BAB 1 PENDAHULUAN. Secara umum, obat terbagi menjadi dua yaitu obat paten dan obat generik.

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan pemulihan (Menteri Kesehatan RI,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus gram. positif yang dapat menyebabkan penyakit dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan salah satu. penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara maritim dikarenakan banyaknya gugus pulau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. beragam jenis dan harganya, dari obat generik yang murah sampai dengan. obat bermerek yang mahal harganya.

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DESA BASAWANG KECAMATAN TELUK SAMPIT TENTANG PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SEBAGAI PENGOBATAN INFEKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting khususnya di negara berkembang (Kemenkes, 2011). Di Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Sri Hariati Dongge,S.Farm,Apt,MPH Dinas Kesehatan Kab. Konawe Sulawesi Tenggara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Prevalensi Kuman Multi Drug Resistance (MDR) di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari Desember 2012

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan produksi telur. Faktor-faktor pendukung / penyebab gangguan produksi

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

TINJAUAN PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN JAMKESMAS DI INSTALASI FARMASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT X PERIODE BULAN JANUARI MARET 2011 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan menggunakan

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

Prosiding Farmasi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengeradikasi bakteri gram positif dan gram negatif. Amoksisilin juga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG OBAT GENERIK DI PUSKESMAS KAYU TANGI BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran,

Perbedaan Sensitivitas Kuman Pseudomonas Aeruginosa Penyebab Infeksi Nosokomial Terhadap Beberapa Antibiotika Generik dan Paten

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

KARAKTERISTIK TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN ANTARA PENGGUNAAN OBAT GENERIK DAN OBAT PATEN DI APOTEK KETANDAN FARMA KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial, budaya, lingkungan, ekonomi serta politik. Pada kalangan masyarakat,

BAB 1 P ENDAHULUAN. irasional dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri yaitu menggunakan

I. PENDAHULUAN. merupakan bentuk pengobatan tertua di dunia. Setiap budaya di dunia

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna dan tidak hanya sekedar bebas dari penyakit atau ketidakseimbangan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman tentang perilaku konsumen dapat memberikan penjelasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMUR DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG TANAMAN OBAT KELUARGA (TOGA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrokistik terus meningkat,

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA TERAPI DIARE AKUT ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN PUSKESMAS BENDAN TAHUN ).

Rasionalitas Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ulkus Diabetika

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum, obat terbagi menjadi dua yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten adalah obat jadi dengan nama dagang yang sudah terdaftar dan hanya diproduksi oleh industri yang memiliki hak paten terhadap obat tersebut. Menurut UU No. 14 Tahun 2001 masa berlaku obat paten di Indonesia adalah 20 tahun (pasal 8 ayat 1). Selama kurun waktu tersebut perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik paten. Setelah habis masa patennya obat tersebut dapat diproduksi oleh semua industri farmasi. Obat inilah yang disebut obat generik (generik = nama zat aktifnya). Obat generik ini dibagi lagi menjadi dua yaitu obat generik dan obat generik bermerek/bernama dagang (Kemenkes RI, 2010). Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik bermerek/bernama dagang adalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan. Sampai saat ini masih terdapat kekeliruan dalam masyarakat dalam penyebutan obat generik bermerek sebagai obat paten (Kemenkes RI, 2010). Harga obat bermerek umumnya lebih mahal karena terdapat komponen biaya promosi yang cukup tinggi, selain itu harga obat bermerek biasanya ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar dengan memperhitungkan harga kompetitor dari perusahaan obat yang sama sedangkan harga obat generik ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementrian Kesehatan. Mutu obat generik tidak perlu diragukan karena setiap obat generik juga mendapat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

perlakuan yang sama dalam hal evaluasi terhadap pemenuhan kriteria khasiat, keamanan, dan mutu obat (BPOM RI, 2014). Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang paling sering menginfeksi manusia. Hampir semua orang pernah mengalami infeksi S. aureus dalam hidupnya dengan derajat keparahan yang beragam, mulai dari infeksi kulit ringan hingga infeksi berat yang mengancam jiwa (Karen, 2013). Infeksi S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses. Infeksi tersebut dapat berupa bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Jika infeksi lebih berat, bisa berupa mastitis, flebitis, dan infeksi saluran kemih, selain itu S. aureus menjadi penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindrom syok toksik (Kartika, 2014). Menurut panduan Infectious Diseases Society of America (IDSA), amoksisilin-asam klavulanat, eritromisin, dan dikloksasilin adalah antibiotik lini pertama yang digunakan untuk terapi S. aureus, terutama infeksi yang mengenai kulit dan jaringan lunak, selain itu eritromisin juga digunakan sebagai obat pilihan untuk penderita yang hipersensitif terhadap penisilin/sefalosporin (Setiabudy, 2014). Antibiotik yang paling sering digunakan adalah eritromisin dengan suseptibilitasnya (62,5%), tetrasiklin (25%), gentamisin (75%) dan sefotaksim (50%) (Rosalina, 2010). Eritromisin adalah antibiotik oral yang paling banyak digunakan di instalasi farmasi Rumah Sakit Bhayangkara Palangka Raya pada tahun 2012 setelah antibiotik golongan sefalosporin dan kuinolon, yaitu sebesar 7,42% (Yulita, 2013). Pada penelitian sebelumnya di Puskesmas Jumapolo, Kabupaten Karanganyar pada tahun 2013 menunjukkan bahwa eritromisin (19%) adalah antibiotik yang paling sering diresepkan setelah kotrimoksazol (35,2%), di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2

urutan selanjutnya adalah siprofloksasin (15,6%), amoksisilin (14,7%), metronidazol (10,3%), dan kloramfenikol (5,1%) (Pujiati, 2014). Berdasarkan hasil survei ekonomi nasional tahun 2004 diketahui bahwa biaya rumah tangga yang dikeluarkan untuk biaya obat mencapai 30% dari total pengeluaran biaya kesehatan (BPS, 2004). Besarnya biaya akan terus naik dari tahun ke tahun. Salah satu cara untuk mengurangi biaya obat adalah dengan menggunakan obat generik (Haas, 2005). Dalam rangka mengantisipasi tingginya harga obat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Sudah ada peraturan yang mengharuskan penggunaan obat generik, tetapi saat ini penggunaan obat generik belum optimal. Berdasarkan data Rifaskes 2011 menunjukkan bahwa penulisan obat generik di RS pemerintah di Indonesia hanya 36,3%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa belum tercapainya standar yang ditentukan dalam Permenkes RI No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 bahwa 80-100% resep dari dokter di rumah sakit umum pemerintah atau puskesmas harus obat generik. Faktor yang paling berpengaruh terhadap rendahnya konsumsi obat generik adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang obat generik itu sendiri (Handayani, 2010). Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa secara nasional terdapat 31,9% rumah tangga yang mengetahui atau pernah mendengar mengenai obat generik. Dari jumlah tersebut sebagian besar (85,9%) tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang obat generik. Di Sumatera Barat terdapat 25,2% rumah tangga yang mengetahui atau pernah mendengar mengenai obat generik, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3

namun hanya 13,0% yang memiliki pengetahuan benar tentang obat generik. Secara nasional, 82,3% rumah tangga mempunyai persepsi obat generik sebagai obat murah (Badan Litbangkes, 2014). Untuk memaksimalkan penggunaan obat generik, sangat diperlukan peningkatan pemahaman dan kepercayaan masyarakat bahwa obat generik memiliki kualitas, keamanan dan efektivitas yang sama dengan obat bermerek. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan daya hambat eritromisin generik dan bermerek terhadap S. aureus. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan daya hambat eritromisin generik dan bermerek terhadap Staphylococcus aureus? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui perbedaan daya hambat eritromisin generik dan bermerek terhadap Staphylococcus aureus. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengetahui daya hambat eritromisin generik terhadap Staphylococcus aureus. 1.3.2.2 Mengetahui daya hambat eritromisin bermerek terhadap Staphylococcus aureus. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4

1.3.2.3 Mengetahui perbedaaan daya hambat eritromisin generik dan bermerek terhadap Staphylococcus aureus. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.2 Manfaat Bagi Peneliti Dapat mengetahui perbedaan daya hambat eritromisin generik dan bermerek dan sebagai pembelajaran serta pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu melalui penelitian. 1.4.3 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan Dapat memberikan informasi yang diharapkan bermanfaat bagi pembaca. 1.4.4 Manfaat Bagi Masyarakat Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih obat generik atau bermerek. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5