BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki hak serta kewajiban yang harus dilindungi dari segala

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. menurut Direktur World Development Report (WDR), Norman Loayza

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

III. METODE PENELITIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. terdapat strukur sosial yang berbentuk kelas-kelas sosial. 1 Perubahan sosial

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB I PENDAHULUAN. disebutkan dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan terhadap anak merupakan tanggung jawab orang tua, keluarga,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai rupa yang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

III. METODE PENELITIAN. data yang dapat memecahkan suatu permasalahan. 33 Penelitian yang dilakukan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan Negara Republik Indonesia secara jelas diluangkan dalam Undang

BAB I PENDAHULUAN. hal ini dapat diartikan bahwa negara yang berhak untuk memberikan sanksi jika terjadi

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB III PENUTUP. kekerasan terhadap anak dalam keluarga dan cara Preventif yaitu bahwa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

III. METODE PENELITIAN. Upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam melakukan penelitian

BAB I. mengenai perlindungan terhadap HAM. Indonesia menjunjung tinggi prinsip

BAB I PENDAHULUAN. hukum guna menjamin adanya penegakan hukum. Bantuan hukum itu bersifat

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tergantung kepada nilai saham yang hendak diperjualbelikan di pasar modal. Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan tetapi merupakan masalah lama yang baru banyak muncul pada saat sekarang ini. Kegiatan prostitusi tersebut merupakan suatu kegiatan yang secara moral dianggap bertentangan dengan nilai agama dan nilai kesusilan. Tumbuh suburnya kegiatan prostitusi di lingkungan masyarakat merupakan bukti bahwa prostitusi masih menjadi ancaman bagi masyarakat. Sehingga sulit bagi pemerintah dalam menghapus atau memberantas kegiatan prostitusi tersebut. Ditengah-tengah terjadinya reaksi terhadap prostitusi, ternyata tidak membuat kegiatan prostitusi berkurang tetapi justru cenderung bertambah kuantitasnya. Prostitusi ini bukan hanya menimpa perempuan dewasa saja, namun juga perempuan yang tergolong di bawah umur atau anak anak. 1 Anak wajib dilindungi agar mereka tidak menjadi korban tindakan siapa saja (individu atau kelompok, organisasi swasta ataupun pemerintah) baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satunya yaitu prostitusi terhadap anak yang mana tidak akan pernah ada habisnya untuk dipermasalahkan. Semakin hari semakin banyak anak yang menjadi korban prostitusi tersebut. Minimnya suatu pengawasan dan perlindungan terhadap anak membuat kasus prostitusi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Prostitusi yang melibatkan anak tidak akan luput dari perhatian warga, yang menimbulkan ketakutan terhadap anak anaknya yang akan menjadi korban. Anak merupakan harapan bangsa dan apabila sudah sampai saatnya akan menggantikan generasi tua dalam hlm. 7-8. 1 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Bandung, 2001,

melanjutkan roda kehidupan negara. Dengan demikian, pemerintah maupun masyarakat memiliki kewajiban untuk memberikan perhatian terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak secara serius. Anak yang telah menjadi korban prostitusi tentu saja pemikiran, mental, dan jiwanya terganggu. Anak tidak dapat menerima ilmu dan juga tidak dapat berinteraksi dengan bebas dalam bermain bersama teman sebayanya. 2 Prostitusi yang terjadi terhadap anak masih dianggap sebagai salah satu mata pencaharian bagi pelakunya, karena untuk mendapatkan suatu penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidaklah mudah. Mengingat kurangnya lapangan kerja yang disediakan untuk masyarakat dan rendahnya tingkat pendidikan yang didapat oleh masyarakat. Untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan perlindungan khusus, terutama perlindungan hukum dalam sistem peradilan. Maraknya anak yang menjadi korban prostitusi menjadikan anak tidak lagi dapat berpikir jernih, tidak dapat menerima ilmu pengetahuan bahkan menjadikan mereka dungu. Selain itu anak tidak dapat bergerak leluasa bermain dengan teman-teman sebayanya. Beberapa anak di iming-imingi untuk bergabung dalam bisnis pelacuran, maka mucikari dapat diberikan hukuman didasarkan atas peraturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Anak sebagai pekerja seks komersial sering dijadikan sebagai objek kepuasan dan kebiadaban individu yang dapat merenggut hak asasi anak. Oleh karena itu prostitusi terhadap anak akan tetap ada dan sulit untuk diberantas apabila tidak adanya penanganan langsung dari pemerintah dan kesadaran manusia bahwa perbuatan tersebut dilarang. Kasus prostitusi yang di dalamnya melibatkan anak pernah terjadi di Kota Padang. Dari hasil penyelidikan polisi berhasil membongkar bisnis prostitusi di sejumlah hotel di Kota Padang 68. 2 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Refika Aditima, Medan, 2014, hlm.

dan mereka juga menemukan 7 orang perempuan yang diduga sebagai pekerja seks komersial, salah satunya berumur 15 tahun, dan 3 orang mucikari yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Modus operandi yang mereka lakukan adalah komunikasi dan transaksi via BBM. Selain uang Rp 2 juta, polisi juga mengamankan barang bukti berupa sembilan alat kontrasepsi dan empat ponsel yang diduga digunakan untuk melakukan suatu transaksi. 3 Kasus lainnya yang melibatkan anak dalam praktek prostitusi yaitu polisi berhasil menangkap 1 orang mucikari dan 4 orang perempuan pekerja seks komersial yang salah satunya berumur 16 tahun. Mereka menangkap mucikari tersebut sedang mangkal di Jalan Hiligo dan juga menemukan alat bukti berupa uang dan ponsel. 4 Dari kedua kasus tersebut, para tersangka dikenakan dengan Pasal 76 ayat (1) atau Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan hukuman penjara maksimal 10 tahun. Mereka juga melanggar Pasal 2 jo. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan tentang tanggung jawab dan kewajiban negara, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali dalam hal penyelenggaran perlindungan anak. Anak yang berhadapan langsung dengan hukum termasuk di dalamnya anak sebagai korban harus mendapatkan suatu perlindungan. Perlindungan hukum adalah suatu usaha yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif. Ini berarti dilindunginya anak untuk memperoleh dan 3 Asrorun Niam Sholeh, Kasus Tindak Pidana Prostitusi Anak, htps://m.tempo.co/read /news/2016/02/26/063748596/polisi-bongkar-bisnis-prostitusi-abg-di-padang,diakses pada tanggal 28 Februri 2016 4 Satpol PP, Kasus Tindak Pidana Prostitusi Anak, http://harianhaluan.com/mobile/ detailberita/50199/ mucikari-ditangkap-di-padang diakses pada tanggal 28 Maret 2016

mempertahankan haknya untuk hidup, mempunyai kelangsungan hidup, bertumbuh kembang dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya sendiri atau bersama para pelindungnya. 5 Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri. Anak harus dibantu oleh orang lain dalam melindungi dirinya, mengingat situasi dan kondisinya. Di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak diatur dalam beberapa pasal yang diantaranya mewajibkan dan memberikan tanggung jawab untuk menghormati pemenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental anak. Menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : 1. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik; 2. Perlibatan dalam sengketa bersenjata; 3. Perlibatan dalam kerusuhan sosial: 4. Perlibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; 5. Perlibatan dalam peperangan; 6. Kejahatan seksual. Anak yang menjadi korban prostitusi merupakan kategori anak yang berhadapan dengan hukum. Dalam menghadapi proses peradilan pidana tersebut mereka memiliki beberapa hak yang harus diberikan. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 5 Arief Gosita, Masalah Perlindungan Hukum, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2004, hlm. 2.

menyebutkan bahwa didalam proses peradilan pidana, setiap anak berhak atas : 1. diperlakukan secara manusiwi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; 2. dipisahkan dari orang dewasa; 3. memperoleh bantuan hukum dan bantuan hukum lain secara efektif; Bantuan hukum tersebut diberikan oleh pembimbing masyarakat, pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial, penyidik, penuntut umum, hakim, dan advokat. 4. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya; 5. tidak dijatuhi hukuman mati atau pidana seumur hidup; 6. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat; 7. memperoleh keadilan dimuka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak, dan sidang yang tertutup untuk umum; 8. tidak diduplikasikan identitasnya; 9. memperoleh pendamping orang tua/wali; Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas dan menulis dalam sebuah penelitian yang berjudul PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PROSTITUSI DI KEPOLISIAN RESOR KOTA PADANG B. Perumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, perumusan masalah yang akan

dibahas yaitu : 1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban prostitusi pada tahap penyidikan di Kepolisian Resor Kota Padang? 2. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban prostitusi di Kepolisian Resor Kota Padang? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui apa saja bentuk perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban prostitusi pada tahap penyidikan di Kepolisian Resor Kota Padang. 2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak sebagai pidana prostitusi di Kepolisian Resor Kota Padang. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penulisan ini adalah : 1. Secara teoritis a. Untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang ilmu pengetahun dibidang hukum, khususnya yang menyangkut masalah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban prostitusi di Kepolisian Resor Kota Padang. b. Untuk memberikan suatu manfaat di dalam perkembangan ilmu pengetahuan mengenai pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban prostitusi di Kepolisian Resor Kota Padang. c. Dapat menjadi suatu tambahan ilmu bagi mahasiswa, dosen maupun masyarakat di dalam ilmu pengetahuan. 2. Secara Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan wawasan atau manfaat bagi pihak-pihak penegak hukum seperti Kepolisian mengenai pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak korban prostitusi di Kepolisian Resor Kota Padang. E. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu penyelidikan terorganisasi atau penyelidikan yang hati hati dan kritis dalam mencari fakta untuk menemukan sesuatu. 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan di dalam penulisan ini adalah yuridis sosiologis, yaitu pendekatan dengan melihat sesuatu kenyataan hukum di dalam masyarakat. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat aspek aspek hukum dalam interaksi sosial di dalam masyarakat dan berfungsi sebagai penunjang untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi temuan bahan non hukum bagi keperluan penelitian atau penulisan hukum. 6 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yang mengungkapkan peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan teori teori hukum yang menjadi objek penelitian 7, termasuk juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian. 3. Jenis dan Sumber Data Sesuai dengan pendekatan yang dilakukan maka sumber data yang akan digunakan di dalam penelitian adalah : a. Data Primer 6 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 105. 7 Ibid, hlm. 106.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. 8 Data yang diambil untuk penelitian tersebut didapat melalui hasil wawancara dengan narasumber, yaitu penyidik Kepolisian Resor Kota Padang yang bertugas di Kota Padang (bagian atau bidangnya saja, misalnya reskrim, atau bagian unit anak). Wawancara dilakukan dengan terlebih dahulu menjelaskan identitas diri dan tujuan wawancara, lalu memulai wawancara dengan pertanyaan yang bersifat umum dan selanjutnya mencatat hasil dari wawancara tersebut. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang bersumber dari bahan hukum utama, yang terdiri dari : a) Bahan Hukum Primer Yaitu bahan hukum yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat berupa norma-norma dasar dan peraturan perundang undangan. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. 9 Dalam hal ini yang dapat membantu penelitian adalah : (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) (2) Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. (3) Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 8 ibid 9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 141.

(4) Keputusan Presiden RI Nomor 77 Tahun 2007 Tentang Komisi Perlindungan Anak. b) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum yang merupakan dokumen resmi meliputi buku buku, teks teks, kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum yang telah ada. c) Bahan Hukum Tersier Suatu bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan suatu pemahaman atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Dokumen Studi dokumen dalam penelitian hukum meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Setiap bahan hukum ini harus dilakukan pemeriksaan ulang untuk memastikan kebenaran dan validitas data. Penilaian yang dilakukan terhadap bahan hukum yang digunakan melalui dua cara, yakni ekstern dan kritik intern. 10 b. Wawancara Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka (face to face), ketika pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada 10 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 68.

seseorang responden. 11 Wawancara dilakukan terhadap 1 orang penyidik Kepolisian Resor Kota Padang. Wawancara yang digunakan adalah wawancara semi struktur (semi structural interview). Dalam melakukan wawancara masih berdasarkan pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, namun tidak menutup kemungkinan adanya pertanyaan lain diluar daftar pertanyaan, yang masih ada hubungannya dengan objek kajian yang penulis teliti. 5. Pengolahan dan Analisis data 1) Pengolahan Data Data yang telah diproses oleh penulis didalam penelitian ini diolah dengan proses merapikan (editing). Maksud dari editing adalah merupakan proses penelitian kembali terhadap catatan, berkas dan informasi yang dikumpulkan oleh para pencari data. Melalui editing diharapkan akan dapat meningkatkan mutu dalam data yang hendak dianalisis. 12 2) Analisis Data Dalam pengolahan data menggunakan analisis kualitatif, yaitu menganalisis dengan menggambarkan data yang telah diperoleh dengan menjawab dan memecahkan setiap permasalahan menggunakan teori yang ada didalam buku. 11 Ibid, hlm. 82. 12 Ibid, hlm. 168.