BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Amanat konstitusi tersebut untuk memenuhi tuntutan perkembangan kehidupan politik, dinamika masyarakat, dan perkembangan demokrasi yang sejalan dengan pertumbuhan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di samping itu, wilayah negara Indonesia yang luas dengan jumlah penduduk yang besar dan menyebar di seluruh Nusantara serta memiliki kompleksitas nasional menuntut penyelenggara pemilihan umum yang profesional dan memiliki kredibilitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Penyempurnaan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggara pemilihan umum dimaksudkan untuk lebih 1
2 meningkatkan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi penyelenggaraan pemilihan umum. Oleh karena itu, diperlukan satu undangundang yang mengatur penyelenggara pemilihan umum. Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang dilaksanakan oleh suatu komisi pemilihan umum, selanjutnya disebut Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan dan melaksanakan pemilihan umum bebas dari pengaruh pihak mana pun. Perubahan penting dalam Undang-Undang ini, antara lain, meliputi pengaturan mengenai lembaga penyelenggara Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan dan disempurnakan menjadi 1 (satu) undang-undang secara lebih komprehensif. Dalam penyelenggaraan pemilihan umum, diperlukan adanya suatu pengawasan untuk menjamin agar pemilihan umum tersebut benar-benar dilaksanakan berdasarkan asas pemilihan umum dan peraturan perundang-
3 undangan. Untuk mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum, Undang- Undang ini mengatur mengenai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang bersifat tetap. Fungsi pengawasan intern oleh KPU dilengkapi dengan fungsi pengawasan ekstern yang dilakukan oleh Bawaslu serta Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Pembentukan Pengawas Pemilu tersebut tidak dimaksudkan untuk mengurangi kemandirian dan kewenangan KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum. Panitia pengawas pemilu provinsi dan kabupaten/kota ditarget memproses minimal 10 kasus pelanggaran tindak pidana pemilu selama pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009. Pencapaian target tersebut merupakan bukti keseriusan panwas dalam menindaklanjuti laporan masyarakat atau temuan tentang pelanggaran pemilu. Pencapaian target juga menjadi indikator sukses atau tidaknya penanganan pelanggaran pemilu. Selain itu, target tersebut diharapkan dapat menghilangkan keraguan masyarakat terhadap kinerja panwas di lapangan. 1 Tantangan bagi Panwaslu dalam pengawasan pemilu legislatif tahun 2009 adalah banyaknya partai dan calon legislator yang bertarung dalam pemilu, sehingga memungkinkan terjadinya banyak pelanggaran yang terjadi dalam pemilu legislatif 1 Nurhidayat Sardini, Panwas Ditarget Minimal Tangani 10 Kasus Pidana Pemilu, http://.nurhidayatsardini.dagdigdug.com, 11 Februari 2009.
4 Indikasi pelanggaran baik administratif maupun pidana di Kabupaten Bantul misalnya adalah kampanye Golkar di Lapangan Pendowoharjo, Sewon, Panwaslu Bantul mencatat ada indikasi politik uang (money politic). Sebab, Gandung Pardiman, caleg Golkar DPR Pusat dari Daerah Pemilihan DIY, membagikan sejumlah doorprize kepada simpatisan partai. Ketua Panitia Pengawas Pemilu DIY Agus Triyatno mengemukakan bahwa memberikan uang atau materi kepada peserta kampanye melanggar Pasal 84 Ayat 1 Huruf j dan Pasal 87 Undang-Undang No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Menurut Agus, kegiatan membagi doorprize atau hadiah dalam kampanye adalah wujud memberikan materi kepada peserta kampanye. Jika terbukti melanggar UU Pemilu, ujar Agus, pelaksana kampanye terancam dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 24 bulan seperti diatur dalam Pasal 270 dan Pasal 274, UU No 10 tahun 2008. 2 Kendala lainnya Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Bantul adalah tidak adanya bukti dan saksi yang melaporkan pelanggaran pemilu kepada Panwascam atau Panwaslu. Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis ingin mengetahui Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Bantul dalam Pimilihan Legislatif Tahun 2009. 2 www.kompas.com, Jumat, 3 April 2009 18:29 WIB
5 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Bantul dalam Pimilihan Legislatif Tahun 2009? 2. Apakah faktor yang menghambat pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Bantul dalam Pimilihan Legislatif Tahun 2009? C. Tujuan Peneletian 1. Untuk mengetahui Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Bantul dalam Pimilihan Legislatif Tahun 2009. 2. Untuk menemukan faktor yang menghambat pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Bantul dalam Pimilihan Legislatif Tahun 2009. D. Tinjauan Pustaka 1. Demokrasi Joseph Scumpeter mendefinisikan demokrasi atau metode demokratis sebagai sebuah prosedur kelembagaan untuk mencapai keputusan politik yang didalamnya individu memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan melalui perjuangan kompetitif dalam rangka memperoleh suara rakyat. 3 Sejalan dengan Schumpeter, Huntington mencirikan sistem politik yang demokratis jika para pembuat keputusan 3 Samuel P. Huntington, Gelombang Demokrasi Ketiga, Jakarta: Pustaka Grafiti, 1997, hal 5.
6 kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui sebuah pemilihan yang adil, jujur, dan berkala, dan didalam sistem itu para calon secara bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir semua penduduk dewasa berhak memberikan suara. 4 Sementara itu Robert Dahl menganggap bahwa sikap tanggap pemerintah secara terus menerus terhadap peferensi atau keinginan warga negaranya merupakan ciri khas dari demokrasi. Untuk menjamin hal itu maka rakyat harus di beri kesempatan untuk merumuskan preferensi atau kepentingan sendiri, memberitahukan preferensinya itu kepada sesama warga negara dan pemerintah baik melalui tindakan individual maupun kolektif dan mengusahakan agar kepentingan itu di pertimbangkan secara setara dalam proses pembuatan keputusan pemerintah, artinya tidak di diskriminasikan isi atau asal-usulnya. Selanjutnya kesempatan itu hanya mungkin tersedia jika lembaga-lembaga dalam masyarakat dapat menjamin adanya delapan kondisi, yaitu: 1. Kebebasan untuk membentuk dan bergabung dalam organisasi, 2. Kebebasan mengungkapkan pendapat, 3. Hak untuk memilih dalam pemilu, 4. Hak untuk menduduki jabatan publik, 5. Hak para pemimpin untuk bersaing untruk memperoleh dukungan dan suara, 6. Tersedianya sumber-sumber informasi dean terselenggaranya sumber-sumber alternatif, 7. Terselenggaranya pemilu yang bebas dan jujur, 8. Adanya lembaga-lembaga yang menjamin agar kebijaksanaan publik tergantung pada cara-cara penyampaian preferensi yang lain. 5 4 Ibid, hal 5-6. 5 Mohtar Mas Oed, Negara, Kapital Dan Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994, hal 9-12
7 2. Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif a. Pengertian 1) Menurut Harris G. Warren dan kawan-kawan, 6 pemilu merupakan: Elections are the accostions when citizens choose their officials and cecide, what they want the government to do. In making these decisions citizens determine what rights they want to have and keep. Pendapat diatas pada intinya adalah mengemukakan bahwa pemilu merupakan kesempatan bagi warga negara untuk memilih pejabatpejabat pemerintah dan menentukan apa yang mereka inginkan untuk dikerjakan oleh pemerintah ketika mereka membuat keputusan. Sehubungan dengan hal tersebut Ali Moertopo mengemukakan pengertian Pemilu sebagai berikut: Pada hakekatnya, pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankn kedaulatannya sesuai dengan azas yang bermaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Pemilu itu sendiri pada dasarnya adalah suatu Lembaga Demokrasi yang memilih anggota-anggota perwakilan rakyat dalam MPR, DPR, DPRD, yang pada gilirannya bertugas untuk bersama-sama dengan pemerintah, menetapkan politik dan jalannya pemerintahan negara. 7 Hal yang sama juga dikemukakan oleh Suryo Untoro dalam memberikan batas pemilu, yaitu: Bahwa Pemilihan Umum (yang selanjutnya disingkat Pemilu) adalah suatu pemilihan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, untuk memilih wakil-wakilnya yang duduk dalam Badan 6 Harris G. Warren, dalam Harianto, Partai Politik untuk Tujuan Umum, Yogyakarta: Liberty, 1998, hal. 81. 7 Ali Murtopo, Strategi Politik Nasional, CSIS, Jakarta, 1974, hal. 61
8 Perwakilan Rakyat, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Tingkat II (DPRD I dan DPRD II). 8 Dari berbagai definisi dan pengertian tentang pemilihan umum di atas, dapat diambil suatu kesimpulan yang mendasar mengenai arti pentingnya pemilihan umum sebagai sarana yang penting dalam kehidupan suatu negara yang menganut azas Demokrasi. Pemilu dianggap sebagai sebuah lembaga dan proses politik Demokrasi yang berfungsi mewujudkan kedaulatan melalui pemerintah perwakilan, sebab pemerintahan yang melalui pemilu tersebut berasal dari rakyat, dijalannkan sesuai dengan kehendak rakyat, diabdikan untuk kesejahteraan rakyat. Senada dengan asumsi diatas, Arbi Sanit memberikan penjelasan panjang lebar mengenai pemilu yaitu: Dalam suatu pemilihan umum, masyarakat memunculkan para calon pemimpin dan menyaring calon-calon tersebut berdasarkan nilai yang berlaku sehingga ada pemimpin yang memperoleh pengukuhan dari masyarakat dapat merasakan partisipasinya dalam proses pemilihan kebijaksanaan dasar yang akan dilaksanakan pada periode berikutnya, melalui program para calon pemimpin yang ditawarkan didalam kampanye pemilu. Selain itu melalui pemilu anggota masyarakat memberikan kepercayaan kepada rezim pemerintah dan sistem politik secara keseluruhan. Apa yang dikemukakan oleh Arbi Sanit tersebut sesuai dengan fungsi-fungsi dan penyelenggaraan pemilu yang dilakasanakan di Indonesia. Pemilihan Umum dilaksanakan berdasarkan atas azas 8 Suryo Untoro, Pokok-Pokok Pengertian Pemilu, Bina Ilmu, Surabaya, 1976, hal 34.
9 Demokrasi Pancasila dengan mengadakan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa pemilu merupakan perwujudan hak warga negara Republik Indonesia untuk menyuarakan aspirasi yang berdasarkan Demokrasi Pancasila dalam usaha untuk amemilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di menjadi wakil rakyat baik DPD, DPR Pusat dan DPRD Kabupaten DPRD Propinsi. Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan mengenai pengertian pemilihan umum secara luas yaitu sebagai sarana yang penting dalam kehidupan suatu negara yang menganut azas Demokrasi yang memberi kesempatan berpartisipasi politik bagi warga negara untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menyuarakan dan menyalurkan aspirasi mereka. b. Asas Pemilihan Umum Pengertian asas Pemilu adalah: 1) Langsung Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nurani, tanpa perantara. 2) Umum Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan undang-undang ini berhak mengikuti pemilu. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin
10 kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial. 3) Bebas Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa paksaan dari siapapun. Didalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya. 4) Rahasia Dalam memberikan suaranya pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun, pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak diketahui oleh orang lain kepada siapapun suaranya diberikan 5) Jujur Dalam penyelenggaraan pemilu, setiap penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 6) Adil Dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pemilu dan peserta pemilu mendapat peralatan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
11 c. Tujuan pemilu Pemilu diselengarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagai mana diamanatkan dalam UUD 1945. 3. Panitia Pengawas Pemilihan Umum Pasal 1 ayat (16) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum menyatakan bahwa yang dimaksud panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Panwaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota, adalah Panitia yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Pengawasan penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Kedudukan, Susunan, dan Keanggotaan Panwaslu Kabupaten/Kota berkedudukan di Kabupaten/Kota. Keanggotaan Panwaslu terdiri atas kalangan profesional yang mempunyai kemampuan dalam melakukan pengawasan dan tidak menjadi anggota partai politik. Jumlah anggota Panwaslu Kabupaten/Kota sebanyak 3 orang
12 Pasal 78 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa tugas dan kewenangan Panwaslu Kabupaten/Kota adalah: a. Mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota yang meliputi: 1. Pemutakhiran data pemilih berdasarkan data kependudukan dan penetapan daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tetap; 2. pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan anggota dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota dan pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota; 3. Proses penetapan calon anggota dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota dan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota; 4. Penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota; 5. Pelaksanaan kampanye; 6. Perlengkapan pemilu dan pendistribusiannya; 7. Pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil pemilu; 8. Mengendalikan pengawasan seluruh proses penghitungan suara; 9. Pergerakan surat suara dari tingkat tps sampai ke ppk;
13 10. Proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh kpu kabupaten/kota dari seluruh kecamatan; 11. Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, pemilu lanjutan, dan pemilu susulan; dan 12. Proses penetapan hasil pemilu anggota dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota dan pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota; b. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu; c. Menyelesaikan temuan dan laporan sengketa penyelenggaraan Pemilu yang tidak mengandung unsur tindak pidana; d. Menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti; e. Meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang; f. Menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu di tingkat kabupaten/kota; g. Mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris
14 dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung; h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan i. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undangundang. Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panwaslu Kabupaten/Kota berwenang: a. memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g; a. memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu. Pasal 79 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum dinyatakan bahwa Panwaslu Kabupaten/Kota berkewajiban: a. Bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya; b. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas panwaslu pada tingkatan di bawahnya;
15 c. Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundangundangan mengenai pemilu; d. Menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada panwaslu provinsi sesuai dengan tahapan pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan; e. Menyampaikan temuan dan laporan kepada panwaslu provinsi berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh kpu kabupaten/kota yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan pemilu di tingkat kabupaten/kota; dan f. Melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. E. Metode Penelitian 1. Obyek Penelitian Sebagai obyek penelitian adalah Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Bantul dalam Pimilihan Legislatif Tahun 2009. 2. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah orang yang dipilih untuk memberikan pendapat, informasi atau keterangan terhadap masalah yang diteliti, yaitu Ketua Panwaslu dan Anggota Panwaslu Kabupaten Bantul
16 3. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Bantul 4. Sumber Data a. Data Primer Yaitu Data yang diperoleh di lapangan melalui wawancara dengan pihak pihak yang mengetahui mengenai permasalahan yang sedang diteliti b. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh melalui Studi Kepustakaan yang terdiri dari hukum primer dan bahan hukum sekunder. 5. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Guna melengkapi data yang dibutuhkan bagi penelitian ini, dilakukan wawancara dengan beberapa subyek penelitian. b. Studi Kepustakaan. Metode ini penulis lakukan dengan cara melakukan serangkaian kegiatan seperti membaca, serta membuat ulasan bahan bahan pustaka yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas. 6. Metode Pendekatan Menggunakan metode yuridis normatif untuk mendapatkan gambaran umum mengenai Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Bantul dalam Pimilihan Legislatif Tahun 2009
17 7. Analisis Data Setelah data berhasil diperoleh dan terkumpul secara lengkap, baik yang diperoleh di lapangan maupun dalam kepustakaan, kemudian data tersebut dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu menerangkan atau menguraikan data-data yang ada khususnya data yang Sekunder untuk mengetahui atau setidaknya dengan teori dan peraturan yang ada, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang akan dibahas.