BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72%

KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN BERAU BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BUKU PUTIH SANITASI KAB. WAKATOBI (POKJA SANITASI 2013) BAB I PENDAHULUAN

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi (PPSP) Tahun 2012 POKJA AMPL KABUPATEN TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pokja AMPL Kota Makassar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PEMETAAN SISTEM SANITASI KRITERIA PEMILIHAN LOKASI

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LAPORAN FINAL BUKU PUTIH SANITASI TABANAN 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

b. Kecamatan Padang Panjang Timur, terdiri dari : 1. Kelurahan Koto Panjang; Bagian C Lampiran

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Buku Putih Sanitasi Kota Bogor

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. Strategi sanitasi kabupaten bintan Tahun anggaran Latar Belakang

Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten Klungkung Bab 1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

Buku Putih Sanitasi Kabupaten Kepulauan Aru 2014 BAB 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN

STARTEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) KELOMPOK KERJA AMPL KABUPATEN ENREKANG

Universal Access cakupan akses 100% untuk air minum dan sanitasi dalam rangka. 1.1 Latar Belakang

BUKU PUTIH SANITASI KOTA SALATIGA BUKU PUTIH SANITASI. Tahun 2012 POKJA PPSP KOTA SALATIGA. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi (PPSP)

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STRATEGI SANITASI KOTA KAB. SIDENRENG RAPPANG

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN MINAHASA UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

Rangkuman visi, misi, tujuan, sasaran, dan arah penahapan sesuai yang telah ditetapkan.

1.1 Latar Belakang. 1.2 Wilayah cakupan SSK

BAB I PENDAHULUAN. Srategi Sanitasi Kabupaten Karanganyar 2012 I LATAR BELAKANG

Strategi Sanitasi Kota Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN

Strategi Sanitasi Kabupaten OKU TIMUR

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT Latar Belakang

POKJA PPSP KABUPATEN SAROLANGUN BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

STRATEGI SANITASI KOTA KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan

BAB 1 PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN BENGKAYANG. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Landasan Gerak

Bab 1 Pendahuluan PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KUDUS. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1

Pendahuluan. Bab Latar Belakang

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

IV.B.7. Urusan Wajib Perumahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I RPJMN Bidang Perumahan Permukiman, Bappenas

STRATEGI SANITASI KOTA KENDARI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KAB. SIDENRENG RAPPANG

KELOMPOK KERJA PPSP KABUPATEN SOPPENG TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN

Strategi Sanitasi Kabupaten Purworejo BAB I PENDAHULUAN

Bab 1 Pendahuluan. Strategi Sanitasi Kabupaten Sleman 2015 I-1

KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Strategi Sanitasi Kabupaten Pasaman. ( Refisi 2012 ) I.1

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TOJO UNA-UNA

BAB V STRATEGI MONITORING DAN EVALUASI

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN MADIUN

Strategi Sanitasi Kabupaten Landak 2013 BAB I PENDAHULUAN

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

Strategi Sanitasi Kabupaten Empat Lawang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

NOTULEN KICK OFF MEETING PROGRAM PPSP KABUPATEN JEMBRANA

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

1.1 Latar Belakang 1.2 Landasan Gerak 1.3 Maksud dan Tujuan 1.4 Metodologi 1.5 Dasar Hukum dan Kaitannya dengan Dokumen Perencanaan Lain

Buku Strategi Sanitasi Kabupaten Bangka Selatan 1

STRATEGI SANITASI KABUPATEN CIAMIS BAB I

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

1.1. Latar Belakang I - 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Labuhanbatu Utara, Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG. Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN BONE PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN 1.1. LATAR BELAKANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk merupakan masalah yang terbesar yang dialami oleh seluruh kota besar di Indonesia, dimana pada tahun 2007 jumlah populasi di Indonesia berjumlah 235 juta jiwa dan sebanyak 42% tinggal di perkotaan. Dengan angka pertumbuhan penduduk rata rata 4,4% per tahun maka diproyeksikan tahun 2025 sebanyak 61% dari total penduduk akan berdomisili di kota besar. Hal ini merupakan masalah besar bagi kota yang sedang giat membangun, karena persoalan jumlah penduduk ini akan mempengaruhi tata kehidupan perkotaan lainnya. Salah satu persoalan yang sangat terkait dengan masalah jumlah penduduk adalah sanitasi. Sanitasi yang kurang baik akan berdampak luas pada berbagai sektor yang terkait dengan kesehatan masyarakat Saat ini pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan belum menjadi agenda utama para pengambil keputusan di Indonesia. Lebih dari 100 juta penduduk yang tersebar di 30.000 desa masih kesulitan memperoleh akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitsi dasar. Buruknya pelayanan air minum dan sanitasi merupakan kendala serius dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Padahal target indonesia tahun 2015, meningkatkan hingga 67% proporsi penduduk yang memiliki akses terhadap sumber air minum yang aman dan meningkatkan hingga 69,3% proporsi penduduk yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi dasar. Berdasarkan data Direktorat Penyehatan Lingkungan Depkes RI, menyebutkan bahwa air dan sanitasi yang buruk berdampak pada meningkatnya jumlah kasus diare 423/1.000 orang dan angka kematian tertinggi terjadii pada kelompok usia di bawah 5 tahun, yaitu 75/100.000 orang. Kemudian 350 sampai 810 orang pada setiap 100.000 orang penduduk terpapar tifus, dengan laju kematian 0,6 sampai 5%. Sekitar 35,5% penduduk Indonesia diperkirakan terpapar cacingan. Menurut laporan World Bank tahun 2008, dampak kesehatan akibat pengelolaan air dan sanitasi yang buruk menyebabkan Indonesia kehilangan Rp 56 triliun (2,3% dari PDRB). Dalam APBN tahun 2005, alokasi untuk lingkungan hidup dianggarkan sebesar 3,1 M. Namun kegiatan program untuk penanganan limbah hanya dianggar sebesar Rp 335,9 juta saja. Alokasi tersebut dari tahun ke tahun mengalami peningkatan namun tidak terlalu signifikan. Data APBN 2009, alokasi untuk Lingkungan hidup sebesar Rp 7,8 M dan diikuti

dengan kenaikan penanganan limbah sebesar Rp 518,5 juta. Alokasi tersebut juga setara dengan alokasi untuk Fasiltas Umum dan Perumahan dalam hal penyediaan air minum. Tahun 2005, hanya dialokasikan sebesar Rp 798,8 juta dari total anggaran Fasilitas Umum sebesar Rp 2,28 M. Kemudian tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar Rp 3,4 M dari total anggaran fasilitas umum sebesar Rp 18,4 M. Anggaran untuk sanitasi tersebut, hanya 1/214 dari anggaran subsidi BBM. Selain lemahnya visi menyangkut sanitasi, terlihat pemerintah belum melihat anggaran untuk perbaikan sanitasi ini sebagai investasi, tetapi masih melihat sebagai biaya (cost). Menurut WHO dan sejumlah lembaga lain, setiap 1 dollar AS investasi di sanitasi, akan memberikan manfaat ekonomi sebesar 8 dollar AS dalam bentuk peningkatan produktivitas dan waktu, berkurangnya angka kasus penyakit dan kematian. Pemerintah dalam 30 tahun terakhir, baru bisa memenuhi anggaran sekitar 10% yaitu sekitar 820 juta dolar AS untuk sanitasi dan hanya Rp 200/orang/tahun untuk setiap penduduk. Padahal kebutuhan minimal agar akses terhadap sanitasi memadai dibutuhkan sekitar Rp 47.000.per/orang/tahun10. Dan menurut versi Bank Pembangunan Asia, memerlukan Rp 50 triliun untuk mencapai target MDGs 2015, dengan 72,5% penduduk akan terlayani oleh fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Untuk sanitasi tantangan memenuhi target MDG tidak kalah besar. Dimana pemerintah menghadapi kendala berupa pendanaan untuk pengembangan baik operasional dan pemeliharaan. Sampai saat ini tingkat pelayanan air limbah pemukiman di perkotaan melalui system perpipaan mencapai 2,33% dan melalui jamban (pribadi dan fasilitas umum) yang aman baru mencapai 46,6% (Susenas 2004). Dan jumlah kota di seluruh Indonesia yang telah memiliki sistem pengelolaan sistem pengelolaan limbah terpusat baru mencapai 11 kota. Sementara untuk di pedesaan melalui pengolahan setempat berupa jamban pribadi dan fasilitas umum baru mencapai 49,33%. Dalam pencapaian target MDGs adalah terlayaninya 50% masyarakat yang belum mendapat akses air bersih. Jelas tantangan ini sangat berat apalagi diketahui bahwa cakupan pelayanan baik di perkotaan maupun pedesaan masih sangat rendah dan mengakibatkan kecenderungan meningkatnya angka penyakit terkait air dan menurunnya kualitas air tanah dan air permukaan sebagai sumber air baku untuk air minum. Berdasarkan laporan UNDP terbaru, IPM bangsa Indonesia berada di peringkat ke-108 dari 177 negara. Kualitas pertumbuhan pembangunan suatu bangsa dapat diukur dengan IPM, 2

indikator itu merupakan gabungan dari tiga variabel, yakni tingkat ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Di sektor kesehatan, variabel yang digunakan dalam menghitung IPM adalah Umur Harapan Hidup (UHH), pemerintah telah memberikan perhatian yang serius dan memadai dalam upaya meningkatkan UHH itu. Hal itu jelas tercantum dalam Perpres No: 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dalam RPJMN tercantum pula sasaran pembangunan kesehatan sampai tahun 2009 yaitu meningkatnya UHH dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun. IKM juga dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat yaitu dari indikator proporsi penduduk yang tidak mempunyai akses terhadap sarana air bersih, proporsi anak dengan berat badan rendah dibanding umur dan proporsi penduduk yang kemungkinan meninggal sebelum umur 40 tahun. Menurut UNDP nilai IKM Indonesia dewasa ini adalah 17,9 yang menduduki peringkat ke-33 dari 99 negara yang dinilai. Dengan demikian masalah pembangunan di Indonesia masih sangat berat dan kompleks, IPM Indonesia masih rendah dan IKM Indonesia juga masih tinggi yang keduanya dipengaruhi oleh sektor kesehatan. Tahun 2004 Angka Kematian Bayi (AKB) 35 per 1.000 kelahiran hidup telah dapat diturunkan menjadi 30,8 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2006. Angka kematian Ibu (AKI) juga mengalami penurunan dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada 2004 menjadi 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005. Sejalan penurunan AKB, angka UHH terus meningkat dari 66,2 tahun pada tahun 2004 menjadi 69,4 tahun pada tahun 2006. Kondisi sanitasi kota sekarang ini dijadikan tolak ukur dalam keberhasilan pembangunan suatu kota atau bahkan suatu negara. Kondisi sanitasi merupakan cerminan keperdulian pemerintah terhadap rakyatnya, karena sanitasi yang buruk ditengarai menyebabkan 120 juta kejadian penyakit dan 50.000 kematian anak setiap tahunnya. Dampak ekonomi akibat sanitasi yang buruk di perkotaan bisa mencapai lebih dari 29 triliun Rupiah setiap tahunnya. Untuk itulah diadakan program Pembangunan Percepatan Sanitasi Permukiman (PPSP), PPSP merupakan program yang akan menjadi titik awal pembangunan sanitasi di Indonesia. Program ini digagas oleh Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS) dengan mempromosikan Strategi Sanitasi Kota (SSK) dan Buku sebagai suatu terobosan dalam membenahi kondisi sarana sanitasi kota di Indonesia. Depok sebagai salah satu kota besar yang terdapat pada wilayah ibukota tentunya mempunyai komitmen yang tinggi terhadap kesehatan masyarakatnya yang pada saat ini berjumlah 1.736.565 jiwa (BPS, 2010). Dengan angka pertumbuhan penduduk yang tinggi tentunya depok merupakan salah satu kota yang menjanjikan, namun pada saat yang 3

bersamaan juga terancam. Hal ini ditandai dengan pemekaran yang terjadi pada akhir tahun 2009. Kota Depok melakukan pemekaran wilayah kecamatan yang semula 6 kecamatan menjadi 11 kecamatan. Adapun pemekaran ini dituangkan dalam Perda Kota depok No. 8 Tahun 2007 dengan implementasi mulai dilaksanakan tahun 2009. Kota Depok memiliki 11 kecamatan, 63 kelurahan, 871 Rukun warga (RW) dan 4856 Rukun Tetangga (RT). Dimana secara fisik depok adalah daerah resapan air selain itu juga menjadi perluasan sektor bisnis, industri dan permukiman dari ibukota Jakarta. Melihat fakta tersebut maka Kota Depok berkomitmen ikut serta dalam program PPSP dan dengan serius membenahi kondisi sarana sanitasi kota yang tertuang dalam Keputusan Walikota Depok No 821.29/232/Kpts/Bapp/Huk/2011 tertanggal 26 april 2011, tentang pembentukan kelompok kerja (Pokja) sanitasi Kota Depok. Pokja dibentuk oleh berbagai elemen masyarakat, dimana terdapat beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) instansi pemerintah dan juga dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di Kota Depok yang bersinergi dengan lembaga kemasyarakatan, unsur swasta dan masyarakat secara keseluruhan. Segera setelah itu pokja sanitasi kota depok mengadakan rapat rapat dan merencanakan penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota Depok serta Strategi Sanitasi Kota Depok. Kedua dokumen tersebut ditargetkan akan rampung pada Desember 2011 dengan perincian dari bulan April September 2011 adalah waktu penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota Depok, kemudian disusul pada bulan Oktober Desember 2011 untuk penyusunan Strategi Sanitasi Kota Depok. Pelaksanaan penyusunan buku putih merupakan proses pengumpulan data baik data skunder yang tersebar pada berbagai dinas ataupun data primer berupa survei Environment Health Risk Assesment (EHRA). Tim Pokja melakukan pertemuan rutin untuk mengumpulkan, mengkaji serta menganalisa data dalam rangka memetakan kondisi sanitasi Kota Depok. Dengan jadwal yang rapat maka Tim Pokja berkomitmen mengadakan pertemuan setiap minggunya untuk melaporkan kemajuan kemajuan yang dicapai pada setiap bidang kajian. Hasil pengumpulan, kajian dan analisa data tersebut disajikan dalam sebuah dokumen yang disebut sebagai Buku Putih Sanitasi Kota Depok. Buku Putih Sanitasi Kota Depok merupakan dokumen yang berisi hasil pengkajian dan pemetaan kondisi sanitasi yang merupakan informasi awal bagi penyusunan Strategi Sanitasi Kota Depok. 1.2 Pengertian Dasar Sanitasi Mengacu pada Compendium for Sanitation System and Technology, sanitasi diartikan sebagai suatu proses multi-langkah, di mana berbagai jenis limbah dikelola dari titik timbulan 4

(sumber limbah ke titik pemanfaatan kembali atau pemrosesan akhir). Proses multi-langkah ini disebut sebagai sistem sanitasi. Beberapa limbah tersebut dihasilkan oleh tubuh manusia sendiri, seperti tinja dan urine. Terdapat juga beberapa limbah yang dihasilkan dari aktifitas manusia, seperti penggelontoran WC, pembilasan cucian, pembuangan sampah dan lain lain. Dalam perjalanan limbah tersebut dari sumbernya sampai kepada proses akhir maka dikenal 5 buah kelompok fungsional yang nantinya dipakai dalam proses pemetaan sistem sanitasi kota. Kelima kelompok fungsional tersebut adalah: 1. Pembuangan (User Interfaces). 2. Pengumpulan dan Penampungan dan/atau pengolahan awal. 3. Pengangkutan/pengaliran. 4. (semi) Pengolahan Akhir Terpusat. 5. Daur ulang dan/atau pemrosesan akhir. Sanitasi sendiri biasanya dipecah menjadi 3 subsektor sanitasi, ketiga subsektor tersebut adalah: 1. Air limbah, diantaranya terdiri dari tinja, urine, air pembersih, material pembersih, air bekas cucian dan dapur, dan lain sebagainya. 2. Sampah, terdiri dari sampah rumah tangga (sampah dapur, plastik, kaca, kertas dan lain lain); sampah medis, sampah industri dan lain sebagainya. 3. Drainase, selain mengalirkan dan menampung limpasan permukaan, juga menampung air limbah rumah tangga (umumnya berupa grey water) dan air limbah lainnya. Selain ketiga subsektor sanitasi tersebut, sanitasi juga sering disandingkan dengan upaya penyediaan air bersih kepada masyarakat melalui air baku yang bersumber dari air permukaan maupun berasal dari sumur dangkal dan sumur dalam. 1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Maksud dari penyusunan buku putih ini adalah mengetahui karakteristik wilayah Kota Depok. Selain itu buku putih ini juga memaparkan secara jujur dan terperinci mengenai kondisi sanitasi Kota Depok. Sehingga pemerintah kota dapat mengidentifikasi kondisi terkini dari sanitasi Kota Depok dan menemukan kendala dan hambatan yang terdapat di dalamnya. 1.3.2 Tujuan 5

Tujuan disusunya buku putih ini adalah untuk merumuskan akar masalah yang dianalisis melalui kajian mendalam terhadap kondisi terkini dari sanitasi Kota Depok. Setelah itu hasil analisis tersebut akan ditindaklanjuti dengan penyusunan Strategi Sanitasi Kota Depok untuk merumuskan pemilihan sistem sanitasi yang terbaik yang dapat diaplikasikan di Kota Depok dengan karakteristik wilayahnya. Sehingga dengan sistem sanitasi kota yang baik akan dicapai kondisi lingkungan alam dan sosial masyarakat yang sehat. 1.4 Pendekatan dan Metode Penyusunan 1.4.1 Pendekatan Penyusunan buku putih sanitasi ini dilaksananakan secara partisipatif yang melibatkan para pemangku kepentingan yang berhubungan dengan masalah Sanitasi di Kota Depok. Penyusunannya buku putih ini dikerjakan secara bersama sama oleh tim Pokja agar menghasilkan Buku Putih yang objektif dan benar benar menggambarkan kondisi eksisting sanitasi di lapangan. 1.4.2 Metode penyusunan Buku Putih Metode dalam penyusunan buku putih dibagi menjadi metode pengumpulan data dan metode analisis data. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut : 1. Studi literatur dilakukan terhadap berbagai dokumen dari masing masing Satuan Kerja perangkat Daerah (SKPD), dan dokumen rencana - rencana strategis kota depok. 2. Wawancara mendalam dengan berbagai narasumber yang terkait program sanitasi. 3. Focus Group Discusion(FGD) dengan semua SKPD terkait dengan masalah sanitasi. 4. Survey lapangan untuk studi Environmental Health Risk Assesment (EHRA), dan kajian berbagai bidang (Komunikasi, PMJK, Teknis). Sedangkan metode yang digunakan untuk analisis data adalah analisis komparasi dengan profesional judgement untuk memaparkan kondisi sanitasi kota depok, elemen yang dibandingkan adalah data hasil studi literatur dan studi EHRA, dimana yang bertindak sebagai pakar adalah para dinas dalam tim Pokja yang setiap hari berkerja dengan permasalahan sanitasi Kota Depok. Selain itu juga digunakan analisis spasial atau analisis keruangan dalam menguraikan area berbahaya untuk masalah sanitasi Kota Depok dan metode deskriptif analitik untuk penarikan kesimpulan. Untuk penyempurnaan dilakukan juga review dan tatap muka dengan Ahli dari KMW, PF, CF melalui pertemuan terpusat, regional atau kunjungan. 6

1.5 Posisi Buku Putih Buku putih merupakan gambaran kondisi aktual sanitasi Kota Depok yang akan dijadikan acuan dalam penyusunan dokumen Strategi Sanitasi Kota Depok. Dokumen ini akan menguraikan sarana prasarana eksisting, cakupan dan tingkat pelayanan, informasi kelembagaan dan keuangan dari sector sanitasi, arah pengembangan sanitasi berupa kebutuhan dan peluang dari sector ini. Dalam dokumen ini juga terdapat area prioritas yang disusun berdasarkan tingkat resiko dan zona sanitasi, area prioritas berfungsi sebagai arahan dalam perbaikan sanitasi dan pedoman dalam merumuskan teknologi dan strategi sistem sanitasi Kota Depok. 1.6 Sumber Data Dalam penyusunan buku putih ini terdapat dua macam data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data skunder. Data primer yang dikumpulkan adalah data kondisi masyarakat Kota Depok yang didapatkan dengan studi EHRA yang dilakukan oleh tim Pokja sanitasi. Data primer tersebut didapatkan dengan observasi lapangan dan wawancara mendalam terhadap1360 KK yang berdomisili di Kota Depok. Selain itu juga terdapat data primer hasil kajian SKPD yang berupa kajian teknis, kajian kelembagaan, kajian keuangan, kajian PMJK, dst. Sedangkan data skunder yang dikumpulkan adalah data sanitasi yang berupa arsip dan dokumen yang berkaitan dengan aktivitas program masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, baik langsung maupun tidak langsung, yaitu data primer dan sekunder, proposal, laporan, foto, rencana strategis dan peta. Selain itu juga terdapat narasumber, yang terdiri dari beragam posisi yang berkaitan dengan tugas SKPD terkait untuk klarifikasi data, pihak swasta, masyarakat sipil, dan tokoh masyarakat. Data skunder tersebut didapat dari : 1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Depok RPJMD Kajian kajian Sanitasi Kota Depok Masterplan Sektor Sanitasi 2. Dinas Kesehatan Kota Depok Renstra Data PHBS Profil Kesehatan Kota Depok 3. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok 7

Renstra Data IPLT Data TPA Data Persampahan 4. Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok Renstra RTRW Kota Depok Data Air Bersih 5. Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Depok Renstra Data Drainase 6. Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Depok Daftar Media Daftar Publikasi Sektor Sanitasi 7. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Depok Data Anggaran Kota Depok 8. Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Ketahanan Pangan Kota Depok Data Pemberdayaan Masyarakat 9. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Depok Renstra Daftar Perusahaan dan RS Penghasil Limbah Data Kualitas Air 10. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Depok Data Pemberdayaan Perempuan 11. Sekretariat Daerah Kota Depok Depok Dalam Angka 12. Literatur lain baik media cetak, maupun media elektronik. 1.7 Peraturan Perundangan Peraturan perundangan yang dipakai sebagai dasar hukum dalam penyusunan buku putih ini adalah sebagai berikut : 1. Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Dalam UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (selanjutnya disingkat SDA) disebutkan bahwa penguasaan sumber daya air diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum 8

adat setempat. Hak guna air (berupa hak guna pakai air dan hak guna usaha air) tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan sebagian atau seluruhnya. 2. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 3. Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No 12 tahun 2008 mengenai Revisi UU No. 32 tahun 2004; 4. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 5. Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Peraturan ini menjelaskan bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Untuk menjamin tercapainya tujuan tersebut, maka dilakukan pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang. 6. Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini terdiri atas sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik. Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah wajib memiliki izin dari Kepala Daerah sesuai dengan kewenangannya. Bupati/Walikota dapat menerapkan sanksi administratif kepada pengelola sampah yang melanggar ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan. 7. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Sehubungan dengan kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Oleh karena itu diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Adapun ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ini meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. 8. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 9

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Sedangkan untuk kumpulan peraturan pemerintah terdapat beberapa peraturan yang terkait dengan sector sanitasi, yaitu: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; 5. Peraturan Pemerintah Indonesia No 41 tahun 2007 mengenai Organisasi Perangkat Daerah. 1.8 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Buku Putih Sanitasi Kota Depok ini terdiri dari 6 bab yang meliputi : BAB I PENDAHULUAN Berisikan latar belakang, pengertian dasar sanitasi, maksud dan tujuan metode yang digunakan dalam penyusunan, kedudukan buku putih, peraturan perundangan yang dipakai, dan sistematika penulisan yang digunakan. 10

BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI GAMBARAN UMUM KOTA DEPOK Berisikan Geografis, Topografis dan Geohidrologi, Administratif, Kependudukan, Pendidikan, Kesehatan, Sosial Masyarakat, Perekonomian, Visi dan Misi Kota, Institusi dan Organisasi Pemda, serta Tata Ruang Wilayah. PROFIL SANITASI KOTA DEPOK Berisikan Kondisi Umum Sanitasi Kota Depok, Pengelolaan Limbah Cair, Pengelolaan Persampahan, Pengelolaan Drainase, Penyediaan Air Minum, Komponen Sanitasi Lainnya, dan Pembiayaan Sanitasi Kota. RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI BERJALAN Berisikan Visi Misi Sanitasi Kota, Strategi Penanganan Sanitasi Kota, Rencana Peningkatan Pengelolaan Limbah Cair, Rencana Peningkatan Pengelolaan Sampah, Rencana Peningkatan Pengelolaan Saluran Drainase Lingkungan, Rencana Pembangunan Penyediaan Air Minum, Rencana Peningkatan Kampane PHBS. INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI Berisikan Area Beresiko Tinggi dan Permasalahan Utamanya, Kajian dan Opsi Partisipasi Masyarakat dan Jender di Area Prioritas, Komunikasi untuk Peningkatan keperdulian Sanitasi, Keterlibatan Sektor Swastadalam Layanan Sanitasi. PENUTUP Memuat harapan dan langkah langkah tindak lanjut (opsi pengembangan yang dapat dipertimbangkan dalam penyusunan SSK. 11