Cerita Dibalik Supersemar

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBERONTAKAN GERAKAN 30 SEPTEMBER PKI 1965

Surat-Surat Buat Dewi

Surat Gaib Penentu Sejarah

Tap XXXIII/MPRS/1967

Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar.

Kenapa Soeharto Tidak Mencegah G30S 1965?

BACAAN UNTUK HARI " SEBELAS MARET" HARI "SUPERSEMAR"

Presiden Seumur Hidup

RENGASDENGKLOK. Written by Soesilo Kartosoediro Thursday, 19 August :51 -

KEMAL IDRIS, KISAH TIGA JENDERAL IDEALIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. PKI merupakan sebuah Partai yang berhaluan Marxisme-Lenisme(Komunis).

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

G30S dan Supersemar dari Mata Tarzie Vittachi,

Keberanian. Dekat tempat peristirahatan Belanda pada zaman penjajahan, dimulailah perjuangan nya.

Ini Pantauan CIA Saat Kejadian G30S/PKI

Fakta Dibalik Peristiwa G 30 S PKI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Gerakan 30 September Hal tersebut disebabkan para kader-kader Gerwani tidak merasa melakukan penyiksaan ataupun pembunuhan terhadap para

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

ketertiban biasakanlah mematuhi tata tertib tata tertib melatih sikap disiplin sejak kecil kita disiplin sudah besar jadi orang berguna

Buku BI 3 (12 des).indd 1 16/12/ :41:24

Silahkan Baca Tragedi PKI Ini

DRAMA PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA DIBALIK AKSI HEROIK PERJUANGAN PARA PAHLAWAN DI TAHUN 1945

Ketika Bung Karno Didemo Tentara

A. Pengertian Orde Lama

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAKALAH PERISTIWA PROKLAMASI KEMERDEKAAN

Habibi Serahkan Dokumen Tragedi 98

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1959 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERANCANG NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kesaksian Achadi (Bagian 1)

ZAIM YANG PENYAIR KE ISTANA

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Sambutan Presiden RI pd Pembukaan Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013, 3 Juli 2013, di Jakarta Rabu, 03 Juli 2013

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun

Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris. dalam Genosida 65

Duduk Bersama untuk Kemajuan Bangsa Senin, 31 Oktober 2016

PERANG BERUJUNG MAKAN BUAH SIMALAKAMA

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

JK: Tradisi Golkar di Pemerintahan

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata.

Kesaksian Siauw Giok Tjhan dalam Gestapu 1965

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

5. Kisah-kisah dan Sejarah 5.7 Nabi Ya qub AS. dan Nabi Yusuf AS.

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Rusunawa Kabil, Batam, 27 April 2012 Jumat, 27 April 2012

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan berdasarkan permasalahan yang

YUNUS. 1 Yunus 1. Yunus menolak perintah ALLAH untuk pergi memperingatkan penduduk kota Niniwe

Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI

PEDOMAN PELAKSANAAN UPACARA BENDERA DI SEKOLAH

Pengantar Presiden RI Mengenai Penanganan Bencana Asap di Riau, tgl. 14 Mar. 2014, di Jateng Jumat, 14 Maret 2014

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

Mengajarkan Budi Pekerti

I. PENDAHULUAN. Orde Baru lahir dari tekad untuk melakukan koreksi total atas kekurangan sistem politik yang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sambutan Presiden RI pd Silaturahim dg Paskibraka, di Jakarta, tgl.18 Agt 2014 Senin, 18 Agustus 2014

Presiden Jokowi Capai Sejumlah Kesepakatan dengan Presiden Rodrigo Duterte Jumat, 09 September 2016

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 17 Tahun : 2014

BAB I PENDAHULUAN. Cikal bakal lahirnya TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada awal

50 Tahun Supersemar,

1. Peraturan Tata Tertib Kehidupan Kampus Dalam rangka menjaga ketertiban kampus, ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan mahasiswa di lingkungan

Buah Kejujuran Putri Amanda Karimatullah LL

Sambutan Presiden RI pada Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Jakarta, 7 November 2012 Rabu, 07 November 2012

MENGUNGKAP FAKTA G 30 S/PKI (Catatan Pengalaman Seorang Saksi Sejarah)

Dokumentasi Peristiwa Reformasi 1998

STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP1) PADA KLIEN DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA. No. MR : 60xxxx RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

3. Tata tertib ini wajib ditaati oleh semua siswa selama mereka masih berlajar di SMK. BONAVITA TANGERANG.

G30S dan Kejahatan Negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

CINTA 2 HATI. Haii...! Tiara terkejut, dan menatap pada pria itu. Pada saat itu, ternyata pria itu juga menatap kearah Tiara. Mereka saling menatap.

Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa perlu diadakan peraturan untuk melaksanakan Undang-undang No. 19 tahun 1956.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sambutan Presiden RI Pd Hari Guru Nasional dan HUT PGRI tgl 26 Nov 2013, di Jakarta Selasa, 26 November 2013

Salawati Daud, Walikota Perempuan Pertama Di Indonesia

Sambutan Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, 29 Juli 2010 Kamis, 29 Juli 2010

Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki sejarah panjang untuk mendapatkan kemerdekaannya di tahun Hanya saja, tidak banyak yang

Sirajuddin hanya seorang pelayan bakso dia bukan seorang teroris namun dibunuh oleh Densus 88.

Pendidikan 97. Bab 9. Pendidikan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Buku BI 2 (9 des).indd 1 11/12/ :46:33

Kronologi Pembubaran Diskusi Salihara

dengan penuh hormat. rumah. mata.

KISAH KISAH YANG HAMPIR TERLUPAKAN

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

Pantang Menyerah. Nasution 1. Zahra Kalilla Nasution Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 13 September 2011

Eliora. orang yang sedang menjalaninya. 1 Artinya, seberat-berat kami melihat sesuatu terjadi, lebih menyakitkan lagi bagi

BAB I PENDAHULUAN. berposisi di baris depan, sebagai komunitas sosial yang memotori perwujudan

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

PERJUANGAN ANGKATAN 66 DALAM TUNTUTAN TRITURA DI KOTA JAMBI

OPOSISI SUATU KENYATAAN 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

Transkripsi:

Cerita Dibalik Supersemar 11 Maret 1966, sejarah Indonesia mengalami titik balik. Sebuah rezim mulai runtuh. Dan sebuah babak baru lahir. Instrumen yang mengubah sejarah itu cuma secarik kertas, yang ditandatangani Presiden Soekarno hari itu: Surat Perintah Sebelas Maret, biasa disingkat Supersemar. Lewat surat itu Presiden Soekarno memberikan wewenang kepada Letjen Soeharto, waktu itu Menteri Panglima Angkatan Darat, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi. Lewat surat itulah kekuasaan Presiden Soekarno mulai terkikis. Dan Jenderal Soeharto muncul sebagai pimpinan nasional yang baru. Menjelang 11 Maret 1971 itu Presiden Soeharto untuk pertama kali menjelaskan latar belakang dan sejarah lahirnya Supersemar karena, katanya, rakyat Indonesia memang berhak mengetahuinya. Supersemar merupakan bagian sejarah yang sangat penting untuk meluruskan kembali perjuangan bangsa dalam mempertahankan cita-cita kemerdekaan dan memberi isi kemerdekaan, ujarnya. Intisari penjelasan Kepala Negara: ia tidak pernah menganggap SP 11 Maret itu sebagai tujuan untuk memperoleh kekuasaan

mutlak. Surat Perintah 11 Maret juga bukan merupakan alat untuk mengadakan kup secara terselubung, katanya tegas. Supersemar memang peristiwa yang bersejarah. Ada yang menyebutnya tonggak sejarah Orde Baru, atau Momentum Orde Baru. Presiden Soeharto sendiri menyebutnya Awal Perjuangan Orde Baru. Meski telah beberapa kali dilakukan usaha merekonstruksikan peristiwa itu, antara lain pada 1976 oleh Pusat Sejarah ABRI yang waktu itu dipimpin Nugroho Notosusanto (almarhum), masih sering terjadi kesimpangsiuran mengenai peristiwa penting itu. Misalnya yang terjadi pada 1982, tatkala muncul kisah lahirnya Supersemar versi Hasjim Ning, yang kemudian dibantah sendiri oleh pengusaha tersebut. Tampaknya, belum semua hal terungkap seputar kelahiran Supersemar. Bukan cuma itu saja. Di sana-sini masih ada cerita yang tidak klop. Mungkin pelacakan secara lengkap perlu dilakukan, mumpung banyak pelakunya masih ada. Surat asli Supersemar sendiri kabarnya hingga kini masih hilang. Maklum, di saat itu keadaan cukup kacau hingga mungkin kesadaran mendokumentasi masih kurang. Alkisah Istana Bogor, Jumat 11 Maret 1966. Deru suara helikopter memecah keheningan Istana sekitar pukul 11 siang. Helikopter Bell kepresidenan mendarat di lapangan Istana. Kok siang-siang begini datang, biasanya kan sore, pikir Ny. Hartini Soekarno sambil keluar pavilyun Istana menjemput suaminya. Presiden Soekarno tiap Jumat sore memang menginap di Istana Bogor, dan kembali ke Istana Merdeka Senin pagi. Dengan dikawal Brigjen Sabur, ajudan Presiden sekaligus Komandan Resimen Cakrabirawa (satuan pengawal presiden), Bung Karno, yang berpakaian uniform presiden warna abu-abu, memasuki pavilyun. Ia memakai pici, dan tak lupa membawa tongkatnya. Pagi-pagi kok sudah ada di Bogor, Mas, ucap Ny. Hartini. Bung Karno, yang datang dengan muka keruh, hanya menjawab pendek, Tien, keadaan genting. Soekarno kemudian masuk kamar, berganti pakaian. Ia sembahyang lohor dan makan siang. Menu siang itu: sayur lodeh, tahu, dan tempe makanan kesukaan Bung Karno. Bapak hanya makan sedikit. Kelihatannya nafsu makannya tidak baik, cerita Ny. Hartini. Selesai makan siang, Soekarno beristirahat. Saat itu sekitar pukul satu siang. Tak lama kemudian deru helikopter yang mendarat menggemuruh lagi. Isinya Wakil Perdana Menteri (Waperdam) I Subandrio dan Waperdam III Chaerul Saleh. Mereka menuju pavilyun saya, yang terletak di sebelah kiri pavilyun Bung Karno, dan saya

persilakan duduk. Pak Sabur datang dan berbicara dengan mereka. Ia lalu mengantar mereka ke pavilyun yang disediakan untuk tamu, kata Mangil Martowidjojo, yang saat itu menjabat Komandan Detasemen Kawal Pribadi Resimen Cakrabirawa. Sekitar pukul 2, sebuah helikopter mendarat lagi. Kali ini yang turun Menteri Veteran Mayjen Basoeki Rahmat, Menteri Perindustrian Ringan Brigjen Jusuf, dan Pangdam V Jaya Brigjen Amir Machmud. Semuanya berseragam militer. Mereka langsung menuju pavilyun tempat pengawal, dan disambut Sabur. Bur, kami datang ingin ketemu Bapak, kata Basoeki Rahmat. Sabur menjelaskan, Bung Karno sedang beristirahat. Kalau begitu, akan kami tunggu, jawab Basoeki Rahmat. Seingat Ny. Hartini, Bung Karno siang itu beristirahat sekitar dua jam. Kira-kira pukul 14.30 (ini menurut penuturan Jenderal Jusuf pada 1973), Sabur datang dan mengatakan Bung Karno bisa ditemui. Ketiga jenderal itu lalu dibawa ke ruang tamu Istana yang dindingnya bercat putih itu. Soekarno yang mengenakan celana kolor dan kaus oblong putih menerima mereka. Raut mukanya keruh. Mau apa kalian ke sini? tanyanya. Basoeki Rahmat sebagai jenderal tertua dalam rombongan itu memulai berbicara, mewakili yang lain. Kami sengaja datang untuk menemui Bapak untuk menunjukkan kami tidak meninggalkan Bapak. Kami tidak ingin Bapak merasa telah ditinggalkan oleh ABRI, oleh Angkatan Darat. Kami menyesalkan terjadinya peristiwa pagi tadi. Tapi kami harap Bapak Presiden tidak terpengaruh oleh kejadian itu. Sikap Bung Karno ternyata masih keras. Apa? Kau bilang aku jangan terpengaruh? Aku tidak usah gelisah? Kau mengatakan Angkatan Darat tidak meninggalkan aku? Kalian sendiri tahu, Angkatan Darat ikut demonstrasi. Ikut menjatuhkan saya. Kalian susupkan anggota RPKAD dan Kostrad di antara pemuda dan mahasiswa itu. Untuk apa kalau bukan untuk menyerang saya? Kemarahan Bung Karno bisa dimengerti. Pagi 11 Maret itu di Istana Negara ada sidang kabinet. Sebelum sidang dimulai, Presiden Soekarno menanyakan pada Amir Machmud apakah situasi aman hingga sidang kabinet bisa dilangsungkan. Pangdam V Jaya ini memberikan jaminannya bahwa situasi aman. Namun, di tengah sidang, mendadak Brigien Sabur menyampaikan suatu nota kepada Presiden Soekarno. Isinya ternyata laporan tentang adanya pasukan tak dikenal, karena tak memakai tanda pengenal, meski memakai senjata, di sekeliling Istana. Setelak berbicara dengan Subandrio, Bung Karno lalu menskors sidang, dan menyerahkan pimpinan sidang pada Waperdam Leimena.

Rupanya, laporan tentang munculnya pasukan liar itu mengguncangkan Presiden Soekarno, yang tampaknya menduga, pasukan itu dikerahkan pihak Angkatan Darat yang menentangnya. Karena itulah ia menghentikan sidang kabinet, meninggalkan istana, dan menuju ke helikopter, diikuti Subandrio yang terbirit-birit hingga sepatunya tertinggal, serta Chaerul Saleh. Bung Karno, yang mungkin merasa situasi Jakarta terlalu panas, terbang ke Istana Bogor. Hari-hari itu suasana Jakarta memang panas dan bergolak. Hampir tiap hari terjadi demonstrasi KAMI dan KAPPI. Lima bulan setelah Peristiwa G-30-S/PKI, penyelesaian politik yang dijanjikan Presiden Soekarno belum juga terjadi. Meski kegiatan PKI telah dilarang oleh sejumlah penguasa militer, secara resmi PKI belum dibubarkan. Sementara itu, situasi ekonomi makin parah. Pemerintah pada 13 Desember 1965 telah memotong nilai uang dari Rp 1.000 menjadi Rp 1. Namun, harga kebutuhan hidup makin melonjak. Masyarakat merasa gelisah. Demonstrasi-demonstrasi itu umumnya diorganisasikan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang makin lama tumbuh makin besar dan kuat. Corat-coret dan yelyel para demonstran itu keras dan menuding pemerintah: Turunkan harga beras, Singkirkan menteri-menteri yang tidak becus, atau Ganyang Subandrio. Waperdam Subandrio memang menjadi sasaran, karena ia yang kemudian mendapat julukan Durno dianggap dekat dengan PKI. Namun, terhadap Presiden Soekarno, para mahasiswa dan pemuda masih bersikap toleran. Yel-yel Hidup Bung Karno masih diteriakkan para demonstran itu. Pada 10 Januari 1966 dicetuskanlah Tri tuntutan Rakyat (Tritura): Bubarkan PKI, Rombak Kabinet Dwikora, dan Turunkan Harga. Aksi-aksi mahasiswa dan pemuda makin menghebat. Meski menyerang pemerintah dengan tuntutan seperti Ritul Menteri Goblok, belum muncul kecaman langsung terhadap Presiden Soekarno. Para pemimpin mahasiswa malah berkata: aksi-aksi mahasiswa itu selalu sejalan dengan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno. Bung Karno sendiri menuduh, kerusuhan dan keguncangan yang terjadi didalangi oleh pihak kontrarevolusi dan nekolim (neo kolonialisme dan imperialisme) yang mau menjatuhkan dia. Dalam suatu sidang kabinet di Istana Bogor pada 15 Januari 1966 dengan marah ia berseru, Ini Soekarno, Pemimpin Besar Revolusi. Siapa yang mau ikut saya, ikutlah. Saya yang bertanggung jawab pada Revolusi. Ini aku Soekarno, Pemimpin Besar Revolusi. Siapa yang senang pada Soekarno, ayo susun barisan, pertahankan, kumpulkan barisan. Jangan bertindak liar. Tunggulah komando saya. Saya tidak mau didongkel-dongkel dari belakang. Kekuasaan Presiden Soekarno saat itu memang masih besar. Meski banyak yang tidak puas dengan sikapnya yang dianggap melindungi PKI dengan menolak desakan untuk

membubarkan partai itu, serta cara penanganan masalah ekonomi yang payah, kedudukannya bagai tak tergoyahkan. Sebagian ABRI waktu itu, terutama AL, AU, dan Kepolisian, mendukung dia. Karena seruan Bung Karno, atas ajakan Subandrio dibentuklah Barisan Soekarno. Dalam pidato radionya, Subandrio juga mengecam keras aksi-aksi mahasiswa, yang dinilainya melampaui batas kesopanan. Apakah perbuatan mahasiswa itu benar-benar berasal dari mereka sendiri? Ataukah penunggangan dari musuh-musuh revolusi, baik nekolim dari luar maupun kontrarevolusi dari dalam, yang menyelewengkan niat baik mahasiswa kita? katanya. Tuduhan Subandrio ini menggusarkan mahasiswa. Serta merta Subandrio dijuluki Anjing Peking atau Haji Peking. Meski Pepelrada Jaya sejak 16 Januari melarang demonstrasi, para mahasiswa melawannya dengan mengirim delegasi-delegasi menemui para pejabat. Bentrokan fisik mahasiswa yang tergabung dalam KAMI dengan kelompok pemuda dan mahasiswa marhaen mulai terjadi di beberapa tempat. Dengan berbagai cara, antara lain gerak jalan, pawai, atau apel siaga, aksi-aksi pemuda dan mahaslswa berjalan terus. Pada 21 Februari Presiden Soekarno merombak kabinet. Susunan kabinet yang baru ternyata tidak memuaskan banyak pihak, termasuk para mahasiswa, karena sejumlah menteri dianggap dekat atau pro-pki dipertahankan atau dimasukkan. Dengan dalih mengadakan Apel Besar Kesetiaan pada Presiden Soekarno, pada 23 Februari KAMI menyelenggarakan demonstrasi lagi. Tatkala berniat menyampaikan resolusi ke Sekretariat Negara, terjadi bentrokan dengan petugas keamanan. Beberapa mahasiswa terluka kena tembakan. Mahasiswa yang marah lalu merusakkan kantor Setneg. Kamis 24 Februari 1966, Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang diejek sebagai Kabinet 100 Menteri akan dilantik. Para mahasiswa sejak pagi buta melancarkan aksi pengempisan ban di jalan-jalan utama Jakarta. Jakarta macet total. Pelantikan berjalan terus, meski sebagian menteri harus dijemput dengan helikopter atau dengan berbagai cara menembus demonstrasi yang mengepung Istana. Di tengah kegalauan itu terdengar suara tembakan. Beberapa demonstran tertembak. Seorang di antaranya, Arief Rachman Hakim, tewas, kena tembakan pasukan Cakrabirawa. Esoknya, upacara penguburan Arief yang diperlakukan sebagai martir dilanjutkan dengan aksi unjuk perasaan. Ratusan ribu orang memadati jalan dan menyaksikan iringan jenazah menuju pemakaman Blok P, Kebayoran Baru. Sorenya, muncul sas-sus pasukan Cakra akan menyerang kampus UI Salemba, yang dijadikan markas mahasiswa. Beberapa panser Kostrad segera dikirim ke UI untuk menjaga. Para pimpinan mahasiswa dilindungi, dan mereka, antara lain Cosmas Batubara, David Napitupulu, Zamroni, Lim Bian Kun, menginap di markas Kopur Kostrad. Yang terjadi selama aksi demonstrasi berlangsung memang itu: para mahasiswa

mendapat dukungan dan bekerja sama dengan sebagian Angkatan Darat, terutama RPKAD dan Kostrad. Karena itu, meski sejak 26 Februari KAMI dibubarkan pemerintah, aksi demonstrasi menuntut pelaksanaan Tritura bisa berjalan terus, antara lain lewat KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia) yang dibentuk pada 9 Februari 1966. Timbul ide di kalangan pimpinan Kostrad untuk mengerahkan pasukan tanpa tanda pengenal di sekeliling Istana, menurut Kepala Staf Kostrad waktu itu, Kemal Idris, guna mencoba menangkap Subandrio serta mengawasi gerakan pasukan Cakrabirawa. Di samping itu, pengerahan sekitar 200 orang pasukan RPKAD dan Kostrad tanpa tanda pengenal itu,juga untuk melindungi aksi-aksi mahasiswa dan pemuda. Pak Harto sudah berpesan pada saya, supaya melindungi anak-anak muda tersebut dari serangan Cakrabirawa, ujar Kemal Idris, waktu itu Kepala Staf Kostrad. Menurut Kemal, Jenderal Soeharto menaruh harapan pada anak-anak muda yang mendemonstrasi kepemimpinan Bung Karno tersebut. Kemal saat itu dianggap dekat dengan para mahasiswa yang tergabung dalam KAMI. Kepala Staf Kostrad itu juga ditugasi memimpin semua pasukan yang ada di Jakarta. Terutama dari Angkatan Darat, mengingat KKO dan Angkatan Udara waktu itu tidak bisa dipercaya. Memang dari Angkatan Darat sendiri juga ada yang terlibat G-30-S/PKI tapi bisa kami atasi, kata Kemal. Amir Machmud, sebagai Pangdam V Jaya, ketika itu membawahkan pasukan teritorial, tapi secara operasional di bawah Kemal Idris. Sedangkan Umar Wirahadikusumah, sebagai Panglima Kostrad, berada di atas Kemal. Meski dengan berbagai cara berusaha menekan Bung Karno, menurut penegasan sejumlah tokoh AD, saat itu tidak ada maksud Angkatan Darat untuk menjatuhkan Presiden Soekarno. Tekanan tersebut tampaknya untuk mendesak Presiden Soekarno agar segera melakukan penyelesaian politik terhadap peristiwa G-30-S/PKI dengan secara formal membubarkan PKI. Namun, Bung Karno waktu itu selalu mengatakan: selama keadaan dalam negeri belum lagi tenang, ia susah untuk mengambil keputusan tentang penyelesaian politik itu. Misalnya dalam pidatonya 23 Januari 1966, Bung Karno berkata, Aku berulang-ulang minta tenang, tenang, dan apa yang kita lihat dan apa yang kita saksikan? Tenang tenang ini tidak ada, mana pula belakangan ini timbul demonstrasi macam-macam. Di dalam konstelasi politik saat itu, Angkatan Darat merupakan kekuatan yang menentukan. Posisi sepuluh parpol yang ada waktu itu kurang kuat, terutama karena sebagian besar pimpinannya dinilai pernah bekerja sama dengan PKI. Sikap mereka ketika itu, oleh pihak mahasiswa, dianggap plintat-plintut dan menentang aksi mahasiswa.

Pada 10 Maret, seusai pertemuan dengan Presiden Soekarno di Istana Merdeka, misalnya, para pimpinan parpol mengeluarkan pernyataan yang tidak bisa membenarkan cara yang digunakan pelajar, mahasiswa, dan pemuda yang bisa membahayakan jalannya revolusi dan merongrong kewibawaan PBR Bung Karno. Mereka juga bertekad bulat untuk melaksanakan tanpa reserve perintah harian Presiden Soekarno 8 Maret. Perintah harian itu sendiri pada pokoknya memerintahkan pada seluruh slagorde ABRI, parpol, Golkar, dan ormas untuk mempertinggi kewaspadaan menghadapi segala macam penyusupan dan hasutan yang bermaksud memecah belah persatuan. Di samping itu, juga menghancurkan segala usah yang merongrong kewibawaan, kepemimpinan dan kebijaksanaa PBR/Presiden/Mandataris MPRS Bung Karno. Meski begitu, sebagian kecil pimpinan parpol, terutama yang bergabung dalam Komando Aksi Pengganyangan Gestapu, bekerja sama dengan mahasiswa dan pemuda dan AD, menentang Presiden Soekarno. Hingga sampailah hari itu, 11 Maret 1966. Bung Karno, yang tampaknya panik oleh kehadiran pasukan tak dikenal di sekitar Istana, menyingkir ke Bogor. Sidang kabinet kemudian dibubarkan Waperdam Leimena. Keluar dari Istana, kebetulan Basoeki Rahmat, M. Jusuf, dan Amir Machmud berjalan bersama. Jusuf mengajak keduanya untuk pergi menemui Bung Karno di Bogor dan berbincang-bincang, sehingga Bung Karno tidak merasa telah ditinggal Angkatan Darat. Keduanya bersedia. Menteri/Wakil Menko Hankam Mayjen Mursid, yang waktu itu hadir dan ikut diajak, menolak. Menurut Amirmachmud, ia mengusulkan agar mereka melapor dulu ke Pak Harto. Bertiga mereka kemudian pergi ke rumah Soeharto di Jalan Agus Salim, Jakarta Pusat. Hari itu kesehatan Pak Harto terganggu hingga tidak dapat menghadiri sidang kabinet. Pada waktu menghadap Pak Harto itu, kami menjelaskan jalannya sidang kabinet. Kemudian kami meminta izin kepada Pak Harto untuk pergi ke Bogor dengan maksud untuk menenteramkan Bung Karno, cerita Amir Machmud. Mereka juga menanyakan apakah Pak Harto ada pesan yang perlu disampaikan pada Bung Karno. Menurut Amir Machmud, Pak Harto waktu itu mengatakan, Pertama, sampaikan salam saya kepada Bung Karno. Kedua Bung Karno tak usah khawatir. Kita sanggup menyelamatkan Pancasila, UUD 1945, menyelamatkan Revolusi Indonesia dan memelihara keamanan, asal diberi kepercayaan untuk itu. Jadi, kata Amir Machmud, Pak Harto tidak pernah membicarakan kemungkinan adanya surat perintah seperti Supersemar itu. Sikap Soeharto kepada Soekarno waktu itu memang menunjukkan sikap anak kepada bapak. Itu juga terlihat dari suatu dialog antara Pak Harto, yang waktu sudah diangkat menjadi Pangkopkamtib, dan Bung Karno, di Istana Merdeka, di awal 1966, di saat demonstrasi mahasiswa mewarnai suasana Jakarta. Waktu itu Bung Karno menanyakan pada Pak Harto,:

Harto, aku ini akan kamu apakan? Aku ini pemimpinmu. Aku iki arep tok kapakke Bapak Presiden, jawab Pak Harto, saya ini anak petani miskin. Tetapi ayah saya selalu mengingatkan saya untuk selalu menghormati orang tua. Saya selalu diingatkan untuk mikul duur mendem jero (menghormat) terhadap orangtua. Bagus, jawab Bung Karno. Bapak tetap saya hormati, seperti saya menghormati orangtua saya. Bagi saya, bapak tidak hanya pemimpin bangsa, tetapi saya anggap orangtua saya. Saya selalu ingin mikul dulaur terhadap Bapak. Sayang, yang mau dipikul duvur mendem jero tidak mau, kata Pak Harto. Betul begitu, To? Betul, Pak. Insya Allah. Soalnya tergantung Bapak. Nah. Kalau betul kau masih menghormati aku dan menghargai kepemimpinanku, kuperintahkan kau menghentikan demonstrasi-demonstrasi mahasiswa itu. Aksi-aksi mereka sudah keterlaluan. Tidak sopan. Liar. Mereka sudah tidak sopan dan hormat kepada orang tua. Mereka tidak bisa dibiarkan, Harto. Kau, kuminta mengambil tindakan terhadap mereka. Maaf, Pak. Saya pikir, masalah ini berkenaan dengan pembenahan negara kita secara keseluruhan. Yang saya maksud, penyelesaian politik mengenai G-30-S/PKI seperti yang Bapak janjikan. Kalau sekarang Bapak Presiden mengumumkan secara resmi bahwa PKI dibubarkan dan dilarang, saya percaya mahasiswa itu akan menghentikan aksi-aksinya. Karena itu yang dituntut oleh mereka. Penyelesaian politik G-30-S/PKI lagi yang kau sebut, Harto. Kamu tadi mengatakan tetap menghormati kepemimpinanku. Tak pernah goyah, Pak. Kalau begitu, laksanakan perintahku, kata Bung Karno. Pak Harto tidak menjawab. Bung Karno juga terdiam. Menilik dialog semacam itu, bisa dimengerti kalau Bung Karno juga meledak-ledak ketika tiga jenderal, Basoeki Rahmat, Jusuf, dan Amir Machmud, menemuinya, siang 11 Maret 1966 itu. Ia memarahi Amir Machmud, yang selalu melapor bahwa keadaan aman.

Apanya yang aman? Demonstrasi berlangsung terus. Kau itu penanggung jawab keamanan Ibu Kota. Apa yang kau lakukan untuk menghentikan demonstrasi itu? Ia juga menegur Basoeki Rahmat dan Jusuf. Kalian juga tidak berbuat apa-apa. Ia menuduh ketiga jenderal itu berpura-pura, dan sebenarnya ingin agar Soekarno jatuh. Mereka bertiga membantah. Kata Basoeki Rahmat, Itu tidak benar, Pak. Tidak ada niat meninggalkan Bapak. Apalagi menjatuhkan Bapak. Kalau ada niat seperti itu, tentu kami tidak datang kemari. Bung Karno terdiam. Ia kemudian menanyakan kemungkinan jalan keluar situasi. Jusuf menyarankan agar Bung Karno memerintahkan Jenderal Soeharto untuk mengatasi keadaan. Amir Machmud menambah, Ya, Pak. Tadi Pak Harto juga berpesan sanggup mengatasi keadaan, kalau Bapak Presiden memberikan kepercayaan kepadanya. Kepercayaan? Kepercayaan apa lagi yang harus kuberikan kepadanya? Jenderal Soeharto sudah kuangkat menjadi Panglima Pemulihan Keamanan dan Ketertiban. Tapi coba, sampai sekarang tidak aman dan tidak tertib, jawab Bung Karno. Mungkin diperlukan kepercayaan lebih lagi, Pak, kata Amirmachmud. Kepercayaan lebih bagaimana? Apa maksudmu? Semacam surat perintah, misalnya, sahut Amir Machmud. Soekarno terdiam. Matanya menatap tajam ketiga jenderal itu. Juga kepada Sabur, yang ikut hadir di situ. Akhirnya Bung Karno setuju. Keempat jenderal itu diperintahkannya membuat konsep surat perintah itu. Selembar kertas disodorkan ke Basoeki Rahmat. Jenderal kelahiran Tuban, Ja-Tim, yang dikenal pendiam itu lalu mengeluarkan pena. Ia mengucapkan Bismillahirrochmanirrohim lalu mulai menulis. Surat Perintah. Itu kalimat pertama yang ditulisnya. Konsep itu kemudian disampaikan Sabur kapada Bung Karno. Ia lalu memanggil ketiga Waperdam, Subandrio, Leimena, dan Chaerul Saleh, yang sudah ada di Istana Bogor, dan menanyakan pendapat mereka. Hanya Subandrio yang menjawab, Kalau Bapak tanda tangani, buntutnya akan panjang. Mungkin karena tidak memperoleh kesepakatan bulat di antara para pembantu dekatnya,

Bung Karno masuk ke kamar kerjanya. Waktu itu ia sudah memakai piyama biru dan memakai sandal Bata warna cokelat. Konon, ia sempat sembahyang. Sekitar satu jam Soekarno berada di kamar kerjanya. Setelah satu jam, konsep awal tadi sudah ada coretannya, dan dikembalikan kepada ketiga jenderal tersebut. Basoeki Rahmat kembali membuat konsep baru, yang kemudian disampaikan Sabur kepada Bung Karno. Akhirnya mereka berkumpul lagi di salah satu ruangan yang lebih besar.pada pertemuan ini, Bung Karno telah memakai pakaian lengkap, baju putih. Lengan pendek, celana abu-abu, dan memakai pici. Yang hadir: ketiga jenderal tadi, tiga waperdam, dan Sabur yang tetap berdiri. Suasana agak tegang. Hasil rembukan itu diketik Sabur dengan kertas yang berkop Kepresidenan RI. Akhirnya mereka berkumpul di ruang makan Istana. Bung Karno membaca ketikan konsep yang telah disetujui bersama. Bagaimana, Ban, kau setuju? tanya Bung Karno pada Subandrio. Kalau Bapak Presiden sudah setuju, saya setuju, jawab yang ditanya. Bung Karno kemudian menandatangani surat perintah yang kemudian sangat terkenal itu. Setelah itu mereka kembali ke pavilyun Istana. Di ruang tamu, mereka mengobrol sejenak. Bung Karno didampingi Hartini duduk di sofa panjang, sedang ketiga jenderal duduk di depan mereka. Leimena duduk di sebelah kiri Bung Karno, sedang Subandrio dan Chaerul Saleh duduk di kanan Hartini. Sabur tetap berdiri. Di ruangan yang tak berjendela itu, semua pintunya dibuka. Muka-muka yang hadir tampak serius. Tak berapa lama, ketiga jenderal itu mohon diri, memberi hormat dan kemudian bersalaman dengan Bung Karno. Sepulang ketiga jenderal itu, Soekarno masih sempat membaca di ruang tamu. Sekitar pukul 23.00 ia masuk kamar tidur. Di kamar tidur ia masih juga sempat membaca majalah Selecta. Tapi ia tampak gelisah. Sampai pukul 1.00 ia belum tertidur. Bapak membolak-balikkan badannya ke kiri, ke kanan, kata Ny. Hartini mengenang. Setelah minum obat tidur, barulah Bung Karno terlelap. Dalam perjalanan pulang dari Bogor dengan naik mobil, ketiga jenderal itu sempat membaca kembali Supersemar dengan menggunakan senter. Ketiganya kaget setelah menyadari surat perintah itu berarti penyerahan kekuasaan Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto. Supersemar memang berisi pelimpahan wewenang kepada Jenderal Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Pangti/PBR/Mandataris MPRS demi untuk keutuhan bangsa dan negara RI, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran PBR.

Esoknya, Jenderal Soeharto, atas nama Presiden, mengeluarkan perintah harian kepada segenap jajaran ABRI dan mengumumkan kelahiran Supersemar. Perintah harian itu lalu disusul dengan Keputusan Presiden/Pangti ABRI/Mandataris MPRS/PBR Nomor 1/3/1966. Isinya: membubarkan PKI termasuk bagian-bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai ke daerah serta semua organisasi yang seasas/berlindung/bernaung di bawahnya. PKI juga dinyatakan sebagai organisasi terlarang di seluruh RI. Akhirnya tuntutan rakyat agar PKI dibubarkan terlaksana. Berita itu segera tersebar. Bukti bahwa masyarakat menyambut gembira keputusan itu terlihat dari sambutan massa terhadap pawai kemenangan yang terjadi 12 Maret 1966 itu. Masyarakat di seluruh Indonesia juga menyambut meriah keputusan itu. Dan awal sebuah sejarah baru pun dimulai. ** * **