BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditempati oleh berbagai penyakit infeksi (Nelwan, 2006).

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN BIOAUTOGRAFI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU AKWAY

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan yang memiliki bunga banyak, serta daun dari bunga bakung ini memilki

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimanfaatkn untuk pengobatan tradisional (Arief Hariana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS

BAB I PENDAHULUAN UKDW. S.Thypi. Diperkirakan angka kejadian ini adalah kasus per

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI MENGHASILKAN ANTIBIOTIK TERHADAP Escherichia coli MULTIRESISTEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme di Indonesia masih mengkhawatirkan kehidupan masyarakat.

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. folikel rambut dan pori-pori kulit sehingga terjadi peradangan pada kulit.

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti

BAB I PENDAHULUAN UKDW. negara berkembang seperti Indonesia (Stella et al, 2012). S. typhii adalah bakteri

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 2008). Tanaman ini sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara dan di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB 1 : PENDAHULUAN. jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas antibakteri dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak dibandingkan dengan Negara maju. Indonesia dengan kasus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah demam berdarah, diare, tuberkulosis, dan lain-lain (Darmadi, 2008)

BAB I PENDAHULUAN. 100 genus Actinomycetes hidup di dalam tanah. tempat-tempat ekstrim seperti daerah bekas letusan gunung berapi.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan ancaman yang besar untuk umat manusia.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (Setiyawati, 2003; Kuntorini, 2005; dan Kasrina, 2014). esensial dengan senyawa utama berupa sabinene, terpinen-4-ol, γ-terpinene,

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. baik bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Tanaman obat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BIJI BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di Indonesia (Rostinawati, 2010) dan banyak ditemukan pada kehidupan sehari-hari (Waluyo, 2004), serta biasanya ditularkan secara langsung dari satu orang ke orang lain, misalnya melalui bersin dan batuk (Price & Wilson, 2005). Penyakit infeksi disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, parasit, dan jamur) yang masuk dan berkembang biak ke dalam tubuh manusia (Jawetz et al., 2005). Contoh bakteri yang sering menyebabkan infeksi adalah Staphylococcus epidermidis dan Salmonela typhi. Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada kulit manusia, saluran pencernaan dan pernafasaan (Jawetz et al., 2005). Berdasarkan data pasien yang berobat di rumah sakit umum distrik tripikal Inggris menunjukkan 10% pasien rawat inap yang menderita infeksi saluran kemih disebabkan Staphylococcus epidermidis (Gould & Brooker, 2003). Hasil penelitian di RSUI Kustati Surakarta menunjukan 13 isolat Staphylococcus epidermidis yang berasal dari pus pasien memiliki sensitivitas tertinggi terhadap antibiotik imipenem yaitu sebesar 92,31%, siprofloksasin sebesar 61,54%, gentamisin sebesar 53,85%, sefotaksim sebesar 38,46% (Susilowati, 2007). Salmonela typhi pada manusia dan hewan bersifat patogen yang dapat menyebabkan enteritis, infeksi sistemik, demam enterica atau demam tifoid (Jawetz et al., 2005), gastroenteritis dan keracunan makanan yang terkontaminasi (Radji, 2011). Di Indonesia diperkirakan sekitar 60.000 sampai 1.300.000 kasus infeksi salmonella dari 20.000 kasus yang menyebabkan kematian pertahun (Siswandono et al., 2005), memiliki resistensi terhadap antibiotik kloramfenikol, kotrimoksazol, tetrasiklin, dan ampisilin (Yenny & Herwana, 2007). Indonesia memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah khususnya tanaman obat, tetapi masih belum banyak dikembangkan. Salah satu tanaman obat 1

2 yang perlu dikembangkan dan memiliki aktivitas antibakteri adalah akway. Tanaman akway merupakan tanaman asli papua yang digunakan sebagai obat tradisional, berdasar pengalaman secara turun menurun setiap generasi (Pladio et al., 2004) dengan mengeringkan kulit kayu untuk obat kuat, mengiris halus kulit kayu akway dan direbus untuk demam malaria, obat kudis, dan asma (Cepeda et al., 2011). Berdasarkan hasil uji fitokimia dari ekstrak etanol dan ekstrak air dari kulit kayu akway, terdeteksi adanya tanin, saponin dan alkaloid (Ismunandar, 2008). Hasil analisis spektrofotometri FTIR (Fourier Transform Infra Red) ekstrak etanol 70% kulit kayu akway menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% mempunyai gugus fungsi O-H, C-O, C=C aromatik, dan C=O yang berasal dari senyawa tanin sebagai antibakteri (Ismunandar, 2008). Ekstrak etanol 70% kulit kayu akway menghasilkan diameter zona hambat 17,620 mm untuk Echerichia coli dan 15,125 mm untuk Staphylococcus aureus, dengan nilai KHM sebesar 0,625% terhadap E. coli dan 2,5% terhadap S. aureus (Ismunandar, 2008), dan terhadap E. coli ATCC 43894 dan E. coli ATCC 10798 dengan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) yaitu 1,05 % dan 1,26 % (Capeda et al., 2007). Penelitian tersebut diketahui ekstrak etanol 70% kulit kayu akway mempunyai aktivitas antibakteri pada Escherichia coli (Gram negatif) dan Staphylococcus aureus (Gram positif), sehingga dilanjutkan penelitian ekstrak etanol kulit kayu akway terhadap Staphylococcus epidermidis dan Salmonela typhi yang termasuk dalam bakteri Gram positif dan Gram negatif. Penelitian ini diharapkan mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol kulit kayu akway terhadap Staphylococcus epidermidis dan Salmonela typhi, serta mengetahui senyawa aktif yang berperan sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis dan Salmonela typhi melalui uji bioautografi.

3 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dikembangkan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah ekstrak etanol kulit kayu akway memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis dan Salmonela typhi dan berapa Kadar Bunuh Minimalnya? 2. Kandungan senyawa kimia apakah yang terdapat dalam ekstrak etanol kulit kayu akway yang memilki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis dan Salmonela typhi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dikembangkan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah ekstrak etanol kulit kayu akway memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis dan Salmonela typhi dan berapa Kadar Bunuh Minimalnya dengan metode dilusi padat. 2. Kandungan senyawa kimia apakah yang terdapat dalam ekstrak etanol kulit kayu akway yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis dan Salmonela typhi dengan metode bioautografi. D. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Akway Tanaman akway adalah tanaman asli papua dari famili winteraceae. Tanaman ini merupakan tanaman perdu yang ditemukan di hutan tropis pada daerah dataran tinggi (Marpaung, 2008). a. Klasifikasi tanaman akway (Drymis piperita Hook. f.) adalah sebagai berikut: Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Magnoliidae Ordo : Winterales Famili : Winteraceae

4 Genus : Drymis Spesies : Drymis piperita Hook. f (Ismunandar, 2008). A Gambar 1. Tanaman akway Keterangan : A : Pohon akway B : Kulit kayu akway B b. Kandungan kimia Berdasarkan penelitian fitokimia ekstrak etanol 70% kulit akway mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, dan tanin sebagai antibakteri (Ismunandar, 2008). Khasiat tanaman akway diantaranya sebagai pelancar peredaran darah (Syakir et al., 2011), 15 nanokosanol dan bis (tridesil) ftalat sebagai anti spasmodik (Pladio et al., 2004), dan antifungi (Malheiros et al., 2005), herbisidal (Verdeguer, et al., 2011), senyawa linalool, β-pinen, α-pinen dan nerolidol sebagai antimalaria, antioksidan dan antikolinesterase (Capeda et al., 2011). 2. Staphylococcus epidermidis Staphylococcus epidermidis secara struktur internal tipikal bakteri prokariotik dan Gram positif (Spicer, 2008) yang berbentuk bulat, tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur, tumbuh paling cepat pada suhu 37 C, membentuk pigmen paling bagus pada suhu kamar (20-25 C), koloni berwarna

5 abu-abu sampai putih, menghasilkan katalase yang membedakan dengan streptokokus dan bisa meragikan banyak karbohidrat dengan lambat, yang menghasilkan asam laktat, tetapi tidak menghasilkan gas (Jawetz et al., 2005). Staphylococcus epidermidis bersifat fakultatif aerob, sangat tahan terhadap pengeringan, mati pada suhu 60ºC setelah 60 menit, menimbulkan pernanahan dan abses (Entjang, 2003) yang menyebabkan infeksi saluran kemih, infeksi kulit (Spicer, 2008), infeksi pascatrauma (Gillespie & Bamford, 2009), infeksi prostesis atau kardiovaskuler. Infeksi Staphylococcus epidermidis sangat sulit diobati karena sering terjadi pada alat prostetik sehingga bakterinya terlindungi (Jawetz et al., 2005). Sistem klasifikasi Staphylococcus epidermidis sebagai berikut: Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubakteriales Famili : Mikrococcaceae Genus : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus epidermidis (Salle, 1961). 3. Salmonella typhi Salmonella typhi merupakan bakteri Gram negatif, tidak berspora, tumbuh pada suasana aerob atau anaerob fakultatif, pada suhu 41 C, suhu pertumbuhan 37,5 C dengan ph media 6-8, tidak meragi laktosa, sukrosa, membentuk gas, mati pada suhu 56 C pada keadaan kering, dalam air bertahan 4 minggu (Radji, 2011). Salmonella dapat menyebabkan demam enterik (tifoid) dan infeksi lain yaitu infeksi saluran kemih, meningitis, abses, osteomielitis dan artritis septik (Gillespie & Bamford, 2009). Sistem klasifikasi Salmonela typhi sebagai berikut: Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubakteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Salmonela Spesies : Salmonela typhi (Salle, 1961).

6 4. Antibakteri Antibakteri adalah obat atau senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroba tertentu yang mempunyai aktivitas antimikrobial (Entjang, 2003) dan digunakan untuk membunuh bakteri terutama bakteri yang merugikan (Jawetz et al., 2005). Mekanisme aktivitas antibakteri dibedakan atas penghambatan sintesis dari bakteri, yaitu: a. Dinding sel bakteri: merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri Gram negatif dan Gram positif. b. Membran sel: adanya gangguan atau kerusakan pada membran sel sehingga menghambat kemampuan membran plasma dengan mengganggu proses biosintesis yang diperlukan membran. c. Protein sel: penghambatan sintesis protein vital untuk pertumbuhan. d. Asam-asam inti yaitu RNA: menghambat pada sintesis asam nukleat berupa penghambatan terhadap transkripsi dan replikasi mikroorganisme. e. Menghambat sintesis metabolit esensial: adanya kompetitor berupa antimetabolit, yaitu substansi secara kompetitif menghambat metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur yang mirip dengan substrat normal bagi enzim metabolisme (Pratiwi, 2008). 5. Uji aktivitas antibakteri Pengujian kepekaan antibakteri dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu dilusi atau difusi. Penting dalam memilih metode standar untuk mengendalikan semua faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba (Jawetz et al., 2005). Metode yang dapat digunakan untuk mengukur aktivitas antimikroba adalah: a. Metode dilusi Metode ini dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair atau dilusi padat, untuk mengukur Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Dilusi cair dilakukan dengan membuat seri pengenceran dengan antimikroba pada media cair yang ditambahkan dengan bakteri. Larutan uji antimikroba dengan

7 kadar terkecil dan tetap jernih tanpa pertumbuhan mikroba disebut KHM. Kemudian diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap jernih setelah dilakukan inkubasi disebut KBM. Metode dilusi padat sama dengan dilusi cair tetapi berbeda pada media yang digunakan yaitu media padat. Keuntungan metode ini pada satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat menguji beberapa mikroba (Pratiwi, 2008). b. Metode difusi Metode ini digunakan untuk menentukan aktivitas antimikroba (Pratiwi, 2008). Metode yang paling sering digunakan adalah difusi agar pada media agar. Cakram kertas saring yang berisi sejumlah obat diletakkan pada media agar yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah diinkubasi, diperoleh zona hambatan sekitar cakram yang dipergunakan untuk mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji (Jawetz et al., 2005). 6. Uji Bioautografi Bioautografi merupakan suatu teknik untuk skrining terhadap antimikroba (Wonohadi et al, 2006) dan metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatografi lapis tipis (KLT) yang mempunyai aktivitas antibakteri, antifungi, dan antivirus, sehingga hasilnya mendekatkan metode separasi dengan uji biologis. Keuntungan metode ini memiliki sifat efisien untuk mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak bercak bisa ditentukan walaupun berada dalam campuran kompleks sehingga dapat untuk mengisolasi senyawa aktif. Kerugiannya metode ini tidak dapat digunakan menentukan KHM dan KBM (Pratiwi, 2008). E. Landasan Teori Penelitian telah membuktikan bahwa hasil analisis fitokimia dari kulit kayu tanaman akway (Drymis piperita Hook. f) mengandung senyawa tanin alkaloid, dan saponin (Ismunandar, 2008). Ekstrak kulit kayu akway menghasilkan diameter zona hambat sebesar 17,620 mm untuk Escherichia coli dan 15,125 mm untuk Staphylococcus aureus, dengan nilai KHM sebesar 0,625%

8 terhadap Escherichia coli dan 2,5% terhadap Staphylococcus aureus (Ismunandar, 2008), dan terhadap Escherichia coli ATCC 43894 dan Escherichia coli ATCC 10798 dengan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) yaitu 1,05 % dan 1,26 % (Capeda et al, 2007). Berdasarkan hasil analisis spektrofotometri FTIR (Fourier Transform Infra Red) ekstrak etanol 70% kulit kayu akway memiliki gugus fungsi O-H, C-O, C=C aromatik, dan C=O yang berasal dari senyawa tanin (Ismunandar, 2008). F. Hipotesis 1. Ekstrak etanol kulit kayu akway memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis dan Salmonela typhi. 2. Ekstrak etanol kulit kayu akway yang mengandung alkaloid, saponin, fenol yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis dan Salmonela typhi.