Penyebaran Rabies dan Analisis Korelasi Kejadiannya pada Anjing dengan Manusia di Kabupaten Bangli Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
Korelasi dan Penyebaran Kejadian Rabies pada Anjing dan Manusia di Kabupaten Klungkung Bali Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENYEBARAN RABIES DAN ANALISIS KORELASI KEJADIANNYA PADA ANJING DENGAN MANUSIA DI KABUPATEN BANGLI TAHUN SKRIPSI. oleh

Persebaran dan Hubungan Kejadian Rabies pada Anjing dan Manusia di Denpasar Tahun

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.

KORELASI RABIES PADA ANJING DENGAN RABIES PADA MANUSIA DAN PENYEBARANNYA DI KABUPATEN TABANAN TAHUN SKRIPSI

Kata Kunci: Rabies, anjing, manusia, Kota Denpasar

Persebaran Wilayah Tertular Rabies dan Hubungan Kejadiannya pada Anjing dan Manusia di Kabupaten Jembrana, Bali Tahun

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

Faktor-Faktor yang Mendorong Kejadian Rabies pada Anjing di Desa-Desa di Bali

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali)

Sistem Pemeliharaan Anjing dan Tingkat Pemahaman Masyarakat terhadap Penyakit Rabies di Kabupaten Bangli, Bali

Perhatian Pemilik Anjing Dalam Mendukung Bali Bebas Rabies

Indonesia Medicus Veterinus Oktober (5):

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,

Lokasi Gigitan Secara Anatomi dan Waktu Kematian Pascagigitan Anjing Rabies pada Korban Manusia di Bali

Indonesia Medicus Veterinus Juni (3):

Penyebaran Penyakit Rabies pada Hewan Secara Spasial di Bali pada Tahun

RIWAYAT HIDUP. anak pertama dari pasangan drh Nyoman Reli dan Ibu Meigy S Pantouw. Penulis

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

Pemeliharaan Anjing oleh Masyarakat Kota Denpasar yang Berkaitan dengan Faktor Risiko Rabies

Ekologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG

Alur Penyebaran Rabies di Kabupaten Tabanan Secara Kewilayahan (Spacial)

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

Gambaran Klinik Sapi Bali Tertular Rabies. di Ungasan, Kutuh dan Peminge

Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXIV, No. 80, Juni 2012 ISSN: X

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXIII, No.78, Juni 2011 ISSN: X

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepemilikan Anjing di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali

DISTRIBUSI KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DAN KASUS RABIES DI KABUPATEN NGADA, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Indonesia Medicus Veterinus Maret (2):

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

SURVEILANS DAN MONITORING AGEN PENYAKIT RABIES PADA ANJING DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARAN BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013

ABSTRACT PENDAHULUAN SOSIALISASI FLU BURUNG SERTA PEMERIKSAAN JUMLAH SEL DARAH PUTIH DAN TROMBOSIT PENDUDUK DESA BERABAN KABUPATEN TABANAN

OSIR, June 2013, Volume 6, Issue 2, p. 8-12

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

Persebaran Spasial Rabies Sapi Bali dan Kerugian Ekonomi yang Ditimbulkannya di Ungasan, Kutuh, dan Peminge

BAB I PENDAHULUAN. pemangku kepentingan (stakeholders) sebagaimana telah didiskusikan dalam

ABSTRAK ABSTRACT. Blank (11pt) Blank (11pt) Blank (11pt) Blank (11pt)

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXIII, No.78, Juni 2011 ISSN: X

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP PEMILIK ANJING DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN RABIES DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ONGKAW KABUPATEN MINAHASA SELATAN

Respons Imun Humoral Anjing Lokal Betina Umur Lebih dari Satu Tahun Pasca Vaksinasi Rabies

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG

Buletin Veteriner Udayana Vol. 4 No.1: ISSN : Pebruari Pengetahuan Masyarakat Tentang Rabies Dalam Upaya Bali Bebas Rabies

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RESPON IMUN ANAK BABI PASCA VAKSINASI HOG CHOLERA DARI INDUK YANG TELAH DIVAKSIN SECARA TERATUR ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Frekuensi Hepatitis B dan Hepatitis C Positif pada Darah Donor di Unit Transfusi Darah Cabang Padang pada Tahun 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit zoonosis di

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

Peran FAO sebagai Badan Internasional dalam Mendukung Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Indonesia (Bali dan Flores)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPADATAN POPULASI ANJING SEBAGAI PENULAR RABIES DI DKI JAKARTA, BEKASI, DAN KARAWANG, Salma Maroef *) '4B STRACT

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEMILIK ANJING DENGAN UPAYA PENCEGAHAN RABIES DI PUSKESMAS TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

Analisis Kestabilan Model Matematika Penyebaran Infeksi Penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dengan Faktor Host dan Vaksinasi

RIWAYAT HIDUP. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 1

Situasi Rabies di Bali: Enam Bulan Pasca Program Pemberantasan (Current Situation of Rabies in Bali: Six Months After Eradication Program)

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN INFEKSI CACING DI PUSKESMAS KOTA KALER KECAMATAN SUMEDANG UTARA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Hubungan Pengetahuan Masyarakat Pemelihara Anjing Tentang Bahaya Rabies Terhadap Partisipasi Pencegahan

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu kecamatan yang berada di

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

Kardiwinata, et.al Vol. 1 No. 1 : 50-54

ISSN situasi. diindonesia

PERBANDINGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PUSKESMAS I UBUD DAN PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN JANUARI OKTOBER 2012

PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tingkat Pendidikan, Dukungan Petugas Kesehatan, Tindakan Pencegahan Rabies

ABSTRAK. Kata kunci: anjing kintamani, AST, ALT, jenis kelamin, dan umur.

GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRAGIC FEVER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL JANUARI DESEMBER 2011

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN KEPADATAN PENDUDUK DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN SLEMAN

Fluktuasi Bedah Sterilisasi pada Anjing Di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Tahun

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRAGIC FEVER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL TAHUN 2011

PREVALENSI GANGGUAN KULIT PADA ANJING KINTAMANI BALI SKRIPSI. Diajukan oleh. Ni Putu Vidia Tiara Timur NIM

BAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

Kata kunci : Prevalensi, infeksi cacing Toxocara canis, Anjing Kintamani Bali.

POLA SPASIAL TEMPORAL DAERAH BERESIKO DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA SEMARANG DENGAN LOCAL INDICATOR OF SPATIAL ASSOCIATON (LISA)

PROFIL PENDERITA INFEKSI SISTEM SARAF PUSAT PADA ANAK DI RSUP. H. ADAM MALIK TAHUN 2012

IDENTIFII(A.SI VIRUS RABIES PADAANJING LIAR DI KOTA MAKASSAR IDENTIFICATION OF RABIES VIRUS IN STRAYDOGS IN MAKASSAR. Sri Utami" Bambang Sumiarto2

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI PUSKESMAS SUNGAI AYAK III KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,

Knowledge, attitude, and practice related to rabies incidence in Flores Timur, Sikka, Manggarai, and Ngada District, East Nusa Tenggara Province

Transkripsi:

Penyebaran Rabies dan Analisis Korelasi Kejadiannya pada Anjing dengan Manusia di Kabupaten Bangli Tahun 2009-2014 (THE CORRELATION ANALYSIS AND SPREADING PATTERN OF RABIES CASES BETWEEN DOGS AND HUMAN IN BANGLI FROM 2009-2014) Findri Andriani 1, I Wayan Batan 2, I Made Kardena 3 1 Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan 2 Laboratorium Diagnosa Klinik Veteriner 3 Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jln. PB. Sudirman, Denpasar, Bali Telp/Fax: (0361) 223791, Faks. 701801. E-mail : findriandriani@yahoo.co.id ABSTRAK Rabies atau penyakit anjing gila merupakan suatu penyakit virus yang disebabkan oleh genus Lyssavirus dari famili Rhabdoviridae bersifat akut serta sangat berbahaya dan mengakibatkan kematian karena mampu menginfeksi sistem saraf pusat yakni otak dan sumsum tulang belakang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kawasan rabies, penyebaran rabies dan korelasi antara kejadian rabies pada anjing dan manusia di Kabupaten Bangli Bali tahun 2009-2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Data kejadian rabies pada anjing dan manusia yang telah dikumpulkan kemudian digambar pada peta wilayah Kabupaten Bangli. Selanjutnya data tersebut ditabulasi. Analisis data yang digunakan meliputi uji normalitas dilakukan dengan Shapiro Wilk, uji homogenitas dengan Lavene Statistic, analisis korelasi dilakukan dengan uji Spearman. Total kasus rabies pada anjing dari tahun 2009 sampai 2014 sebanyak 124 kasus dan pada manusia lima orang. Sebanyak 39 dari 72 desa di Kabupaten Bangli telah tertular rabies. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan adanya hubungan sebab akibat negatif yang artinya bahwa kejadian rabies pada anjing tergolong relatif tinggi namun tidak diikuti dengan tingginya kejadian rabies pada manusia. Ada korelasi yang nyata antara kejadian rabies pada anjing dan manusia di Kabupaten Bangli tahun 2009 sampai 2014. Kata Kunci : Rabies, anjing, manusia, Kabupaten Bangli ABSTRACT Rabies is a viral disease caused by Lyssavirus of Rhabdoviridae family which is acute and extremely dangerous. Rabies causes a death because it is able to infect the central nervous system (brain and spinal cord). This research was done to recognize rabies territory, its dissemination and its correlation between the cases in dog and human, in Bangli Regency from 2009 and until 2014. A descriptive analysis method had been used in this study. The data of rabies cases in dog and human has been obtained and illustrated in the Bangli regency area s map. Then the data were tabulated. The descriptive analysis, normality test (Shapiro Wilk test), homogeneity test (Lavene Statistic test), and correlation analysis (Spearman test) had been performed. Data showed that a total number of rabies cases in dog was 124 cases and in human was 5 cases from 2009 until 2014. There was a 39 villages out of 72 villages positively infected by rabies. Analysis showed there was a negative correlation which mean rabies cases in dogs was relatively high when cases of rabies in human was low. In conclusion, there was a real correlation of rabies cases in dogs and human. Keywords : Rabies, dog, human, correlation, Bangli Regency 79

PENDAHULUAN Rabies atau penyakit anjing gila merupakan suatu penyakit virus yang bersifat akut serta sangat berbahaya dan mengakibatkan kematian karena mampu menginfeksi sistem saraf pusat yakni otak dan sumsum tulang belakang. Penyakit rabies disebabkan oleh genus Lyssavirus dari famili Rhabdoviridae. Penularan rabies terjadi karena adanya gigitan hewan pembawa rabies (HPR) yang terinfeksi kepada hewan sehat ataupun manusia (Dodet et al., 2008). Rabies merupakan penyakit zoonosis tertua yang menginfeksi anjing (Dharmawan, 2009). Di Bali, kasus rabies pada anjing pertama kali dilaporkan terjadi di Desa Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung (Supartika et al., 2009), dan kasus pada manusia dilaporkan terjadi November tahun 2008 di Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan. Berdasarkan kajian kasus rabies pada manusia dan hewan, diperkirakan penyakit rabies masuk ke Semenanjung Bukit, Kabupaten Badung pada April 2008 (Putra et al., 2009). Penyakit rabies saat itu terus menyebar menular secara cepat hingga bulan Juni 2010 di seluruh kota dan Kabupaten Bali. Sementara, kasus rabies di Kabupaten Bangli pertama kali teridentifikasi pada anjing di Desa Bebalang, Kabupaten Bangli tahun 2009. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Batan et al., (2014), diketahui bahwa kasus rabies paling banyak ditemukan di Desa Kawan, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli yakni sebanyak delapan kasus. Kasus rabies pada manusia pertama kali teridentifikasi di Banjar Tambahan Tengah, Desa Jehem Tembuku pada April 2010. Salah satu hewan pembawa rabies yang paling banyak menyebarkan penyakit rabies ke manusia dan pada hewan berdarah panas adalah anjing (Menezes, 2008). Interaksi antara anjing dan manusia di Bali sangat tinggi. Selain sebagai hewan yang dipelihara di rumah, anjing di Bali juga dimanfaatkan sebagai hewan korban pada upacara yang dikenal dengan bhuta yadnya (mecaru) (Dharmawan, 2009). Hingga saat ini kajian mengenai hubungan penyakit rabies pada anjing dan manusia di Kabupaten Bangli belum banyak dipublikasikan. Informasi ini penting untuk mengetahui korelasi atau pola hubungan kejadian rabies pada anjing dengan manusia di Kabupaten Bangli khususnya Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani merupakan kawasan pelestarian anjing ras Kintamani. Jika rabies sampai menjangkit anjing Kintamani di Desa Sukawana, maka hal tersebut dapat merugikan upaya pelestarian anjing Kintamani. Selain itu, Kintamani merupakan kawasan wisata andalan yang banyak dikunjungi dan jika kejadian rabies sampai 80

terjadi dapat menjadi berita yang merugikan bagi usaha pariwisata masyarakat Bangli. Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui korelasi atau pola hubungan kejadian rabies pada anjing dengan manusia di Kabupaten Bangli. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi pemerintah terkait seperti Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas Peternakan Perikanan Pemerintah Kabupaten Bangli, dan Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Bangli. Kemudian survei lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi lapangan kawasan dengan kasus rabies. Selain itu, data mengenai rabies di Kabupaten Bangli didukung dari berita yang dimuat pada media cetak. Data mengenai kasus positif rabies pada anjing dan manusia di Kabupaten Bangli dikumpulkan. Kemudian disusun dan dilakukan analisis korelasi dari variabel yang ada. Kemudian divisualisasi dengan digambar pada peta wilayah Kabupaten Bangli. Analisis data yang digunakan meliputi uji normalitas dengan Shapiro Wilk, uji homogenitas dengan Lavene Statistic, analisis korelasi dilakukan dengan uji Spearman. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data kejadian rabies tahun 2009-2014, terdapat kasus positif rabies pada anjing sebanyak 124 ekor dan lima orang pada manusia (Tabel 1). Awal kejadian rabies pada anjing terjadi di Kecamatan Bangli tahun 2009 yaitu di Desa Bebalang (Tabel 2), sedangkan, pada manusia pertama kali dilaporkan terjadi di Kabupaten Bangli pada bulan April 2010 di Desa Jehem, Kecamatan Tembuku (Tabel 3). Tabel 1. Kejadian rabies pada anjing dan manusia di Kabupaten Bangli tahun 2009-2014 Kecamatan 2009 2010 2011 2012 2013 2014 A M A M A M A M A M A M Bangli 1 0 23 0 5 0 15 0 5 0 4 0 Susut 0 0 7 0 2 0 11 0 2 0 4 0 Tembuku 0 0 2 1 0 1 2 0 2 0 8 0 Kintamani 0 0 19 1 0 2 3 0 4 0 6 0 Total 1 0 51 2 7 3 31 0 13 0 22 0 Keterangan : A = Anjing; M = Manusia 81

Kasus rabies pada anjing dilaporkan terjadi di Kabupaten Bangli pertama kali pada bulan Oktober 2009 yaitu di Desa Bebalang. Kasus rabies pada anjing paling banyak terjadi pada tahun 2010 sebanyak 51. Di Kecamatan Bangli pada tahun yang sama sebanyak 23 ekor anjing didiagnosis positif rabies pada bulan Maret, April, Mei, Juni, Juli, September, November dan Desember. Kejadian positif rabies di Kecamatan Susut terdapat tujuh ekor anjing pada bulan Maret, April dan Desember. Di Kecamatan Tembuku terdapat dua ekor anjing positif rabies pada bulan Juli, sedangkan untuk Kecamatan Kintamani sebanyak 19 ekor anjing positif rabies pada bulan Januari, Februari, Maret, April dan Mei. Dari keseluruhan kejadian rabies pada anjing, terbanyak di Kecamatan Bangli dan paling sering terjadi di Desa Kawan. Kejadian rabies tidak dilaporkan terjadi pada bulan Agustus dan Oktober. Kejadian rabies pada anjing tahun 2011 mengalami penurunan yaitu berjumlah tujuh ekor menyebar di Kecamatan Bangli sebanyak lima ekor didiagnosis rabies, terjadi pada bulan Maret dan November. Di Kecamatan Susut dilaporkan terdapat dua ekor kasus rabies pada bulan Januari dan November. Kejadian rabies pada anjing tahun 2012 mengalami peningkatan dari tahun 2011 yaitu sebanyak 31 ekor. Kasus anjing positif rabies menyebar di Kecamatan Bangli sebanyak 15 ekor yaitu pada bulan Januari, Maret, Juli, Agustus, September, Oktober dan November. Di Kecamatan Susut 11 ekor anjing dilaporkan rabies pada bulan Februari, April, Agustus, November dan Desember. Di Kecamatan Tembuku dua ekor anjing positif rabies pada bulan Desember. Di Kecamatan Kintamani tiga ekor positif rabies pada bulan Februari dan Maret. Pada tahun 2011, kejadian rabies pada anjing menurun di Bangli. Namun pada tahun 2012 kejadiannya kembali meningkat. Kejadian yang menurun pada tahun 2011, sangat mungkin disebabkan karena upaya vaksinasi rabies masal mampu menekan penyebaran rabies. Akan tetapi, keberhasilan tersebut seakan terhapus dengan kembali merebaknya pada tahun 2012. Di negara-negara Asia anjing merupakan reservoir rabies (Perry, 1993). Hal tersebut membuat rabies selalu saja berjangkit di tengah masyarakat (Bingham, 2005). Kejadian rabies pada anjing tahun 2013 relatif mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 13 ekor anjing didiagnosis rabies. Kasus rabies menyebar di Kecamatan Bangli sebanyak lima ekor pada bulan Februari, Maret, Juni dan Desember. Kecamatan Susut dua ekor anjing rabies pada bulan Mei dan Oktober. Di Kecamatan Tembuku dua ekor anjing dilaporkan rabies, terjadi pada bulan Februari dan Juli, sedangkan 82

di Kecamatan Kintamani terdapat kasus rabies sebanyak empat ekor yang terjangkit pada bulan Februari, April, Juli dan Desember. Kejadian rabies pada anjing tahun 2014 sebanyak 22 ekor. Kasus positif rabies pada anjing menyebar di Kecamatan Bangli sebanyak empat ekor pada bulan September dan Oktober. Di Kecamatan Susut empat ekor anjing rabies pada bulan Januari, September, Oktober dan Desember. Di Kecamatan Tembuku sebanyak delapan ekor anjing rabies pada bulan Juni, Juli, September, dan Oktober. Di Kecamatan Kintamani terjadi kasus sebanyak enam ekor pada bulan Juli, September, Oktober dan November. Kasus rabies pada manusia pertama kali dilaporkan terjadi di Kabupaten Bangli pada bulan April 2010 di Desa Jehem, Kecamatan Tembuku. Korban memiliki riwayat tergigit anjing yang terjadi pada bulan Maret 2010. Berdasarkan gejala klinis rabies dan peneguhan secara laboratorium, kasus rabies pada manusia terjadi sebanyak lima orang dari awal kejadian April 2010 sampai dengan Juni 2011. Kasus positif rabies tahun 2010 sebanyak dua orang yaitu di Banjar Tambahan Tengah, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku pada bulan April 2010 dengan riwayat gigitan sebulan sebelumnya yaitu bulan Maret. Di Kecamatan Kintamani terjadi di Banjar Peselatan, Desa Suter yaitu pada bulan Mei. Satu tahun kemudian di tahun 2011 meningkat sebanyak tiga orang yang terjadi di Banjar Kuta, Desa Undisan, Kecamatan Tembuku pada bulan Maret. Dua orang lainnya terjadi di Kecamatan Kintamani yaitu Banjar Tabu, Desa Songan A pada bulan Februari dan di Banjar Banyan, Desa Buahan pada bulan Juni. Dari data korban yang meninggal dunia akibat gigitan anjing rabies hanya seorang korban dari Banjar Banyan yang mendapatkan Vaksin Anti Rabies. Korban rabies di Bangli berusia 38 tahun, dua orang berusia 60 tahun, 23 tahun, empat tahun dan jenis kelaminnya adalah perempuan. Umur korban gigitan di negara Iran relatif sama dengan di Bali, yakni terbanyak pada usia 20-40 tahun (Charkazi et al., 2013). Namun di negara lain seperti di Bhutan korban anak-anak umur 5-9 tahun sangat banyak (Tenzin et al., 2011) dan di Thailand anak-anak yang menjadi korban dibawah 13 tahun (Sriaroon et al., 2006). Pada tahun 2012, 2013, dan 2014 kasus rabies pada manusia tidak dilaporkan terjadi. Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat cukup baik dalam hal upaya pencegahan rabies yaitu memberi vaksin anjing peliharaanya dan segera melapor jika ada kasus gigitan (Suartha et al., 2011). Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas data, didapatkan sebaran data tidak normal dan varian data tidak homogen. Berdasarkan uji Spearman, didapatkan hasil dengan nilai probabilitasnya adalah +0,318. Hal ini menunjukkan terdapat korelasi yang nyata antara 83

kejadian rabies pada anjing dan manusia. Namun, koefisien korelasi menunjukkan hasil - 0,213 korelasi kejadian rabies pada anjing dan manusia memiliki hubungan sebab akibat negatif. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa dengan meningkatnya kejadian rabies pada anjing tidak diikuti oleh kejadian rabies pada manusia. Penyebaran rabies di Kabupaten Bangli tergolong relatif cepat terutama tahun 2010. Hal ini dikarenakan terjadi kontak antara anjing yang tertular rabies dan anjing yang peka terhadap rabies pada populasi anjing di Bangli. Anjing rabies cenderung mengalami perubahan perilaku menjadi galak dari sebelumnya sehingga memicu terjadinya kontak fisik dengan anjing lain ataupun ke manusia (Akoso, 2007). Banyaknya masyarakat Bangli yang melepas liarkan anjingnya, membuat cakupan vaksinasi menjadi tidak maksimal. Cakupan vaksinasi rabies hingga 50% dari populasi anjing tidak mampu membendung persebaran rabies (Meslin, 1999). Cakupan vaksinasi yang buruk, mungkin disebabkan karena kualitas vaksin yang rendah, akibatnya antibodi penetral rabies gagal mempertahankan kadar daya hambatnya terhadap virus rabies. Selain itu, sulitnya untuk menemukan anjing yang diliarkan untuk melakukan vaksinasi berikutnya (booster), memperburuk kekebalan populasi anjing terhadap rabies (Lodmell et al., 2006). Kemungkinan keadaan seperti inilah yang dihadapi masyarakat Bangli, sehingga kasus rabies pada anjing terus terjadi sepanjang tahun hingga akhir 2014 sebanyak 39 desa dari 72 desa di Kabupaten Bangli telah tertular (Gambar 1). 84

Gambar 1 : Peta penyebaran rabies pada anjing dan manusia di Kabupaten Bangli dari tahun 2009-2014 meliputi Desa : (1) Bebalang, (2) Kedisan, (3) Songan A, (4) Songan B, (5) Batur Tengah, (6) Batur Utara, (7) Banua, (8) Belancan, (9) Bunutin, (10) Demulih, (11) Katung, (12) Kawan, (13) Kayu Bihi, (14) Langgahan, (15) Cempaga, (16) Kintamani,(17) Pengotan (18) Tiga, (19) Jehem, (20) Abang Songan, (21) Suter, (22) Kubu, (23) Tembuku, (24) Yangapi, (25) Penglumbaran, (26) Taman Bali, (27) Susut, (28) Undisan, (29) Buahan, (30) Apuan, (31) Landih, (32) Peninjoan, (33) Batur Selatan, (34) Serahi, (35) Bayung Cerik, (36) Ulian 85

Rabies di Kabupaten Bangli berjangkit pertama kali di Desa Bebalang, Kecamatan Bangli pada bulan Oktober tahun 2009 pada seekor anjing kampung. Setahun kemudian rabies meningkat di Bangli dengan kasus positif sebanyak 51 ekor anjing dan menulari 26 desa. Pada kejadian tersebut wabah rabies tidak berhasil dikontrol. Kasus rabies meningkat, karena wabah terjadi pada populasi anjing yang padat dan tidak memiliki kekebalan terhadap rabies. Menurut Singer dan Smith, (2012) jika wabah rabies tidak dikontrol pada populasi yang besar, maka rabies dengan cepat menyebar dan melibatkan banyak hewan. Pada tahun 2011, rabies menyebar ke tiga desa yang sebelumnya bebas yaitu Desa Susut, Taman Bali dan Kubu, sehingga pada tahun 2011 ada 29 desa di Bangli tertular rabies. Walaupun rabies menyebar ke desa-desa, namun kecepatan penyebarannya tidak secepat tahun 2010. Terhambatnya persebaran rabies karena pemerintah mulai melakukan tindakan pengebalan dengan melakukan vaksinasi. Pada akhir 2013, 36 desa telah tertular rabies dan pada akhir 2014 sebanyak 39 desa dari 72 desa di Kabupaten Bangli telah tertular. Kecenderungan merambatnya penyebaran rabies ke desa-desa di Kabupaten Bangli relatif sulit dibendung, kemungkinan karena cakupan vaksinasi yang tidak memadai, akses yang terbatas dalam memperoleh vaksinasi rabies, dan selalu ada populasi baru hewan peka. Walaupun sempat menurun pada tahun 2011, pada tahun berikutnya yakni 2012, kasus rabies pada anjing kembali merebak dan menginfeksi 32 desa. Diperkirakan setiap tahun pada suatu populasi, anjing bertambah sekitar 9% (Kitala et al., 2001). Hal tersebut merupakan masalah utama yang kerap dihadapi di negara-negara berkembang (Faber et al., 2009). Selain kejadian anjing rabies, dari data korban yang meninggal dunia akibat gigitan anjing tidak mendapatkan vaksin anti rabies (VAR) (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2011 ; detiknews, 2011). Kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan vaksinasi rabies mengakibatkan berujung pada kematian (Vahdati et al., 2013). Umur korban rabies di Bali bervariasi antara 41-50 tahun sebanyak 19%, diikuti umur 21-30 tahun sebanyak 16%, umur 1-10 tahun dan 30-40 tahun masing-masing 15% (Iffandi et al., 2013). Selama kurun waktu 2009-2014 di Bangli telah jatuh lima korban. Setelah itu tidak ada korban meninggal akibat rabies di Kabupaten Bangli Tahun 2012 sampai 2014. Turunnya kasus rabies tidak terlepas dari berbagai upaya pemerintah untuk membebaskan wilayah Bangli dari rabies dengan melakukan sosialisasi dan edukasi melalui penyuluhan secara intensif pada suatu desa dan seluruh lapisan masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan akan bahaya rabies dan tindakan pencegahan yang harus dilakukan. Selain itu peran serta masyarakat juga diperlukan dengan cara melakukan eliminasi hewan pembawa rabies dan aktif dalam program vaksinasi. 86

SIMPULAN Sebanyak 39 desa dari 72 desa di Kabupaten Bangli telah tertular rabies. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan adanya hubungan sebab akibat negatif yang artinya bahwa kejadian rabies pada anjing tergolong relatif tinggi namun tidak diikuti dengan tingginya kejadian rabies pada manusia. Ada korelasi yang nyata antara kejadian rabies pada anjing dan manusia di Kabupaten Bangli tahun 2009 sampai 2014. SARAN Perlu ditingkatkan program vaksinasi dan edukasi kepada masyarakat Bangli akan pentingnya anjing yang kebal terhadap rabies agar bisa menekan laju penyebaran rabies pada anjing, serta penyuluhan tentang bahaya dan penanganan rabies. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Dinas Peternakan Perikanan Pemerintah Kabupaten Bangli, dan Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Bangli yang telah menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Akoso BT. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Rabies; Penyakit Menular pada Hewan dan Manusia. Kanisius. Yogyakarta. Batan IW, Lestyorini Y, Milfa S, Iffandi C, Nasution AA, Farziah N, Rasdiyanah, Sobari I, Herbert, Palgunadi NWL, Kardena IM, Widyastuti SK, Suatha IK. 2014. Penyebaran Penyakit Rabies pada Hewan Secara Spasial di Bali pada Tahun 2008-2011. J Veteriner 15 (2) : 205-211. Bingham J. 2005. Canine rabies ecology in Southern Africa. Emery Infect Dis 11 (9): 1337-1342. Charkazi A, Behnapour N, Fathi M, Esmaeili A, Shahnazi H, Heshmati H. 2013. Epidemiology of animal bite in Aq Qala city, northern of Iran. J Educ Health Promot 2 : 13. DetikNews.com. 2011. Tiga Korban Rabies Tewas dalam Sepekan di Bali. Edisi, Rabu 23 Februari 2011, http://news.detik.com/read/2011/02/23/204857/1577832/10/. Tanggal Akses 17 Januari 2015. Dharmawan NS. 2009. Anjing Bali dan Rabies. Arti Foundation. Denpasar. 87

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2011. Laporan Tahunan Rabies Provinsi Bali. Denpasar. Diskes Bali. Dodet B, Goswami A, Gunasekara A, de Guzman F, Jamali S, Montalban C, Purba W, Quiambo B, Salahuddin N, Sampath G, Tang Q, Tantawichien T, Wimalaratne O, Ziauddin A. 2008. Rabies awareness in eight Asian countries. Vaccine 26 (50). Faber M, Li J, Kean RB, Hooper DC, Alugupali KR, Dietzsholdpali B. 2009. Effective preexposure and postexposure prophylaxis of rabies with highly attenvated recombinant rabies virus. PNAS 106(27): 11300-11305. Iffandi C, Widyastuti S, Batan IW. 2013. Sebaran umur korban gigtan anjing diduga berpenyakit rabies pada manusia di Bali. Indonesia Medicus Veterinus 2(1) : 126-131. Kitalla P, Mc Dermott J, Kyole M, Gathuma J, Perry B, Wandeler A. 2001. Dog ecology and demography information to support the planning of rabies control in Machakos District, Kenya. Acta Tropica 83(5) : 360-368. Lodmell DL, Ewalt LC, Parnel MJ, Rupprecht CE, Hanlon CA. 2006. On`e time intradermal DNA vaccination in ear pinnae one year prior to infection protect against rabies virus. Vaccine 24: 412-416. Menezes R. 2008. Rabies in India. Canadian Medical Association Journal 178 (5): 564-566. Meslin F. 1999. Global Review of human and animal rabies: guideline for medical professional, vet learning system. Traxton. NJ. USA. Perry BD. 1993. Dog ecology in eastern and Southern Africa-implication for rabies control. Onderspoort J Vet Res 60(4) : 429-436. Putra AAG, Gunata IK, Faizah, Dartini NL, Hartawan DHW, Setiaji G, Semara-Putra AAG, Soegiarto, Scott-Orr H. 2009. Situasi rabies di Bali: Enam bulan pasca program pemberantasan. Buletin Veteriner 21 (74) : 13-26. Singer A, Smith GC. 2012. Emergency rabies control in a community of two high density host. BMC Veterinary Research 8 : 79. Suartha IN, Krisna dewi NMR, Narendra Putra IGN, Suma Anthara IM, Mahardika IGNK. 2011. Pengetahuan Masyarakat tentang Rabies dalam upaya Bali bebas Rabies. Buletin Sains Veteriner (2). Supartika IKE, Setiaji G, Wirata K, Hartawan DH, Putra AAG, Dharma DMN Soegiorto, Djusa ER. 2009. Kasus Rabies Pertama Kali di Provinsi Bali. Buletin Veteriner 21(74), pp:7-12. Sriaroon C, Sriaroon P, Daviratanasilpa S, Klawpod P, Wilde H. 2006. Retrospective: animal attack and rabies exposure in Thailand children. Travel Med Infect Dis 4 : 270-274. Tenzin, Dhan NIC, Gyeltshen T, Firestone S, Zangmo C, Dema C, Gyeltshen R, Ward MP. 2011. Dog bites in human and estimating human rabies mortality in rabies endemic areas of Bhutan. Plos Negl Trop Dis 5(11) : e1391. Vahdati SS, Mesbahi N, Anvarian M, Habibullahi P, Babapour S. 2013. Demographics of rabies exposure in north-west of Iran. J Analyt Res Clin Med 1(1) : 18-21. 88