BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peran penting dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut (Harty and

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB I PENDAHULUAN. saliva mayor yang terdiri dari: parotis, submandibularis, sublingualis, dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. melalui mulut, dan pada kalangan usia lanjut. 2 Dry mouth berhubungan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB 2 SALIVA. Saliva merupakan salah satu dari cairan di rongga mulut yang diproduksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempengaruhi derajat keasaman saliva. Saliva memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang menggalakkan pemakaian bahan alami sebagai bahan obat,

BAB I PENDAHULUAN. dari sisa makanan, menghilangkan plak dan bau mulut serta memperindah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi lingkungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB II TINJAUAN PUSATAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam

PENGARUH VISKOSITAS SALIVA TERHADAP PEMBENTUKAN PLAK GIGI PADA MAHASISWA POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pengambilan sampel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berkontak dengan gigi dan mukosa mulut, sering disebut dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. saliva yaitu dengan ph (potensial of hydrogen). Derajat keasaman ph dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 90% yaitu kelenjar parotis memproduksi sekresi cairan serosa, kelenjar

BAB I PENDAHULUAN. saliva mayor dan minor. Saliva diproduksi dalam sehari sekitar 1 2 liter,

BAB I PENDAHULUAN. dalam rongga mulut terdapat fungsi perlindungan yang mempengaruhi kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tubuh manusia memiliki organ pencernaan yang salah satunya adalah

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manfaat yang maksimal, maka ASI harus diberikan sesegera mungkin setelah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan insulin, baik total ataupun sebagian. DM menunjuk pada. kumpulan gejala yang muncul pada seseorang yang dikarenakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

Bayyin Bunayya Cholid*, Oedijani Santoso**, Yayun Siti Rochmah***

BAB I PENDAHULUAN. menyerang jaringan keras gigi seperti , dentin dan sementum, ditandai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok.

BAB I PENDAHULUAN. dewasa normal bervariasi antara 4-10 jam sehari dan rata-rata berkisar antara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, maka populasi penduduk lansia juga akan meningkat. 2 Menurut Badan

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 mahasiswa FKG UI semester VII tahun 2008 diperoleh hasil sebagai berikut.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diekskresikan ke dalam rongga mulut. Saliva dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat difermentasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

I. PENDAHULUAN. Resiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan hal yang biasa di jumpai saat ini sehingga menjadi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia

Pencernaan dan Penyerapan Makanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 HASIL PENELITIAN

PENGARUH KONSUMSI COKELAT DAN KEJU TERHADAP KONSENTRASI KALSIUM

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Plak merupakan penyebab utama dari penyakit periodontal (Manson

LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. palatum, lidah, dan gigi. Patologi pada gigi terbagi menjadi dua yakni karies dan

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan tembakau merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mukosa, albumin, polipeptida dan oligopeptida yang berperan dalam kesehatan

LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yaitu aquades sebagai variabel kontrol dan sebagai variabel pengaruh

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Saliva dan Anatomi Glandula Saliva Saliva adalah suatu cairan dalam rongga mulut yang mempunyai peran penting dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut (Harty and Ogston, 2012). Saliva terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk di rongga mulut, sekitar sembilan puluh persennya dihasilkan oleh kelenjar submaksiler dan kelenjar parotis, 5 persen oleh kelenjar sublingual, dan 5 persen lagi oleh kelenjar-kelenjar ludah yang kecil. Sebagian besar saliva dihasilkan pada saat makan, sebagai reaksi rangsang yang berupa pengecapan dan pengunyahan makanan. Pada saat tidak sedang makan aliran saliva ini lebih sedikit (Almeida et al., 2008). Gigi geligi pada individu yang sehat secara terus menerus terendam dalam saliva sampai sebanyak 0,5 ml yang akan membantu melindungi gigi, lidah, membrana mukosa mulut, dan orofaring. Pengeluaran saliva akhirnya akan berhenti pada saat tidur sebab pada manusia kelenjar saliva tidak berproduksi jika tidak dirangsang (Kidd and Bechal, 1992). Saliva dikeluarkan di dalam rongga mulut dan disebarkan dari peredaran darah yang disebut sulkus gingivalis (Amerongen, 1992). 10

11 2. Fungsi Saliva Menurut Kidd and Bechal (1992) dan Amerongen (1992), saliva mempunyai beberapa fungsi, yaitu: a. Membentuk lapisan mukus pelindung pada membrana mukosa yang akan bertindak sebagai barier terhadap iritan dan akan mencegah kekeringan. b. Membantu membersihkan mulut dari makanan, debris sel, dan bakteri yang akhirnya akan menghambat pembentukan plak. c. Mengatur ph rongga mulut karena mengandung bikarbonat, fosfat, dan protein amfoter. Peningkatan kecepatan sekresinya biasanya berakibat pada peningkatan ph dan kapasitas bufernya, sehingga membrana mukosa akan terlindung dari asam yang ada pada makanan dan pada waktu muntah. Selain itu, penurunan ph plak sebagai akibat ulah organisme yang asidogenik akan dihambat. d. Membantu menjaga integritas gigi dengan berbagai cara karena kandungan kalsium dan fosfatnya. Saliva membantu menyediakan mineral yang dibutuhkan oleh email yang belum sempurna terbentuk pada saat-saat awal setelah erupsi. Pelarutan gigi dihindari atau dihambat, dan mineralisasi dirangsang dengan memperbanyak aliran saliva. Lapisan gluko protein yang terbentuk oleh saliva pada permukaan juga akan melindungi gigi dengan menghambat keausan karena abrasi dan erosi.

12 e. Mampu melakukan aktivitas anti bakteri dan anti virus karena selain mengandung antibodi spesifik, saliva juga mengandung lysozyme, lactoferin, dan laktoperoksidase. f. Enzim α amilase dalam saliva terlibat pada pencernaan makanan. Zat ini mampu untuk menguraikan makanan yang mengandung tepung kanji dan glikogen dan dengan demikian melarutkannya di dalam saliva dan mengangkutkannya. Disamping itu cairan mulut mukus berperan penting dalam proses mengunyah, menelan makanan dan juga pada proses artikulasi waktu berbicara. Ludah sebagai bahan pelarut juga penting bagi kesadaran pengecap. 3. Komponen Saliva Saliva memiliki komponen-komponen yang bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya masing-masing. Saliva merupakan cairan sekresi yang terdiri dari 99% air (Almeida et al., 2008). Komponen saliva dapat dibedakan dalam komponen-komponen anorganik dan organik. Komponen anorganik terutama adalah elektrolit dalam bentuk ion, seperti Na +, K +, Ca 2+, Mg 2+, Cl -, HCO 3 - dan fosfat. Kation-kation tersebut (Na + dan K + ) mempunyai konsentrasi yang paling tinggi di dalam saliva. Klorida (Cl - ) berperan penting untuk aktivitas enzimatik α-amilase. Kebanyakan fosfat dijumpai sebagai fosfat anorganik. Ion kalsium (Ca 2+ ) di dalam saliva berperan penting untuk remineralisasi email dan juga berperan pada pembentukan karang gigi dan plak bakteri. Komponen organik saliva terutama adalah protein. Selain itu, masih terdapat

13 komponen-komponen lain, seperti asam lemak, lipida, glukosa, asam amino, ureum dan amoniak. Komponen-komponen tersebut selain berasal dari kelenjar saliva sebagian juga berasal dari sisa makanan dan pertukaran zat bakterial (Amerongen, 1992). Protein yang secara kuantitatif penting adalah α-amilase, histatin, dan protein kaya-prolin (Yang et al., 2015). Pengaruh dari α-amilase, tepung kanji dan glikogen dapat diubah menjadi kesatuan kabohidrat yang lebih kecil. Protein kaya-prolin membentuk bagian utama pelikel muda pada email gigi dan berfungsi sebagai bahan penghambat pertumbuhan kristal, disamping itu dapat menggumpalkan bakteri-bakteri tertentu, sehingga tidak dapat tinggal di rongga mulut (Amerongen, 1992). Pada saliva ditemukan juga sedikit IgG dan IgM yang berasal dari cairan celah gusi. Selain itu, terdapat komponen seluler lainnya yang banyak ditemukan di dalam saliva yaitu leukosit. Diperkirakan migrasi leukosit sekitar satu juta per- menit melalui saliva. Asal leukosit ini dari cairan celah gusi dan sekitar 98-99% berupa PMN neutrofil, sisanya terdiri atas limfosit, monosit, dan eusinofil (Roeslan, 2002). Di samping itu oleh glandula submandibularis dikeluarkan faktor pertumbuhan, misalnya nerve growth factor (NGF) dan epidermal growth factor (EGF). Protein-protein ini sebagai hormon mampu meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi masing-masing sel-sel saraf dan sel-sel kulit mati (Amerongen, 1992).

14 4. Kapasitas Bufer Saliva Salah satu peran penting dari saliva adalah untuk mempertahankan ph di dalam mulut saat terkena asam dan dapat disebut juga sebagai kapasitas buffer (Miles et al., 2004). Susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva dapat menentukan ph dan kapasitas buffer. ph saliva tergantung dari perbandingan antara asam dan konjugasi basanya yang bersangkutan. Derajat asam dan kapasitas buffer saliva juga naik dengan naiknya kecepatan sekresi (Amerongen, 1992). ph saliva pada individu yang sehat berkisar antara 6,0-7,5. Penurunan ph saliva hingga mencapai kisaran 5,5-5,0 berpotensi membahayakan jaringan rongga mulut terutama enamel dan dentin (Miles et al., 2004). Fejerskov and Kidd (2003), juga mengatakan demineralisasi gigi dapat terjadi ketika ph normal turun dan berada di bawah ph kritis. Terdapat tiga sistem kapasitas bufer pada manusia yaitu sistem bufer bikarbonat, sistem bufer fosfat, dan sistem bufer protein. Edgar and Mullane (1996), menjelaskan bikarbonat merupakan unsur yang berperan dalam menentukan terjadinya plak dan ph saliva. Sementara konsentrasi protein di dalam saliva hanya 1/3, sehingga terlalu sedikit asam amino yang mempunyai peran signifikan terhadap ph rongga mulut. Sama seperti protein, terlalu sedikit fosfat dalam saliva yang yang bertindak secara signifikan terhadap ph rongga mulut.

15 Menurut Amerongen (1992), ph saliva selalu dipengaruhi oleh perubahan-perubahan, misalnya disebabkan oleh: a. Irama siang dan malam, setelah bangun tidur kapasitas bufer menjadi tinggi, tetapi kemudian cepat turun kembali. b. Diet kaya-kabohidrat dapat menurunkan kapasitas bufer, sedangkan diet kaya-sayuran dan kaya-protein dapat menaikkan kapasitas bufer. c. Perangsangan kecepatan sekresi. Secara umum ph saliva dapat dipengaruhi oleh faktor sistemik dan faktor lokal. Faktor sistemik yang dapat mempengaruhi ph saliva yaitu: usia, obat-obatan, dan kesehatan umum yang terganggu. Faktor lokal yang dapat mempengaruhi ph saliva yaitu: pemakaian gigi tiruan, perawatan orthodonti, terdapatnya nyeri pada jaringan lunak mulut (sariawan) dan merokok (Hasibuan dan Sasanti, 2000). 5. Sekresi Saliva Kecepatan sekresi saliva terstimulasi pada orang dewasa berkisar 1,5 ml/min. Sementara kecepatan sekresi saliva yang tidak terstimulasi berkisar 0,3 ml/min. Kecepatan sekresi saliva pada saat terstimulasi akan meningkat (Miles et al., 2004). Peranan penting saliva bagi kesehatan mulut terlihat terutama bila terjadi gangguan sekresi saliva. Sekresi saliva yang menurun akan menyebabkan kesulitan berbicara, mengunyah, dan menelan (Amerongen, 1992).

16 Menurut Edgar and Mullane (1996), sekresi saliva dapat dirangsang melalui: a. Rangsang mekanis, misalnya saat mengunyah. b. Muntah, aliran saliva meningkat sesaat sebelum dan selama muntah. c. Rangsangan seperti asam, asin, pahit, dan manis. 6. Metode Pengumpulan Saliva Pengumpulan saliva dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti metode passive drool, spitting, dan swab. Metode passive drool merupakan metode pengumpulan saliva yang paling sering digunakan untuk mengumpulkan saliva dengan cara meludahkan saliva dari dalam mulut ke dalam wadah steril dan saliva dibiarkan mengalir selama 3 menit. Metode spitting yaitu subjek diminta untuk mengumpulkan salivanya di dalam mulut dan kemudian diludahkan ke dalam wadah saliva setiap 60 detik selama 5 menit (Khurshid et al., 2016). Metode swab dilakukan dengan meletakkan kapas pada dasar mulut pasien pada jangka waktu yang tertentu untuk pengumpulan saliva (Topkas et al., 2012). 7. Pengukuran ph Saliva ph saliva dapat ditentukan oleh berbagai macam indikator. Macammacam indikator tersebut dapat berupa ph meter atau dental saliva ph indicator. Penggunaan ph meter maupun dental saliva ph indicator dilakukan dengan dicelupkan pada saliva yang akan diuji. ph meter akan memunculkan angka skala yang menunjukan ph saliva, sedangkan dental saliva ph indicator akan menunjukan warna yang kemudian dicocokkan

17 dengan warna standar yang tertera dalam wadahnya untuk mengetahui ph saliva yang sebenarnya (Sandhya, 2012). 8. Rokok Merokok merupakan suatu kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan rongga mulut. Kebiasaan ini sulit dihentikan karena adanya efek ketergantungan yang ditimbulkan dari bahan rokok itu sendiri. Selain itu banyak akibat yang ditimbulkan di rongga mulut. (Dachroni, 1990). Dilihat dari jumlah rokok yang dihisap dapat diukur dalam satuan batang per hari. Kriteria perokok dapat dikategorikan sebagai perokok ringan, perokok sedang, perokok berat, dan perokok sangat berat. Perokok ringan adalah perokok yang mengkonsumsi rokok antara 1-10 batang per hari. Perokok sedang adalah perokok yang mengkonsumsi rokok antara 11-20 batang per hari. Perokok berat adalah perokok yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang per hari, sedangkan perokok sangat berat jika mengkonsumsi lebih dari 30 batang per hari (Sitepoe, 2000). Rokok terdiri dari bahan-bahan kimia yang berbahaya. Satu batang rokok terdapat lebih dari 4000 bahan kimia. Rokok menghasilkan pembakaran yang tidak sempurna kemudian diendapkan dalam tubuh ketika dihisap. Secara umum komponen rokok dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu komponen gas (92%) dan komponen padat (8%). Komponen gas asap rokok terdiri dari CO, CO 2, hidrogen sianida, amoniak, oksida dari nitrogen dan senyawa hidrokarbon. Komponen padat

18 rokok terdiri dari tar, nikotin, benzopiren, fenol, karbarzol dan kresol. Zatzat beracun ini dapat menimbulkan kanker. Tar, nikotin, dan karbonmonoksida merupakan tiga macam bahan kimia yang paling berbahaya dalam asap rokok. Tar adalah kumpulan bahan kimia dalam komponen padat yang bersifat karsinogenik. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke rongga mulut sebagai uap padat, setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran napas, dan paru-paru. Nikotin merupakan bahan yang dapat menimbulkan ketergantungan. Gas karbonmonoksida dalam rokok juga dapat meningkatkan tekanan darah (Aditama, 1997). 9. Pengaruh Rokok terhadap ph Saliva Bahan-bahan kimia yang terdapat didalam rokok seperti tar, nikotin, dan karbonmonoksida dapat mengganggu dan menurunkan sekresi bikarbonat saliva. Penurunan bikarbonat tersebut akan menurunkan ph saliva (Kohata et al., 2016). Amerongen (1992), menyatakan sistem bufer bikarbonat merupakan sistem bufer terpenting di dalam saliva. Bikarbonat menetralisasi lebih dari 50% dari semua asam di dalam badan. 10. Bahaya Merokok terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut Warnakulasuriya et al., (2010) berpendapat bahwa gigi dan mulut merupakan bagian pertama yang terkena paparan asap rokok. Dapat dipastikan rokok mempunyai pengaruh terhadap gigi dan mulut. Pengaruh rokok terhadap gigi dan mulut adalah sebagai berikut:

19 a. Kanker mulut merupakan salah satu risiko dari merokok selain kanker paru-paru yang merupakan risiko tertinggi. b. Prekanker yang dapat berpotensi menjadi kanker, contohnya adalah leukoplakia dan eritroplakia. c. Penyakit periodontal, merokok berkemungkinan akan mempengaruhi komposisi mikroflora mulut karena adanya penurunan tekanan oksigen di dalam jaringan periodontal. d. Kehilangan gigi pada perokok berat memiliki prevalensi tiga kali lebih tinggi daripada tidak pernah merokok. e. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kegagalan implant lebih sering terjadi di antara perokok. f. Perokok mempunyai risiko karies lebih tinggi, asap rokok dapat merusak fungsi saliva yang mempunyai peran protektif terhadap karies gigi.

20 B. Kerangka Konsep Kesehatan rongga mulut Dipengaruhi oleh kebiasaan merokok Saliva Komposisi saliva ph saliva Laju aliran saliva Terstimulasi Tidak terstimulasi Adanya rangsangan sekresi Tidak adanya rangsangan sekresi Gambar 1. Kerangka Konsep C. Landasan Teori Saliva merupakan cairan yang disekresikan ke dalam mulut oleh kelenjar parotis, submandibularis, sublingual dan kelenjar saliva minor. Saliva berperan dalam membantu pengunyahan makanan, berbicara dan sistem pencernaan dengan bantuan enzim yang berada di dalamnya. Saliva juga berperan dalam pengecapan dan pembersihan mulut beserta jaringannya secara alamiah. Saliva memberikan perlindungan bagi gigi-geligi, mukosa mulut, dan gingiva. Saliva memiliki ph yang dapat turun dengan turunnya kecepatan sekresi. Kecepatan sekresi saliva pada saat terstimulasi akan meningkat. Faktor-faktor

21 yang dapat mempengaruhi kecepatan sekresi saliva yaitu dengan rangsang mekanis berupa pengunyahan, minuman, dan rokok. Permen karet merupakan salah satu stimulus pengunyahan yang dapat meningkatkan kecepatan sekresi saliva saat terstimulasi. Bahan-bahan kimia yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan berkurangnya curah saliva dan menurunkan sekresi bikarbonat. Penurunan curah dan sekresi saliva bikarbonat menyebabka ph saliva mengalami penurunan. Penurunan ph saliva akibat dari merokok terhadap kesehatan gigi dan mulut adalah meningkatnya penyakit periodontal, karies gigi dan kanker mulut. D. Hipotesis Berdasarkan landasan teori yang telah disusun, maka dapat dinyatakan hipotesis bahwa terdapat pengaruh merokok terhadap ph saliva terstimulasi pada perokok dewasa muda.