BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini yang perlu secepatnya untuk dibenahi dan diperbaiki. Maka hal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

Bab I. Pendahuluan. semua manusia, sebuah kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi bagi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak bisa terlepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus Rasul terakhir yaitu Muhammad Saw. dengan perantaraan malaikat Jibril,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada sekat secara tidak langsung menciptakan batas batas moralitas

SATUAN ACARA PENGAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang, maka pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al-

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur an, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 57.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan (terutama Islam) dengan berbagai coraknya berorientasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan tujuan yang berbeda dari disiplin ilmu yang lain. Bahkan sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang handal. Kualitas. oleh sumber daya alamnya saja, melainkan SDM-nya juga.

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancang dan

BAB I PENDAHULUAN. emosional, responbilitas (tanggung jawab) dan sosiabilitas. 1

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat berkembang dengan baik. Pendidikan dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan suatu bangsa. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

BAB I PENDAHULUAN. Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung, Alfabeta, 2012, hal iii

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

BAB 2 ISLAM DAN SYARIAH ISLAM OLEH : SUNARYO,SE, C.MM. Islam dan Syariah Islam - Sunaryo, SE, C.MM

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. agar manusia senantiasa melaksanakan perintah-nya dan menjauhi larangan-

BAB IV ANALISIS APLIKASI KONESP EKSISTENSI PROFETIK KUNTOWIJOYO. Dunia yang senantiasa berkembang, berkonsekuensi pada perubahan realitas,

BAB I PENDAHULUAN. maju mundurnya suatu bangsa terletak pada baik tidaknya karakter dan akhlak

A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK)

BAB I. Aaditama, 1998), hlm Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma arif, 1989), hlm. 15

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat adalah orang-orang dewasa, orang-orang yang. dan para pemimpin formal maupun informal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. didik. Untuk menghadapi dampak negatif globalisasi, agar anak didik berkualitas,

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Al-Hadis, melalui kegiatan. bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrachman Mas ud dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hal. 139.

BAB I PENDAHULUAN. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata Pembelajaran

kognitif (intelektual), dan masyarakat sebagai psikomotorik.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pertama ini, penulis akan memaparkan hal-hal yang berkaitan

BAB II KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. sangat dianjurkan pelaksanaannya oleh Allah SWT. Islam juga memerintah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh. umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta

BAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kencana, Jakarta, 2006, hlm Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Sinar

BAB I PENDAHULUAN. yang serius. Banyak kritikan dari praktisi pendidikan, akademisi dan masyarakat

maupun perbuatan- perbuatan-nya Nya.

SUMBER AJARAN ISLAM. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK H. U. ADIL, SS., SHI., MH. Modul ke: Fakultas ILMU KOMPUTER

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya,

BAB I PENDAHULUAN. latihan yang berlangsung di sekolah di sepanjang hayat, untuk mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan akhlak mulia adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

BAB I PENDAHULUAN. merealisir hal tersebut Menteri Agama dan Menteri P dan K. mengeluarkan keputusan bersama untuk melaksanakan pendidikan agama

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang tidak dapat dilihat oleh mata lahir. Sabda Nabi Muhammad

BAB I PENDAHULUAN. suatu ukuran maju mundurnya suatu bangsa. 1. Pendidikan Nasional pada Bab III Pasal 4 menyebutkan bahwa: Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya orang yang meyakini dan menganut ajaran Islam memiliki kepribadian

BAB I PENDAHULUAN Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jakarta : Logos. Wacana Ilmu, 2009), hlm. 140.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guru merupakan pendidik di sekolah yang menjalankan tugas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

BAB I PENDAHULUAN. memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan menghayati tujuan, yang pada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak, baik orangtua, masyarakat, maupun Pemerintah yang. UUD 1945, yaitu pada pasal 29 yang berbunyi :

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sendiri menuju kedewasaan dan bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke

BAB IV ANALISA. masyarakat Jemur Wonosari yang beragama Islam meyakini bahwa al-qur an

BAB I PENDAHULUAN. kepada segenap kegiatan pendidikan. Sebagai suatu komponen pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan degradasi moral. Mulai dari tidak menghargai diri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah yang kompleks dan selalu berubah. Karena yang menjadi. subyek dan obyek pendidikan adalah semua manusia.

BAB I PENDAHULUAN. mudanya untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. bahwa bangsa yang berada dalam tahap pembangunan dan perkembangan,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kecakapan spiritual keagamaan, kepribadian,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Dan Aku (Allah ) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-ku. (QS. Adz- Dzariyat: 56)

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

BAB I PENDAHULUAN. Press, 2005), h Syafaruddin, dkk, Manajemen Pembelajaran, Cet.1 (Jakarta: Quantum Teaching, PT. Ciputat

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya media masa, khususnya media cetak seperti surat kabar

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR PROGRAM PAKET C

BAB I PENDAHULUAN. untuk memimpin jasmani dan rohani ke arah kedewasaan. Dalam artian,

BAB I PENDAHULUAN. Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sejarah perkembangan kehidupan sosial di Indonesia, keberhasilan proses bidang studi tauhid perlu dipertanyakan ketika bangsa ini dikenal sebagai bangsa terkorup di dunia. Dan banyak sekali penyimpanganpenyimpangan sosial yang terjadi dalam masyarakat pada umumnya, dengan tindakan kriminalitas, sebagai wujud kongkrit dari ketidak mampuan masyarakat dalam memahami ajaran agamanya. Krisis moral menjadi entripon bagi bangsa ini yang perlu secepatnya untuk dibenahi dan diperbaiki. Maka hal semacam ini tidak bisa lepas dari paradigma masyarakat mengenal Tuhan dengan kata lain sejauh mana bangsa ini dapat memahami agama dengan benar, apakah keyakinan atau keimanan seseorang terhadap Tuhan hanya cukup dimanifestasikan dalam hati? Atau dalam bentuk lain? Berkaitan dengan rendahnya keyakinan seseorang atas nilai-nilai iman dan ke-illahian atau rendahnya keyakinan, menjadi sederetan yang teramat penting untuk dikaji dan dianalisa. Pokok-pokok keyakinan atau iman inilah yang selama ini tersusun di dalam ilmu tauhid atau ilmu kalam. Yang juga disebut ilmu Aqidah atau ilmu Ushuluddin.

2 Rendahnya keyakinan tauhid di atas bisa menjadi petunjuk bagi kegagalan pembelajaran tauhid sebagai akibat pembelajaran tauhid yang kurang mampu menumbuhkan pengalaman bertuhan. Selama ini pembelajaran tauhid lebih terfokus pada ranah kognitif, selain itu tidak disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik. Kecenderungan pembelajaran tauhid dan pendidikan agama Islam tersebut di atas bisa dilihat dari tindakkan orang bertaqwa yang sering kita dengar dan pahami dari presepsi masyarakat umum. Dan biasa dinyatakan bahwa tanda orang bertaqwa adalah sebagai berikut: pertama, Mempercayai rukun iman dengan benar, yaitu iman kepada Allah, kepada Malaikat, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada kitab-kitab-nya, kepada Hari Akhir, dan kepada Qadha dan Qadar. Kedua, melaksanakan perintah Allah dari segi ibadah, yaitu patuh menegakkan sholat, setia menunaikan zakat, mengerjakan puasa, dan haji. Keiga, melaksanakan muamalah. Perumusan taqwa sebagai ultimate goal pendidikan Islam, 1 misalnya, tereduksi sebatas fungsi yang bersifat komplementatif, yang kedudukannya sejajar dengan berilmu pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai temporal lingkungan lainnya. Taqwa dalam kerangka demikian ini bukan merupakan konsep kunci, tetapi hanya sebatas pelengkap penderita dari tujuan lain. Perumusan semacam ini mengandung bias dikotomi yang seakan-akan menjadi 1 Mohammad Irfan dan Mastuki HS, Teologi Pendidikan: Tauhid Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2000, hlm. 8.

3 trade mark umat Islam. Padahal makna cakupan taqwa begitu luas dan meliputi seluruh aktifitas manusia baik berhubungan dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia. Taqwa dalam pengejawantahan kongkrit di dunia riil potensi ruhani, maka taqwa adalah aktualisasi iman yang bagi pelakunya merupakan prestasi ruhani. Sebagai prestasi ruhani, taqwa tidak akan mewujud dalam bentuknya yang aktual tanpa ada kerja-kerja kemanusiaan di latar sosial. Oleh karena itu perluasan perilaku KKN dan kriminalitas lainnya sebagaimana telah dikemukakan di atas, bisa menjadi petunjuk pembelajaran tauhid yang kurang berhasil atau gagal. Dalam sistem pendidikan Islam, pembelajaran bidang studi tauhid diletakkan sebagai inti pembelajaran. Konseptualisasi pembelajaran bidang studi tauhid yang demikian itu bersumber dari konsep ajaran Islam yang meletakkan kepercayaan tauhid sebagai inti ajaran. Pendidikan Islam saat ini lebih berorientasi pada pembelajaran tentang agama. Karena itu, tidak aneh kalau di sini sering kita saksikan seseorang yang banyak mengetahui nilai-nilai agama, tetapi perilakunya tidak relevan dengan nilai-nilai ajaran agama yang diketahuinya. 2 Dalam sistem ajaran Islam, ajaran tentang aqidah yang juga disebut tauhid, pada umumnya dipandang sebagai inti ajaran. Pembelajaran bidang studi tauhid adalah dasar bagi pembelajaran semua bidang studi, baik bidang 2 Nurcholish Madjid, dkk., Pengantar; Komaruddin Hidayat, Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi: Wacana Tentang Pendidikan Agama Islam, editor; Fuaduddin dan Cik Hasan Bisri, Jakarta: Logos, 2002, hlm. xii.

4 studi yang bersifat umumnya dimasukan kedalam ilmu agama Islamic Studies, ataupun bidang studi ilmu-ilmu umum. Tolak ukur keberhasilan bidang studi agama Islam tidak hanya dilihat dari hasil evaluasi ranah kognitif, melainkan seharusnya juga dilihat dari hasil evaluasi ranah afektif dan psikomotorik atau perilaku peserta didik. Hal ini berarti bahwa keberhasilan pembelajaran bidang studi tauhid menentukan keberhasilan pembelajaran semua bidang studi. 3 Dari seluruh bangsa di dunia menempatkan kebaikan perilaku dan kejujuran sebagai unsur penting dari tujuan yang hendak dicapai. Dalam sistem pendidikan Islam, kebaikan dan kejujuran perilaku peserta didik dicapai melalui pembelajaran bidang studi akhlak yang diletakkan di atas fondasi keimanan yang dibangun melalui bidang studi tauhid. Melalui pendidikan yang demikian, diharapkan tumbuh sebuah kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang menjunjung tinggi moral kebaikan dan kejujuran. Namun demikian, kejahatan dan perilaku kriminal terus saja muncul dalam kehidupan kemasyarakatan dan kebangsaan. Karena itu, pembelajaran bidang studi tauhid dapat dijadikan dasar analisa untuk melihat kemungkinan tumbuhnya keyakinan tentang balasan dari Tuhan terhadap setiap tindakan yang dilakukan peserta didik. Pembelajaran tauhid dengan demikian bukanlah sekedar pengetahuan rukun iman, nama dan sifat-sifat Tuhan, tetapi bagaimana pembelajaran bidang studi tauhid memberi 3 Abdul Munir Mulkhan, Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem Filosofi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana. 2002, hlm. 343.

5 peluang tumbuhnya kesadaran tentang nilai-nilai ketuhanan atas setiap perilaku peserta didik. Inilah persoalan pokok yang semestinya menjadi orientasi pembelajaran bidang studi tauhid tersebut. Dalam pandangan Islam, ajaran tauhid atau aqidah (selanjutnya disebut tauhid) ditempatkan sebagai inti ajaran Islam tersebut. Dalam sejarah pemikiran Islam, ajaran tauhid tersusun dalam ilmu tauhid yang juga dikenal sebagai ilmu ushuluddin atau ilmu tentang pokok-pokok ajaran Islam. Ilmu tauhid inilah yang kemudian diletakkan sebagai bidang studi utama pembelajaran sistem pendidikan Islam. Tujuan yang hendak dicapai dan hubungan bidang studi tauhid dengan bidang studi lain di dalam sistem pendidikan Islam, merupakan persoalan penting yang menarik untuk dikaji melalui suatu penelitian. Demikian pula hubungannya dengan bidang studi lain dalam sistem pendidikan umum. Kategorisasi pendidikan Islam di satu pihak dan pendidikan umum dilain pihak, lebih sering menimbulkan persoalan yang komplek yang tak mudah dipecahkan. Demikian pula kategori pesantren, madrasah, sekolah Islam, dan pendidikan agama yang secara khusus diselenggarakan di dalam sistem sekolah Islam dan sekolah umum dalam sistem pendidikan Islam. Sekolah Islam yang dipakai untuk menunjuk sistem sekolah yang diselenggarakan organisasi Islam itu sendiri mengundang sejumlah persoalan yang tak kalah komplek.

6 Dalam pemikiran pendidikan Islam tujuan pembelajaran bidang studi tauhid merupakan fondasi tujuan bidang studi lainnya dalam sistem pendidikan Islam dan sistem pendidikan agama Islam. Konsep ini memperoleh landasan filosofis dalam gagasan Islamisasi pengetahuan atau Islamisasi ilmu pengetauhuan dan teknologi. Gagasan yang pernah dikemukakan oleh Isma il Raji Al-Faruqi beberapa dekade lalu, telah mendorong munculnya berbagai pemikiran di bidang pendidikan Islam di Tanah Air. Salah satu di antara gagasan yang muncul dari pemikiran di bidang pendidikan Islam ialah integritas bidang studi agama Islam dan bidang studi umum, di sekolah umum ataupun madrasah. 4 Pendikotomian yang membedakan dan memisahkan antara ilmu agama dan ilmu umum adalah indikasi rapuhnya dasar filosofi pendidikan Islam. Dikotomi ini sangat jelas terlihat pada dualisme sistem pendidikan di negaranegara muslim termasuk Indonesia. Sistem pendidikan Islam dengan segala variasi dan implikasinya dalam membentuk wacana intelektual dan keagamaan umat dan sistem pendidikan sekuler dengan segala dampak dam akibatnya dalam membentuk wawasan, kognisi dan prespektif keagamaan. Pada akhirnya kita jumpai wilayah agama terpisah disadari atau tidak dengan masalahmasalah kemanusiaan dalam latar kesejarahan (ekonomi, politik, sosial, 4 Ibid., hlm. 346.

7 pendidikan, budaya, teknologi, sistem nilai, dan lain-lain) karena yang terakhir dianggap bukan termasuk wilayah agama. Sekitar tahun 1970-an, berbagai usaha mulai dilakukan untuk menempatkan pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Berbagai kesepakatan antar departemen terkait dilakukan untuk suatu tujuan pengakuan kesetaraan lulusan madrasah dengan lulusan sekolah umum. Usaha ini mencapai puncak dengan penempatan madrasah sebagai sekolah umum bercirikan khusus Islam yang mulai dimantapkan dalam perubahan Undang-undang sistem pendidikan nasional (UUSPN) Nomor 2 Tahun 1989 oleh Komite Reformasi Pendidikan (KRP). Namun telah dilakukannya bentuk penyatuan dan penyetaraan dalam dualisme sistem pendidikan ini tidak menjadi sebuah jaminan akan mampu untuk menjadikan keduanya sejajar dalam pola pikir dan tataran realitas di masyarakat. Terlebih lagi ketika negara kita masih mengenal dua departemen dalam penanganan yang sama terkait masalah pendidikan yakni; Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional, dan keduanya menjadi satu dalam sistem pendidikan dalam satu kelembagaan atau institusi. Karena problem ini sudah menjadi kultur, budaya, yang sangat kental dan mendarah daging dalam masyarakat dan terinstitusikan dalam sebuah sistem birokrasi kenegaran, dan dualisme atau pendikotomian ini, hanya mampu terjawab jika kita juga telah mampu untuk mengawali merubah paradigma tauhid dan

8 semangat tauhid dengan gagasan penyatuan dalam artian, ilmu duniawi dan ukhrawi, dan semangat pluralisme sebagai eksistensi untuk menghidari penyalahan dan pembenaran sepihak, karena dengan semangat pluralisme gagasan apa pun yang sifatnya baru, dan lain akan mudah untuk bisa diterima. Dari latar belakang semacam ini, maka kiranya sangat diperlukan dalam era sekarang untuk mengangkat wacana tauhid sebagai isu sentral merubah pola pikir yang dianggap mapan. Oleh karena itu saya mengangkat judul skripsi; Rekonstruksi Tauhid Menuju Pluralisme Pendidikan Islam. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah sebagaimana berikut; 1. Apa yang dimaksud dengan rekonstruksi tauhid? 2. Apa yang dimaksud dengan pluralisme pendidikan Islam? 3. Bagaimana rekonstruksi tauhid dapat menuju pluralisme pendidikan Islam? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian tersebut; 1. Untuk memaknai ulang dan merubah paradigma masyarakat tentang tauhid dan mengenal Tuhan. 2. Untuk mengetahui pluralisme pendidikan Islam.

9 3. Untuk menjelaskan rekonstruksi tauhid menuju pluralisme pendidikan Islam. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini dapat dipandang dalam dua segi; 1. Untuk Mahasiswa Mahasiswa sebagai agen of chang, maka dalam wacana rekonstruksi tauhid memiliki peran yang sangat besar dalam melakukan agenda perubahan, dalam upaya meluruskan penyimpanganpenyimpangan akidah yang terjadi di masyarakat. Dalam hal ini, mahasiswa setidaknya mampu mencermati perubahan dan cara pandang melalu tulisan rekonstruksi tauhid.. Pemikiran itu memiliki guna bagi mahasiswa sebagai wacana baru dan jalan alternatif untuk melakukan perubahan yang perlu dimulai dari konsep yang paling dasar. Mahasiswa juga dapat mengetahui pluralisme pendidikan Islam yang tidak bisa lepas dari keberangkatannya dari nuansa yang plural baik dalam bidang keilmuan maupun dalam segi kultur yang ada disekitar kita. Sehingga mahasiswa mampu merubah cara kognisi masyarakat tentang tauhid dan pemilihan ilmu pengetahuan, yang menganggap keberhasilan dari tauhid diukur hanya dalam segi penguasaan ilmu keagamaan tidak ilmu umumnya.

10 2. Untuk Pengembangan Ilmu Tauhid adalah membahas tentang ke-esaan, Dzat, sifat dan perbuatan Tuhan. Pembahasan tentang ke-esaan, Dzat, sifat dan perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran kita tentang Tuhan. Dan penelitian ini dapat memberikan wacana baru yang dapat menambah wawasan bagi para pembaca, dengan memahami tulisan ini setidaknya ada satu bentuk pencerahan yang ada dalam kognisi pembaca dan akan menghasilkan pemikiran baru, dari sini saya berkeinginan memulai segala sesuatu diawali dari konsep dasar (konsep tauhid atau aqidah yang dimulai dari keyakinan seseorang) yang akan terus menuju pada konsep turunan (pengetahuan agama sekaligus pengetahuan umum) dari sebuah disiplin keilmuan, dan penulis mengharapkan adanya bentuk pemikiran yang integritas dari setiap bidang disiplin keilmuan. Tauhid berhubungan dengan kehidupan manusia, dunia nyata, dunia sosial, dan kultur manusia. Setelah kita memahami sebuah wacana, maka tidak lepas dari kita untuk menerapkan dan mengembangkan wacana tersebut dalam sebuah tataran aplikatif yang dapat dipahami dan dikembangkan oleh setiap orang, yang diharapkan dari saya, ketika kita sudah memahami cara bertauhid dengan benar, maka yang bisa kita lakukan selanjutnya adalah adanya perubahan

11 sikap, perilaku dan lainnya dari sebuah komunitas yang tentunya diawali dari perilaku pribadi yang merembet selanjutnya pada perilaku dan sikap masyarakat secara luas. Di dalam memahami hidup, menyikapi hidup dengan tidak bisa lepas dari sikap-sikap tauhid. E. Alasan Pemilihan Judul Dari sebuah statemen yang telah kita ketahui di atas, maka pengambilan judul Rekonstruksi Tauhid Menuju Pluralisme Pendidikan Islam sangat beralasan ketika kita mencoba kembali melakukan pembukaan ulang dari sebuah kebenaran yang kebenaran itu masih sangat dipertanyakan, dari alasan yang mampu saya angkat kaitannya dengan penulisan judul ini adalah bahwa semua disiplin keilmuan yang ada di dunia ini tidak akan selamanya mutlak benar dan tidak selamanya pula tidak mampu untuk dirombak kembali dan bisa ditafsiri ulang oleh siapa pun yang memang mampu untuk berfikir, semasa apa yang kita pahami tentang disiplin keilmuan tidak jauh melenceng dari koridor ajaran Islam, dan semasa apa yang kita tuangkan dalam hal ini (pemikiran) masih layak dan sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada, maka tak salah kita menuangkan secarik pemikiran. Dan akhir dari tulisan ini akan mengarah pada pembaharuan pemikiran dan sikap pada setiap pembacanya, dari judul; Pluralisme Pendidikan Islam, ini jelas-jelas menunjukan pada suatu perkara yang akan menciptakan iklim

12 yang lebih kondusif, toleran, egaliterian, keadilan dan yakin akan mampu menciptakan kemaslahatan umat Islam dan umat-umat lainnya yang ada di dunia, maka sangat pantaslah jika kita mengawali penataan umat, dimulai dari persoalan yang paling mendasar dari sebuah ajaran keagamaan, dan dalam hal ini Islam sangat bertepatan sekali bahwa tauhid sebagai dasar ajaran kita. F. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalah pahaman serta memudahkan dalam memperoleh pengertian yang kongkrit dan tepat terhadap pembahasan ini, penulis perlu menegaskan kata-kata yang dipakai yaitu; Rekonstruksi : Penyusunan kembali, 5 Tauhid : Kuasa kepercayaannya bahwa Allah hanya satu, 6 tauhid juga berasal dari kata wahhada, meng-esakan, menyatakan atau mengakui Yang Maha Esa. Pengakuan atas keesaan Allah yang tidak dapat dibagi-bagi, yang mutlak, dan satu-satunya yang Maha Nyata. 7 5 Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994, hlm. 664. 6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996. hlm. 1015. 7 Ghufron A. Mas ad, Ensiklopedi Islam (ringkas) Cyril Glasse, Jakarta: terjemahan. Raja Grafindo Persada, 1996 hlm. 407.

13 Menuju : Berasal dari kata; tuju; pergi arah, pergi mengarah. 8 Kemudian mendapat imbuhan me- sehingga menjadi menuju. Pluralisme : Teori yang mengatakan bahwa realitas terdiri dari banyak substansi. 9 Pendidikan Islam : Pendidikan adalah suatu aktifitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi berlangsung pula di luar kelas. Pendidikan bukan yang bersifat formal saja, tetapi mencakup pula non formal. 10 Islam adalah agama yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw, dengan kitab suci Al-Qur an. 11 Maka pendidikan Islam itu sendiri adalah pendidikan yang tidak bisa lepas dari konsep dasar yang dikembangkan dari Al-Qur an dan As-Sunnah. 12 Dari pengambilan istilah tersebut maka penelitain skripsi yang berjudul Rekonstruksi Tauhid Menuju Pluralisme Pendidikan Islam dengan dua variabel Rekonstruksi Tauhid dan Pluralisme Pendidikan Islam. Dari judul tersebut perlu adanya penegasan atau arah yang akan di tuju, oleh penulisan skripsi tersebut. Dalam hal ini Rekonruksi Tauhid yang diharapkan dan diinginkan oleh penulis adalah merubah (merombak) pandangan umum 8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit., hlm. 1077. 9 Pius A Partanto, op.cit., hlm. 604. 10 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara, 1995, hlm. 149. 11 Pius A Partanto, op.cit., hlm. 274 12 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002, hlm. 30.

14 masyarakat tentang kebertuhanan yang dirasa penulis perlu adanya pembenahan ulang tentang makna tauhid dan penulis tidak menganggap semua pemahaman tauhid itu salah secara total, tetapi perlu adanya pengkajian ulang yang lebih ilmiah, rasional dan aplikatif tentunya. Di dalamnya mencakup tujuan tauhid, ruang lingkup tauhid, sampai pada tahapan penyampaian ilmu tauhid. Rekonstruksi tauhid melingkupi pemahaman bangsa Indonesia, sebagai penganut paham Asyariyah dan Maturidiyah yang pada umumnya mengambil pemahaman dari genarasi kelima, maka dalam rekonstruksi ini kita perlu kembali pada al-qur an dan al-hadis. Dan Pluralisme Pendidikan Islam, yang diharapkan penulis adalah terciptanya keshalehan dari masing-masing individu dan masyarakat, terciptanya kesadaran bertuhan yang transidental dan pada titik akhirnya tidak menimbulkan trut klaim masing-masing penganut tauhid, dan pluralisme dipahami sebagai keinginan untuk penyatuan ilmu pengetahuan tanpa melihat sebuah latar belakang umun maupun agama karena keberhasilan tauhid adalah adanya integritas daripada pengetahuan secara keseluruhan. G. Metode Penelitian Dalam penelitian dari skripsi ini, penulis menggunakan studi kepustakaan (liberary research) sebagai metode pengumpulan data dengan membaca dan menelaah literatur-literatur yang berhubungan dengan

15 permasalah-permasalah yang telah dirumuskan dari buku-buku sebagai sumber primer dan dari majalah, Koran dan sumber-sumber lain yang menunjang sebagai sumber sekunder. Adapun metode analisa data yang digunakan dalam penulisan ini ketika penulis mempertimbangkan metode induksi dan deduksi, yang mana metode induksi adalah sebuah metode analisa data yang bertitik tolak dari data-data yang bersifat khusus guna menghasilkan pengetahuan tentang suatu hukum umum yang berlaku bagi setiap sifat yang sama. Atau induksi yaitu suatu metode untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum dari hal-hal yang bersifat khusus. Berfikir induksi ini berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkrit kemudian peristiwa-peristiwa tersebut di generalisasi yang mempunyai sifat umum. 13 Dan metode deduksi, yaitu sebuah metode analisa data yang bekerja dengan cara menarik kesimpulan dari kenyataan yang umum atas hal yang khusus, yang tersusun, guna mencapai suatu kebenaran tentang sesuatu hal dengan menarik kesimpulan dari sesuatu yang umum. 14 Maka dari pendefinisian tersebut di atas penulis melakukan metode penelitian dengan menggunakan metode induksi dengan pertimbangan, ketika melihat data yang terdapat dari berbagai sumber dengan berbagai variabel, berbagai pendapat maka dalam hal ini diperlukan satu kemampuan 13 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, hlm. 40 14 Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: UI Press dan Tintamas, 1986, hlm. 121.

16 penganalisaan dari sang penulis untuk bisa menarik dan mengeneralkan dari semua permasalahan yang ada. H. Sistem Pembahasan Ada pun sistematika pembahasan dalam skripsi ini meliputi; Bab I, Pendahuluan, yang meliputi sub pokok bahasan sebagai berikut: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian, dan Sistem Pembahasan. Bab II, Rekonstruksi Tauhid. Yang meliputi sub pokok bahasan sebagai berikut: Memaknai Tauhid, Derivasi Tauhid, Tauhid Sebagai Paradigma Pendidikan Islam. Bab III, Problematika Pendidikan Islam dan Wacana Pluralisme. Yang meliputi sub pokok bahasan sebagai berikut: Problem Konseptual Pendidikan Islam, Kerancuan Konseptual Pendidikan Islam, Pluralisme Pendidikan Islam. Bab IV, Rekonstruksi Tauhid Menuju Pluralisme Pendidikan Islam, Yang meliputi sub pokok bahasan sebagai berikut: Membentuk Kesalehan Pribadi, Tauhid Sebagai Kesatuan Kebenaran, Membangun Struktur Kesatuan Ilmu, Rekonstruksi Tauhid Menuju Pluralisme Pendidikan Islam. Bab V, Penutup. Yang meliputi pokok bahasan sebagai berikut: Kesimpulan dan Saran-saran.