Zaid Zainal /Analisis proses berpikir geometri berdasarkan teori van Hiele siswa kelas VI SDN 3 Parepare 266 ANALISIS PROSES BERPIKIR GEOMETRI BERDASARKAN TEORI VAN HIELE SISWA KELAS VI SD NEGERI 3 PAREPARE Zaid Zainal Universitas Negeri Makassar zainal.zaid@gmail.com Abstrak. Dalam belajar Geometri hal yang terpentinguntuk diperhatian dalam proses pembelajaran adalah peringkat berpikir siswa seperti yang pernah ditemukan oleh peneliti Belanda yang bernama van Hiele pada tahun 1953. Berdasarkan teori van Hiele, terdapat lima peringkat utama dalam memahami geometri, yaitu: Pengenalan (L0), Analisis (L1), Pengurutan (L2), Deduksi (L3) dan Keakuratan (L4). Penjelasan. Tujuan penelitian ini menganalisis peringkat berpikir geometri menurut teori van Hiele siswa kelas VI SD Negeri 3 parepare.selain itu juga diteliti faktor-faktor yang menyebabkan siswa berada pada peringkat tersebut Penelitian ini merupakan penelitian survey dan dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu menganalisis secara mendalam Peringkat Berpikir Geometri siswa kelas VI SD Negeri 3 Parepare berdasarkan teori van Hiele serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peringkat berpikirnya dalam belajar geometri. Van Hiele Geometry Test (VHGT) terdiri atas 25 nomor pilihan ganda yang terbagi atas 5 subtest dan setiap subtest terdiri dari 5 item berdasarkan salah satu Peringkat Berpikir Geometri (PBG) van Hiele. Hasil test yang telah diberikan kepada responden kemudian dianalisis berdasarkan teori analisis PBG standar yang dipergunakan oleh Usiskin. Urutan peringkat berpikir siswa akan digambarkan dari hasil test yang telah dikerjakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas siswa masih berada pada peringkat bawah atau L0 dan L1 yaitu 100 orang dari total 104 siswa atau 96,1%. Analisis kualitatif menunjukkan PBG siswa yang rendah banyak disebabkan oleh kualitas guru yang melakuan pembelajaran geometri tidak menggunakan pendekatan kontekstual serta kurang melakukan penekanan pada materi-materi dasar geometri. Kata kunci: Teori van Hiele, Peringkat Berpikir Geometri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geometri adalah materi utama dalam kurikulum Sekolah dasar (SD). Dari sudut pandangan psikologi, geometri adalah penyajian abstrak dari pengalaman visual dan spatial, contohnya bidang pola, pengukuran dan pemetaan. Pada sudut pandang matematika, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah seperti gambar, gambar bentuk, sistem koordinat, vektor dan transformasi. Michelemore menyatakan bahwa pembelajaran geometri tidak mudah dan kebanyakan siswa gagal untuk memahami konsep geometri, dalil-dalil geometri dan kemampuan menyelesaikan soal cerita geometri [6]. Menurut Usiskin, ada tiga alasan mengapa geometri perlu di ajarkan [4], yaitu; pertama, geometri merupakan satu-satunya ilmu yang dapat mengaitkan matematika dengan bentuk fisik dunia nyata. Kedua, geometri satusatunya yang me- mungkinkan ide-ide dari bidang matematika yang lain untuk di gambar. Ketiga, geometri dapat memberikan contoh yang tidak tunggal tentang sistem matematika. Dari apa yang telah dikemukakan, jelaslah bagi kita bahwa peran geometri di jajaran bidang studi matematika sangat kuat. Bukan saja karena geometri mampu membina proses berpikir siswa, tapi juga sangat mendukung banyak topik lain dalam matematika. Jadi seharusnya siswa sekolah dasar khususnya memahami geometri dengan baik dan benar. Kesulitan siswa dalam geometri telah dijelaskan dengan penemuan penelitian pakar geometri dari Belanda yaitu Van Hiele, bahwa kesulitan dalam pembelajaran geometri berhubungan erat dengan perkembangan peringkat berfikir seseorang pada pengetahuan dan pemahaman tentang konsep geometri [4]. Crowley menyatakan bahwa pembelajaran geometri di pendidikan dasar dimulai dengan cara sederhana dari konkret ke abstrak, dari segi intuitif ke analisis, dari eksplorasi ke penguasaan dalam jangka waktu yang cukup lama, serta dari tahap yang paling sederhana hingga yang tinggi [3]. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh van Hiele pada tahun 1957 ditemukan bahwa, anak-anak dalam belajar geometri melalui beberapa tahap yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi dan akurasi. Gabungan dari waktu, materi siswaan, dan metode pengajaran yang dipakai untuk tahap tertentu akan meningkatkan kemampuan berpikir siswa kepada tahap yang lebih tinggi. Pengajaran geometri dapat melatih berpikir secara nalar, oleh karena itu geometri timbul dan berkembang karena proses berpikir. Setiap siswa memiliki tingkat intelektual yang berbeda-beda sehingga perkembangan kemampuan berpikir siswa dalam belajar matematika berbeda pula. Dalam penelitian ini dianalisis bagaimana proses berpikir siswa kelas VI sekolah dasar pada tahap-tahap belajar geometri model Van Hiele yaitu tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi dan tahap akurasi. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan terdapat beberapa masalah yang berkaitan dengan proses berpikir siswa. Permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran geometri pokok bahasan luas dan keliling bangun datar pada penelitian ini adalah: 1. Masih kurangnya kemampuan siswa dalam memahami konsep atau materi pelajaran matematika (geometri). 2. Kurang tepatnya metode dan pendekatan yang digunakan guru dalam mengajar sehingga menyebabkan siswa sulit memahami konsep yang diajarkan khususnya dalam belajar geometri.
Zaid Zainal /Analisis proses berpikir geometri berdasarkan teori van Hiele siswa kelas VI SDN 3 Parepare 267 3. Perhatian guru tidak dapat difokuskan secara merata kepada setiap siswa yang memiliki kemampuan yang bervariasi sehingga sulit untuk mengetahui bagaimana perkembangan kemampuan berpikirnya. 4. Terdapat banyak teori untuk mengembangkan intelektual siswa, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengetahui proses berpikir siswa serta berbagai faktor yang mempengaruhinya. C. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya permasalahan, maka perlu adanya pembatasan masalah secara jelas. Oleh karena itu pembahasan dibatasi pada: 1. Materi pelajaran Materi pelajaran matematika di kelas VI SD untuk seluruh pokok bahasan geometri (bangun datar dan bangun ruang) 2. Dasar tahapan proses berpikir siswa Dasar atau acuan tahap-tahap proses berpikir siswa dalam belajar geometri adalah tahap-tahap belajar geometri menurut teori van Hiele. Tahap belajar siswa dalam belajar geometri menurut teori van Hiele ada tiga aspek yang utama, yaitu adanya peringkat, sifat dan pergerakan dari peringkat awal ke peringkat selanjutnya. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka perumusan masalah yang dapat peneliti kemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran peringkat berpikir siswa kelas VI SD Negeri 3 Parepare berdasarkan teori van Hiele. 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peringkat berpikir siswa kelas VI SD Negeri 3 Parepare dalam belajar geometri II. LANDASAN TEORI Pertama kali teori van Hiele ditemukan oleh suami istri pendidik Belanda, yaitu Piere Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof di Universiti Utrecht pada tahun 1957. Pada tahun 1973, Freudenthal telah menerbitkan teori ini di dalam bukunya yang berjudul Mathematics as an Educational Task, kemudian pada tahun 1976 Wirszup menerbitkan artikel penyempurnaan terhadap teori ini. selanjutnya pada tahun 1979 Hoffer menulis tentang teks geometri sekolah menengah kemudian memperkenalkan peringkat berpikir geometri (PBG) pada tahun 1981[4]. Selanjutnya Usiskin menyatakan bahwa proses berpikir geometri menurut teori van Hiele dibagi dalam tiga aspek yang utama, yaitu adanya peringkat, sifat dan pergerakan dari peringkat awal ke peringkat selanjutnya. Berdasarkan teori van Hiele, terdapat lima peringkat utama dalam memahami geometri, yaitu: Pengenalan (L0), Analisis (L1), Pengurutan (L2), Deduksi (L3) dan Keakuratan (L4). Penjelasan tentang kelima-lima pemikiran tersebut adalah sebagai berikut [4]:: (a) Peringkat Pengenalan (L0) Peringkat ini juga dikenali sebagai peringkat dasar, peringkat holistik, dan peringkat visual. Pada peringkat ini siswa hanya mengidentifikasi bentuk-bentuk geometri berdasarkan ciri dan bentuk visual. Siswa tidak hanya fokus utama kepada bentuk objek geometri yang diperhatikan, namun mereka juga lebih cenderung untuk melihat objek tersebut secara menyeluruh. Oleh karena itu tidak berupaya untuk memahami dan menentukan sifat dasar bentuk-bentuk geometri yang diberikan pada peringkat ini. (b) Peringkat Analisis (L1) Peringkat ini dikenali sebagai peringkat deskriptif. Peringkat ini melibatkan proses menganalisis konsep dan hukum bagi bentuk geometri yang diberikan. Misalnya, siswa boleh mempelajari bentuk-bentuk geometri tersebut dengan mengamati, mengukur, mengeksperimen, melukis dan membangun model. Namun, siswa masih tidak mampu untuk menjelaskan tentang relevansi yang ada di antara objek geometri yang berbeda. (c) Peringkat Pengurutan (L2 ) Peringkat ini dikenal sebagai peringkat abstrak/rasional, peringkat teoritik, peringkat relevansi, dan peringkat deduksi informal. Pada tahap ini, siswa dapat membuat hubungan di antara bentuk geometris yang berbeda. Selain itu, siswa juga mampu untuk mendeteksi sifat umum bentuk geometri tertentu dan menjelaskannya dalam bentuk hirarki. (d) Peringkat Deduksi (L3) Siswa dapat mengkonstruksi bukti, memahami peran aksioma dan definisi, dan mengetahui makna dari kondisi- kondisi yang perlu dan yang cukup. Pada tingkat ini, siswa harus mampu mengkonstruksi bukti seperti yang biasanya ditemukan dalam kelas geometri sekolah menengah atas. (e) Peringkat Keakuratan (L4) Siswa pada peringkat ini memahami aspek-aspek formal dari deduksi, seperti pem- bentukan dan pembandingan sistem- sistem matematika. Siswa pada tingkat ini dapat memahami penggunaan bukti tak langsung dan bukti melalui kontra- positif, dan dapat memahami sistem- sistem non-euclidean. Selain peringkat tersebut di atas, van Hiele dalam teorinya juga menerangkat tentang sifat atau karakteristik pembelajaran geometri bagi siswa, yaitu: (a) Berurutan Siswa harus melalui setiap peringkat tersebut secara berturutan. Untuk memungkinkan siswa berhasil dalam tingkat yang berikutnya, maka siswa tersebut harus menguasai tingkat yang sebelumnya dengan baik terlebih dahulu. (b) Kemajuan Kemajuan dalam setiap peringkat dipengaruhi oleh isi kandungan dan kaedah pengajaran yang diterima oleh siswa. Tidak satu pun kaedah pengajaran yang membenarkan pengabaian kepada peringkat yang mesti dilalui oleh siswa. Ini karena hanya beberapa pelajaran saja yang dapat memungkinkan setiap kemajuan terjadi. Misalnya, metode pengajaran geometri yang hanya mengharuskan siswa untuk menghafal semata-mata tidak akan menjurus kepada pemahaman konsep geometri yang diinginkan. (c) Intrinsik and ekstrinsik Bentuk geometri yang dipelajari pada peringkat sebelumnya mempunyai hubungan yang erat pada
Zaid Zainal /Analisis proses berpikir geometri berdasarkan teori van Hiele siswa kelas VI SDN 3 Parepare 268 peringkat yang selanjutnya. Misalnya, bentuk geometri pada peringkat L0 akan digunakan untuk memahami sifat geometri tersebut pada peringkat L1. (d) Linguistik Setiap peringkat mempunyai simbol atau bentuk bahasa yang digunakan bagi mewakili bentuk geometri tertentu. Oleh karena, bentuk bahasa yang telah digunakan pada peringkat sebelumnya akan disesuaikan dan digunakan pada peringkat seterusnya. Misalnya, setiap bentuk geometri tertentu mempunyai lebih dari satu nama seperti persegi sama dengan persegipanjang. Pada peringkat pertama, siswa mungkin beranggapan bahwa persegi sama denga persegi panjang. Namun, pada peringkat seterusnya siswa dituntut untuk memahami perbedaan yang ada antara persegi dengan persegipanjang. (e) Ketidaksesuaian Jika metode pengajaran yang diterima oleh siswa tidak sejalan dengan tingkat yang telah diketahui, maka pembelajaran tidak mungkin terjadi. Khususnya, jika metode pengajaran, bahan bantu mengajar, materi dan kosa kata geometri yang digunakan adalah lebih tinggi dari kemampuan seseorang siswa, maka kondisi tersebut tidak akan memungkinkan setiap pembelajaran terjadi. III. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian survey dan dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu menganalisis secara mendalam Peringkat Berpikir Geometri siswa kelas VI SD Negeri 3 Parepare berdasarkan teori van Hiele serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peringkat berpikirnya dalam belajar geometri. Gambaran tentang banyaknya siswa kelas VI SD Negeri 3 Parepare yang berada pada peringkat awal (L0), dan seterusnya, serta kesimpulan bahwa kebanyakan responden berada pada peringkat mana. Penelitian ini akan dilaksanakan di SD Negeri 3 Parepare kelas VI tahun pelajaran 2016/2017. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VI SD Negeri 3 Parepare tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 104 orang yang terbagi dalam 3 kelas, yaitu kelas VI.A sampai Kelas VI. C. Pengambilan data kuantitatif tentang gambaran peringkat berfikir siswa kelas VI SD Negeri 3 Parepare dilakukan dengan mengambil semua populasi menjadi sampel (Survey), tetapi untuk pengambilan data kualitatif mengenai faktor yang mempengaruhi peringkat berfikir siswa, akan diambil sampel sebanyak 30 % dari populasi yang dilakukan secara random. Hal ini merujuk kepada nomogram Harry King dengan jumlah sampel 2000 dan tingkat kepercayaan 97% diperolehi sampel 28% daripada populasi (Nancy,dkk, 2011). Oleh karena itu penelitian ini yang populasinya 104 orang dengan tingkat kepercayaan 97% diambil sampel 30%, sehingga diperoleh sampel 31 orang. A. Teknik Pengumpulan Data Untuk pengambilan data-data penelitian, teknik pengumpulan data yang akan digunakan yaitu: 1. Van Hiele Geometri Test (VHGT) Dalam penelitian ini data kuantitatif mengenai tingkat berpikir siswa dalam geometri dengan menggunakan data standar yang disebut Van Hiele Geometry Test (VHGT) yang diadopsi dari penelitian Usiskin[4]. Soal terdiri atas 25 nomor pilihan ganda yang harus diselesaikan siswa dalam jangka 60 menit. 2. Wawancara Selanjutnya untuk data kualitatif berupa faktor-faktor yang mempengaruhi peringkat berpikir siswa diperoleh dari hasil wawancara terstruktur terhadap responden sampel yang telah ditentukan. B. Teknik Analisa Data Dari data yang diperoleh pada hasil test dan wawancara maka akan dianalisis dengan tiga cara sebagai berikut: 1. Analisis Skor Van Hiele Geometry Test (VHGT) Skor VHGT adalah skor yang diperolehi responden terhadap jawaban dari soal yang diberikan dengan nilai 1 untuk jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah. Berdasarkan bagian C.1, bahwa soal vhgt terdiri daripada 25 nomor soal pilihan ganda, sehingga skor minimum yang mungkin diperolehi pelajar adalah 0 dan skor maksimum adalah 25. Untuk keperluan Deskripsi/gambaran data kemampuan dasar geometri secara keseluruhan dari responden, maka akan dilakukan analisis secara manual tentang nilai maksimum, nilai minimum, rata-rata, median dan modus. 2. Analisis Peringkat Berpikir Geometri (PBG) van Hiele Hasil test yang telah diberikan kepada responden kemudian dianalisis berdasarkan teori analisis peringkat berpikir geometri standar yang dipergunakan oleh Usiskin [4]. Urutan peringkat berpikir siswa akan digambarkan dari hasil test yang dia kerjakan. Sebagaimana yang dikemukakan di atas Van Hiele Geometry Test (VHGT) terdiri atas 25 nomor pilihan ganda yang terbagi atas 5 subtest dan setiap subtest terdiri dari 5 item berdasarkan salah satu PBG van Hiele. Penjelasan lengkap tentang ini dapat dilihat pada table berikut: Tabel 1. Pembahagian Item Ujian VHGT berdasarkan PBG No. Item PBG van Hiele Kategori Item 1-5 L0 1 6 10 L1 2 11 15 L2 3 16 20 L3 4 21-25 L4 5 Skor PBG adalah skor yang diperolehi responden berasaskan jawaban dari soal VHGT untuk mengukur peringkat berpikir responden. Usiskin telah mengembangkan kaedah 3 dari 5 benar untuk keperluan ini. Artinya jika responden menjawab dengan benar sekurang-kurangnya 3 dari 5 item dalam 5 subtests dalam VHGT, responden dianggap telah menguasai tahap itu. Untuk selangkapnya perhatikan pemarkahan menurut Usiskin [4] sebagai berikut: 1 markah untuk kriteria kumpulan pada item 1 5 (Level 1) 2 markah untuk kriteria kumpulan pada 6 10 (Level 2)
Zaid Zainal /Analisis proses berpikir geometri berdasarkan teori van Hiele siswa kelas VI SDN 3 Parepare 269 4 markah untuk kriteria kumpulan ada items 11 15 (Level 3) 8 markah untuk kriteria kumpulan pada items 16 20 (Level 4) 16 markah untuk kriteria kumpulan pada item 21-25 (Level 5) Selanjutnya skor yang diperoleh responden dianalisis berdasarkan markah yang telah ditentukan oleh Usiskin, Misalnya: Jika responden mencapai kriteria (memperolehi markah) pada level 1, 2 dan 5, maka skor yang diperolehi adalah 19 (1+2+16) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan peringkat berpikir geometri PBG) siswa kelas VI SD Negeri 3 Parepare. Selain itu analisis statistik deskriptip tentang rata-rata, median dan modus perolehan nilai tes responden akan dipaparkan. Analisis Kualitatif tentang faktor-faktor yang mempengaruhi peringkat berpikir responden akan dipaparkan pada bab ini. 1. Deskripsi Data Data hasil tes VHGT setelah dianalisis secara manual diperoleh sebagai berikut: Tabel 2. Statistik Deskriptif hasil tes VHGT No Statistik Nilai 1 Nilai maksimum 13 2 Nilai minimum 1 3 Rata-rata 7 4 Median 5 5 Modus 7 Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh responden adalah 7, dari skor maksimal 25, keadaan ini termasuk sangat rendah. Hal ini juga ditunjukkan dengan masih adanya responden yang mendapatkan nilai 1 (nilai terendah). 2. Peringkat Berpikir Geometri Tes van Hiele Geometri yang dianalisis berdasarkan pemarkahan yang telah ditentukan oleh Usiskin dan diperoleh peringkat berpikir geometri dari seluruh responden yang berjumlah 104 orang.. Adapun rekapitulasi banyaknya siswa yang berada dalam suatu peringkat dapat dilihat pada table berikut: Tabel 3. Rekapitulasi peringkat Berpikir Responden No Peringkat Frekuensi Persentase (%) 1 Level 0 (L0) 75 orang 72,1 2 Level 1 (L1) 25 orang 24,0 3 Level 2 (L2) 4 orang 3,9 Tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang berada pada level paling rendah adalah 75 orang atau 72,1%. Demikian pula responden yang berada pada level 1 sebesar 24 %. Hal ini menunjukkan rendahnya peringkat berpikir geometri siswa kelas VI SD Negeri 3 Parepare. Menurut van Hiele dalam Usiskin [4] siswa kelas VI SD seharusnya berada pada Level 2 agar pada jenjang pendidikan lebih tinggi yaitu SMP tidak terlalu mendapatkan kesulitan dalam pembelajaran geometri. 3. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya PBG Dari analisis hasil wawancara terhadap responden yang terpilih (31 orang) diperoleh beberapa penyebab rendahnya Peringkat berpikir geometri siswa adalah sebabagi berikut; a) kurangnya minat siswa belajar geometri, b) pembelajaran geometri belum diajarkan secara kontekstual, 3) terlalu banyak rumus yang harus dihafal, 4) konsep dasar tentang bangun-bangun geometri belum dikuasai. B. Pembahasan Hasil penelitian Hasil penyelidikan menunjukkan bahawa PBG van Hiele mayoritas siswa berada pada peringkat bawah, yaitu peringkat pengenalan (L0) dan peringkat analisis (L1). Hasil penelitian ini sejalan dengan penemuan peneliti sebelumnya yaitu; Zaid Zainal yang melakukan penelitian terhadap siswa SMP kelas III di Parepare [7] dan Trias Nur Aini yang melakukan penelitian terhadap pelajar Sekolah Dasar di Surakarta[8]. Gejala ini menggambarkan beberapa hal yang menarik. Pertama, kerendahan PBG pelajar dapat menyebabkan kemampua belajar geometri rendah. Hal ini boleh dihubungkait dengan hasil analisis deskriptif yang menggambarkan nilai rata-rata responden hanya nilai 7 dari nilai maksimum 25. Pernyataan Usiskin bahwa prestasi siswa yang rendah terhadap geometri dipengaruhi oleh peringkat berfikirnya juga bisa menjadi dasar atas kenyataan ini [4]. Kedua, kerendahan PBG siswa kelas VI SD akan menyebabkan kesulitan siswa mempelajari geometri pada jenjang kelas yang lebih tinggi yaitu SMP. Zaid Zainal menyatakan bahawa salah satu tujuan mempelajari geometri adalah, karena materi geometri merupakan aplikasi penting kepada beberapa materi dasar matematik seperti materi yang berkaitan dengan aritmetika, aljabar dan statistika [7]. Selanjutnya hasil analisis tentang faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya PBG siswa SD Negeri 3 Parepare dapat memberikan gambaran berupa; 1) SD negeri 3 Parepare merupakan sekolah dasar unggulan, sehingga bisa menjadi tolak ukur PBG siswa SD di Parepare pada umumnya, 2) perlunya perbaikan perbaikan metode pengajaran geometri yang berbentuk abstrak menjadi pengajaran kontekstual atau pemberian contoh benda-benda geometri dengan mengambil benda-benda yang ada di sekitar kita, 3) perlunya pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan sekarang dalam mempersiapkan siswa mempelajari materi selanjutnya. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Crowley yang menyatakan bahwa pembelajaran geometri di pendidikan dasar dimulai dengan cara sederhana dari konkret ke abstrak, dari segi intuitif ke analisis, dari eksplorasi ke penguasaan dalam jangka waktu yang cukup lama, serta dari tahap yang paling sederhana hingga yang tinggi [3]. V. KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Peringkat berpikir Geometri van Hiele siswa kelas VI SD Negeri 3 Parepare mayoritas masih berada pada level
Zaid Zainal /Analisis proses berpikir geometri berdasarkan teori van Hiele siswa kelas VI SDN 3 Parepare 270 bawah (L0 dan L1) 2. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya PBG siswa SD Negeri 3 Parepare diantaranya; metode pembelajaran yang belum menggunakan pendekatan kontekstual, pemahaman terhadap konsep dasar geometri masih kurang, dan kurangnya penguatan materi yang akan menjadi dasar materi geometri selanjutnya. UCAPAN TERIMA KASIH Terima Kasih yang tak terhingga kami ucapkan kepada Rektor UNM, Ketua LEMLIT UNM, Dekan FIP serta Ketua Prodi PGSD atas bantuan berupa dana PNBP sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Semoga Allah SWT memberi balasan yang setimpal. PUSTAKA [1] Mohd.Salleh Abu dan Zaid Zainal Abidin. Improving the levels of geometric thinking of secondary school students using geometry learning video based on Van Hiele theory International Journal of Evaluation and Research in Education (IJERE) Volume 1.No. 2. 2013.pp.16-22 [2] Hj. Epon Nureni. Pengembangan Kemampuan Komunikasi Geometris Siswa Sekolah Dasar Melalu Pembelajran Berbasis Teori Van Hiele. Sang Guru. Volume 1 No. 2. 2010.pp 28-34. [3] M.L. Crowley. The Van Hiele Model of the Development of Geometric Thought. Dalam Lindquist, M.M and Shulte, A.P. (Eds.), Learning and Teaching Geometry, K- 12, (pp. 1-16). Reston VA: National Council of Teachers of Mathematics. 1987 [4] Zalman Usiskin. Van Hiele Levels and Achievement in Secondary School Geometry: School Geometry Project. Department of Education, University of Chicago.1982 [5] Nancy, L. Karen, C, Barrett, George, A, Morgan. IBM SPSS for Intermediate Staistics Ise and Interpretation. Routladge Taylor & Francis Group. New York. 2011. [6] Mitchelemore, M. The role of abstraction and generalisation in Development of Mathematical Knowledge. In 0. Edge & B. H. Yeap (Eds), Proceedings of the second East Asia Regional Conference on Mathematics Education and Ninth Southeast Asian Conference on Mathematics Education, 2002 Singapore: National Institute of Education, vol. 1, pp. 157-167. [7] Zaid Zainal Abidin. Mempertingkatkan Peringkat Berpikir Geometri Pelajar Lepasan SMP di Parepare Menggunakan Video Pembelajaran Berbasis Teori van Hiele., Ph.D. dissertation, Universiti Teknologi Malaysia. Malaysia. 2013 [8] Trias Nur Aini. Analisis proses berpikir Siswa dalam Belajar Geometri Berdasarkan Teori Belajar van Hiele. Skripsi. FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.2008