BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi serius mulai dari sistitis hingga pyelonephritis, septikemia, pneumonia, peritonitis, meningitis dan juga infeksi yang terkait dengan alat kesehatan. Bakteri ini merupakan sumber tersering infeksi komunitas dan infeksi yang didapat di rumah sakit, dengan Escherichia coli sebagai patogen terpenting bagi manusia. Enterobacteriaceae seringkali resisten terhadap beberapa antibiotik seperti golongan kuinolon, aminoglikosida, trimethoprim-sulfametoksazole dan beberapa antibiotik lainnya. Enterobacteriaceae secara mudah menyebar antar manusia melalui tangan, air dan makanan yang terkontaminasi. Selain itu Enterobacteriaceae juga memiliki kecendurungan untuk memperoleh materi genetik melalui transfer gen, yang dimediasi terutama oleh plasmid dan transposon. Kombinasi ini merupakan alasan mengapa munculnya resistensi terhadap beberapa obat pada Enterobacteriaceae sangat penting dalam terapi klinis (Nordmann et al., 2012). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Grupta et al., (2011) yang mengatakan bahwa pada sarana kesehatan pasien dapat mengalami kolonisasi Carbapenem Resistant Klebsiella pneumonia (CRKP), dan transmisi terjadi melalui tangan pekerja kesehatan serta lingkungan atau alat yang terkontaminasi bakteri. Pasien dengan kolonisasi CRKP asimtomatis dapat berperan sebagai sumber penularan dan penyebaran organisme ini. Infeksi klinis biasanya terkait 1
dengan pelayanan kesehatan dan sebagian besar berupa bakteremia, pneumonia terkait ventilator, infeksi saluran kencing dan infeksi pada tempat operasi. Oregon Public Health Division (2012) melaporkan bahwa resistensi karbapenem umumnya terjadi pada penderita penyakit kronis, riwayat sering dirawat atau pasien yang mendapat perawatan lama di rumah sakit, menggunakan alat medis invasif (seperti ventilator atau kateter intravena), atau pasien yang mendapat terapi antibiotik jangka panjang. Angka kejadian resistensi karbapenem di Indonesia dilaporkan didalam penelitian yang dilakukan Nurhayati et al., (2013) di RS Hasan Sadikin Bandung periode Januari sampai Desember 2012. Pada penelitian tersebut ditemukan sebanyak 42 pasien yang dirawat terinfeksi CRKP. Resistensi karbapenem pada Enterobacteriaceae juga dilaporkan di RSCM Jakarta sebanyak 27,6% yang diisolasi dari pasien yang dirawat di ICU selama tahun 2011. Gen pengkode karbapenemase yang ditemukan adalah bla IMP-1 dan bla NDM-1 ( Karuniawati et al., 2011). Antibiotik golongan -lactam sendiri merupakan antibiotik yang paling sering digunakan sebagai terapi anti bakteri. Hal ini dapat dimengerti oleh karena antibiotik golongan ini cukup efektif dan toksisitasnya relatif rendah. Pengembangan antibiotik diharapkan mampu mengendalikan terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotik generasi yang lebih baru, tetapi kenyataannya justru sebaliknya. Proses berkembangnya antibiotik sering diikuti oleh munculnya resistensi kuman terhadap antibiotik. Aktivitas berbagai golongan antibiotik -lactam terhadap bakteri patogen tergantung pada jenis antibiotik yang digunakan. Sejak tahun 2000 telah 2
dilaporkan di seluruh dunia penyebaran isolat E. coli penghasil β-lactamase spektrum luas ( extended-spectrum β-lactamases/esbl). Isolat ini mampu menghidrolisis hampir semua antibiotik β-lactam kecuali karbapenem. Konsekuensi dari fenomena ini adalah peningkatan penggunaan karbapenem yang pada akhirnya dapat memacu kemunculan resistensi terhadap karbapenem. Hal ini bisa menjadi ancaman yang serius untuk pengelolaan maupun terapi pasien dengan infeksi yang disebabkan oleh patogen ini (Anderson et al., 2007 dan Gabriel et al., 2013). Enterobacteriaceae resistan karbapenem (Carbapenem Resistant Enterobacteriaceae /CRE) saat ini menjadi ancaman kesehatan yang berbahaya di seluruh dunia. Resistensi karbapenem pertama kali terlihat pada isolat Enterobacter terutama Enterobacter spp, dan dilaporkan pada hampir semua spesies termasuk K. pneumonia, E.coli, Salmonella spp dan Enterobacter spp. Enzim tipe Klebsiella pneumonia carbapenemase (KPC) pada Klebsiella pneumonia yang resisten karbapenem pertama kali dideteksi di North Carolina dan saat ini telah menyebar di seluruh Amerika Serikat. Angka kejadian K. pneumonia penghasil karbapenemase yang cukup besar juga terjadi di italia, Israel, Yunani, dan Cina. Munculnya K. pneumonia penghasil KPC baru-baru ini juga telah dilaporkan oleh beberapa negara Eropa, termasuk Jerman, Italia, Polandia, Swiss, dan Perancis (Martin et al., 2011). Permasalahan yang timbul dari infeksi karena karbapenemase adalah belum ditemukannya golongan antibiotika terbaru untuk bakteri gram negatif, sehingga membatasi pilihan terapi terutama bagi pasien dengan infeksi berat yang 3
mengancam jiwa. Klinisi hanya dapat menggunakan antibiotika alternatif yang sangat terbatas untuk karbapenemase, yaitu tigecycline, fosfomicin, temosilin dan beberapa aminoglikosid. Hal yang harus diperhatikan pada pemakaian tigecycline adalah pencapaian kadarnya dalam serum yang buruk, sehingga tidak optimal untuk mengobati infeksi aliran darah dan kulit, sedangkan colistin bersifat neurotoksik dan nefrotoksik, sehingga penggunaannya terbatas untuk penderita dengan gangguan fungsi ginjal (Grupta et al., 2011 dan Arnold et al., 2012). Sangat sedikitnya antibiotik baru yang akan diluncurkan dalam beberapa tahun ke depan juga menjadikan masalah infeksi yang disebabkan oleh Enterobacteriaceae resisten karbapenem menjadi hal yang sangat penting di seluruh dunia. Jika prevalensi CRE tinggi, terapi empiris akan membutuhkan antibiotika dengan spektrum yang lebih luas dan lebih mahal karena dikhawatirkan terapi yang tidak efektif dapat mengakibatkan kematian (Muriel et al., 2012). Kematian terkait infeksi patogen ini sekitar 30-50% berdasarkan studi kohort multicenter yang dilakukan di 3 rumah sakit di Italia. Tumbarello et al., memeriksa 125 pasien dengan infeksi yang disebabkan oleh K. pneumonia penghasil KPC, dan didapatkan angka kematian secara keseluruhan mencapai 41.6% (Gabriel et al., 2013). David van Duin (2013) mengatakan bahwa i nfeksi di peredaran darah (bloodstream infections atau BSI) yang disebabkan oleh basil gram negatif secara umum berhubungan dengan angka kematian yang tinggi. Sebuah studi kontrol kasus mengevaluasi efek kematian yang disebabkan CRKP di peredaran darah, dan didapatkan angka kematian kasar adalah 72% untuk CRKP BSI, 4
dibandingkan dengan hanya 22% pada pasien dengan infeksi CRKP di tempat lain. Deteksi cepat untuk organisme panresisten seperti ini menawarkan salah satu solusi terbaik untuk meningkatkan skrining pasien dan praktek pemantauan infeksi di rumah sakit, serta meningkatkan kewaspadaan akan kebersihan rumah sakit yang dibutuhkan untuk pasien-pasien pembawa mikroorganisme penghasil karbapenemase. Selain itu deteksi yang akurat dalam pemeriksaan rutin laboratorium dapat membantu klinisi dalam memilih terapi antibiotik yang tepat sehingga membatasi pemakaian antibiotik yang tidak rasional dan juga dapat meningkatkan pelayanan terhadap pasien (Muriel et al., 2012). Uji kepekaan antibiotika pada beberapa penelitian dilakukan dengan metode minimum inhibitory concentration (MIC) menggunakan alat otomatik sistem dengan breakpoint karbapenem sesuai kriteria revisi Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) tahun 2012. Untuk menentukan uji kepekaan terhadap antibiotika golongan karbapenem, dapat dilakukan dengan pemeriksaan skrining dan konfirmasi. Pemeriksaan skrining dapat dilakukan dengan metode disk diffusion atau dengan metode MIC. Clinical and Laboratory Standards Institute merekomendasikan Modified Hodge Test (MHT) untuk uji konfirmasi produksi karbapenemase pada Enterobacteriaceae ditandai dengan peningkatan MIC terhadap karbapenem (2-4 μg/ml) atau penurunan zona disk diffusion, dengan sensitivitas 100 % dan spesifisitas 88% (Grupta et al., 2011). Uji Hodge termodifikasi merupakan uji fenotipik yang dapat berguna untuk menemukan produksi enzim karbapenemase. Beberapa isolat (berjumlah 5
hingga 8 buah) dapat diujikan pada sebuah piringan agar Mueller-Hinton tunggal. Pada negara berpenghasilan rendah, uji ini bisa jadi merupakan satu-satunya metode yang tersedia untuk mendeteksi Carbapenemase Producing Enterobacteriaceae (CPE) dan sebaiknya dipertimbangkan sebagai tahap awal dalam kondisi tidak adanya metode yang lebih canggih. B. Permasalahan Berdasar latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Infeksi yang disebabkan oleh Enterobacteriaceae resisten karbapenem sudah semakin meluas dan menjadi ancaman kesehatan secara global, sehingga diperlukan suatu metode deteksi cepat bakteri Enterobacteriaceae resisten karbapenem. 2. Untuk pemberian antibiotik yang bijaksana klinisi membutuhkan informasi yang cepat dan valid tentang keberadaan bakteri Enterobacteriaceae resisten karbapenem, sehingga penanganan kepada pasien menjadi lebih baik, menurunkan risiko kematian dan menurunkan biaya perawatan. 3. Baku emas pemeriksaan kepekaan antibiotik golongan karbapenem dengan metode microdilution broth menggunakan alat otomatis sulit diterapkan karena tidak semua rumah sakit memilikinya dan memerlukan biaya yang lebih mahal. 6
4. Modified Hodge Test (MHT) adalah pemeriksaan laboratorium yang sederhana, mudah, murah dan aplikatif untuk mendeteksi adanya Enterobacteriaceae resisten karbapenem namun penampilan diagnosisnya masih bervariasi. C. Pertanyaan Penelitian Apakah Modified Hodge Test (MHT) memiliki sensitivitas lebih besar atau sama dengan 90% untuk mendeteksi Enterobacteriaceae resisten karbapenem dibanding dengan metode microdilution broth? D. Keaslian Penelitian Terdapat beberapa keaslian penelitiaan dengan menggunakan Modified Hodge Test yang dirangkum dalam tabel 1. 7
Tabel 1 : Penelitian terkait Modified Hodge Test Peneliti Topik Penelitian dan design Hasil Emily T (2013) et al., Evaluasi uji kerentanan sistem microdilusi otomatik dan skrining produksi karbapenemase menggunakan MHT pada pasien dengan infeksi Carbapenem Resistant Enterobacteriaceae Design : kohort Didapatkan sensitivitas MHT 81%, spesifisitas 70% dan PPV 21% Shanmugam et al., (2013) Evaluasi Uji Hodge termodifikasi untuk uji kerentanan isolat Enterobacteriaceae resisten karbapenem dari sampel klinis (pus, dasar luka, darah, urin, feses) Design : Uji Diagnostik Terdapat 5,2% resisten imepenem, 22,9% meropenem, 4,42% resisten keduanya. Didapatkan sensitivitas MHT 90% dgn spesifisitas 60%. Cury et al.,(2012) Evaluasi sensitivitas MHT untuk mendiagnosis Enterobacteriaceae resisten ertapenem dibandingkan hasil dari vitek2 Design : Uji Diagnostik Sebanyak 386 positif dgn MHT (sensitivitas100%, spesifisitas 98%, PPV 98% dan NPV 100%). Amjad et al., (2011) Evaluasi MHT untuk skrinning karbapenemase pada bakteri gram negatif. Design : Uji Diagnostik Sebanyak 138 isolat (69 %) positif memproduksi karbapenemase dengan menggunakan MHT 8
E. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Hasil penelitian diharapkan mampu menganalisis sensitivitas metode Modified Hodge Test (MHT) untuk mendeteksi Enterobacteriaceae resisten karbapenem secara cepat, mudah, murah dan sederhana. 2. Praktis Hasil penelitian diharapkan dapat diterapkan untuk rumah sakit yang belum mempunyai metode microdilution broth otomatik untuk mendeteksi Enterobacteriaceae resisten karbapenem sehingga membantu klinisi di dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien sebagai dasar pemberian antibiotik yang bijaksana. F. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sensitivitas metode Modified Hodge Test (MHT) didalam mendeteksi Enterobacteriaceae resisten karbapenem. 9