KONSEP NEGARA KEPULAUAN MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL (UNCLOS 1982) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA NIGER GESONG ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berkelahi di laut dan saling bakar kapal-kapal penangkap ikannya. 1

PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA ATAS PULAU NIPA DITINJAU BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (UNCLOS) 1982

KONFLIK PERBATASAN INDONESIA DAN MALAYSIA (Studi Kasus: Sengketa Blok Ambalat) Moch Taufik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Hukum Laut Indonesia

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

(archipelagic state) dan sekaligus negara pantai yang memiliki banyak pulau

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERMASALAHAN GLOBAL perubahan iklim dan naiknya permukaan air laut Dunia air laut : 13 cm per 10 tahun; suhu : 0,019 oc per tahun. Indonesia air laut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA. A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

Sayidiman Suryohadiprojo. Jakarta, 24 Juni 2009

maka dunia internasional berhak untuk memakai kembali wilayah laut Indonesia dengan bebas seperti sebelumnya 298.

TINJAUAN HUKUM LAUT TERHADAP WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN YURIDIS KONFLIK INDONESIA MALAYSIA TENTANG KEPEMILIKAN HAK BERDAULAT ATAS BLOK AMBALAT DAN AMBALAT TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak

Perkembangan Hukum Laut Internasional

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

Keywords: UNCLOS 1982, Laut Yuridiksi Nasional, Pembajakan dan Perompakan

Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA)

ASPEK HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERKAIT DENGAN REKLAMASI. Retno Windari Poerwito

PENYELESAIAN PERMASALAHAN BATAS WILAYAH ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI PERAIRAN SELAT MALAKA DITINJAU DARI UNCLOS 1982

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STATUS PULAU BUATAN YANG DIBANGUN DI DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF TERHADAP PENETAPAN LEBAR LAUT TERITORIAL DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

BAB V PENUTUP. diatur oleh hukum internasional yakni okupasi terhadap suatu wilayah harus

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB sebagai suatu organisasi yang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I PENDAHULUAN. Hukum Internasional mengatur tentang syarat-syarat negara sebagai pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004]

TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PEMBAGIAN ZONA MARITIM BERDASARKAN KONVENSI HUKUM LAUT PBB (UNCLOS 82)

PENEGAKAN YURISDIKSI TERITORIAL NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DALAM PENCAPAIAN ASEAN PHYSICAL CONNECTIVITY

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. samudra di seluruh wilayah nusantara. Laut luas yang merangkai kepulauan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Organisasi internasional regional ASEAN didirikan pada tanggal 8

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic

UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT)

dan pengelolaan wilayah perairan Indonesia yang dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan

A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

PENDAHULUAN. samudera Hindia dan samudera Pasifik dan terletak di antara dua benua yaitu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

KONSEP NEGARA KEPULAUAN MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL (UNCLOS 1982) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA NIGER GESONG ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA Immanuel Yulian Yoga Pratama Ilmu Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta yeliapratama92@gmail.com ABSTRACT The title of this legal thesis is: "The Concept of an Archipelagic State under the law of the sea (UNCLOS 1982) in the settlement of Niger Gesong dispute between Indonesia and Malaysia The issue of Niger Gesong is one of Indonesia and Malaysia problems in the absence of clear maritime boundaries and Niger Gesong Which nowadays, Indonesia as a State of the Niger Islands gesong enter the territory of Indonesia but Malaysia through the New Map in 1979 enter the territory niger Gesong as his own unilaterally, both countries have actually agreed on the continental shelf but not with the maritime boundary The formulation of the problem in the writing of this law is To know the concept of an archipelagic state in UNCLOS 1982. This scientific writing uses the Normative Legal method which means data collection including secondary data from legal documents, books and other data that also provide the necessary information for the writing / writing of this law.the two countries today, Especially Indo Nesia tightens surveillance at Niger Gesong, as Malaysia in terms of Tourism has declared Niger Gesong as his Diving tour of the country. Diplomatic Note has been in progress and is expected to be done immediately for the settlement of Niger Gesong. Key Words: Indonesia, Archipelago State, Niger Gesong, UNCLOS 1982, Agreement on the continental shelf of Indonesia - Malaysia 1969 1. PENDAHULUAN Laut sepanjang sejarah merupakan salah satu akses perdagangan dunia dimana lalu lintas kapal dari berbagai Negara. Sejak Zaman kerajaan Kerajaan Jawa hingga saat ini Laut menjadi Akses penting Pelayaran maupun Perdagangan dunia serta sumber daya alam hayati dan non hayati yang terkandung di dalamnya. Laut cenderung tidak lagi dipandang sebagai pemersatu wilayah, tetapi kepanjangan wilayah kekuasaan daerah untuk menarik retribusinya, Hal ini demikian itu rawan terhadap konflik antardaerah dalam perikanan, pertambangan dan pariwisata, selain meningkatkan biaya perdagangan antarpulau, bahkan para nelayan berkelahi di laut dan saling bakar kapal-kapal penangkap ikannya. 1 1 Kusumo w s. 2009; Indonesia Negara Maritim. Cetakan II. Teraju. Jakarta (hal 18)

Banyaknya batas wilayah Indonesia dengan negara lain tersebut tidak sedikit pula sengketa internasional yang muncul di zona perbatasan. Salah satunya Sengketa wilayah yang berada di wilayah perairan Tanjung datu Kalimantan Barat. Perairan ini di kenal dengan Niger Gesong. Sengketa ini disebabkan beda pemahaman yang dianut Indonesia dan Malaysia, dimana Indonesia sebagai negara yang patuh terhadap aturan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), Indonesia merupakan negara kepulauan. Sedangkan, Malaysia merupakan negara continental akan tetapi Malaysia ingin seperti negara kepulauan dalam hal ini ada teknik unilateral dalam klaim menentukan batas sendiri, di mana perbatasan disepakati kedua negara. Malaysia menggunakan Peta Baru (dikenal dengan Peta 1979) yang dikeluarkan secara unilateral oleh Malaysia. Dalam Peta Baru Malaysia tahun 1979, Malaysia memasukkan keberadaan Niger Gesong ke dalam wilayahnya, yaitu dengan menarik garis dasar median antara garis dasar Malaysia dan garis dasar perairan Indonesia. Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah: 1. Untuk memperoleh data-data mengenai konsep negara kepulauan menurut Hukum Laut Internasional dalam Penyelesaian Sengketa wilayah di Niger Gesong antara Indonesia dengan Malaysia. 2. Memberikan solusi akan pemecahan masalah tentang batas laut negara yang dihadapi kedua negara. 3. Memenuhi syarat akademis yang ditentukan oleh Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta untuk lulus dan memperoleh gelar Sarjana Hukum. Tinjauan Pustaka NEGARA KEPULAUAN Konsep negara kepulauan diterima masyarakat internasional dan di masukan kedalam UNCLOS III 1982, utamanya pada pasal 46. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa Negara Kepulauan berarti suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat

mencakup pulau pulau lain. Sedangkan pengertian kepulauan berarti suatu yang terdiri dari suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan diantaranyadan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya sama erat sehingga pulau pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politk yang hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian. 2 Dalam UNCLOS di sebutkan Negara kepulauan berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain 3 UNCLOS 1982 UNCLOS merupakan sebuah Konvensi Hukum Internasional yang digunakan sebagai dasar hukum atas Laut Internasional di seluruh dunia yang dibuat oleh PBB dan disahkan pada tahun 1982 dan ditandatangani dan diratifikasi oleh 168 negara. 4 Niger Gesong Niger Gesong merupakan salah satu wilayah terluar Indonesia. Istilah gesong dapat diartikan gundukan pasir alluvial tenggelam di lautan dangkal. Dalam Bahasa Inggris, kata gesong ini bisa disebut sebagai sandbar atau banks. Niger Gesong tidak tampak seperti pulau-pulau pada umumnya, karena merupakan dasar laut dangkal berupa gugusan terumbu karang, endapan lumpur dan pasir, dengan kedalaman 4-12 meter yang hanya dapat dilihat saat permukaan air laut surut. 2. METODE Jenis Penelitian Jenis penelitian hukum yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum normatif, yaitu penulisan yang mengkaji norma-norma hukum yang berlaku. Penelitian hukum normatif menggunakan data skunder sebagai data utama sedangkan data primer sebagai penunjang. 2 Yuliawan.W, op cit 3 UNCLOS 1982; BAB IV; Pasal 46(a) 4 https://en.wikipedia.org/wiki/united_nations_convention_on_the_law_of_the_sea di akses 16 Juni 2017

Sumber data Data skunder dalam penelitian ini bersumber dari : a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yaitu : 1. United Nation Conferention on The Law of The Sea (UNCLOS) III tahun 1982. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah negara. 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer berupa buku-buku, internet, tesis yang terkait dengan judul untuk selanjutnya diseleksi, dikaji, dan di pertimbangkan relevansinya dengan masalah yang diteliti. Bahan hukum sekunder juga berupa pendapat dari narasumber. Metode pengumpulan data Studi Pustaka Yaitu cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan mempelajari, mengidentifikasi, dan mengkaji perundang-undangan, buku maupun dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Analisis data Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif, dan dalam mengambil keputusan keputusan penulis mengunakan penalaran secara deduktif. Metode deduktif yaitu cara menarik kesimpulan dari pengetahuan yang bersifat umum yang digunakan untuk menilai suatu kejadian yang bersifat khusus atau bertolak dari proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Negara Kepulauan (bahasa Inggris: archipelagic State) adalah hasil keputusan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu gugus besar atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain, dalam Bab IV Konvensi Hukum Laut 1982 ini menentukan pula bahwa gugusan kepulauan berarti suatu gugusan pulau-pulau termasuk bagian pulau, perairan di antara gugusan pulau-pulau tersebut dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga gugusan pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya tersebut merupakan suatu kesatuan geografi dan politik yang hakiki, atau secara historis telah dianggap sebagai satu kesatuan dengan demikian wilayah sebuah Negara Kepulauan dapat menarik garis dasar/pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar kepulauan ini. 5 Konvensi Hukum Laut 1982 pasal 46 jelas, bahwa Indonesia yang berstatus sebagai negara kepulauan akan diuntungkan, karena dapat menggunakan kelebihan-kelebihan yang dimiliki cara penarikan garis-garis pangkal kepulauan. Konsep negara kepulauan ini tidak dapat dimiliki oleh setiap negara yang memiliki satu pulau atau lebih walaupun secara de facto telah menyatakan diri sebagai negara kepulauan. 6 Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda membuat batas kontinen laut kita diubah dari 3 mil batas air terendah menjadi 12 mil dari batas pulau terluar dan selanjutnya diresmikan menjadi Undang Undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 5 https://id.wikipedia.org/wiki/negara_kepulauan di akses pada tanggal 15 Juni 2017 6 Burke, W. T., 1977. Who Goes Where, When and How: International Law of the Sea for Transportation. International Organization, 31 (hal 267-289)

Tentang Perairan Indonesia. Peraturan pemerintah ini mengakibatkan luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tetapi waktu itu belum diakui secara internasional. Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-iii Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya deklarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. 7 Mengingat Indonesia dan Malaysia dalam hal ini telah meratifikasi UNCLOS 1982, maka penyelesaian sengketa harus mengacu pada hukum laut tersebut, bukan berdasarkan peta 1979 yang dikeluarkan Malaysia secara unilateral. Menurut UNCLOS 1982, Pulau Kalimantan di Indonesia (termasuk Malaysia dan Brunei Darussalam) berhak atas laut teritorial, zona tambahan, ZEE dan landas kontinen. Di sisi timur dari Pulau Kalimantan dapat ditentukan batas terluar laut teritorial yang berjarak 12 Mil dari garis pangkal, lalu garis yang berjarak 200 Mil merupakan batas ZEE, demikian seterusnya untuk landas kontinen. Kasus sengketa ini sebenarnya hampir mirip seperti lepasnya Sipadan-Ligitan di Laut Sulawesi dimana saat itu Mahkamah Internasional berdasarkan perjanjian inggris dan Belanda memenangkan Malaysia terhadap pulau Sipadan -Ligitan., Akan tetapi terhadap Niger gesong Sendiri ini berbeda karena di sini sudah ada batas dasar Laut yang dimana Indonesia dan Malaysia sudah sepakat dan tertuang dalam Perjanjian Landas Kontinental antara RI-Malaysia tahun 1969 yang kemudian diratifikasi dengan Keputusan Presiden RI No. 89 Tahun 1969. Keuntungan sebagai negara Kepulauan juga dapat dimanfaatkan Indonesia sebagai dasar Yuridis dalam proses Negosiasi dengan Malaysia. Status Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang sudah diakui dalam UNCLOS memberikan efek tawar menawar yang kuat dalam upaya penyelesaian sengketa ini baik melalui jalur Diplomasi maupun, jika dibawa ke Mahkamah Internasional. 7 https://id.wikipedia.org/wiki/deklarasi_djuanda di akses pada tanggal 3 Juni 2017

4. KESIMPULAN Permasalahan tentang wilayah Niger Gesong merupakan masalah tentang tindakan Malaysia membangun menara Suar serta memasukkan Niger Gesong ke dalam Peta Baru 1979 yang mengklaim secara Sepihak serta mempromosiksan daerah tersebut sebagai wisata bahari Malaysia dan pengusiran secara sepihak nelayan Indonesia yang mencari Ikan di Karang Niger gesong oleh Tentara Malaysia. Permasalahan mengenai staus Hukum dan siapa Negara yang mempunya kedaulatan di Niger Gesong, sebelum masalah ini muncul Indonesia dan Malaysia telah duduk bersama dalam perjanjian Bilateral tentang landas kontinen antara Indonesia dengan Malaysia tahun 1969, dimana dalam perjanjian yang sudah disahkan ini Indonesia melalui plotting pada Peta medapatkan 2/3 wilayah Niger gesong, akan tetapi seirng jalan waktu Malaysia menerbitkan Peta Baru (1979) di mana Tanjung datuk serta wilayah Niger Gesong di klaim secara sepihak Indonesia sebagai Negara Kepulauan sesuai yang di perjuangkan Indonesia dan di tuangkan dalam UNCLOS 1982 Indonesia di akui sebagai Negara Kepulauan, yang dalam hal ini sesuai berdasarkan Pasal 47 UNCLOS 1982, sehinga jika acuan Negara Kepulauan ini dibawa dalam Proses Negosiasi dengan Malaysia akan memberikan tawar menawar yang kuat dalam perundingan, karena dalam hal ini juga posisi Malaysia di pandang sebagai negara Continental / Daratan bukan sebagai negara Kepulauan. Walaupun Niger Gesong dalam konsepnya bukan Pulau tetapi paradigma pembangunan sekarang mengarah dari wilayah pesisir dan Laut makan bisa dikatakan dapat menjadi kajian yang sama seperti Tanjung Datuk, tentunya harus ada aturannya yang mengatur hak tersebut.

5. REFERENSI Burke, W. T., 1977. Who Goes Where, When and How: International Law of the Sea for Transportation. International Organization, https://en.wikipedia.org/wiki/united_nations_convention_on_the_law_of_the_sea https://id.wikipedia.org/wiki/deklarasi_djuanda https://id.wikipedia.org/wiki/negara_kepulauan Kusumo w s. 2009; Indonesia Negara Maritim. Cetakan II. Teraju. Jakarta UNCLOS 1982; BAB IV; Pasal 46(a) yuliawan.w. 2 Juni 2014, Analisis Sengketa Perbatasan Indonesia. Widhiblog, widhiyuliawan.blogspot.co.id/2014/06analisis-sengketa-perbatasan-indonesia.html.