sesudah acara penjamasan pusaka, maka acara dilanjutkan dengan makan bersama seluruh masyakat dengan perebutan sesaji makanan dan hasil pertanian warga Karangjoho yang telah ikut diarak dan didoakan. Warga mulai memperebutkan sesaji serta gunungan buah-buahan, karena dipercaya bagi yang memakan akan mendapatkan berkah. Terlihat setiap warga sangat antusias dan tidak dalam waktu lama, sesaji makanan serta gunungan buah-buahan habis diperebutkan oleh warga untuk langsung dimakan ataupun dibagikan kembali kepada saudara dan warga lain yang belum mendapatkan. MAKNA UPACARA GREBEG KENDALI- SODO Makna penting dalam pelaksanaan upacara Grebeg Kendalisodo dapat dilihat dari bebrbagai aspek, diantaranya adalah: Makna Upacara Grebeg Kendalisodo dalam Kehidupan Sosial Kehidupan masyrakat Karangjoho diwarnai oleh sikap solidaritas warganya, karena situasi sosial tersebut menuntut adanya sikap kebersamaan dalam menghadapi tantangan hidup di masyarakat. Gotong royong merupakan salah satu ciri kehidupan sosial warga Karangjoho dalam mengadakan Grebeg Kendalisodo. Pelaksanaan upacara Grebeg Kendalisodo merupakan kegiatan yang selalu mengedepankan sikap maupun perilaku saling membantu atau kegotong-royongan, kerukunan yang hadir tanpa memandang status sosial, pendidikan dsb. Hal inilah dapat dibuktikan dalam pelaksanaan upacara ini, setiap warga masyarakat dengan antusias mempererat hubungan sosial antar warga Karangjoho dan seluruh warga sekitar Gunung Kendalisodo yang hadir dalam upacara tersebut. Dengan demikian terlihat jelas bahwa tradisi Grebeg Kendalisodo mempunyai makna sebagai pemersatu atau jembatan antara warga untuk menjalin suatu hubungan sosial yang dapat menumbuhkan persatuan dan persaudaraan dalam kehidupan bermasyarakat. Makna Upacara Grebeg Kendalisodo dalam Membina Kerukunan Hidup Masyarakat Desa Karangjoho Tradisi Grebeg Kendalisodo dilihat dari tahap persiapan tampak bahwa mereka membina persatuan dan kesatuan masyarakat Desa Karangjoho dan mereka juga bersatu tanpa memandang status soial saat mereka membuat gunungan hingga tempat peletakan pusaka untuk 31

Upacara Grebeg Kendalisodo dan Maknanya Dalam Membina Kerukunan Masyarakat (Aditia Putra, Sunardi, Tri Widiarto) dijamas yang mereka buat secara sederhana. Kerukunan warga Karangjoho dan warga sekitar nampak juga pada saat mereka akan memulai Grebeg Kendalisodo. Mereka sangat antusias dan berbondongbondong dan saling sapa, bercanda jika mereka bertemu di jalan, para orang tua, remaja, anak-anak baik laki-laki maupun perempuan. Rasa kebersamaan terlihat nampak sangat kental saat upacara selesai yaitu saat mereka memperebutkan gunungan walaupun akhirnya dibagikan kembali bagi yang belum medapatkan hingga akhirnya mereka memakanya besama tanpa memandang status apapun. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, analisa dan pengumpulan data yang paparkan dalam kajian Makna upacara Grebeg Kendalisodo dan maknanya dalam membina kerukunan masyarakat di Desa Karangjoho, Kelurahan Samban, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Upacara Grebeg Kendalisodo dalam mempererat kerukunan warga dilihat dari kerjasama warga, peserta hingga panitia dari mulai persiapan, proses dan hingga akhir upacara Grebeg Kendalisodo. 2. Upacara Grebeg Kendalisodo merupakan wujud adanya kerukunan masyarakat Desa Karangjoho, dimana masyarakat secara bersama-sama datang dengan sangat antusias dan memakan makanan secara bersama sama. 3. Makna upacara tradisi Grebeg Kendalisodo adalah memupuk rasa persaudaraan, gotong royong, memupuk rasa persatuan dan kesatuan tanpa memandang kedudukan, kekayaan dan sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Arsip Arsip Desa Samban.2013. Kabupaten Buku-buku Semarang. Bastomi, Suwaji. 1986. Kebudayaan Apresiasi Pendidikan Seni. Semarang: IKIP Pres. Depdikbud. 1994. Nilai-nilai Budaya Sastra Jawa: Jakarta. Geertz Clifford. 1981. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Grafiti. Purwadi. 2005. Upacara Tardisional Jawa. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Tri Widiarto. 2009. Psikologi Lintas Budaya Indonesia.Salatiga. Widya Sari Press Salatiga. Jurnal dan Skripsi Murtjipto. 2004. Fungsi dan Makna Siraman Pusaka Mangkunegaran di Selogiri Kabupaten Wonogiri, dalam Patra- Widya Vol.5 No. 2. Juni 2004.Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. Suwandi (152001703). 2002. Upacara Kembang Kuningan (Sejarah dan Pengaruhnya Terhadap Interaksi Sosial Masyarakat di Desa Polobogo Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Salatiga: FKIP-Sejarah (UKSW). 32