BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kateterisasi perkemihan adalah tindakan memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air kemih yang terdapat di dalamnya (Perry & Potter, 2000). Kateterisasi kandung kemih merupakan prosedur perawatan yang sering dilakukan di rumah sakit dimana lebih dari 12% pasien yang ada di rumah sakit akan terpasang kateter (Rahmawati, 2008). Kateterisasi dilakukan pada seorang pasien jika diperlukan mengingat tindakan ini sering menimbulkan infeksi pada saluran kemih (Brunner & Suddarth, 2000). Dari hasil observasi dijumpai sekitar 50% pasien yang dirawat di rumah sakit Haji Adam Malik terpasang kateter urin. Menurut Brunner & Suddarth (2001) lebih dari sepertiga dari seluruh infeksi yang didapat dari rumah sakit adalah infeksi saluran kemih, sebagian besar infeksi ini disebabkan oleh beberapa prosedur invasif pada saluran kemih berupa kateterisasi. Reeves (2001) menegaskan bahwa kateterisasi perkemihan adalah penyebab utama infeksi saluran kemih. Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar daya tahan pada saluran kemih bagian bawah dengan menyumbat saluran di sekeliling uretra, mengiritasi mukosa kandung kemih dan menimbulkan jalur masuknya kuman ke dalam kandung kemih. Pada pasien yang menggunakan kateter, mikroorganisme
dapat menjangkau saluran kemih melalui tiga lintasan utama: (1) dari uretra ke dalam kandung kemih pada saat kateterisasi; (2) melalui jalur dalam lapisan tipis cairan uretra yang berada di luar kateter ketika kateter dan membran mukosa bersentuhan; dan (3) cara yang paling sering melalui migrasi ke dalam kandung kemih di sepanjang lumen internal kateter setelah kateter terkontaminasi (Brunner & Suddarth, 2000). Kolonisasi bakteri akan terjadi dalam waktu 2 minggu pada separuh dari pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, dan dalam waktu 4 hingga 6 minggu sesudah pemasangan kateter pada hampir semua pasien (Brunner & Suddarth, 2000). Infeksi saluran kemih terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi sebagai agent dengan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang menurun ataupun karena virulensi agent meningkat ( Furqan, 2003). Infeksi saluran kemih pasca kateterisasi ini merupakan salah satu bentuk infeksi nosokomial. Infeksi saluran kemih pasca kateterisasi merupakan porsi terbesar dari infeksi nosokomial (Furqan, 2003). Sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80% infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin (Utama, 2006). Tingginya infeksi setelah pemasangan kateter juga sebagai akibat sulitnya pengontrolan dan perawatan serta penggantian kateter pada penderita yang memerlukan pemasangan kateter yang lama (Furqan, 2003). Rasyid (2000) menguraikan bahwa penderita yang mengalami infeksi nosokomial yang salah satunya adalah akibat pemasangan kateter akan
mendapatkan perawatan yang lebih lama sehingga penderitaan klien mejadi bertambah biaya, selain itu pihak rumah sakit juga akan menanggung kerugian karena kondisi tersebut yaitu: lama hari perawatan bertambah panjang dan biaya menjadi meningkat. Furqan (2003) menegaskan bahwa infeksi saluran kemih pasca kateterisasi ini dapat membahayakan hidup karena dapat berlanjut pada septikemia dan berakhir pada kematian. Berdasarkan uraian diatas bahwa selain pihak rumah sakit, infeksi saluran kemih akibat pemasangan kateter juga dapat membahayakan keselamatan pasien. Karena itu sejumlah tindakan harus dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih akibat kateterisasi kandung kemih (Hidayat & Uliyah, 1996). Sejauh ini tindakan kateterisasi sering dianggap sebagai prosedur yang sederhana, yang bila dilakukan secara hati-hati infeksi dapat dicegah. Praktisi kesehatan (medis dan paramedis) harus menyadari sepenuhnya akan resiko infeksi dari tindakan invasif ini yang tidak terlepas dari teknik dan peralatan medis yang digunakan serta perawatan setelah pemasangan (Glynn, 2000). Karena tindakan ini merupakan salah satu otonomi perawat yang lazim dilakukan oleh perawat di rumah sakit, maka perawat mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya pencegahan infeksi saluran kemih akibat pemasangan kateter urin (Bouwhuizen, 1996). Berdasarkan hal tersebut di atas penting dilakukan penelitian tentang bagaimana tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter.
2. Pertanyaan Penelitian Bagaimana tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter di Ruang RA4 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan? 3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan tindakan perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter. 4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi: 4.1 Praktek Keperawatan Sebagai bahan masukan khususnya bagi perawat dalam mengevaluasi tindakan pencegahan terhadap infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter. 4.2 Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan ilmu pengetahuan dalam keperawatan terutama dalam tindakan perawatan setelah pemasangan kateter pada pasien
4.3 Penelitian Keperawatan Sebagai bahan masukan yang dapat memberikan gambaran dan informasi bagi pengembangan penelitian selanjutnya dengan ruang lingkup yang sama.