BAB V PEMBAHASAN Pada lapangan FRY kali ini dipilih 2 sumur untuk dianalisa dan dievaluasi yaitu sumur AN-2 dan HD-4, kedua sumur ini dilakukan treatment matrix acidizing guna memperbaiki kerusakan formasi di sekitar lubang sumur sehingga dapat meningkatkan produksi sumur. Pada sumur AN-2 matrix acidizing dilakukan pada bulan April 2013 sedangkan pada sumur HD-4 dilakukan pada Desember 2014. Sumur AN-2 merupakan sumur vertikal yang memproduksi minyak dengan artificial lift jenis gas lift. Dengan total depth 7305 ft-tvd, dan interval perforasi 22 ft pada kedalaman 7058-7080 ft-tvd. Sumur ini berada pada formasi Ngimbang dengan lapisan produktif batuan limestone pada layer LL-4. Sedangkan pada sumur HD-4 merupakan deviated well yang juga memproduksi minyak dengan artificial lift jenis gas lift. Dengan total depth 7316 ft-tvd, dan interval perforasi 12 ft pada kedalaman 7093-7105 ft-tvd. Sumur ini berada pada formasi Ngimbang dengan lapisan produktif batuan sandstone pada layer NG-5. Untuk mengetahui adanya permasalahan pada sumur AN-2 hal yang pertama dilakukan adalah menganalisa well history, pada mud log review terjadi mud total loss di kedalaman 7074 ft- TVD dimana pada kedalaman tersebut dilakukan perforasi yang mengakibatkan kerusakan formasi di sekitar lubang sumur. Kemudian menganalisa produksi pada sumur AN-2 bahwa sampai bulan Maret 2013 produksinya hanya sekitar 102 blpd dengan oil rate 6 bopd dan water cut yang tinggi sebesar 94%. 62
63 Kemudian dilakukan analisa faktor skin dan PI (Productivity Index) menggunakan software prosper. Nilai skin didapatkan dengan melakukan sensitivitas yang dilanjutkan dengan matching nodal analysis. Dari hasil software prosper sensitivitas skin sumur AN-2 berada pada range +2,5 sampai +4,5 dan setelah dilakukan matching nodal analysis maka didapatkan nilai skin pada sumur sebesar +4,5 dan PI (Productivity Index) sebesar 0,25 blpd/psi, hal ini menunjukkan adanya kerusakan formasi karena nilai faktor skin berharga positif (S>0). Sedangkan pada sumur HD-4, pada well history tidak terdapat hal- hal yang mengindikasi terjadinya kerusakan formasi. Dari produksi sumur terjadi penurunan mulai bulan Agustus 2014, perlu diketahui bahwa sebelumnya pernah dilakukan matrix acidizing pada akhir Oktober 2014, tetapi treatment ini tidak berhasil meningkatkan produksi sumur. Laju produksinya hanya mencapai 92 blpd dengan oil rate 85 bopd dan water cut 8%. Kemudian menganalisa faktor skin dan PI (Productivity Index) dengan menggunakan software prosper. Dari hasil software prosper sensitivitas skin berada pada range +15 sampai +21 dan setelah dilakukan matching nodal analysis maka didapatkan nilai skin pada sumur sebesar +17,1 dan PI (Productivity Index) sebesar 0,8 BLPD/psi. Hal ini menunjukkan adanya kerusakan formasi karena nilai faktor skin berharga positif (S>0). Dari hasil tersebut pula terlihat bahwa perbedaan nilai skin kemungkinan disebabkan oleh jenis formasi batuan, besarnya permeabilitas, sifat fisik reservoir, dan kedalaman perforasi. Berdasarkan analisa kerusakan formasi yang terjadi di sumur AN-2 dan HD-4, telah ditentukan bahwa cara yang tepat untuk mengatasi
64 permasalahan pada masing-masing sumur tersebut adalah dengan melakukan matrix acidizing. Dalam pelaksanaannya sebelum melakukan pekerjaan matrix acidizing pada suatu sumur perlu dilakukan beberapa tahap persiapan, diantaranya adalah pemilihan fluida treatment yang terdiri dari fluida asam serta fluida additive, dan desain pengasaman untuk masing-masing sumur. Asam utama yang digunakan untuk treatment sumur AN-2 adalah BJ S3 Acid yang merupakan asam HCl 15%, penggunaan asam jenis ini cukup efektif digunakan untuk stimulasi karena pada sumur ini batuan formasinya adalah limestone. Pemilihan asam ini juga dianggap cocok dengan temperatur formasi sumur AN-2 yaitu 233 F sedangkan pada sumur HD-4 menggunakan fluida BJ SSA Regular Strength yang merupakan campuran asam HF-HCl, yang dinilai cukup efektif digunakan untuk stimulasi karena pada sumur ini batuan formasinya adalah sandstone. Perbedaan kondisi pada sumur juga menyebabkan perbedaan jenis dan konsentrasi additive yang digunakan. Beberapa additive yang digunakan pada kedua sumur adalah CI-27 sebagai corrosion inhibitor, NE-118 sebagai non- emulsifier, NE-32 sebagai surfaktan antisludge, FERROTROL 210 sebagai iron control additive, FERROTROL 300 sebagai iron chelating agent, dan INFLO-150 sebagai surfaktan water wet. Masingmasing additive tersebut mempunyai fungsi membantu treatment matrix acidizing agar bekerja secara optimal sehingga dapat memperbaiki kerusakan formasi di sekitar lubang sumur. Setelah mengetahui jenis additive yang akan dipakai maka selanjutnya dilakukan perhitungan desain pengasaman. Pada sumur AN-2 fracture gradient
65 sumur sebesar 0,601 psi/ft, tekanan dasar sumur dimana perekahan akan terjadi sebesar 4392,153 psi, tekanan injeksi maksimum dasar sumur sebesar 3513,72 psi, sedangkan tekanan injeksi maksimum di permukaan sebesar 1100,569 psi, dan laju alir injeksi maksimum asam sebesar 1,201 bbl/menit. Dengan menggunakan rumus dissolving power maka volume batuan yang dapat bereaksi dengan asam sebesar 48,616 ft 3, jumlah volume asam yang diperlukan sebesar 4471,854 gallon atau 106,473 bbl, dan waktu pompa asam selama 106,473 menit atau 1 jam 47 menit. Berdasarkan pelaksanaannya pada sumur AN-2 fracture gradient sumur sebesar 0,7 psi/ft, tekanan injeksi maksimum di permukaan sebesar 1498 psi, dengan volume asam yang diinjeksi sebesar 4400 gallon, treatment design yang digunakan sebesar 200 gpf. Sedangkan pada sumur HD-4setelah dilakukan perhitungan maka didapatkan fracture gradient sumur sebesar 0,57 psi/ft, tekanan dasar sumur dimana perekahan akan terjadi sebesar 4174,366 psi, tekanan injeksi maksimum dasar sumur sebesar 3339,49 psi, sedangkan tekanan injeksi maksimum di permukaan sebesar 911,120 psi, dan laju alir injeksi maksimum asam sebesar 3 bbl/menit. Dengan menggunakan rumus dissolving power maka volume batuan yang dapat bereaksi dengan asam sebesar 16,465 ft 3, jumlah volume asam yang diperlukan sebesar 2577,125 gallon atau 61,36 bbl, dan waktu pompa selama 61,36 menit. Berdasarkan pelaksanaannya fracture gradient sumur sebesar 0,7 psi/ft, tekanan injeksi maksimum di permukaan sebesar 1775 psi, dengan volume asam yang diinjeksi sebesar 2400 gallon, treatment design yang digunakan sebesar 200 gpf.
66 Setelah dilakukan perhitungan desain pengasaman maka dilakukan persiapan untuk pelaksaaan matrix acidizing. Ada beberapa tahap dalam pengerjaan matrix accidizing, yaitu pre flush, tahap main acid, dan tahap afterflush. Pada pelaksanaannya kedua sumur menggunakan injection rate sebesar 1 bpm. Main acid yang digunakan pada sumur AN-2 adalah HCl 15% sebanyak 105 bbl. Dengan jumlah konsentrasi asam tersebut diharapkan bisa mengurangi kerusakan formasi di sekitar lubang sumur dengan membentuk wormholes yang membuka jalur fluida untuk mengalir ke lubang sumur. Setelah main acid 15% HCl diinjeksi, maka dilakukan afterflush dengan menggunakan NH4Cl sebanyak 64 bbl yang berfungsi untuk membersihkan sisa- sisa pengasaman. Kemudian digunakan nitrogen sebanyak 64 bbl sebagai displacement yang berfungsi untuk memastikan fluida main acid dan afterflush masuk ke dalam formasi, nitrogen juga membantu mempermudah produksi fluida formasi kembali ke permukaan. Sedangkan pada sumur HD-4 yang merupakan sumur dengan lapisan batuan sandstone digunakan fluida BJ SSA regular strength yaitu campuran HF-HCl dengan konsentrasi HF 1,5% dan HCl 7,5% sebanyak 57 bbl jumlah konsentrasi asam tersebut diharapkan bisa mengurangi kerusakan formasi di sekitar lubang sumur. Pada pelaksanaannya sebelum diinjeksi main acid HF-HCl diinjeksi preflush menggunakan 15% HCl fluida BJ S3 sebanyak 57 bbl. Setelah diinjeksi main acid, maka diinjeksikan nitrogen sebagai displacement sebanyak 96 bbl, berfungsi untuk membersihkan sisa pengasaman juga memastikan fluida masuk ke dalam formasi dan membantu mempermudah produksi fluida formasi kembali ke permukaan.
67 Setelah treatment matrix acidizing pada kedua sumur selesai, maka dilakukan evaluasi yaitu dilihat pada kurva IPR (Inflow Performance Relationship) saat sebelum dan sesudah dilakukannya treatment acidizing sebagai pembanding produksi sumur. Peningkatan laju alir produksi setelah dilakukannya treatment acidizing menandakan bahwa treatment acidizing telah berhasil memperbaiki kerusakan formasi yang ada. Pada Sumur AN-2 laju alir produksi sumur sebelum dilakukan matrix acidizing hanya 102 blpd sedangkan setelah dilakukan treatment meningkat menjadi 2539 blpd. Sedangkan untuk sumur HD-4 laju alir produksi sumur sebelum dilakukan matrix acidizing hanya 92 blpd sedangkan setelah dilakukan treatment meningkat menjadi 453 blpd. Selain kenaikan produksi, perubahan PI (Productivity Index) juga ditentukan sebagai indikator keberhasilan. Apabila sumur mengalami peningkatan PI (Productivity Index) maka dikatakan treatment matrix aciding berhasil. Pada Sumur AN-2 PI (Productivity Index) mengalami peningkatan dari 0,25 blpd/psi menjadi 0,31 blpd/psi, sedangkan pada sumur HD-4 PI (Productivity Index) dari 0,8 blpd/psi menjadi 2 blpd/psi. Perbaikan nilai faktor skin menjadi negatif (-) juga menandakan bahwa sumur telah dilakukan perbaikan dengan stimulasi. Nilai faktor skin pada sumur AN-2 mengalami penurunan dari +4,5 menjadi -4,3 sedangkan pada sumur HD-4 dari +17,1 menjadi -1. Setelah dilakukannya evaluasi adanya peningkatan produksi, adanya kenaikan nilai PI (Productivity Index), dan penurunan nilai skin setelah treatment acidizing, maka treatment acidizing ini berhasil menanggulangi kerusakan formasi yang ada.
68 Evaluasi tingkat keberhasilan tidak hanya dilihat dari segi teknikal saja namun dapat dilihat juga dari indikator keekonomian setelah dilakukan treatment matrix acidizing, hal ini dilihat dari POT (Pay Out Time). Dalam perhitungan POT tersebut dapat diketahui jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan kembali investasi awal yang telah dikeluarkan. Berdasarkan total biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan matrix acidizing pada sumur, maka didapatkan POT (Pay Out Time) sumur AN-2 selama 2,15 hari, sedangkan untuk sumur HD-4 selama 12 hari.