1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Kepolisian merupakan salah satu lembaga negara yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar, yaitu melindungi dan melayani masyarakat. Menurut Ira Glasser pekerjaan polisi merupakan sebuah pekerjaan yang membutuhkan banyak aspek, sulit, berbahaya dan stressfull (Lutfiyah, 2011). Walaupun demikian pegawai kepolisian dituntut untuk selalu siap memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat. Keadaan tersebut mengisyaratkan bahwa pegawai kepolisian harus memiliki etos kerja yang tinggi. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 1 ayat 2, menyatakan bahwa Anggota Kepolisian adalah Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya pada Pasal 20 disebutkan: 1) Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdiri atas: a) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan b) Pegawai Negeri Sipil, 2) terhadap Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. Setiap organisasi termasuk lembaga kepolisian tentu saja megharapkan semua pegawai dan anggotanya memiliki etos kerja yang tinggi. Etos kerja inilah yang perlu dimiliki oleh seorang pegawai, jika para pegawai mempunyai dedikasi dalam menyeleseikan pekerjaan atau tugas yang sudah menjadi
2 tanggung jawabnya masing-masing, memberikan kontribusi dengan menggunakan seluruh potensi yang dimiliki maka keberhasilan tujuan organisasi akan tercapai. Etos kerja didefinisikan sebagai ilmu kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia yang merupakan pertimbangan perbuatan melakukan perbuatan kerja keyakinan bahwa bekerja itu ibadah, dengan ciri-ciri sebagai berikut yang mencakup disiplin, jujur, percaya diri, tanggung jawab, memiliki jiwa wirausaha, mandiri, memperhatikan kesehatan dan gizi, menjalin komunikasi (Tasmara, 2002). Menurut Yoesef (2000), etos kerja merupakan konsep yang memandang pengabdian atau dedikasi terhadap pekerjaan sebagai nilai yang sangat berharga. Jika para pegawai memiliki dedikasi yang tinggi dalam bekerja, maka pegawai memberikan kontribusinya dengan mengerahkan seluruh potensinya sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Etos kerja yang profesional adalah kunci keberhasilan dan harapan setiap organisasi, termasuk institusi kepolisian. Dalam pelaksanaannya etos kerja pegawai tidak selalu berjalan sesuai harapan, selalu saja ada permasalahan seperti halnya di kepolisian wilayah Bumiayu. Berdasar studi awal peneliti dengan melakukan wawancara kepada Kepala Kepolisian Sektor Bumiayu diperoleh informasi adanya permasalahan etos kerja pegawai kepolisian di wilayah Bumiayu. Permasalahan etos kerja yang terjadi adalah: 1) suka bermalas-malasan dan selama jam kerja seperti ngobrol, membaca koran, merokok, 2) menyelesaikan pekerjaan dengan asal-asalan, menunda pekerjaan misalnya pekerjaan harus selesai hari ini tetapi diselesaikan besok, 3) malas-malasan dalam bekerja sama, dan 4) melakukan pungutan yang tidak resmi (pungli) untuk
3 kepentingan sendiri, 5) tidak disiplin seperti terlambat masuk kerja, pulang sebelum waktu kerja selesai, tidak masuk kerja tanpa alasan, istirahat melebihi jam istirahat. Etos kerja merupakan bagian dari tata nilai yang dimiliki seseorang yang akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya, dengan ciri-ciri yaitu disiplin, jujur, percaya diri, tanggung jawab, mandiri, dan menjalin komunikasi yang baik (Puspitasari, 2009) Demikian pula menurut Anoraga (1992) tentang etos kerja, yaitu bahwa etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja. Bila individu-individu dalam komunitas memandang kerja sebagai suatu hal yang luhur bagi eksistensi manusia, maka etos kerjanya akan cenderung tinggi. Sebaliknya sikap dan pandangan terhadap kerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah bagi kehidupan, maka etos kerja dengan sendirinya akan rendah. Dengan demikian maka etos kerja seseorang berbeda dengan etos kerja yang dimiliki oleh orang lain. Perbedaan etos kerja dapat disebabkan oleh faktor perbedaan lingkungan dan faktor perbedaan kemampuan menyerap nilai-nilai baik sosial, budaya, dan agama yang tidak sama antara yang satu dengan yang lainnya. Seorang pegawai yang berasal dari lingkungan santai kemudian bekerja di lingkungan yang keras, akan merasa tertekan, tidak nyaman dalam bekerja, terjadi konflik dalam dirinya antara keluar atau bertahan. Konflik yang terjadi akan menyebabkan etos kerja pegawai tersebut menurun, seperti malas bekerja, sering meninggalkan tempat kerja saat jam kerja, tidak mau berkumpul dengan sesama pegawai dan sebagainya.
4 Berdasar pengamatan dan informasi yang diperoleh peneliti pada saat melakukan studi awal di Polsek Bumiayu, ada beberapa pegawai dengan etos kerja kurang, seperti: 1) terlambat masuk kerja, meninggalkan kantor pada saat jam kerja untuk kepentingan pribadi, dan pulang sebelum waktunya pegawai yang melakukan hal ini sekitar 7 orang, 2) melayani masyarakat dengan rasa malas, santai dan asal-asalan dalam menyelesaikan tugas misal sambil ngobrol atau merokok, kadang ditinggal minum kopi dan diselesaikan besok, ada yang meminta uang kepada masyarakat yang dilayani padahal pelayanan tersebut tidak di pungut biaya agar cepat selesai (pungli), pegawai yang demikian sekitar 3 orang, 3) pegawai yang lebih senior menyuruh pegawai yang baru atau lebih junior seenaknya dan tidak menyelesaikan tepat pada waktu yang telah di tentukan karena menganggap lebih senior, pegawai yang berlaku demikian sekitar 3 orang. Salah satu faktor yang mendorong individu untuk melakukan sesuatu adalah pengaruh antara sesama rekan kerja (Komunikasi personal, 23 Pebruari 2016). Pekerjaan sebagai polisi tidak hanya bekerja di kantor mengerjakan administrasi seperti mengadministrasikan laporan kasus dari masyarakat, pembuatan berita acara kasus yang ditangani polisi, dan lain-lain. Tetapi polisi juga melakukan pekerjaan di lapangan, seperti ke tempat kejadian perkara, menangani kasus kejahatan atau kriminal yang terjadi di masyarakat. Pekerjaan pekerjaan ini memerlukan profesionalisme dan komitmen yang tinggi, sehingga etos kerja yang baik sangat penting bagi pegawai kepolisian. Selain itu pegawai kepolisian adalah pegawai pemerintah yang bertugas melayani masyarakat, bukan
5 saja agar masyarakat dapat memperoleh pelayanan yang memuaskan tetapi juga agar tercipta pemerintah yang baik dan bersih (Good Governance). Hal ini harus dilakukan oleh semua pegawai negeri atau pegawai pemerintah di semua tingkatan, demikian pula pegawai kepolisian dari tingkat pusat sampai tingkat sektoral, seperti kepolisian di wilayah Bumiayu. Dalam suatu perusahaan, organisasi atau lembaga, konflik biasanya sering terjadi baik dengan atasan, antar individu, antara individu dan kelompok, dan antar kelompok, namun jika komunikasi yang baik antara atasan dengan bawahan maupun sesama pegawai dapat terjalin maka kecil kemungkinan konflik itu dapat terjadi. Konflik adalah persaingan yang kurang sehat berdasarkan ambisi dan sikap emosional dalam memperoleh kemenangan (Hasibuan, 2003). Konflik kerja diartikan sebagai ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok dalam suatu perusahaan karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Selain itu konflik diartikan sebagai perbedaan, pertentangan dan perselisihan, konflik yang bertentangan dengan tujuan kelompok disebut konflik disfungsional. Adapun konflik kerja yang bersifat disfungsional yaitu, mendominasi diskusi, tidak senang bekerja dalam kelompok, benturan kepribadian, perselisihan antar individu dan ketegangan (Fauji, 2013).. Pada dasarnya konflik yang terjadi di dalam suatu perusahaan sangatlah berpengaruh terhadap karyawan dalam bekerja, sehingga dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan. Namun konflik tidak selalu mempunyai efek negatif bagi perusahaan yang dapat menciptakan gejolak dalam organisasi
6 atau hubungan interpersonal karyawan, menumbuhkan ketidakpercayaan, membangun perasaan ingin selalu menang, atau memperlebar jurang kesalahpahaman antar karyawan. Kepolisian di tingkat wilayah kabupaten dan kecamatan merupakan ujung tombak pertama pelaksanaan tugas dan tanggung jawab kepolisian dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Demikian pula pegawai kepolisian di wilayah Bumiayu merupakan ujung tombak kepolisian Negara Republik Indonesia yang bersentuhan langsung dengan pelayanan masyarakat di tingkat bawah. Dalam melayani masyarakat, pegawai kepolisian di kecamatan tidak terlepas dari permasalahan seperti konflik kerja yang terjadi pada para pegawainya, yang mempengaruhi etos kerja pegawai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang dirasa belum memuaskan. Konflik kerja yang terjadi di kepolisian wilayah Bumiayu dapat terlihat pada komunikasi yang kurang harmonis antara karyawan. Berikut dipaparkan beberapa konflik yang terjadi di kepolisian wilayah Bumiayu, yaitu: 1) diberi tugas untuk menagani perkara pidana padahal yang dikuasai perkara perdata, rolling tugas di tempat yang tidak sesuai keinginannya, ada 7 orang, 2) tanpa diberi surat tugas langsung diperintahkan menangani pekerjaan di suatu tempat, tiba-tiba diperintahkan untuk melakukan pekerjaan pegawai lain, sekitar 5 orang, 3) saling menyalahkan di antara sesama pegawai, sekitar 4 orang 4) enggan bekerja sama dengan beberapa pegawai lain karena tidak cocok, ketidakcocokkan ini disebabkab oleh karakter yang bebeda, cara bicara, kecemburuan sosial, sekitar 3 orang, 5) kurang harmonis dalam bekerja, enggan
7 berkomunikasi, disebabkan senior dan junior dalam pekerjaan, sekitar 3 orang (Komunikasi personal, 24 Pebruari 2016). Adanya sebuah konflik yamg timbul dalam perkembangan organisasi, pasti memberikan sebuah dampak bagi kelangsungan organisisasi teresebut. Lingkup konflik tersebut dapat memberikan dampak terhadap individu maupun dampak terhadap organisasi tersebut. Terdapat dua dampak yang di akibatkan dengan adanya konflik, yaitu (a) dampak negatif, (b) dampak positif. Menurut Edelmann yang dikutip oleh Sofiyati dkk (2011), efek negatif dari konflik bisa merusak kinerja organisasi sekaligus unit-unit yang ada di dalamnya karena konflik dapat mendorong terbitnya sinisme baik terhadap klien (masyarakat) ataupun rekan kerja, sehingga menurunkan etos kerja. Efek positif dari konflik antara lain dapat memperkuat hubungan sesama pegawai, dengan mengenali perbedaan akibat konflik terjadi diskusi untuk menyelesaikannya sehingga dapat saling mengenal lebih dalam. Di samping itu juga dapat menguatkan kreativitas dan produktivitas, dengan adanya diskusi antar orang dengan kepentingan berbeda sehingga terjadi peningkatan etos kerja yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas. Berdasar uraian di atas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Konflik Kerja dengan Etos Kerja Pegawai Kepolisian di Wilayah Bumiayu.
8 B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara konflik kerja dengan etos kerja pegawai kepolisian di wilayah Bumiayu? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konflik kerja dengan etos kerja pegawai kepolisian di wilayah Bumiayu D. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini antara lain adalah: 1. Secara teoritis; sebagai bahan referensi tambahan untuk pengembangan ilmu psikologi pada umumnya, dan ilmu perilaku pegawai pada khususnya. Serta sebagai referensi tambahan bagi penelitian selanjutnya tentang konflik kerja dan etos kerja pegawai. 2. Secara praktis; sebagai masutkan bagi lembaga terkait tentang konflik kerja dan etos kerja pegawai yang ada, sehingga dibuat kebijakan yang dapat diimplementasikan terkait konflik kerja dan etos kerja pegawai.