JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

dokumen-dokumen yang mirip
Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK [LN 2008/58, TLN 4843]

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

MODEL PENGATURAN INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB II KEJAHATAN PEMBOBOLAN WEBSITE SEBAGAI BENTUK KEJAHATAN DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA CYBER CRIME (MAYANTARA)

MELINDUNGI PENGGUNA INTERNET DENGAN UU ITE

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN

Widaningsih 1 Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Seminar Nasional IT Ethics, Regulation & Cyber Law III

Pembahasan : 1. Cyberlaw 2. Ruang Lingkup Cyberlaw 3. Pengaturan Cybercrimes dalam UU ITE

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA PENANGGULANGAN CYBERCRIME (CRIMINAL LAW POLICY IN PREVENTING CYBERCRIME)

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang. sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial).

BAB II PENGATURAN KEJAHATAN INTERNET DALAM BEBERAPA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK. a. PENDAHULUAN

Carding KELOMPOK 4: Pengertian Cyber crime

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

Bab 2 Etika, Privasi

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA CYBERCRIME. A. Pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana cybercrime.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INFORMASI PRIBADI TERKAIT PRIVACY RIGHT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Oleh: R.Caesalino Wahyu Putra IGN.Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Keamanan Sistem Informasi

[ Cybercrime ] Presentasi Kelompok VI Mata Kuliah Etika Profesi STMIK El-Rahma Yogyakarta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

MAKALAH UU ITE DI REPUBLIK INDONESIA

SANKSI PIDANA SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN HUMAN TRAFFICKING DI DUNIA MAYA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG - UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

Lex Crimen Vol. III/No. 3/Mei-Jul/2014

Makalah Kejahatan E-Commerce "Kasus Penipuan Online" Nama : Indra Gunawan BAB I PENDAHULUAN

Berdasarkan keterangan saya sebagai saksi ahli di bidang Hukum Telematika dalam sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Maret 2009, perihal Pengujian

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

Balikpapan, 19 Agustus

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

Pasal 5: Setiap orang dilarang

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perpustakaan LAFAI

Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab XXV : Perbuatan Curang

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEMILIK WEBSITE YANG MENGANDUNG MUATAN PORNOGRAFI

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Penyalahgunaaan TIK serta Dampaknya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI [LN 2008/181, TLN 4928]

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191]

REVISI UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) STOP SPREADING FAKE NEWS, STOP THE [1] RUMOURS, STOP HOAX

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

N. Tri Suswanto Saptadi. Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar. 3/30/2014 nts/epk/ti-uajm 2

ANALISIS KASUS CYBERCRIME YANG TERPUBLIKASI MEDIA KASUS PENANGKAPAN WNA YANG DIDUGA KELOMPOK CYBERCRIME INTERNASIONAL

TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP LEMBAGA PENYIARAN YANG MENYIARKAN KONTEN PORNOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PROSTITUSI SECARA ONLINE BERDASARKAN PERSPEKTIF CYBER CRIME

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

PUSAT TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (PUSTEKKOM KEMENDIKBUD)

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP CYBERBULLYING TAHUN 2016 TENTANG ITE

TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

SINERGI KAWAL INFORMASI UNTUK MENANGKAL BERITA HOAX

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILA N NEGERI MEDAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENGEDARAN MATA UANG PALSU

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Transkripsi:

JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) Oleh : GUSTI BETHA V.Y. D1A 011 117 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2017

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) Oleh GUSTI BETHA V.Y. D1A 011 117 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2017

TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) Gusti Betha V.Y. D1A011117 Fakultas Hukum Universitas Mataram ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk cybercrime dan sistem pemidanaan Cybercrime. Metode penelitian yang digunakan adalah metode hukum normatif, dengan pendekatan Peraturan Perundang-Undangan dan Pendekatan Konseptual. Hasil penelitian : 1. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Dari Cybercrime Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, yakni a.) berkaitan dengan perbuatan mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik orang lain secara tidak sah. b) berkaitan dengan gangguan (interferensi) terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik, c) memfasilitasi perbuatan yang dilarang oleh hukum d) pemalsuan Informasi atau Dokumen Elektronik. 2. Sistem Pemidanaan Cybercrime berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Ancaman hukuman cybercrime yaitu hukuman penjaranya dari 6 tahun hingga 12 tahun, pemberatan pidana untuk hal tertentu ditambah sepertiga (Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2)) dan ditambah duapertiga (Pasal 52 ayat (3) dan ayat (4)), dan besar dendanya dari Rp6.00.000.000,00 hingga Rp12.000.000.000,00. Kata Kunci : Cybercrime, Bentuk-bentuk Cybercrime, Sistem Pemidanaan Cybercrime. REVIEW ON CYBER CRIME IS PROVIDED IN LAW NUMBER 11 OF 2008 ON INFORMATION AND ELECTRONIC TRANSACTIONS (ITE) ABSTRACT This study aims to determine the form of cybercrime and Cybercrime punishment system. The research method used is the method of normative law, with the approach of Legislation and Conceptual Approach. Result of research: 1. Forms of Criminal Act Of Cybercrime In Law Number 11 Year 2008, that is a) related to unauthorized access to Computer and / or Electronic System of others. B) relating to interference to Electronic Information or Documents, c) facilitating acts prohibited by law d) forgery of Electronic Information or Documents. 2. Cybercrime punishment system based on Law Number 11 Year 2008. The threat of cybercrime punishment is a prison sentence of 6 years to 12 years, a specific criminal penalty plus one third (Article 52 paragraph (1) and paragraph (2)) and added two thirds (Article 52 paragraph (3) and paragraph (4)), and the fine of the fine from Rp6.00.000.000,00 to Rp12.000.000.000,00. Key words: Cybercrime, forms of cybercrime, Punishment System Cybercrime.

i I. PENDAHULUAN Awalnya teknologi (internet) merupakan sesuatu yang bersifat netral. Dimana teknologi internet diartikan sebagai teknologi yang bebas nilai. Teknologi tidak dapat dilekati sifat baik dan jahatnya. Akan tetapi pada perkembangannya kehadiran teknologi menggoda pihak-pihak yang berniat jahat untuk menyalahgunakannya. Dengan demikian teknologi bisa dikatakan sebagai faktor kriminologen, faktor yang menyebabkan keinginan orang untuk berbuat jahat atau memudahkan terjadinya tindak kejahatan. 1 Hal yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi yang kegiatannya tidak lagi bisa dibatasi oleh territorial suatu Negara, aksesnya dengan mudah dapat dilakukan dari belahan dunia manapun dan kapan pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku internet maupun orang lain yang tidak pernah sama sekali berhubungan dengan si pelaku, misalnya dalam penipuan yang dilakukan pelaku melalui media belanja online. Sementara itu masalah pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat data elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum pidana di Indonesia, tetapi data tersebut sangat rentan untuk diubah, disadap, ataupun dipalsukan dalam waktu yang cepat bahkan dalam waktu beberapa detik. Hal tersebut memunculkan fenomena kejahatan yang berkembang di dunia maya yang sering disebut dalam bahasa asing yaitu cyber crime (kejahatan di dunia maya). Cybercrime atau yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai kejahatan dunia maya yang mempunyai berbagai bentuk, seperti 1 Abdul Wahid Dan Mohammad Labil, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), Cet.1, Rafika Aditama, Malang, 2005, hlm. 59

ii pemalsuan data pencurian uang (carding), pornografi, perusakan website (cracking), hingga berbagai tindakan sejenis lainnya yang tidak diperbolehkan dalam peraturan perundang-undangan 2. Kegiatan cyber crime meskipun bersifat sesuatu yang bukan fisik yang hanya dapat dilihat di monitor (screen) tetapi dikatagorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridisnya cyber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk dikategorikan sebagai objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan-kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual tetapi berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik, dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Sehingga dapat dikatakan bahwa, disatu sisi dunia cyber dapat memberikan pengaruh positif yang berupa kemudahan-kemudahan dalam melakukan segala sesuatu dalam berbagai bidang kehidupan, salah satu kemudahannya yaitu mudah diaksesnya informasi yang dibutuhkan pengguna internet, akan tetapi di sisi lain dengan adanya dunia cyber juga dapat memberikan pengaruh negatif, seperti halnya banyak kejahatankejahatan yang terjadi di dunia maya karena mudahnya mengakses dunia internet dan mudahnya pelaku melakukan kejahatan tersebut karena antara pelaku dan korban tidak saling bertemu ataupun berhadapan. Cybercrime merupakan salah satu jenis kejahatan yang dilakukan di dalam dunia yang tidak mengenal batas wilayah hukum dan kejahatan tersebut dapat terjadi tanpa perlu adanya suatu interaksi langsung antara pelaku dengan korbannya. Sehingga dapat dikatakan, bahwa ketika suatu kejahatan cyber terjadi, 2 http://crime.hku.hk/cybercrime.htm, diakses tanggal 19 februari 2016, jam 11.30 WITA.

iii maka semua orang dari berbagai Negara yang masuk ke dunia cyber dapat terlihat di dalamnya, entah itu sebagai pelaku (secara langsung atau tidak langsung), korban, ataupun hanya sebagai saksi. Oleh karenanya tidaklah mengherankan bila mulai bermunculan kasus-kasus kejahatan yang berhubungan pula dengan dunia cyber tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana bentuk-bentuk tindak pidana dari cyber crime yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Bagaimana sistem pemidanaan cyber crime di dalam bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Bagaimana bentuk-bentuk tindak pidana dari cyber crime yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan untuk mengetahui sistem pemidanaan cyber crime di dalam bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Sedangkan manfaat dari penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (doktrinal). Pada penelitian hukum normatif, mengkaji hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.

iv II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Dari Cyber Crime Yang Diatur Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE) Dalam konteks bentuk tindak pidana cybercrime di Indonesia, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU-ITE) merupakan Undang-Undang yang paling banyak mengatur cyber crime. Meskipun demikian, pelaksanaannya sangat tergantung dari KUHP, karena unsur-unsur tindak pidana dan ketentuan pidananya mengacu pada Buku I dan Buku II KUHP. Dalam UU-ITE tersebut diatur tentang bentuk-bentuk cyber crime di Indonesia, yaitu sebagai berikut: 3 1. Cyber crime yang berkaitan dengan perbuatan mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik orang lain secara tidak sah, yaitu: a. Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya isi (muatan) yang tidak sah, yaitu sebagai berikut: 1) Bertentangan dengan rasa kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1), 2) Perjudian sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (2), 3) Penghinaan atau pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3), 4) Pemerasan atau pengancaman sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (4), 5) Berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1), 6) Menimbulkan rasa kebencian berdasarkan Suku, Agama, Ras, dan Antar-Golongan (SARA) sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2), 7) 3 Wirjono, Prodjodikoro. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003, hal. 9

v Informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan kepada pribadi sebagaimana diatur dalam pasal 29. b. Dengan cara apapun mengakses secara tidak sah atau ilegal terhadap Sistem Elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3). c. Intersepsi tidak sah atau ilegal terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik dan Sistem Elektronik sebagaimana diatur dlam Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), 2. Tindak pidana yang berkaitan dengan gangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik, yaitu terdiri atas perbuatan berupa: a. Gangguan terhadap data diatur dalam Pasal 32 ayat (1), (2) dan (3), dan b. Gangguan terhadap Sistem Elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 33, 3. Tindak pidana yang memfasilitasi perbuatan yang dilarang oleh hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), 4. Tindak pidana pemalsuan Informasi atau Dokumen Elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 35, dan 5. Tindak pidana yang mengakibatkan kerugian orang sebagaimana diatur dalam Pasal 36. Sistem Pemidanaan CyberCrime Di Dalam Bidang Teknologi Informasi Dan Transaksi Elektronik Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Sistem pemidanaan pada KUHP berbeda dengan sistem pemidanaan pada Undang-Undang nomor 11 tahun 2008. Dimana pada KUHP hukuman utamanya adalah hukuman mati, hukuman penjara, hukuman kurungan dan hukuman denda, hukuman tambahannya adalah pencabutan hak tertentu, perampasan barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tidak terdapat hukuman mati atau pun hukuman kurungan, berikut penjelasannya:

vi 1. Jenis-jenis pidana yang dapat diberikan kepada pelaku tindak pidana telah diatur dalam KUHP dan undang-undang di luar KUHP. Berdasarkan Pasal 10 KUHP terdapat 2 (dua) jenis pidana yang dapat dijatuhkan oleh hakim kepada pelaku tindak pidana, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Adapun pidana pokok berdasarkan Pasal 10 KUHP adalah sebagai berikut: 4 1. Pidana mati; 2. Pidana penjara; 3. Pidana kurungan; dan 4. Pidana denda. Selain pidana pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 10 KUHP di atas, Pasal 10 KUHP mengatur juga pidana tambahan yang dapat diberikan oleh hakim kepada pelaku tindak pidana. Pidana tambahan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pidana pencabutan hak-hak tertentu; 2. Pidana perampasan barangbarang tertentu; dan 3. Pidana pengumuman putusan hakim. Sistem pemidanaan yang tercantum dalam KUHP mengenal dua macam sistem yaitu, sistem pemidanaan alternatif dan sistem pemidanaan tunggal. Alternatif artinya bahwa hakim dalam memutuskan perkara boleh memilah dalam menjatuhkan putusannya, seperti halnya penjatuhan pidana mati menurut pemidanaan dalam KUHP, selalu dialternatifkan dengan jenis pidana lainnya yaitu pidana penjara, baik pidana penjara seumur hidup maupun pidana penjara selama-lamanya 20 tahun (pidana penjara sementara waktu 20 tahun), hal ini dapat dilihat dalam perumusan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Sedangkan sistem pemidanaan tunggal diartikan bahwa hakim dalam menjatuhkan putusannya harus sesuai dengan rumusan yang terdapat dalam pasal tersebut,seperti halnya sistem pemidanaan yang bersifat tunggal sebagaimana dianut dalam KUHP dapat dilihat dalam pasal 489 ayat (1) Buku ke III KUHP tentang pelanggaran terhadap keamanan umum bagi orang dan barang. Adapun ancaman pidana yang terdapat dalam KUHP yaitu: 5 1) Pengaturan sistem pengancaman pidana dalam KUHP diatur dalam Buku 1 tentang Ketentuan Umum: a) Jenis pidana (dimuat dalam Pasal 10 KUHP), b) Cara pengancaman pidana, c) Penjatuhan pidana perbarengan, dan d) Pemberatan dan peringanan pidana. 2) Formulasi pengaturan pengancaman pidana dalam 4 Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita, Hlm. 56 5 Muzakkir, Ibid

Buku II KUHP: a) Pidana denda dipergunakan sebanyak 23 kali, dengan rincian: (1) Ancaman pidana denda saja sebanyak 1 kali dengan menggunakan rumusan pidana denda saja yang ditujukan kepada pengurus perseroan yang andil dalam menerbitkan izin untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar dan (2) Ancaman pidana denda sebagai alternatif pidana lain sebanyak 122 kali yang didahului dengan frase atau pidana denda. b) Pidana kurungan diterapkan sebanyak 37 kali dengan rincian: (1) Pidana kurungan dipergunakan sebagai ancaman pidana pokok sebanyak 9 kali yang perumusannya diawali dengan kata dengan pidana kurungan dan (2) Pidana kurungan sebagai pidana alternatif dari pidana lain dipergunakan sebanyak 28 kali yang dalam perumusannya diawali dengan kata atau pidana kurungan. c) Pidana mati dipergunakan sebagai ancaman sanksi pidana sebanyak 10 kali dengan cara pengancaman: (1) Pidana mati sebagai pidana pokok terberat, (2) Pidana mati selalu diancam sebagai pidana pemberatan ditujukan delik yang dikualifisir, (3) Pidana mati selalu dialternatifkan sebagai pidana penjara dan (4) Seumur hidup dan pidana penjara paling lama 20 tahun. d) Pidana penjara dipergunakan sebagai ancaman pidana sebanyak 485 kali dengan rincian: (1) Kedudukan sanksi pidana penjara sebagai pidana pokok, sebagai alternaif atau sebagai pidana yang bersifat sementara atau sebagai pidana pengganti, (2) Pidana penjara dengan hitungan tahun sebagai ancaman pidana pokok dipergunakan sebanyak 274 kali, (3) Pidana penjara baik dengan hitungan tahun atau seumur hidup dipergunakan sebanyak 292 kali, dan (4) Pidana penjara diancam sebagai ancaman pidana alternatif dari ancaman pidana lain dipergunakan sebanyak 26 kali. e) Perumusan sanksi pidana penjara dalam Buku II dideskripsikan sebagai berikut: (1) Pidana penjara paling lama 1 bulan = 3 kali, (2) Pidana penjara paling lama 1 tahun = 48 kali, (3) Pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan = 6 kali, (4) Pidana penjara paling lama 2 tahun = 36 kali, (5) Pidana penjara paling lama 2 tahun = 37 kali, (6) Pidana penjara paling lama 3 bulan = 9 kali, (7) Pidana penjara paling lama 3 tahun = 5 kali, (8) Pidana penjara paling lama 4 tahun = 47 kali, (9) Pidana penjara paling lama 5 tahun = 30 kali, (10) Pidana penjara paling lama 6 bulan = 5 kali, (11) Pidana penjara paling lama 6 tahun = 17 kali, (12) Pidana penjara paling lama 7 tahun = 41 kali, (13) Pidana penjara paling lama 8 tahun = 14 kali, (14) Pidana penjara paling lama 9 bulan = 36 kali, (15) Pidana penjara paling lama 9 tahun = 19 kali, (16) Pidana penjara paling lama 12 tahun=28 kali, (17) Pidana penjara paling lama 15 bulan = 28 kali, (18) Pidana penjara paling lama 20 tahun = 7 kali, dan (19)Pidana penjara seumur hidup = 23 kali. f) Pengaturan pengancaman pidana dalam Buku III KUHP: 1) Pidana denda digunakan sebanyak 84 kali dengan rincian: (1) Pidana denda dapat diganti dengan pidana kurungan sebanyak 8 kali, (2) Pidana denda sebagai alternatif pidana kurungn dipergunakan sebanyak 35 kali, dan (3) Pidana denda sebagai pidana pokok dipergunakan sebanyak 39 kali. 2) Pidana kurungan dipergunakan sebanyak 55 kali dengan rincian sebagai berikut: (1) Pidana kurungan paling lama 1 bulan sebanyak = 7 kali, (2) Pidana kurungan paling lama 1 tahun sebanyak = 1 kali, dan (3) Pidana kurungan paling lama 10 hari sebanyak = 2 kali. vii

viii Sistem pemidanaan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Pasal- Pasal yang mengatur mengenai ketentuan tindak pidana atau sistem pemidanaan dalam bidang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 adalah dalam Pasal 45 hingga Pasal 52 UU ITE yang menguraikan ketentuan ancaman bagi pelanggaran terhadap Pasal 27 hingga Pasal 37. Dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, juga mengubah pengaturan sistem pemidanaan yang ada di UU ITE tersebut, yaitu: Ketentuan Pasal 45 diubah serta di antara Pasal 45 dan Pasal 46 disisipkan 2 (dua) pasal, ykni Pasal 45A dan Pasal 45B sehingga berbunyi sebagai berikut: 6 Pasal 45 a. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1000.000.000,00 (satu miliar rupiah). b. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumentasi Elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1000.000.000,00 (satu miliar rupiah). c. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) 6 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016

ix tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). d. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1000.000.000,00 (satu miliar rupiah). e. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan delik aduan. Pasal 45A (1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 45B Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Adapun penjelasan Pasal 45B yaitu: 7 Ketentuan dalam Pasal ini termasuk juga di dalamnya perundungan di dunia siber (cyber bullying) yang mengandung unsur ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dan mengakibatkan kekerasan fisik, psikis, dan/atau kerugian materiil. 7 Indonesia, Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016.

x Formulasi pengaturan pengancaman pidana dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 dalam pasal 45 sampai dengan pasal 52 yakni sebagai berikut: a. Pidana penjara yakni : 1) Pidana penjara paling lama 4 tahun = 2 kali, 2) Pidana penjara paling lama 6 tahun = 5 kali, 3) Pidana penjara paling lama 7 tahun = 1 kali, 4) Pidana penjara paling lama 8 tahun = 2 kali, 5) Pidana penjara paling lama 9 tahun = 1 kali, 6) Pidana penjara paling lama 10 tahun = 4 kali, dan 7) Pidana penjara paling lama 12 tahun = 3 kali. b. Pidana denda yakni: 1) Pidana denda paling banyak Rp. 12.000.000.000,00 = 2 kali, 2) Pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 = 2 kali, 3) Pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 = 1 kali, 4) Pidana denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 = 1 kali, 5) Pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 = 1 kali, 6) Pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 = 5 kali, 7) Pidana denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 = 2 kali, 8) Pidana denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 = 2 kali, 9) Pidana denda paling banyak Rp. 700.000.000,00 = 1 kali dan 10) Pidana denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 = 1 kali. c. Pemberatan pidana: 1) Pemberatannya yaitu ditambah sepertiga dari pidana pokok yaitu yang menyangkut kesusilaan atau eksploitasi terhadap anak, 2) Pemberatannya yaitu dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga yaitu menyangkut perbuatan komputer dan/atau sistem komputer serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah yang digunakan untuk layanan publik sesuai

xi Pasal 30 sampai dengan Pasal 37, 3) Pemberatannya yaitu diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing pasal ditambah dua pertiga (pasal 30 sampai pasal 37 yang ditujukan terhadap komputer dan/atau sistem elektronik serta informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, dan otoritas penerbangan), dan 4) Pemberatannya yaitu dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga yang berkaitan dengan korporasi sebagaimana dimaksud pasal 27 sampai 37. Dari Pasal 45, 45A dan Pasal 45B hingga Pasal 52 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Nampak bahwa ancaman hukuman terhadap kejahatan cyber crime cukup berat, yang hukuman penjaranya dari 4 tahun hingga 12 tahun, pemberatan pidana untuk hal tertentu adalah ditambah sepertiga (Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2)) dan ditambah duapertiga (Pasal 52 ayat (3) dan ayat (4)), dan besar dendanya dari Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) hingga Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar). Sistem ancaman pidana dalam UU ITE adalah sistem kumulatif alternatif yaitu beberapa jenis pidana pokok yang diancamkan dalam suatu ketentuan hukum pidana, maka hakim dapat menjatuhkan keseluruhannya atau dapat pula memilih satu diantaranya.

xii III. PENUTUP Kesimpulan Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Dari Cybercrime Yang Diatur Dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE). Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka bentuk-bentuk tindak pidana dari cyber crime seperti: a. Dapat diaksesnya isi (muatan) yang tidak sah yang mengandung unsur bertentangan dengan kesusilaan (pasal 27 ayat (1)), perjudian (pasal 27 ayat (2)), penghinaan dn pencemaran nama baik (pasal 27 ayat (3)), pemerasan atau pengancaman (pasal 27 ayat (4)), berita bohong dan menyesatkan (pasal 28 ayat(1)), SARA (pasal 28 ayat (2)), kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan kepada pribadi (pasal 29), b. Dengan cara apapun mengakses sistem elektronik secara tidak sah terdapat dalam pasal 30 ayat (1), (2), dan (3), c. Intersepsi tidak sah dalam pasal 31 ayat (1), (2), (3) dan (4), d. Berkaitan dengan gangguan Informasi atau Dokumen Elektronik (pasal 32 ayat (1), (2) dan (3)) dan gangguan terhadap sistem elektronik yang diatur dalam pasal 33, e. Tindak pidana yang memfasilitasi perbuatan yang dilarang oleh hukum (pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), f. Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik (pasal 35). 1. Sistem Pemidanaan Cybercrime Di Dalam Bidang Teknologi Informasi Dan Transaksi Elektronik Berdasarkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008: a. Jenis pidana di dalam UU ITE adalah pidana penjara dan pidana denda, b. Sistem ancaman pidana yang terkait dengan berat ringannya pidana menggunakan sistem ancaman pidana maksimum khusus yaitu menggunakan batas maksimum untuk masing-masing pasal sedangkan ancaman minimumnya menggunakan ancaman minimum umum dalam pengertian ancaman

xiii minimum yang digunakan untuk semua perbuatan adalah sama karena dalam UU ITE tidak dicantumkan ancaman minimumnya, dan c. Sistem ancaman pidana dalam UU ITE adalah sistem kumulatif alternatif yaitu beberapa jenis pidana pokok yang diancamkan dalam suatu ketentuan hukum pidana, maka hakim dapat menjatuhkan keseluruhannya atau dapat pula memilih satu diantaranya, untuk mengetahui sanksi pidana kumulatif alternatif adalah dari perkataan dan atau. Saran 1. Undang-undang tentang cybercrime perlu dibuat secara khusus sebagai lexspesialis untuk memudahkan penegakan hukum terhadap kejahatan tersebut. 2. Kualifikasi perbuatan yang berkaitan dengan cybercrime harus dibauat secara jelas agar tercipta kepastian hukum bagi masyarakat khususnya pengguna jasa internet. 3. Perlu hukum acara khusus yang dapat mengatur seperti misalnya berkaitan dengan jenis-jenis alat bukti yang sah dalam kasus cybercrime. 4. Spesialisasi terhadap aparat penyidik maupun penuntut umum dapat dipertimbangkan sebagai salah satu cara untuk melaksanakan penegakan hukum terhadap cybercrime.

xiv DAFTRA PUSTAKA Buku Abdul Wahid Dan Mohammad Labil, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), Cet.1, Rafika Aditama, Malang, 2005 Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita, Jakarta, 2008. Wirjono, Prodjodikoro. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003 Peraturan-peraturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Skripsi dan Tesis Muzakkir, Perumusan Ancaman Sanksi Pidana Dalam Undang-Undang Di Bidang Hukum Administrasi Dan Keperdataan. Internet http://www.crime.hku.hk/c/2016/02/19/cybercrime