BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MOTOR BAKAR Jika meninjau jenis-jenis mesin, pada umumnya adalah suatu pesawat yang dapat merubah bentuk energi tertentu menjadi kerja mekanik. Misalnya, mesin listrik merupakan sebuah mesin yang kerja mekaniknya diperoleh dari sumber listrik, sedangkan mesin gas atau mesin diesel adalah mesin yang kerja mekaniknya diperoleh dari sumber pembakaran gas atau diesel oil. Selain daripada itu, ada cara lain peninjauan mesin misalnya mesin diesel yang dikategorikan sebagai mesin kalor. Yang dimaksud dengan mesin kalor disini adalah mesin yang menggunakan sumber energi termal untuk menghasilkan kerja mekanik, atau mesin yang dapat merubah energi termal menjadi kerja mekanik. Selanjutnya, jika ditinjau dari cara memperoleh sumber energi termal, jenis mesin kalor dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Mesin pembakaran luar (external combustion engine). Mesin pembakaran luar adalah mesin dimana proses pembakaran terjadi diluar mesin, energi termal dari hasil pembakaran dipindahkan ke luida kerja mesin melalui beberapa dinding pemisah. Contohnya adalah mesin uap. 2. Mesin pembakaran dalam (internal combustion engine). Mesin pembakaran dalam adalah mesin dimana proses pembakaran berlangsung di dalam mesin itu sendiri, sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berungsi sebagai luida kerja. Mesin pembakaran dalam ini umumnya dikenal dengan sebutan motor bakar. Contoh dari mesin kalor pembakaran dalam ini adalah motor bakar torak dan turbin gas. Jenis motor bakar torak itu sendiri berdasarkan proses penyalaan bahan bakarnya terdiri dari dua bagian utama, yaitu : 1. Motor Diesel. Di dalam motor diesel, penyalaan bahan bakar terjadi dengan sendirinya karena bahan bakar disemprotkan ke dalam silinder yang berisi udara yang bertekanan dan bersuhu tinggi. Motor diesel ini disebut juga
dengan sebutan Compression Ignition Engine (CIE), sistem penyalaan inilah yang menjadi perbedaan pokok antara motor bensin dengan motor diesel. 2. Mesin bensin atau motor bensin dikenal dengan mesin Otto atau mesin Beau Des Rochas. Pada motor bensin, penyalaan bahan bakar dilakukan oleh percikan bunga api listrik dari antara ke dua elektroda busi. Oleh sebab itu, motor bensin dikenal juga dengan sebutan Spark Ignition Engine (SIE). Sedangkan berdasarkan siklus langkah kerjanya, motor bakar dapat diklasiikasikan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Motor dua langkah. Pengertian dari motor dua langkah adalah motor yang pada dua langkah piston (satu putaran engkol) sempurna akan menghasilkan satu tenaga kerja (satu langkah kerja). 2. Motor empat langkah. Pengertian dari motor empat langkah adalah motor yang pada setiap empat langkah piston (dua putaran sudut engkol) sempurna menghasilkan satu tenaga kerja (satu langkah kerja). 2.2 PERFORMANSI MOTOR DIESEL Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam. Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Dalam mesin diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara meningkat sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alas an ini mesin diesel juga disebut mesin penyalaan kompresi (Compression Ignition Engine). Motor diesel memiliki perbandingan kompresi berkisar 11:1 hingga 26:1, jauh lebih tinggi dibandingkan motor bakar bensin yang hanya berkisar 6:1 sampai 9:1. Konsumsi bahan bakar spesiik mesin diesel lebih rendah (kira-kira 25 %) dibanding mesin bensin namun perbandingan kompresinya yang lebih tinggi menjadikan tekanan kerjanya juga tinggi.
2.3 PARAMETER PRESTASI MESIN Karateristik unjuk kerja suatu motor bakar dinyatakan dalam beberapa parameter diantaranya adalah konsumsi bahan bakar, konsumsi bahan bakar spesiik, perbandingan udara-bahan bakar, daya keluaran. Rumus-rumus dari beberapa parameter yang digunakan dalam menentukan unjuk kerja motor bakar torak adalah sebagai berikut : 1. Torsi dan Daya Keluaran (N e ) Torsi yang dihasilkan dari sebuah mesin dapat diukur dengan menggunakan torquemeter yang dikopel dengan poros output mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya rem (brake power) dan dapat dikalkulasikan dalam bentuk persamaan 2.36 berikut ini. =... 2.36 [Lit.2] = Daya keluaran (PS) n = Putaran mesin (rpm) T = Torsi keluaran mesin (mkg) 2. Konsumsi bahan bakar spesiik (Speciic Fuel Consumption, SFC) Konsumsi bahan bakar spesiik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. Bila daya rem dalam satuan kw dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka dapat dirumuskan dengan persamaan berikut ini: Sc =. m x10 P B 3 Sc = Konsumsi bahan bakar spesiik (g/kw.h)...2.27 [Lit.3]
m = laju aliran bahan bakar (kg/jam). Besarnya laju aliran massa bahan bahan bakar ( m. ) dihitung dengan persamaan berikut : m = sg. V t.10 3 x3600 sg = spesiic gravity V = Volume bahan bakar yang diuji (dalam hal ini 100 ml). t = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik). 3. Perbandingan udara bahan bakar (AFR) Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur dengan udara dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar disebut juga dengan Air Fuel Ratio (AFR) dirumuskan dengan persamaan 2.28 berikut ini. =... 2.28 [Lit.3] = Massa udara (kg) = Massa bahan bakar (kg) Besarnya aliran massa udara (m a ) juga dapat diketahui dengan membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous low meter calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara 1013 mb dan temperature 20 C, maka besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan actor koreksi (C ) berikut : C ( T a + 114) = 3564 x P a x 2, 5 T a
Dimana : Pa = tekanan udara (Pa) Ta = temperatur udara (K). 4. Eisiensi volumetris Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari perhitungan teoritisnya. Penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses) pada sistem induksi dan eek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika memasuki silinder mesin. Eisiensi volumetric dirumuskan dengan persamaan 2.31 berikut ini.... 2.31 [Lit.3] Berat udara segar yang terisap = x... 2.32 [Lit.3] Berat udara sebanyak langkah torak =... 2.33 [Lit.3] Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka besarnya eisiensi volumetris dirumuskan dengan persamaan 2.34 berikut ini. = x... 2.34 [Lit.3] = Kerapatan udara (kg/ ) = Volume langkah torak ( Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara ( dapat diperoleh dari persamaan 2.35 berikut ini.
=... 2.35 [Lit.3] R = Konstanta gas (untuk udara = 29.3 kg.m/kg.k) = Tekanan udara (kpa) = Temperatur udara (K) 5. Eisiensi Thermal Brake Eisiensi termal brake (brake thermal eiciency, η b ) merupakan perbandingan antara daya keluaran aktual terhadap laju panas rata rata yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar. Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Eisiensi termal brake dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : dimana: η b = Eisiensi termal brake η b PB =. 3600 m. LHV LHV = nilai kalor pembakaran bahan bakar (kj/kg) Dalam pengujian ini diasumsikan gas buang yang keluar dari knalpot mesin uji masih mengandung uap air (uap air yang terbentuk dari proses pembakaran bahan bakar yang belum sempat mengalami kondensasi didalam silinder sebelum langkah buang terjadi) sehingga kalor laten kondensasi uap air tidak diperhitungkan sebagai nilai kalor pembakaran bahan bakar (LHV, Low Heating Value). Hal ini berarti untuk mendapatkan nilai LHV, maka nilai kalor bahan bakar yang telah diperoleh dari pengujian sebelumnya (HHV, High Heating Value) dengan menggunakan bom kalorimeter harus dikurangkan dengan besarnya kalor laten kondensasi uap air yang terbentuk dari proses pembakaran.
Dimana : Qlc = kalor laten kondensasi uap air. LHV = HHV Qlc Dengan mengasumsikan tekanan parsial yang terjadi pada knalpot mesin uji adalah sebesar 20 kn/m 2 (tekanan parsial yang umumnya terjadi pada knalpot motor bakar), maka dari tabel uap diperoleh besarnya kalor laten kondensasi uap air yaitu sebesar 2400 kj/kg. Bila diasumsikan pembakaran yang terjadi adalah pembakaran sempurna maka besarnya uap air yang terbentuk dari pembakaran bahan bakar dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : y. AR. H % Berat H dalam bahan bakar = x 100 % MR( C H O ) x,y, dan z = konstanta (jumlah atom) AR H = Berat atom Hidrogen MR C H O ( X Y Z ) = Berat molekul C X H Y O Z X Y Z Massa air yang terbentuk = ½ x y x (% berat H dalam bahan bakar) x massa bahan bakar 2.4 TEORI PEMBAKARAN Pembakaran adalah reaksi kimia yaitu elemen tertentu dari bahan bakar setelah dinyalakan dan digabung dengan Oksigen akan menimbulkan panas sehingga manaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable) yang utama adalah Carbon (C) dan Hidrogen (H), elemen mampu bakar yang lain namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah Sulur (S). Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan campuran dari Oksigen dan Nitrogen. Nitrogen adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi dalam pambakaran. Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi elemen komponennya yaitu Hidrogen dan Carbon dan masing-masing bergabung dengan Oksigen dari udara secara terpisah. Hidrogen bergabung dengan Oksigen untuk membentuk air dan Carbon bergabung dengan Oksigen menjadi CarbondiOksida. Jika Oksigen yang tersedia
tidak cukup, maka sebagian dari Carbon akan bergabung dengan Oksigen dalam bentuk Carbon monoksida. Pembentukan Carbon monoksida hanya menghasilkan 30% panas dibandingkan panas yang timbul oleh pembentukan Carbon dioksida. 2.4.1 Nilai Kalor Bahan Bakar Reaksi kimia antara bahan bakar dengan Oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar. Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas (High Heating Value, HHV) merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan bom calorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran Hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Data yang diperoleh dari hasil pengujian bom calorimeter adalah temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan. Selanjutnya, untuk menghitung nilai kalor atas dapat dihitung dengan persamaan 2.37 berikut ini. =... 2.37 [Lit.1] HHV = Nilai kalor atas (kj/kg) T 1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan ( o C) T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan ( o C) C v = Panas jenis bom calorimeter (73529,6 kj/kg o C) Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (0,05 o C) Sedangkan nilai kalor bawah dihitung dengan persamaan 2.38 berikut ini. =... 2.38 [Lit.1]
Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan 2.39 Dulong berikut ini. =... 2.39 [Lit.1] HHV = Nilai kalor atas (kj/kg) C = Persentase Carbon dalam bahan bakar H 2 O S 2 = Persentase Hidrogen dalam bahan bakar = Persentase Oksigen dalam bahan bakar = Persentase Sulur dalam bahan bakar Nilai kalor bawah (Low Heating Value, LHV) merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan Hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar 0,15 bagian merupakan Hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol Hidrogennya. Selain berasal dari pembakaran Hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada di dalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kn/m 2 (tekanan yang timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kj/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.40 berikut ini. =... 2.40 [Lit.1] LHV = Nilai kalor bawah (kj/kg) M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture) Dalam perhitungan eisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga
menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan ASME (American Society o Mechanical Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society o Automotive Enggineers ) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV). 2.5 BAHAN BAKAR DIESEL Penggolongan bahan bakar mesin diesel berdasarkan jenis putaran mesinnya, dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu : 1. Automotive Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan kecepatan putaran mesin diatas 1000 rpm (rotation per minute). Bahan bakar inilah yang biasa disebut sebagai bahan bakar solar yang biasa digunakan untuk kendaraan bermotor. 2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin-mesin industry. Bahan bakar jenis ini disebut minyak diesel. Di Indonesia, bahan bakar untuk kendaraan motor jenis diesel umumnya menggunakan solar yang diproduksi oleh PT.PERTAMINA dengan karakteristik seperti pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Karakteristik mutu solar NO P R O P E R T I E S L I M I T S TEST METHODS Min Max I P A S T M 1. Speciic Graity 60/60 0 C 0.82 0.87 D-1298 2. Color astm - 3.0 D-1500 3. 4. Centane Number or Alternatively calculated Centane Index 45 48 Viscosity Kinematic at 100 0 C cst 1.6 or Viscosity SSU at 100 0 C secs 35 - - 5.8 45 D-613 D-88 5. Pour Point 0 C - 65 D-97 6. Sulphur strip % wt - 0.5 D-1551/1552 7. Copper strip (3 hr/100 0 C) - No.1 D-130 8. Condradson Carbon Residue %wt - 0.1 D-189 9. Water Content % wt - 0.01 D-482 10. Sediment % wt - No.0.01 D-473 11. Ash Content % wt - 0.01 D-482 12. Neutralization Value : - Strong Acid Number mgkoh/gr -Total Acid Number mgkoh/gr - - Nil 0.6 13. Flash Point P.M.c.c 0 F 150 - D-93 Distillation : 14. - Recovery at 300 0 C % vol 40 - D-86 Sumber : www.pertamina.com 2.6 KEROSENE Kerosene adalah cairan hidrokarbon yang tidak berwarna dan mudah terbakar yang memiliki rentang karbon C10 - C15 sedangkan Solar antara C10 C20 (sumber: Wikipedia). Kerosene (minyak tanah atau parain) diperoleh dengan cara distilasi raksional dari petroleum pada 150 C dan 275 C. Yang dimaksud dengan cara distilasi raksional adalah penyulingan (distilasi) yang di lakukan dengan teknik pemisahan campuran berupa cairan heterogen yang bertujuan untuk memisahkan raksi-raksi (komponen) yang terdapat di dalam cairan yang didistilasi (disuling). Dimana hasil distilasi ini disebut distilat dan sisa dari penyulingan ini disebut residu.
Pada umumnya kerosene atau minyak tanah ini biasa digunakan sebagai bahan bakar pada lampu minyak tanah atau pun sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga lainnya. Namun pada saat ini kerosene utamanya telah digunakan sebagai bahan bakar mesin Jet (Avtur) setelah melalui proses tertentu sehingga memiliki siat dengan spesiikasi yang diperketat, terutama mengenai titik uap dan titik bekunya. Kerosene biasanya didistilasi langsung dari minyak mentah dan membutuhkan perawatan khusus dalam sebuah unit Merox atau Hidrotreater yang bertujuan untuk mengurangi kadar belerang dan siat pengkaratannya. 2.7 EMISI GAS BUANG 2.7.1 Bahan Pencemar (Pollutan) Pada Gas Buang Bahan pencemar (pollutan) yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor diklassiikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut : 1. Sumber Pollutan dibedakan menjadi pollutan primer atau sekunder. Pollutan primer seperti Nitrogen Oksida (NO x ) dan hidrocarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Pollutan sekunder seperti Ozon (O 3 ) dan Peroksiasetil Nitrat (PAN) adalah pollutan yang terbentuk di atmoser melalui rekasi otokimia, hidrolisis atau oksidasi. 2. Komposisi Kimia Pollutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Pollutan organik mengandung Carbon dan Hidrogen, juga bebrapa elemen seperti Oksigen, Nitrogen, Sulur atau osor, contohnya : hidrocarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Pollutan inorganik seperti : Carbon monoksida(co), Carbonat, Nitrogen Oksida, Ozon, dan lainnya. 3. Bahan Penyusun Pollutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di atmoser. Sedangkan pollutan berupa gas tidak bertahan di atmoser
dan bercampur dengan udara bebas. Berikut merupakan bahan-bahan penyusun pollutan. a. Partikulat Pollutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan asa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tidak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu, partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditi untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder terlalu besar atau apabila butir-butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya Carbon-Carbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada di dalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat-saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan berwarna hitam. b. Unburned Hidrocarbon (UHC) HidroCarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor mencemarkan banyak hidrocarbon jika baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan. Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pencemaran hidrocarbon. Jumlah hidrocarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by gasses (gas
lalu). Pembakaran tidak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrocarbon. c. Carbon MonOksida (CO) Carbon monoksida selalu terdapat di dalam gas buang pada saat proses penguraian dan hanya ada pada knalpot. CO merupakan produk dari pembakaran yang tidak tuntas yang disebabkan karena tidak seimbangnya jumlah udara pada rasio udara-bahan bakar (AFR) atau waktu penyelesaian pembakaran yang tidak tepat. Pada campuran kaya, konsentrasi CO akan meningkat dikarenakan pembakaran yang tidak sempurna untuk menghasilkan CO 2. Pada beberapa hasil, konsentrasi CO yang terukur lebih besar dari konsentrasi kesetimbangan. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi pembentukan yang tidak sempurna pada langkah ekspansi. Untuk menurunkan emisi CO dapat dilakukan dengan menjalankan mesin dengan campuran kurus yang menyebabkan hilangnya tenaga atau dengan cara menambahkan alat pada knalpot untuk mengoksidasi CO yang dihasilkan mesin. Secara teoritis, kadar CO pada gas buang dapat dihilangkan dengan menggunakan AFR lebih besar dari 16:1. Namun pada kenyataannya kadar CO akan selalu terdapat pada gas buang walaupun pada campuran yang kurus sekalipun. Presentase CO pada gas buang meningkat pada saat putaran bebas (idle) dan menurun seiring dengan bertambahnya kecepatan dan pada saaat kecepatan konstan. Pada saat perlambatan dimana terjadi penutupan throttle yang menyebabkan berkurangnya suplai Oksigen ke mesin akan mengakibatkan tingginya kadar CO yang dihasilkan. d. Oksigen (O2) Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen tersebut akan diinjeksikan keruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai akan mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar.