Siti Nurul Intan Sari.D ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pesawat Polonia

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran N

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan pembangunan Indonesia. transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu antar moda transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR PM 103 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN PENGENDALIAN KENDARAAN YANG MENGGUNAKAN JASA ANGKUTAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

BUPATI BANGKA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDOl\IESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 104 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 51 TAHUN 2015 TENT ANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 12 TAHUN 2009 T E N T A N G

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KETAPANG dan BUPATI KETAPANG MEMUTUSKAN :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG LALU LINTAS ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

PT PELABUHAN INDONESIA I (PERSERO) SEKILAS TENTANG OLEH : IMRAN ISKANDAR DIREKTUR PERSONALIA DAN UMUM

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURANMENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 3 TAHUN 2013 TENTANG

ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB II LANDASAN TEORI

Waktu yang dihabiskan kapal selama berada di pelabuhan akan sangat berpengaruh terhadap pengoperasian kapal tersebut. Semakin lama kapal berada di

BAB I PENDAHULUAN. perairan dua per tiga dari luas wilayah Indonesia. Sebagai negara

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

V E R S I P U B L I K

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112,

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

PRODUKTIVITAS BONGKAR MUAT KAPAL RO-RO PT ASDP INDONESIA FERRY

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut.

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN KEPELABUHANAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 8 TAHUN 2009 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2007 TENTANG

Wakil Kepala Dinas. Kepala Bidang Transportasi Laut dan Udara. Angkutan Perairan Dan Keselamatan Pelayaran

BAB I PENDAHULUAN. barang dari satu tempat ketempat lainnya yang diangkut melalui jalur transportasi

BAB I PENDAHULUAN. setiap pulau di Indonesia yaitu sepanjang km yang menjadikan Indonesia menempati

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN PASAL 2 Perseroan didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DARI PURUK CAHU BANGKUANG BATANJUNG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

KEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002

Transkripsi:

UPAYA MENCIPTAKAN PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DALAM USAHA JASA BONGKAR MUAT DI PELABUHAN MELALUI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN BONGKAR MUAT BARANG DARI DAN KE KAPAL Siti Nurul Intan Sari.D ABSTRACT Before Regulation of the Minister of Transportation Number 60/2014 concerning Implementation and Operation Loading and Unloading Goods from and to Ships, port manager can also provide stevedoring services at the port without having a business license. Which is considered unfair competition makes businessman less competitive stevedoring services, because of the dominant position on the management port. With the Regulation of Minister of Transportation of Republic of Indonesia Number 60/2014, are expected to create fair competition in business services at the port of loading and unloading. Provision of stevedoring company that is in the Regulation of the Minister of Transportation Number 60/2014, will clarify the form of a company that will do the loading and unloading activities at the port. Unfair competition will have a positive impact for loading and unloading business services, because it could be a motivation to improve the productivity and quality of the business itself. Keywords : Regulation of the Minister, Business Competition, Loading Business Services PENDAHULUAN Pengangkutan barang di Indonesia melalui perairan menggunakan kapal, merupakan cara yang efektif dalam pendistribusian barang jika dibandingkan dengan moda transportasi lainnya dengan menggunakan pesawat udara, kereta api maupun kendaraan bermotor seperti truk dan mobil. Hal ini dikarenakan faktor geografis Indonesia yang sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari perairan. Dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, perdagangan antar pulau-pulau di Indonesia maupun pengangkutan barang keluar Indonesia dilakukan melalui laut dengan menggunakan kapal. Selain itu juga, bahwa kapal sebagai alat transportasi laut 73

mempunyai daya tampung barang dengan berat tonase yang besar serta ruang muat jumlah barang yang banyak. Sesuai data badan Pusat Statistik dalam laporan bulan September 2013, jumlah barang yang diangkut pelayaran dalam negeri pada bulan Juli 2013 mencapi 18,7 juta ton atau naik 9,17 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan naik 4,93 persen dibandingkan bulan yang sama tahun 2012 27 Dalam sistem transportasi laut, pelabuhan mempunyai fungsi pokok sebagai tempat untuk melayani kegiatan angkutan laut, alih muat angkutan laut serta sebagai tempat asal dan tujuan penumpang dan barang. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (selanjutnya disebut Undang- Undang Pelayaran), Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan 27 Badan Pusat Statistik, Data Sosial Ekonomi, Laporan Bulanan Edisi 40- September, 2013, hlm. 94. kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. Pelabuhan memiliki peran signifikan dalam kegiatan ekonomi karena merupakan fasilitas penting (essential facilities) dalam rangka peralihan moda transportasi guna menunjang kegiatan industri dan perdagangan. Untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan dapat diselenggarakan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan. Usaha jasa terkait menurut Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, adalah sebagai berikut : 1. bongkar muat barang; 2. jasa pengurusan transportasi; 3. angkutan perairan pelabuhan; 4. penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut; 5. tally mandiri; 6. depo peti kemas; 7. pengelolaan kapal (ship management); 8. perantara jual beli dan/atau sewa kapal (ship broker); 9. keagenan Awak Kapal (ship manning agency); 10. keagenan kapal; 11. perawatan dan perbaikan kapal (ship repairing and maintenance). 74

Salah satu usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan adalah usaha bongkar muat barang. Usaha bongkar muat barang adalah kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan yang meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring, receiving/delivery. 28 Menurut Pasal 32 ayat 1 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan dilakukan oleh badan usaha yang didirikan khusus untuk itu. Selain badan usaha yang didirikan khusus untuk itu, kegiatan bongkar muat dapat dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional hanya untuk kegiatan bongkar muat barang tertentu 29 untuk kapal yang dioperasikannya. Selain badan usaha yang didirikan khusus untuk itu, kegiatan angkutan perairan pelabuhan dapat dilakukan oleh perusahaan angkutan laut 28 Pasal 1 angka 6, Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal. 29 Barang Tertentu adalah barang milik penumpang, barang curah cair yang dibongkar atau dimuat melalui pipa,barang curah kering yang dibongkar atau dimuat melalui conveyor atau sejenisnya, barang yang diangkut melalui kapal Ro-Ro, dan semua jenis barang di pelabuhan yang tidak terdapat perusahaan bongkar muat. Sementara itu, untuk bongkar muat barang selain yang disebutkan di atas harus dilakukan oleh perusahaan bongkar muat. (Penjelasan Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. nasional. Dengan adanya ketentuan tersebut dalam Undang-Undang Pelayaran, menyebabkan pengelola pelabuhan juga memberikan layanan bongkar muat di pelabuhan tanpa memiliki ijin usaha bongkar muat. Iklim yang dianggap tidak sehat ini membuat pelaku jasa bongkar muat kalah bersaing, hal ini disebabkan karena pengelola pelabuhan juga memberikan layanan bongkar muat di pelabuhan tanpa memiliki ijin usaha bongkar muat. Pada Tahun 2014, Menteri Perhubungan Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal (selanjutnya disebut Permenhub PM No. 60 Tahun 2014). Permenhub PM No. 60 Tahun 2014 tersebut, memperjelas bentuk perusahaan yang melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan. Oleh karena itu, Permenhub PM No. 60 Tahun 2014, diharapkan mampu menciptakan persaingan usaha yang sehat dalam usaha jasa bongkar muat di pelabuhan. PEMBAHASAN Kegiatan usaha bongkar muat adalah kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang 75

bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan yang meliputi kegiatan : a. Stevedoring 30 Stevedoring adalah pekerjaan membongkar barang dari kapal ke dermaga/tongkang/truk atau memuat barang dari dermaga/tongkang/truk ke dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau derek darat. b. Cargodoring 31 Cargodoring adalah pekerjaan melepaskan barang dari tali/jala-jala (ex tackle) di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/lapangan penumpukan barang atau sebaliknya. c. Receiving/delivery 32 Receiving/delivery adalah pekerjaan memindahkan barang dari timbunan/tempat penumpukan di gudang/lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai tersusun di atas 30 Pasal 1 angka 8, Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal. 31 Pasal 1 angka 9, Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal 32 Pasal 1 angka 10, Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal kendaraan di pintu gudang/lapangan penumpukan atau sebaliknya. Kegiatan bongkar muat barang tersebut dilakukan oleh badan usaha yang didirikan khusus untuk bongkar muat barang di pelabuhan dan wajib memiliki badan usaha. Menurut Pasal 1 angka 11 Permenhub PM No. 60 Tahun 2014, Perusahaan Bongkar Muat (PBM) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan. Ketetuan tentang Perusahaan Bongkar Muat akan memperjelas bentuk perusahaan yang akan melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan. Dengan adanya Peraturan Menteri tersebut, pelaku usaha yang melakukan atau mengerjakan kegiatan bongkar muat di pelabuhan wajib mendirikan badan usaha yang bergerak dalam kegiatan bongkar muat. Pengelola pelabuhan misalnya, jika ingin melakukan kegiatan bongkar muat di dalam pelabuhan yang dikelolanya maka wajib mendirikan badan usaha bongkar muat terlebih dahulu, tidak serta merta selaku pengelola pelabuhan bisa melakukan kegiatan bongkar muat tanpa badan hukum dan izin usaha. Izin usaha bongkar muat diberikan oleh Gubernur, setelah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. 76

Persyaratan izin bongkar muat barang, menurut Pasal 6 Permenhub PM No. 60 Tahun 2014 adalah : 1. Wajib memiliki izin usaha jasa bongkar muat barang. 2. Izin usaha bongkar muat diberikan oleh Gubernur pada lokasi pelabuhan tempat kegiatan. 3. Izin usaha diberikan setelah memenuhi persyaratan : a. Administrasi ; dan b. Teknis 4. Persyaratan administrasi meliputi : a. Memiliki akta pendirian perusahaan ; b. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) perusahaan ; c. Memiliki modal usaha d. Memiliki penanggung jawab e. Menempati tempat usaha, baik berupa milik sendiri maupun sewa berdasarkan surat keterangan domisili perusahaan dari instansi yang berwenang ; f. Memiliki tenaga ahli dengan kualifikasi ahlia naulitika atau ahli ketatalaksanaan pelayaran niaga ; dan g. Memiliki surat rekomendasi/pendapat tertulis dari Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan setempat terhadap keseimbangan penyediaan dan permintaan kegiatan usaha bongkar muat. 5. Modal usaha ditetapkan sebagai berikut : a. Bagi perusahaan yang akan melakukan kegiatan di pelabuhan utama sebesar Rp. 4.000.000.000,- (Empat Miliar Rupiah) dengan modal yang disetor sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah). b. Bagi perusahaan yang akan melakukan kegiatan di pelabuhan pengumpul sebesar Rp. 2.000.000.000,- (Dua Miliar Rupiah) dengan modal yang disetor sekurang-kurangnya Rp. 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah). c. Bagi perusahaan yang akan melakukan kegiatan di pelabuhan pengumpan sebesar Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) dengan modal yang disetor sekurang-kurangnya Rp. 250.000.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah). 77

6. Tenaga ahli dengan kualifikasi ahli nautika atau ahli ketatalaksanaan pelayaran niaga, ditetapkan sebagai berikut : a. Bagi perusahaan yang akan melakukan kegiatan di pelabuhan utama, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang dengan Kualifikasi Ahli Nautika Tingkat II atau Ahli Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga berijazah Diploma III dengan pengalaman kerja sekurangkurangnya 3 (tiga) tahun. b. Bagi perusahaan perusahaan yang akan melakukan kegiatan di pelabuhan pengumpul, sekurangkurangnya 1 (satu) orang dengan Kualifikasi Ahli Nautika Tingkat II atau Ahli Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga berijazah Diploma III dengan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun. c. Bagi perusahaan perusahaan yang akan melakukan kegiatan di pelabuhan pengumpan, sekurangkurangnya 1 (satu) orang dengan Kualifikasi Ahli Nautika Tingkat IV atau Ahli Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga berijazah Diploma III dengan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun. Permenhub PM No.60 Tahun 2014 diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja pelaku usaha bongkar muat. Selama ini, banyak pelaku usaha bongkar muat yang mengeluh karena pengelola pelabuhan juga memberikan layanan bongkar muat di pelabuhan, tanpa izin usaha bongkar muat. Jika hal ini terus berlanjut, maka akan terjadi posisi dominan yang dilakukan oleh pengelola pelabuhan yang pelaksanaannya di Indonesia dilakukan oleh PT. Pelabuhan Indonesia (PT. Pelindo). Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar yang bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar yang bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atas permintaan barang atau jasa tertentu. 33 Adanya posisi dominan oleh PT. Pelindo dalam usaha bongkar muat barang di pelabuhan menyebabkan pelaku usaha 33 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 44. 78

lainnya kalah bersaing, sehingga menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat. Persaingan usaha tidak sehat menurut Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memberikan tiga indikator untuk menyatakan terjadinya persaingan usaha tidak sehat, yaitu 34 : 1. Persaingan usaha yang tidak dilakukan secara jujur. 2. Persaingan usaha yang tidak dilakukan dengan cara melawan hukum. 3. Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara menghambat terjadinya persaingan di antara pelaku usaha. Jika dilihat dari ketiga indikator tersebut, maka apabila terjadi posisi dominan pada PT. Pelindo, indikator terjadinya persaingan usaha tidak sehat, ada pada inidikator ketiga, yaitu persaingan usaha yang dilakukan 34 Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha (Teori dan Praktiknya di Indonesia), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 10. dengan cara menghambat terjadinya persaingan di antara pelaku usaha. Persaingan usaha yang tidak dilakukan dengan cara menghambat terjadinya persaingan di antara pelaku usaha Dengan adanya Permenhub PM No.60 Tahun 2014 ini, diharapkan pihak Otoritas Pelabuhan (OP) maupun Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pada kegiatan badan usaha bongkar muat agar penerapan regulasi teknis ini bisa berjalan dengan baik dan terciptanya persaingan usaha yang sehat antar pelaku usaha bongkar muat. Persaingan usaha yang sehat memberikan dampak positif bagi para pelaku ekonomi atau para pelaku usaha karena bisa menjadi motivasi untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas usaha itu sendiri. Akan tetapi persaingan usaha yang tidak sehat tentu memberikan dampak negatif tidak hanya bagi pelaku usaha, juga bagi konsumen bahkan bisa memberikan pengaruh negatif bagi perekonomian nasional. 35 PENUTUP 35 Murhaini Suriansyah, Hukum Persaingan Usaha perjanjian dan Kegiatan yang Dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, CV. Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hlm. 21. 79

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal, diharapkan dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat dalam usaha jasa bongkar muat di pelabuhan. Ketetuan tentang Perusahaan Bongkar Muat yang ada di dalam Permenhub PM No. 60 Tahun 2014, akan memperjelas bentuk perusahaan yang akan melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan. Melalui Peraturan Menteri tersebut, pelaku usaha yang melakukan atau mengerjakan kegiatan bongkar muat di pelabuhan wajib mendirikan badan usaha yang bergerak dalam kegiatan bongkar muat. Usaha di Indonesia, CV. Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013. Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha (Teori dan Praktiknya di Indonesia), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal REFERENSI Buku Badan Pusat Statistik, Data Sosial Ekonomi, Laporan Bulanan Edisi 40- September 2013 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008. Murhaini Suriansyah, Hukum Persaingan Usaha perjanjian dan Kegiatan yang Dilarang dalam Hukum Persaingan 80