BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selaku anggota masyarakat, selama masih hidup dan

dokumen-dokumen yang mirip
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN PUTUSAN TERHADAP PERKARA WARISAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

BAB I PENDAHULUAN. warga negara merupakan badan yang berdiri sendiri (independen) dan. ini dikarenakan seorang hakim mempunyai peran yang besar dalam

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI AKTA DI BAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI)

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

GUGAT BALIK (REKONVENSI) SEBAGAI SUATU ACARA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DALAM PERADILAN DI PENGADILAN NEGERI KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. diantara mereka. Hal itu dikarenakan setiap manusia memiliki. kepentingannya, haknya, maupun kewajibannya.

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. harta warisan, kekayaan, tanah, negara, 2) Perebutan tahta, termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

TINJAUAN YURIDIS TENTANG IKUT SERTANYA PIHAK KETIGA ATAS INISIATIF SENDIRI DENGAN MEMBELA TERGUGAT (VOEGING) DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa. tanah itu dalam batas-batas menurut peraturan undang-undang.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PERKARA JUAL BELI TANAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Tengker, cet. I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2001), hal (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 37.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA MELALUI PERDAMAIAN MEDIASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

EVITAWATI KUSUMANINGTYAS C

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari seringkali terjadi gesekan-gesekan yang timbul diantara. antara mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga munculah sengketa antar para pihak yang sering disebut dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Hakim merupakan pelaku inti yang secara fungsional melaksanakan. kekuasaan kehakiman. Hakim harus memahami ruang lingkup tugas dan

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan setiap kelahiran anak yang dilakukan oleh pemerintah berasas non

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PROSES PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN TERHADAP ANAK YANG TERLAMBAT MENDAPAT AKTA (Studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PELAKSANAAN ASAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BENI DHARYANTO C FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pemeriksaan perkara dalam persidangan dilakukan oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN TERGUGAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

Oleh Ariwisdha Nita Sahara NIM : E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB 1 PENDAHULUAN. Ada kalanya kepentingan mereka itu saling bertentangan, hal mana dapat

BAB I PENDAHULUAN. Islam bukan keluarga besar (extended family, marga) bukan pula keluarga inti

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selaku anggota masyarakat, selama masih hidup dan mempunyai tempat dalam masyarakat disertai hak-hak dan kewajibankewajiban terhadap orang lain, sesama anggota masyarakat maupun terhadap barang atau benda yang terdapat dalam masyarakat tersebut. Apabila seorang manusia meninggal dunia, maka hubungan hukum itu tidak dapat lenyap seketika, karena pihak yang ditinggalkan oleh pihak yang lenyap tersebut, bukan hanya seorang manusia atau sebuah barang saja, dan juga oleh hidupnya orang yang meninggal dunia tersebut, berpengaruh langsung pada banyaknya kepentingan-kepentingan berbagai anggota lain dari masyarakat serta selama hidup orang tersebut, membutuhkan pemeliharaan dan penyelesaian orang lain. Pada asasnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban hukum dalam lapangan hukum kekayaan atau harta benda saja yang dapat diwariskan. Ada beberapa kekecualian, misalnya hak seorang bapak untuk menyangkal sah anaknya untuk menuntut supaya ia dinyatakan anak yang sah dari bapak atau ibunya (kedua hak itu adalah dalam lapangan hukum kekeluargaan), dinyatakan dalam undang-undang diwarisi oleh ahli warisnya. 1 1 Efendi Perangin, 2003. Hukum Waris. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. Hal 3 1

2 Dalam hukum waris berlaku juga suatu asas, bahwa seorang meninggal, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibanya beralih pada sekalian ahli warisnya. Seorang pewaris mempunyai kekayaan yang berupa dua bentuk yaitu harta benda (materiil) dan harta cita (non materiil). Harta benda merupakan peninggalan yang berwujud, berupa hak-hak kebendaan, seperti hak pakai, hak tagihan (hutang-piutang) dan hak-hak lainnya. Sedangkan harta cita tidak berwujud, misalnya jabatan atau hak cipta. Namun di dalam hukum Indonesia, pewarisan dengan menganut sistem individual, dimana harta warisan tersebut harus segera dibagikan dan setiap ahli waris mendapatkan pembagian warisan untuk dapat menguasai atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Adapun harta warisan ini kemudian diadakan yang berakibat para waris dapat menguasai dan memiliki bagian untuk dapat dinikmati, diusahakan ataupun, dialihkan kepada anggota kerabat, ataupun orang lain 2. Dengan demikian, begitu pewaris meninggal dunia, harta warisan harus segera dibagikan dan dialihkan kepada ahli warisnya yang dengan sendirinya menurut hukum memperoleh hak waris atas barang, segala hak dan segala piutang pewaris. Berkaitan dengan hak tersebut setiap ahli waris berhak menuntut agar harta warisan yang belum dibagikan untuk segera dibagikan, meskipun ada perjanjian yang bertentangan dengan itu. Pembagian harta warisan sering kali menimbulkan masalah-masalah yang rumit diantara para ahli waris. Konflik ini disebabkan karena para waris 2 Hilman hadikusuma, 2003. Hukum Waris Adat. Bandung. PT.Citra Aditya Bakti. Hal 33

3 tidak dapat saling bertenggang rasa, menjaga diri dan menahan hawa nafsu dari godaan kebendaan dan kebutuhan hidup yang konsumtif sehingga tidak dapat menjaga kerukunan hidup dalam keluarga serta menimbulkan pertentangan antara para waris untuk berebut harta peninggalan dari pewaris. Pengadilan Negeri adalah solusi terakhir yang diharapkan dapat membantu mereka yang sedang bersengketa. Untuk membawa perkara ke Pengadilan Negeri penggugat menyerahkan surat gugatannya kepada ketua Pengadilan Negeri tempat tinggal tergugat atau tempat kediamaan tergugat. Selain itu surat gugatan harus bertanggal, menyebut dengan jelas nama penggugat dan tergugat, tempat tinggal mereka serta jabatan kedudukan penggugat dan terguggat. Di dalam kasus warisan penggugat harus melawan salah satu ahli waris sebagai tergugat. Pada saat penggugat mengajukan surat gugatannya harus memuat apa yang dituntut terhadap tergugat, dasar-dasarnya penututan tersebut dan bahwa tuntutan itu harus terang dan tertentu. Setelah ditandatanganinya atau ditandatangani oleh wakilnya penggugat mendaftarkan surat gugatannya. Pada waktu memasukkan gugatan, penggugat harus pula membayar biaya perkara yang meliputi beaya kantor kepaniteraan, beaya pemanggilan dan pemberitahuan kepada para pihak. Jadi beracara perdata memang tidaklah tanpa beaya, tetapi terhadap asas tersebut ada pengecualiannya bagi mereka yang tidak mampu. Bagi mereka yang tidak mampu dimungkinkan untuk beracara secara cuma-cuma, dengan mengajukan permohonan izin kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang harus disertai dengan surat keterangan tidak mampu dari camat yang membawahkan tidak

4 permohonan. Permohonan itu harus dijawab pada hari sidang pertama (pasal 283 ayat 2 HIR, 247 ayat 2 Rbg) 3. Sesudah surat gugatan atau catatan yang dibuat itu telah didaftarkan oleh panitera di dalam daftar yang disediakan untuk itu, maka Ketua menentukan hari dan jam waktu perkara itu akan diperiksa di muka pengadilan 4. Selama perkara tersebut sedang diperiksa dan perdamaian dilakukan di depan hakim. Menurut ketentuan ayat 1 pasal 130 H.I.R., hakim sebelum memeriksa perkara perdata tersebut, harus berusaha mendamaikan kedua belah pihak, malah usaha perdamaian dapat dilakukan sepanjang proses berjalan, juga taraf banding oleh Pengadilan Tinggi 5. Ketika perdamaian tidak berhasil hakim dapat melanjutkan penyelesaian perkara dengan pelaksanaan jawaban tergugat (rekonvensi). Isi jawaban tergugat dapat berupa pengakuan yang membenarkan isi gugatan penggugat, baik untuk sebagian maupun seluruhnya, sehingga kalau tergugat membantah penggugat harus membuktikannya. Selain itu isi jawaban tergugat dapat berupa bantahan atau sangkalan yang dilakukan dengan tujuan agar gugatan batal atau ditolak. Oleh karena itu akibat hukum daripada adanya jawaban ialah penggugat tidak diperkenankan mencabut gugatannya, kecuali dengan persetujuan tergugat dan tidak diperbolehkan mengajukan eksepsi serta kesempatan untuk mengajukan rekonvensi tertutup. 3 Prof. DR. Sudikno Mertokusumo, S.H. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta; Liberty. Hal 99-100. 4 K.Wantjik Saleh, S.H. 1981, Hukum Acara Perdata RBG/HIR, Jakarta. Ghalia Indonesia. Hal 19 5 Retnowulan Sutantio,S.H dan Iskandar Oeripkantawinata S.H. 1989, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek. Bandung. Mandar Maju. Hal 30

5 Meskipun peristiwa atau faktanya itu disajikan oleh para pihak, hakim harus tahu pasti akan peristiwa yang disajikan itu. Hakim harus mengkonstatir, hakim harus mengakui kebenaran peristiwa yang bersangkutan. Dan kebenaran peristiwa ini hanya dapat diperoleh dengan pembuktian. Segala peristiwa yang menimbulkan sesuatu hak harus dibuktikan oleh yang menuntut hak tersebut, sedang peristiwa yang menghapuskan hak harus dibuktikan oleh para pihak 6. Seorang hakim diharapkan dapat memberi pertimbangan tentang benar tidaknya suatu peristiwa yang diajukan kepadanya dan kemudian mampu memberikan atau menentukan hukumnya. Secara konkrit dalam mengadili suatu perkara hakim harus melakukan tiga tindakan secara bertahap, yaitu 1. Mengkonstatir ialah melihat kebenaran dari suatu peristiwa yang sungguhsungguh terjadi sesui dengan surat gugatan penggugat yang kemudian peristiwa tersebut dibuktikan dan menghasilkan peristiwa konkrit. 2. Mengkwalifisir ialah menilai peristiwa konkrit tersebut dijadikan peristiwa hukum. 3. Mengkonstituir ialah setelah terjadi peristiwa hukum, kemudian hakim menjatuhkan putusan atau memberiakan hukumnya atau memberikan hakhaknya kepada yang berhak. Oleh karena itu bahwa hakim harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas serta hakim harus dapat memberikan penilaian yang objektif kepada para pihak yang berperkara guna memberikan penyelesaian secara adil kepada 6 R. Subekti. 2001. Hukum Pembuktian. Jakarta. Pradnya Paramita. Hal 82

6 pihak yang berperkara. Hakim tidak boleh memihak kepada salah satu pihak dalam memberikan putusannya sebab hakim dalam hal ini bertindak sebagai orang ketiga yang harus netral. Putusan hakim sangat diperlukan untuk menyelesaikan suatu perkara perdata. Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang diucapkan oleh seorang hakim dalam persidangan untuk memberikan penyelesaian kepada para pihak yang berperkara atau bersengketa. Jadi putusan hakim sangat diperlukan dalam memberikan penyelesaian akhir yang adil bagi pihak yang dilanggar haknya. Sebelum membuat putusan seorang hakim harus mempertimbangan apa yang ada dalam pembuktian melalui alat bukti yang diajukan para pihak yang berperkara dan juga seorang hakim harus mendengarkan keterangan para pihak sebab seorang hakim tidak boleh hanya mendengarkan satu pihak saja tetapi semua pihak harus didengarkan keterangannya. Pertimbangan hakim sangat diperlukan demi tercapainya sebuah putusan yang memiliki dasar-dasar hukum yang tepat dan mencerminkan nilai-nilai keadilan, kebenaran, penguasaan hukum, fakta, etika serta moral dari seorang hakim. Dalam pemeriksaan perkara warisan kesimpulan dan pembuktian perkara warisan adalah sangat penting menentukan dalam mempertimbangkan putusan hakim. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik untuk memfokuskan penelitian lebih lanjut dengan judul: PENYELESAIAN PERKARA WARIS TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARISAN (Studi Kasus Putusan No. 97 /Pdt.G//2014/PN.Skt).

7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka penulis akan merumusakan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian dan putusan terhadap perkara warisan? 2. Apakah hambatan yang dihadapi hakim dalam menentukan putusan terhadap perkara warisan? 3. Bagaimana akibat dari putusan warisan di Pengadilan Negeri Surakarta? C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas. Tujuan penelitian akan memudahkan penulis untuk membahas permasalahan sesuai dengan perumusan masalah. Adapun tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut 1. Untuk mengetahui petimbangan hakim dalam menentukan pembuktian dan putusan terhadap perkara warisan 2. Untuk mengetahui hambatan hakim dalam menentukan putusan terhadap Perkara warisan di Pengadilan Negeri Surakarta. 3. Untuk mengetahui akibat dari putusan warisan di Pengadilan Negeri Surakarta

8 D. Manfaat Penelitian Selain mempunyai tujuan penelitian juga harus mempunyai manfaat yang dapat diperoleh dari nilai suatu penelitian. Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan ilmu pengetahuan dalam ilmu hukum khususnya hukum perdata yang berkaitan dengan pertimbangan hakim dalam mentukan putusan terhadap perkara warisan dalam pemeriksaan perkara perdata. 2. Bagi Masyarakat Memberikan informasi dan sumbangan pemikiran kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengetahui bagaimana hakim memutus perkara warisan dalam pemeriksaan perkara perdata. 3. Bagi Penulis Penelitian ini bermanfaat bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pertimbangan hakim dalam menentukan putusan terhadap perkara warisan dalam pemeriksaan perdata sehigga peneliti dapat memanfaatkan ilmu yang diperoleh dalam kuliah dalam pelaksanaan secara nyata E. Kerangka Pemikiran Dalam ketentuan mengenai hukum waris, salah satu sebab seseorang mendapat warisan di antaranya adalah adanya hubungan pernikahan,

9 hubungan sedarah, orang tua atau adanya hubungan saudara dekat atau karena testament. Hal tersebut juga telah diatur dalam ketentuan kitab undang-undang hukum perdata KUHPerdata B.W, sebab seseorang menerima warisan karena adanya hubungan nashab/ kekerabatan dan karena perkawinan. 7 Sedangkan untuk terjadinya pewarisan, diperlukan adanya unsur-unsur sebagai berikut: 1. Adanya orang yang meninggal dunia (erflater) Orang yang meninggal dunia yaitu orang yang meninggalkan harta warisan dan disebut: pewaris. 2. Adanya orang yang masih hidup (erfgenaam) orang yang masih hidup yaitu orang yang menurut undang-undang atau testamen berhak mendapatkan warisan dari orang yang meninggal dunia. Mereka disebut Ahli Waris. 3. Adanya benda yang ditinggalkan (erftenis, nalatenschap) benda yang ditinggalkan yaitu sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris pada saat ia meninggal dunia, yang disebut harta warisan. Wujud harta warisan ini bisa berbentuk Activa (piutang, tagihan) atau Pasiva (hutang). 8 Permasalahan mengenai pembagian warisan pada dasarnya telah di atur dalam ketentuan hukum di Indonesia. Baik dalam ketentuan kitab undangundang perdata maupun dalam ketentuan kompilasi hukum Islam. Dimana ketentuan mengenai sengketa waris yang beragama Islam yang kewenangan penyelesaian sengketanya ada pada pengadilan agama. Sedangkan bagi orang yang beragama non muslim proses penyelesaianya ada di peradilan negeri. Dimana dalam pelaksanaanya harus mampu mencerminkan rasa keadilan, 7 Suparman Usman. 1990. Ikhtisar Hukum Waris Menurut Kuh Perdata B.W. Jakarta: Darul Ulum Press, hal 39. 8 H.A.Wahab Afif. 1994. Fiqh Mawaris. Serang: yayasan ulumul Quran, Cet. I, hal. 53.

10 dengan tetap menjunjung tinggi asas kekeluargaan yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat. Adanya sengketa warisan menyebabkan salah satu pihak mengajukan gugatan ke pengadilan, dengan tujuan mendapatkan keadilan dan kepastian hukum. Dimana dalam Proses penyelesaian sengketa tersebut harus berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tanpa harus mengorbankan keadilan dari salah satu pihak, sehingga dalam realitanya bagian yang seharusnya menjadi haknya dapat di peroleh dengan adil sesuai porsinya, tanpa harus ada salah satu pihak mendapatkan yang lebih. Dengan demikian peradilan merupakan harapaan terakhir bagi para pihak yang berperkara, terutama yang mencari keadilan mengenai sengketa waris, dimana pengadilan sebagai lembaga yang diharapkan mampu memberikan keputusan yang memenuhi prinsip keadilan bagi semua pihak yang berperkara. Hakim dalam kedudukannya harus bersikap adil dalam memberikan putusan, dimana dalam memeriksa dan mengadili sengketa yang diajukan oleh penggugat, hakim terlebih dahulu harus menelaah tentang kebenaran peristiwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, kemudian memberi penilaian terhadap peristiwa tersebut dan menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. Hakim juga harus membuat pertimbangan dalam penjatuhan putusan. Dimana pertimbangan-pertimbangan yang dibuat oleh hakim harus mampu menyentuh nilai objektifitas dengan melihat kedudukan masing-masing pihak yang bersengketa, salah satunya adalah bagaimana kekuatan pembuktian dalam proses pemeriksaan di dalam persidangan, yang

11 selanjutnya akan menjadi pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan, sehingga keadilan dan kepastian hukumnya mampu terwujud. F. Metode Penelitian Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan dengan teliti dan seksama guna memperoleh suatu kebenaran. Metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada suatu metode, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya 9. Maka penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut : 1. Sifat Penelitan Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya 10. 2. Bahan Penelitan a. Penelitian Kepustakaan Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan menggunakan bahan-bahan sebagai berikut: 1) Bahan Hukum Primer a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b) HIR (Herzien Inlandsch Reglement) yaitu hukum acara dalam persidangan perkara perdata maupun pidana yang berlaku di pulau Jawa dan Madura. 9 Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2004. Metode Penelitian Hukum. FH. UMS, hal 1-2 10 Soerjono Soekanto, 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI-Press, hal 10

12 c) Rbg (Rechtreglement voor de Buitengewesten) yaitu hukum acara yang berlaku di persidangan perkara perdata maupun pidana di pengadilan di luar Jawa dan Madura. d) Yurisprodensi 2) Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan-bahan hukum yang berfungsi memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang terdiri dari bukubuku yang membahas tentang pertimbangan hakim dalam menentukan putusan terhadap perkara warisan dalam pemeriksaan perkara perdata 3) Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia. b. Penelitian Lapangan Penelitian dilakukan dengan cara terjun langsung ke objek yang akan diteliti untuk memperoleh data yang diperlukan. 1) Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri Surakarta. 2) Subjek Penelitian Dalam Penelitian ini yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah hakim yang pernah memeriksa perkara warisan dalam pemeriksaan perkara perdata.

13 3. Metode Pengumpulan Data a. Penelitian Kepustakaan Yaitu suatu metode pengumpulan data dengan jalan membaca atau mempelajari atau mengutip buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan dan sumber kepustakaan lainnya yang berhubungan erat dengan objek, penelitian berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan tersier. b. Penelitian Lapangan Data yang diperolah dari hasil penelitian secara langsung pada objek penelitian adalah dengan cara: 1) Observasi (Pengamatan) ialah suatu tehnik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan tujuan untuk mendapatkan data yang menyeluruh dari prilaku manusia atau sekelompok manusia sebagaimana terjadi dalam kenyataannya dan mendapatkan deskripsi yang relatif lengkap mengenai kehidupan sosial dan salah satu aspek 11. 2) Interview (wawancara) Ialah proses untuk mendapatkan informasi dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung atau tertulis dengan responden guna memperoleh keterangan mengenai hal-hal yang 11 Ibid. 1984. Jakarta : UII-Press

14 berkaitan dengan pokok permasalahan. Responden dalam penelitian ini adalah hakim yang pernah menentukan putusan terhadap perkara warisan dalam pemeriksaan perkara perdata. 3) Questioner Ialah daftar pertanyaan yang harus dijawabatau daftar isian yang harus diisi oleh sejumlah subjek yang akan diteliti berdasarkan jawaban atau lisan, peneliti mengambil kesimpulan mengenai subjek yang diselidiki 12. 4) Pengambilan Sampel Dalam teknik pengambilan sampel ini penulis menggunakan cara pengambilan sampel yang hanya memilih sekelompok subjek dengan kriteria orang tersebut berkompeten untuk diwawancarai dalam hal ini adalah Hakim yang pernah memutus perkara warisan dalam pemeriksaan perkara perdata. 4. Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian deskriptif adalah menggunakan pendekatan secara kualitatif, yaitu teknik analisis data yang mengungkapkan dan mengambil kebenaran dari kepustakaan dan penelitian lapangan yaitu dengan mengabungkan antara peraturanperaturan, yurisprodensi, buku-buku ilmiah yang ada hubungannya dengan pertimbangan hakim dalam menentukan putusan terhadap perkara warisan dalam pemeriksaan perkara perdata, dengan pendapat responden yang 12 Sumardi Suryabrata, 1992. Metode Penelitian. Yogyakarta. Andi Offset, hal. 18

15 diperoleh dengan observasi dan interview, kemudian dianalisis secara kualitatif sehingga mendapatkan suatu pemecahannya, sehingga dapat ditarik kesimpulan. G. Sistematika Skripsi BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Kerangka Pemikiran F. Metode Penelitian G. Sistematika Sekripsi BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pertimbangan Hakim Dalam Menentukan Putusan Terhadap Perkara Warisan 1. Pengertian Pertimbangan Hakim 2. Hal-hal yang menjadi Pertimbangan Hakim dalam Perkara Warisan 3. Pengertian Warisan 4. Pengertian Hukum Waris 5. Pemberlakuan Hukum Waris Di Indonesia 6. Pihak-Pihak Dalam Warisan

16 7. Penggolongan Ahli Waris B. Tinjauan Tentang Proses Pemeriksaan Perkara Perdata 1. Penyusunan Surat Gugatan 2. Pengajuan Gugatan 3. Pemanggilan Para Pihak 4. Pemeriksaan 5. Pembuktian 6. Putusan BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian dan putusan terhadap perkara warisan. B. Hambatan yang dihadapi hakim dalam menentukan putusan terhadap perkara warisan di Pengadilan Negeri Surakarta C. Akibat putusan dari perkara warisan di Pengadilan Negeri Surakarta BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN