1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, pada dasarnya manusia mempunyai rasa saling membutuhkan antara satu dengan yang lainya. Manusia sebagai mahluk social didunia pasti mempunyai berbagai macam kegiatan dan kebutuhannya masingmasing. Seiiring kemajuan zaman manusia sangat membutuhkan berbagai informasi. Salah satu kegiatan yang dilakukan manusia sekarang adalah mencari sebuah informasi yang mereka butuhkan, dan ada juga kegiatan yang dilakukan untuk mencari sebuah informasi dan disampaikan kepada orang-orang yang membutuhkan informasi. Jurnalistik adalah seni dan keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya sesuai dengan kehendak para jurnalisnya. 1 Kegiatan jurnalistik sebenarnya telah lama dikenal manusia di dunia ini. Betapa tidak, kegiatan dimaksud selalu hadir ditengah-tengah masyarakat, sejalan dengan kegiatan pergaulan hidupnya yang dinamis, terutama sekali dalam masyarakat modern yang sekarang ini. 1 Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik Seputar Organisasi Produk & Etik. Hal 11. 1
2 Sejarah peradaban manusia dahulu kita kenal orang yunani, beribu tahun sebelum masehi, menggunakan nyala obor sebagai isyarat yang dapat dilihat oleh rekannya yang berada jauh dari tempatnya. Orang-orang Indian menggunakan asap untuk mengirimkan informasi kepada rekan-rekannya yang jauh darinya. Semua alat itu dimaksudkan untuk memberitahukan sesuatu kejadian atau menyampaikan informasi dari jarak jauh antara sesame teman atau sesame manusia. Di Indonesia, kini orang masih menggunakan kentongan untuk member tahu orang-orang akan adanya bahaya atau peristiwa. 2 Demikian pula praktik-praktik pengiriman berita dalam bentuk komunikasi yang sederhana itu berkembang menjadi suatu yang lebih mirip dengan kegiatan jurnalistik yang kita kenal sekarang. Sehubungan dalam kegiatan jurnalistik, pada zaman romawi kuno yang diperintah oleh Julius Caesar dikenal dengan istilah acta diurnal yang mengandung makna rangkaian kata (gerakan, kegiatan, dan kejadian) hari ini. Adapun kata istik merujuk pada istilah estetika yang berarti ilmu pengetahuan tentang keindahan. Keindahan yang dimaksud adalah mewujudkan berbagai produk seni dan / keterampilan dengan menggunakan bahan-bahan yang diperlukan seperti kayu, batu, kertas, cat, atau suara. Karena keindahan tersebut mengandung makna yang luas serta mencakup sifat-sifatnya yang objektif dan subjektif, maka hasil seni dan keterampilan dimaksud mengandung nilai-nilai yang bisa diminati dan dinikmati oleh 2 Ibid. hal 12
3 manusia pengagumnya, disamping nilainya sendiri yang memang apa adanya dari karya seni tersebut. 3 Televisi saat ini telah menjadi bagaian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan pesawat televise dibandingkan waktu mereka dengan keluarga maupun yang lainnya. Bagi banyak orang televise adalah teman, televise menjadi cermin perilaku masyarakat dan televise dapat menjadi candu. Televise membujuk kita untuk mengkonsumsi lebih banyak dan lebih banyak lagi. Televise memperlihatkan bagaimana kehidupan seseorang dan memberikan ide tentang bagaimana kita ingin menjalani hidup ini. Ringkasnya, televise mampu memasuki relung-relung kehidupan kita lebih dari yang lain. 4 Hampir setiap rumah tangga AS setidaknya punya satu televise. Rata-rata, satu televise menyala selama tujuh jam sehari dirumah. Jelas bahwa televise telah mengubah gaya hidup warga As, mengalihkan perhatian orang dari hal-hal yang dahulu menjadi perhatian mereka. Gereja, bar, dan warung kopi dahulu merupakan unsure sentral dalam kehidupan banyak orang. Tetapi, sekarang tidak lagi. Ritual malam minggu malam yang tidak ada pada zaman dua generasi yang lalu adalah 60 3 www.ensiklopedi.com 4 Morrisan, Jurnalistik Televisi Mutakhir. Hal 1
4 minutes, yang menarik sebangayk 26 juta pemirsa siaran hariannya ditonton 12 sampai 14 juta. 5 Melalui kaca mata kemasyarakatan atau sosiologi, gejala demikian merupakan sifat yang wajar pada manusia sebagai mahluk social dimanapun dirinya berada, selalu ada rasa ingin tahu dan melakukan sosialisasi dengan lingkungannya. Manusia mempunyai bakat untuk belajar dan daya berpikir manusia berkembang semakin maju sesuai dengan situasi dan kondisi yang mereka alami dan mereka hadapi. Kebudayaan itupun bertambah sehingga dapat berpikir atas pengaruh yang diperoleh dari situasi dan kondisi lingkungannya, mereka berpikir menciptakan sesuatu budaya yang cocok dengan lama sekitarnya. Setiap peristiwa, fakta, dan data yang ada di alam semesta ini selalu menarik perhatian manusia. Karena manusia adalah mahluk social yang selalu ingin mengetahui segala yang ada disekitarnya ataupun yang ada hubungan dengan kepentingannya, pasti selalu menjadi perhatiannya. Memang kalau kita kaji secara mendalam, mustahil setiap manusia bisa menyatakan sesuatu apabila ia tidak menemukan bahan untuk dinyatakannya, dan tanpa tujuan tertentu. Bagi insane yang sehat nurani dan jasmaninya sudah tentu akan menyatakan buah pikiran dengan maksud tertentu kepada rekannya untuk mengungkap apa yang telah terjadi dilingkungan sekitar kita dengan cara memberitakannya. Tak heran sekarang orangorang yang ada didunia ini ingin sekali menjadi seorang jurnalis atau wartawan 5 Vivian John, Teori Komunikasi Massa edisi Kedelapan. Hal 227.
5 khusunya di dunia pertelevisian. Akan tetapi, setiap manusia yang ingin dan sudah menjadi seorang jurnalis televise, hidupnya seakan berubah beribu-ribu persen dari ketika mereka belum menjadi seorang jurnalis khususnya di televise. Dunia-kehidupan (lebenswelt) adalah dasar makna yang dilupakan oleh ilmu pengetahuan, begitulah ujar Husserl, pencetus filsafat Fenomenologi. Dunia kehidipan adalah unsure sehari-hari yang membentuk kenyataan kita, unsure-unsur dunia sehari-hari yang kita libati dan hadapi sebelum kita meneorikan atau merefleksikannya secara filosofis. Dunia kehidupan memuat segala orientasi yang kita andaikan begitu saja dan kita hayati pada tahap-tahap yang paling primer. Sayangnya, dunia kehidupan itu sudah dilupakan. Kita kerap memaknai kehidupan secara apa adanya, tetapi berdasarkan teori-teori, refleksi filosofis tertentu, atau berdasarkan oleh penafsiran-penafsiran yang diwarnai oleh kepentingan-kepentingan, situasi kehidupan, dan kebiasaan-kebiasaan kita. Maka fenomenologi menyerukan zuruck zu de sachen selbst (kembali kepada benda-benda itu sendiri), yaitu upaya untuk menemukan kembali ke dunia kehidupan. 6 Tradisi fenomenologis. Tradisi ini lebih memeberi pada penekanan pada persoalan pengalaman pribadi (personal experience), termasuk pengalaman pribadi yang dimiliki seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi dalam tradisi ini dipandang sebagai sharing of personal experience through dialogue. 6 Ardianto Elvinaro & Q-Anees Bambang, Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung : SImbiosa Rekatama Media. 2007. Hal 127
6 (Littlejohn, 2002 : 13). Perihal mengenai jalinan hubungan (relationship) juga memperoleh perhatian yang kuat dalam tradisi ini, yang sebagai konsekuensinya, tradisi ini sangat tertarik untuk mempelajari persoalan bagaimana suatu jalinan hubungan yang sudah terbina dapat mengalami erosi, misalnya hubungan persahabatan antara seseorang dengan orang lain, suatu lembaga dengan lembaga lain, dan masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Sebagian dari konsep yang lazim digunakan dalam tradisi ini adalah pengalaman (experience), diri (self), dialog (dialogue), semula atau asli (genuine), sportivitas, dan keterbukaan (openness). Tradisi ini menolak beberapa pandangan penting, misalnya bahwa komunikasi hanyalah merupakan keterampilan ; bahwa lambang (atau kata-kata) terpisah dengan benda atau objek yang diwakilinya ; dan bahwa nilai (value) terpisah dari fakta (fact). 7 Pemikiran fenomenologi bukan merupakan sebuah gerakan pemikiran yang koheren. Ia mungkin lebih merefleksikan pemikiran dari beberapa filsuf, termasuk didalamnya Edmund Husserl, Maurice Merleau Ponty, Martin Heidegger dan Alfred Schutz. Fenomenologi social mempunyai sebuah pendekatan dan pembendaharaan kata untuk menginterpretasikan kehidupan di dunia dan menjadi sebuah pemahaman bagaimana sikap alamiah kehidupan sehari-hari dimainkan. 8 1.2 Perumusan Masalah 7 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif. LKis. Hal 23. 8 Opcit. Hal 129
7 Dari Uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana FENOMENA KEHIDUPAN SOSIAL JURNALIS TV DI JAKARTA (STUDI FENOMENOLOGI JURNALIS METRO TV)?. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu : Untuk mengetahui fenomena hidup seorang jurnalis tv yang mempunyai kesibukan dan kepadatan di dalam kehidupan sosial. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis / Akademis Hasil penelitian ini secara teoritis bermanfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya untuk mengetahui perubahan kehidupan seorang jurnalis TV yang hampir tidak mempunyai batas waktu dalam bekerja. 1.4.2 Manfaat Praktis Memberikan daya rangsang kepada masyarakat yang ingin menjadi seorang jurnalis TV di Ibu Kota DKI Jakarta, dan melihat sisi baik dan sisi buruk dari pekerjaan sebagai jurnalis TV.