I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan endodontik merupakan bagian dari perawatan pulpa gigi yang bertujuan untuk menjaga kesehatan pulpa baik secara keseluruhan maupun sebagian serta menjaga kesehatan jaringan periradikuler (Stock dkk, 2004, sit. Darjono, 2012). Perawatan endodontik meliputi tindakan preventif, diagnosis, dan perawatan pulpa yang mengalami kerusakan (Cohen dkk, 2006, sit. Darjono, 2012). Infeksi sekunder endodontik adalah infeksi yang masuk ke dalam saluran akar selama atau sesudah perawatan endodontik. Infeksi sekunder biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang secara normal tidak terlibat pada infeksi primer sebelumnya. Jika mikroorganisme ini berhasil membentuk koloni di saluran akar dan bertahan di lingkungan tersebut, infeksi sekunder dapat berkembang (Schafer, 2007). Mikroorganisme yang terlibat pada infeksi sekunder endodontik dapat berasal dari mikroorganisme rongga mulut maupun dari luar rongga mulut. Sumber kontaminasi perawatan endodontik dapat berasal dari luar rongga mulut, misalnya lingkungan (infeksi nosokomial) atau dari daerah tubuh yang lain. Infeksi sekunder dapat menjadi persisten dan menyebabkan penyakit paska perawatan (Patel dan Barnes, 2013). Mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi jangka panjang setelah perawatan endodontik tidak hanya merupakan bakteri normal rongga mulut, tetapi Pseudomonas aeruginosa diketahui merupakan agen mikrobial yang sering menginfeksi. Bakteri ini juga termasuk 1
2 bakteri yang resisten berada di jaringan periapikal setelah dilakukan perawatan saluran akar, sehingga menyebabkan kegagalan perawatan endodontik (Lamont dan Jenkinson, 2010). Bakteri P. aeruginosa termasuk salah satu bakteri aerob yang diisolasi dari saluran akar (Chakraborty dan Chattopadhyay, 2012). P. aeruginosa telah diisolasi sebagai agen infeksius endodontik, dan morfologi bakteri ini sangat mirip dengan bakteri gram negatif lain yang biasa ditemukan pada infeksi endodontik (Haapasalo dkk, 1983; Ranta dkk, 1988; sit. Hubbezoglu dkk, 2013). Bakteri P. aeruginosa adalah salah satu penyebab utama infeksi nosokomial. Organisme ini resisten terhadap beberapa antibiotik akibat permeablilitas yang rendah di membran luarnya dan produksi enzim yang dapat menghambat kerja antibiotik (Mesaros dkk, 2007). Lipopolisakarida bakteri ini memainkan peran penting pada integritas membran terluar dan bertindak sebagai mediator interaksi host dan patogen selama terjadinya penyakit. Bakteri ini sering menginfeksi pasien dengan immune-compromised, seperti pada fibrosis kista, kanker, atau AIDS, dan menyebabkan endokarditis, infeksi saluran pernapasan, bakterimia, infeksi sistem syaraf pusat, infeksi telinga dan mata, infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran urin, infeksi gastrointestinal, dan infeksi kulit serta jaringan lunak (Phee dkk, 2012). Keberhasilan perawatan endodontik tidak lepas dari proses eliminasi mikrobia saluran akar dan pencegahan infeksi sekunder. Saluran akar dibersihkan dengan hand instrument dan rotary instrument dengan irigasi yang konstan untuk menghilangkan jaringan nekrotik dan inflamasi, mikroorganisme atau biofilm,
3 dan debris lain dari ruangan saluran akar. Tujuan utama dari instrumentasi ini adalah untuk memfasilitasi irigasi, disinfeksi, dan pengisian akar yang efektif sehingga perawatan saluran akar dapat berhasil dengan baik (Haapasalo dkk, 2010). Banyak cara telah digunakan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme dalam saluran akar, termasuk penggunaan berbagai teknik instrumentasi, irigasi, dan medikasi intrakanal. Irigasi saluran akar mempunyai peran penting. Efektivitas irigasi tergantung pada mekanisme kerja dan kemampuan irigan untuk melarutkan mikroorganisme dan sisa-sisa debris di saluran akar (Jaju & Jaju, 2011). Irigan endodontik yang paling banyak digunakan adalah sodium hipoklorit (NaOCl) 0,5% sampai 6,0%, karena aktivitas bakterisida dan kemampuannya untuk melarutkan jaringan organik vital dan nekrotik. Pada penelitian Raphael dkk (1981, sit. Phee dkk, 2012) irigasi larutan NaOCl dengan konsentrasi 5,25% tidak dapat menghilangkan secara total bakteri Pseudomonas aeruginosa dari saluran akar. Larutan NaOCl tidak menunjukkan efek pada komponen inorganik dari lapisan smear. Beberapa larutan lain untuk irigasi telah direkomendasikan untuk menghilangkan lapisan smear dari saluran akar, seperti ethylene diaminetetraacetic acid (EDTA), asam sitrat, dan asam fosfor. Ada banyak kontroversi atas konsentrasi larutan hipoklorit yang digunakan dalam endodontik. (Jaju & Jaju, 2011). Kelemahan dari sodium hipoklorit adalah toksisitas. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan memiliki akses ke jaringan periradikuler dalam jumlah kecil (Walton & Torabinejad, 2002). Chlorhexidine menunjukkan aktivitas yang lebih rendah daripada sodium hipoklorit pada P.
4 aeruginosa dan bakteri gram-positif anaerob obligat, Bacillus subtilis (Estrela dkk, 2003; sit. Fouad, 2009). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen katekin teh hijau mempunyai aktivitas antibakteri (Yam dkk, 2007; Hara, 2001; sit. Taylor dkk, 2005). Teh hijau adalah teh yang terbuat dari daun Camellia sinensis. Aktivitas antibakterinya didapat dari proses penghambatan bakteri enzim girase dengan mengikat sub bagian ATP B. Penelitian Pujar, dkk (2011) menggunakan polifenol teh hijau dengan konsentrasi 60 mg/ml dalam 10% DMSO (dimethyl sulfoxide) menunjukkan aktivitas antibakteri pada E. faecalis. Pada teh hijau juga ditemukan chelating agent yang baik (Prabhakar dkk, 2010). Chelating agent berfungsi untuk melarutkan lapisan smear dari saluran akar dan membuat saluran akar menjadi steril. Efek kesehatan dari teh hijau terutama dikaitkan dengan kandungan polifenol, khususnya flavanol dan flavonol. Flavonoid utama teh hijau berupa katekin, ditemukan dalam jumlah yang lebih besar dalam teh hijau dibandingkan teh hitam atau teh Oolong. Ada empat jenis katekin yang terutama ditemukan dalam teh hijau, yaitu: epicatechin, epigallocatechin, epicatechin-3-gallate, dan epigallocatechin-3-gallate (Chacko dkk, 2010). Epigallocatechin-3-gallate (EGCG) adalah polifenol utama yang ditemukan dalam daun Camellia sinensis, dalam konsentrasi yang sangat tinggi. Aktivitas antibakteri yang signifikan secara in vitro telah ditunjukkan terhadap berbagai gram-positif, gram-negatif, dan jamur patogen, termasuk Staphylococcus aureus, Actinobacter baumannii dan Mycobacterium tuberculosis (Gordon dan Wareham, 2010). Pada bakteri gram
5 negatif dan gram positif, EGCG menyebabkan kematian sel bakteri. Secara umum, KBM untuk organisme gram negatif lebih tinggi daripada organisme gram negatif, merupakan sebuah efek yang dapat terjadi karena perbedaan lipopolisakarida di inti dinding sel (Gordon dan Wareham, 2010). Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa teh hijau dan polifenol mempunyai peran yang menguntungkan dalam kesehatan mulut (Narotzki dkk, 2012). Teh hijau terbukti aman, mengandung unsur aktif yang memiliki efek fisiologis menguntungkan dan tidak bersifat kuratif, seperti antioksidan, antiinflamasi, dan mungkin memiliki keuntungan tambahan bila digunakan untuk irigan perawatan saluran akar (Pujar dkk, 2011). Oleh karena teh hijau mengandung katekin utama yaitu epigallocatechin-3-gallate, yang menurut berbagai penelitian secara signifikan menghambat pertumbuhan bakteri Gram-positif termasuk jenis streptokokus, maka ada kemungkinan zat aktif dalam teh hijau ini dapat menghambat pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa yang merupakan patogen pada infeksi saluran akar. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah berikut: Apakah daya antibakteri katekin teh hijau dapat menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa?
6 C. Keaslian Penelitian Telah dilakukan penelitian sebelumnya mengenai daya antibakteri ekstrak daun teh hijau 2% dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans dan dapat menurunkan pertumbuhan plak gigi oleh Handajani (2012). Penelitian Radji dkk (2013) menggunakan ekstrak daun teh hijau dengan konsentrasi 0,8% untuk menghambat isolat MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus) dan Pseudomonas aeruginosa. Penelitian dengan ekstrak daun teh hijau 2% terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa menggunakan metode agar tuang sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. D. Tujuan Penelitian Mengetahui daya antibakteri katekin teh hijau dalam menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai penelitian awal mengenai teh hijau sebagai antibakteri Pseudomonas aeruginosa. 2. Sebagai penelitian awal mengenai ekstrak daun teh hijau untuk dikembangkan menjadi alternatif bahan irigasi saluran akar.