BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Matematika dapat membekali siswa untuk memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Sejalan dengan ini Cornelius (dalam Abdurrahman,2009: 253)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai ke perguruan tinggi. Belajar matematika di sekolah dasar tentunya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan suatu landasan dan kerangka perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. butuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari baik dalam sains, teknologi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2 menguasai bidang ilmu lainnya. Abdurahman (2009:253) mengatakan bahwa ada lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan: (1) s

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat yang menuntut setiap manusia untuk bersaing dan berkompetisi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang unggul, dan siap menghadapi perubahan-perubahan atau perkembangan. dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi segala jenis tantangan di era modern dewasa ini. Lebih lanjut

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa melalui model matematika. sebagai produk yang siap pakai. Selain itu guru-guru tidak mengetahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. situasi belajar dengan minat, latar belakang, dan kematangan peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dunia hampir di semua aspek kehidupan manusia, berkembang

Pardomuan N.J.M. Sinambela Afrodita Munthe. Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, Pembelajaran Matematika Realistik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu keharusan. Sebab selain matematika sebagai pintu

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan. pendidikan dalam berbagai bidang, diantaranya matematika.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perubahan kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013 siswa di

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengerjakan dan memahami matematika dengan benar. keadaan di dalam kehidupan sehari-hari dan di dunia yang selalu berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional adalah menjamin mutu pendidikan

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang termuat dalam kurikulum

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual)

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesulitan siswa dalam belajar matematika. Kesulitan-kesulitan tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keterkaitannya dengan perkembangan ilmu sosial sampai saat ini. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Guru memegang peranan penting terhadap keberhasilan belajar siswa,

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang. serta sifat penalaran matematika yang sistematis.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPLANASI KOMPLEKS

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, sehingga diperlukan suatu pendidikan yang berkualitas. Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah merancang, mengelola dan mengevaluasi pembelajaran.

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. kurang termotivasi dalam belajar matematika. Abdurrahman (2009:253) mengemukakan alasan pentingnya siswa belajar matematika:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan oleh pemerintah. Saat ini pemerintah mengupayakan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan. Auliya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Angie (Uno : 2009) menyatakan tanpa disadari

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya, visi pendidikan matematika mulai dari pendidikan dasar

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB II KAJIAN TEORI. Pada tahun 2001, National Research Council (NRC) merupakan kapasitas berfikir secara logis mengenai hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

I. PENDAHULUAN. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan, Pelajaran Biologi termasuk

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. ongkos angkot, berbelanja, berjalan, dan lain-lain. Bahkan Niss (Hadi, 2005)

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran. Dalam proses pembelajaran bukanlah semata-mata untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah memegang peranan penting untuk membentuk siswa menjadi berkualitas karena matematika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis. Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih cara berpikir dan bernalar, mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, dan mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi. Oleh karena itu, matematika sangat diperlukan untuk kehidupan sehari-hari dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehubungan dengan hal tersebut, Sriyanto (2007:45) menyatakan bahwa: Penguasaan terhadap bidang studi matematika merupakan suatu keharusan, apalagi di era persaingan global seperti saat sekarang. Sebab selain matematika sebagai pintu masuk menguasai sains dan teknologi yang berkembang begitu pesat dewasa ini, dengan belajar matematika orang dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, kritis, dan kreatif yang sungguh dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Menyadari pentingnya matematika, maka belajar matematika seharusnya menjadi kebutuhan dan kegiatan yang menyenangkan. Namun pada kenyataannya, belajar matematika sering dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan dan membosankan. Salah satu penyebabnya adalah banyak siswa yang menganggap matematika sulit dipelajari dan karakteristik matematika yang bersifat abstrak sehingga matematika dianggap sebagai momok yang menakutkan. Abdurrahman (2003:42) juga mengatakan bahwa: Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar. Hal tersebut terjadi karena selama ini belajar matematika hanya cenderung menghitung angka yang seolah-olah tidak ada makna dan kaitannya dengan peningkatan kemampuan berpikir untuk memecahkan berbagai persoalan. Padahal dengan belajar matematika kita dilatih untuk berpikir logis dan kritis dalam menyelesaikan permasalahan.

2 Kemampuan penalaran matematis merupakan salah satu hal yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika. Depdiknas menyatakan bahwa materi matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatih melalui materi matematika (Shadiq, 2004:3). Dengan kata lain, belajar matematika tidak terlepas dari aktivitas bernalar. Peran matematika sangat penting dalam proses peningkatan kualitas siswa, maka guru harus dapat membuat siswa menguasai pelajaran matematika yang bermanfaat untuk kehidupan yang akan datang. Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah dapat memecahkan masalah. Untuk dapat memecahkan masalah tersebut, dibutuhkan penalaran. Selain karena matematika merupakan ilmu yang dipahami melalui penalaran, tetapi juga karena salah satu tujuan dari pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, mengajukan dugaan, memberi alasan atau bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, serta manarik kesimpulan. Hal tersebut senada dengan Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 506/C/PP/2004 (dalam Shadiq, 2009:14) menyatakan tentang indikator-indikator penalaran yang harus dicapai oleh siswa. Indikator yang menunjukkan penalaran antara lain: (1) kemampuan mengajukan dugaan; (2) kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan; (3) kemampuan memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi; dan (4) kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen. Dari hasil tes awal yang telah dilaksanakan di kelas XI-IPA1 SMA Negeri 2 Sidikalang, terlihat bahwa siswa masih sulit untuk mengajukan dugaan dan masih sulit dalam pengambilan keputusan akhir (kesimpulan). Terutama pada saat siswa menyelesaikan soal tes awal dengan indikator kemampuan mengajukan dugaan dan kemampuan menarik kesimpulan berikut ini:

3 Perhatikan diagram batang berikut! Banyak siswa Diagram siswa yang terlambat Diagram di atas menunjukkan jumlah siswa yang terlambat di SMA Negeri 1 Medan dalam satu hari. Apabila jumlah seluruh siswa yang terlambat di hari itu tidak lebih dari 45 siswa, maka berapakah nilai x dan y yang mungkin untuk data tersebut? Apa kesimpulan yang didapat dari diagram tersebut? (Berdasarkan nilai x dan y yang kamu peroleh) uraian diatas. 30 25 20 15 10 5 0 x X XI XII Kelas Berikut adalah hasil pengerjaan beberapa kesalahan menyelesaiakan soal No Hasil Kerja Siswa Analisis Kesalahan Siswa 1 Siswa belum mampu mengajukan dugaan sehingga penarikan kesimpulan masih salah. y 2. Siswa belum mampu mengajukan dugaan dan menarik kesimpulan. Tabel 1.1 Hasil Kerja Siswa pada Tes Awal

4 Berdasarkan tes awal, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa dari 35 siswa, sebanyak 16 siswa yang sudah mencapai kriteria ketuntasan minimum, sedangkan 19 siswa lainnya belum mencapai kriteria ketuntasan minimum dengan rata-rata kelas 68,29. Dari tes awal yang telah diberikan, terlihat bahwa kemampuan penalaran matematika siswa masih rendah. Hal ini terlihat ketika siswa mencoba menyelesaikan soal, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan. Letak kesulitan siswa dalam menyelesaiakan soal yaitu belum dapat mengajukan dugaan dan masih banyak siswa kurang teliti dalam perhitungan sehingga keputusan akhir (kesimpulan) menjadi keliru. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa masih rendah. Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru mata pelajaran matematika di SMA Negeri 2 Sidikalang (12 Februari 2016) yang mengatakan bahwa: Pada umumnya kesulitan yang dihadapi siswa dalam mempelajari matematika adalah ketika soal yang diberikan tidak sama dengan contoh. Ini berarti bahwa pemahaman konsep yang dimiliki siswa masih kurang sehingga kemampuan berpikir tidak terlalu maksimal dan dampaknya kemampuan penalaran matematis juga rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi siswa sukar dalam menyelesaikan soal-soal matematika adalah kemampuan penalaran. Masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika yang disebabkan oleh belum berkembangnya penalaran matematis siswa. Penalaran adalah suatu cara berpikir yang menghubungkan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat dan aturan tertentu yang telah diakui kebenarannya dengan menggunakan langkahlangkah pembuktian hingga mencapai suatu kesimpulan (Shadiq, 2004). Kemampuan penalaran matematis tersebut merupakan dasar dari matematika itu sendiri. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 2 Sidikalang, pembelajaran matematika yang dilaksanakan selama ini masih berorientasi pada guru. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran di kelas masih belum optimal. Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk mendorong siswa belajar secara aktif sehingga pembelajaran tersebut bermakna

5 bagi siswa. Senada dengan hal tersebut, Slameto (2010:36) mengemukakan bahwa: Dalam proses belajar mengajar, guru harus banyak menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda. Atau siswa akan bertanya, mengajukan pendapat, menimbulkan diskusi dengan guru. Dalam berbuat siswa dapat menjalankan perintah, melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, intisari dari pelajaran yang disajikan oleh guru. Bila siswa menjadi partisipasi yang aktif, maka ia memiliki ilmu/pengetahuan itu dengan baik. Dari uraian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa banyak siswa yang berkemampuan penalaran matematis rendah dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang kurang bermakna. Seperti yang dipaparkan oleh Keraf (Shadiq, 2004:2) bahwa: Rendahnya kemampuan penalaran matematika, tidak lepas dari proses pembelajaran matematika. Penalaran diartikan sebagai proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Pembelajaran matematika akan bermakna bagi siswa, jika pembelajaran dilakukan sesuai dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Dari pengetahuan awal tersebut, guru memberikan materi/sumber belajar yang sesuai dengan kompetensi dasar yang diinginkan, selanjutnya dikondisikan dengan bimbingan guru agar siswa aktif dalam membangun sendiri pengetahuannya. Pembelajaran akan bermakna jika guru mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengalaman yang telah dimiliki merupakan salah satu faktor penting dalam pembelajaran matematika. Dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa diperlukan berbagai terobosan baru dalam pembelajaran matematika untuk melatih dan membiasakan siswa bernalar. Salah satu langkah yang bisa dilakukan oleh guru sebagai pembimbing peserta didik adalah memilih model pembelajaran yang tepat. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dapat menimbulkan kebosanan, kurang paham terhadap materi yang diajarkan, dan akhirnya dapat menurunkan motivasi peserta dalam belajar.

6 Kemampuan penalaran matematis diperlukan siswa baik dalam proses memahami matematika itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran matematika, kemampuan penalaran matematis berperan baik dalam pemahaman sebuah konsep pada suatu masalah, sehingga harus dibiasakan menghadapi suatu permasalahan. Terlebih dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan bernalar berguna pada saat menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang terjadi baik dalam lingkup pribadi, maupun masyarakat. Salah model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik berlatih dalam penalaran matematis adalah model pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Slameto (2010:94) juga mengatakan bahwa: Pelajaran di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan yang nyata di masyarakat. Bentuk- bentuk kehidupan di masyarakat dibawa ke sekolah, agar siswa mempelajarinya sesuai dengan kenyataan. Dengan menghubungkan pelajaran dengan kehidupan seharihari akan membuat pembelajaran matematika dapat berjalan dengan lebih produktif dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran kontekstual lebih memberi kesempatan pada peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran. Sanjaya (2008:54) mengatakan ada tiga hal penting berkaitan dengan kontekstual, yaitu: (1) Kontekstual menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar dalam kontekstual tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. (2) Kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. (3) Kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya kontekstual bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajanya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual merupakan model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa, dimana siswa dituntut untuk menemukan pengetahuannya sendiri

7 (Trianto:2010). Dengan menggunakan pembelajaran kontekstual, diharapkan pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat menghubungkan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Penelitian ini juga beracuan pada penelitian yang dilakukan oleh Yuli Syartika terhadap siswa di SMP Negeri 1 Natar untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa dengan menerapkan pembelajaran kontekstual. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa. Selain itu, penelitian yang dilakukan Tua Halomoan Harahap juga mengungkapkan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Kontekstual pada Materi Statistika di Kelas XI SMA Negeri 2 Sidikalang T.A 2016/2017. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Kemampuan penalaran matematis siswa di kelas XI SMA Negeri 2 Sidikalang masih rendah. 2. Pemahaman konsep yang dimiliki siswa kelas XI SMA Negeri 2 Sidikalang masih kurang. 3. Pembelajaran matematika masih berorientasi pada guru. 4. Model pembelajaran yang digunakan masih belum dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran matematika di kelas.

8 1.3. Batasan Masalah Seperti yang telah diuraikan di atas, terdapat banyak masalah yang teridentifikasi. Permasalahan dalam penelitian ini hanya difokuskan pada kemampuan penalaran matematis siswa di kelas XI SMA Negeri 2 Sidikalang masih rendah dan pembelajaran matematika masih berorientasi pada guru. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah penerapan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa pada materi statistika di kelas XI SMA Negeri 2 Sidikalang T.A 2016/2017? 2. Bagaimana penerapan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa pada materi statistika di kelas XI SMA Negeri 2 Sidikalang T.A 2016/2017? 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa dengan menerapkan pembelajaran kontekstual pada materi statistika di kelas XI SMA Negeri 2 Sidikalang T.A 2016/2017. 2. Untuk melihat penerapan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa pada materi statistika di kelas XI SMA Negeri 2 Sidikalang T.A 2016/2017.

9 1.6. Manfaat Penelitian Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Bagi siswa, melalui pembelajaran kontekstual diharapkan siswa lebih aktif dan dapat membantu meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa. 2. Bagi guru, dapat memperluas wawasan mengenai teori belajar dan pendekatan pembelajaran dalam membantu siswa guna meningkatkan kemampuan penalaran matematis. 3. Bagi sekolah, memberi informasi kepada sekolah tentang pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan penalaran matematis siswa dalam rangka memperbaiki sistem pengajaran. 4. Bagi peneliti, menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan keilmuan. 5. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis. 1.7 Defenisi Operasional Penelitian ini berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Kontekstual Pada Materi Statistika di Kelas XI SMA Negeri 2 Sidikalang T.A 2016/2017. Untuk menghindari kesalahpahaman, peneliti memberi batasan definisi operasional sebagai berikut: 1. Pembelajaran kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk memperoleh materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Penalaran matematis adalah suatu kegiatan atau proses berpikir matematis mengenai permasalahan-permasalahan matematika secara logis untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru (argumen logis) berdasarkan pernyataan-pernyataan atau fakta-fakta yang telah diketahui sebelumnya, kemampuan untuk memilah apa yang penting dan

10 tidak penting dalam menyelesaikan sebuah permasalahan dan untuk menjelaskan atau memberikan alasan atas sebuah penyelesaian. 3. Kemampuan penalaran matematis siswa merupakan suatu cara berpikir matematis siswa yang menghubungkan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat dan aturan tertentu yang telah diakui kebenarannya dengan menggunakan langkah-langkah pembuktian hingga mencapai suatu kesimpulan, yaitu: mengajukan dugaan; menarik kesimpulan; memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi; dan memeriksa kesahihan suatu argumen.