Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

dokumen-dokumen yang mirip
Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015

Peran Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015

Perlindungan hukum atas dana nasabah pada bank melalui lembaga penjamin simpanan

I. PENDAHULUAN. nasional dan stabilitas industri perbankan yang mempengaruhi stabilitas

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

PENJAMIN SIMPANAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM BISNIS. DR. H. M. Kamal Hijdaz, SH, MH Dosen pada Fakultas Hukum UMI Dan STIE YPUP

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

7. ASPEK HUKUM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN ANDRI HELMI M, SE., MM.

3 Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit. 4 Dahlan Siamat, Management Bank Umum, Intermedia,

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan maka dapat disimpulkan. bahwa :

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 3/PLPS/2005 TENTANG PENYELESAIAN BANK GAGAL YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN MAKALAH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

TANGGUNG JAWAB BANK AKIBAT KERUGIAN DIDERITA OLEH NASABAH. Suwardi, SH., MH 1. Raga Taufani 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

DAFTAR PUSTAKA. Abbas Salim, 1985, Dasar-Dasar Asuransi (Principle Of Insurance) Edisi Kedua, Tarsito, Bandung.

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Psl. 1 angka 11.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur baik dari segi materiil maupun spiritual yang

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

KAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SIMPANAN DEPOSITO

DAFTAR REFERENSI. Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001.

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN [LN 2004/96, TLN 4420]

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa upaya

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PENGGELAPAN DANA SIMPANAN NASABAH SEBAGAI KEJAHATAN PERBANKAN 1 Oleh: Rivaldo Datau 2

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

TANGGUNG JAWAB DAN KEWENANGAN BANK INDONESIA DALAM LIKUIDASI BANK

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi,

I. PENDAHULUAN. Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. mendukung sistem perekonomian suatu negara. Jika industri perbankan dalam

PERANAN PEMEGANG SAHAM PADA SAAT TERJADI LIKUIDASI BANK DILIHAT DARI UNDANG UNDANG PERBANKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : Memberikan Kredit Dengan Jaminan Fidusia. tahun 1999 tentang jaminan fidusia.

BAB III PENUTUP. piutang macet dilakukan dengan dua cara, yaitu: surat-surat/dokumen penting.

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Dalam agenda pembangunan nasional Tahun , secara politis dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.

Transkripsi:

PERANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TERHADAP NASABAH BANK MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2004 1 Oleh: Putri Pratiwi Gonibala 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah atas simpanannya tidak dijamin oleh lembaga penjamin simpanan dan bagaimana tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normative disimpulkan bahwa: 1. Perlindungan hukum memiliki arti sebagai upaya atau tindakan yang diberikan oleh hukum dalam arti peraturan perundang-undangan untuk melindungi subyek hukum dari adanya pelanggaran atas hak dan kewajiban para pihak yang terdapat dalam sebuah hubungan hukum. Perlindungan hukum nasabah penyimpan dana adalah perlindungan yang diberikan oleh peraturan perundangundangan atau hukum positif yang berlaku bagi nasabah penyimpan dana. Perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana bertujuan untuk melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan simpanannya yang disimpan di suatu bank tertentu terhadap suatu resiko kerugian. 2. Mengenai tanggung jawab bank menurut bentuknya yang merupakan bentuk analisis mengenai tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan aset bank dalam hal terjadi pencabutan izin usaha dan dilikuidasi bank. Kata kunci: lembaga penjamin simpanan, bank PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan perlu diperkuat. Untuk itu perlu diberikan jaminan atas dana yang disimpannya. Keberadaan suatu sistem penjaminan simpan yang diatur secara tegas dan disusun secara lengkap dan meningkatkan kepercayaan pada akhirnya memperkuat seluruh sistem 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Dr. Friend Anis, SH, MH; Drs.Tommy M. R. Kumampung, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 13071101393 perbankan. 3 Seakan disadarkan akan pentingnya mengatur penjaminan dana nasabah penyimpan oleh adanya peristiwa krisis moneter, serta mengingat sistem penjaminan yang tengah berjalan pada waktu itu (Blanket Guarantee), dilakukan penyesuaian terhadap Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang- Undang Perbankan). Pasal 37B ayat (1) Undang- Undang Perbankan menentukan: Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. 4 Pasal 37B ayat (2) Undang-Undang Perbankan menyebutkan bahwa: Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan. Sebagai pelaksanaan dari amanat Pasal 37B ayat (2) tersebut, pada tanggal 22 September 2004 dibentuk secara resmi suatu lembaga tetap yang bertugas untuk menjamin keamanan dana nasabah dibank yaitu dengan dikeluarkannya UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mulai beroperasi pada tanggal 22 September 2005. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah atas simpanannya tidak dijamin oleh lembaga penjamin simpanan? 2. Bagaimana tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya? C. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, 5 yaitu penelitian hukum kepustakaan untuk meneliti inventaris hukum positif yang 3 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 140 4 Lihat Penjelasan Pasal 37B ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, tentang Perbankan 5 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 1 145

berlaku di Indonesia. PEMBAHASAN A. Perlindungan Hukum terhadap Nasabah atas Simpanannya yang Tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan Sebagai pelaksanaan dari amanat Pasal 37B ayat (2) Undang-Undang Perbankan, pada tanggal 22 September 2004 dibentuk secara resmi suatu lembaga tetap yang bertugas untuk menjamin keamanan dana nasabah dibank yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mulai beroperasi pada tanggal 22 September 2005. Dengan adanya Undang-Undang LPS yang mewajibkan kepada setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia menjadi peserta Penjaminan (sebagaimana dituangkan dalam Pasal 8 (1) Undang-Undang LPS), maka kewajiban menjamin simpanan nasabah yang semula terletak pada bank (sebagaimana dituangkan dalam Pasal 37B Undang-Undang Perbankan), dengan pembayaran premi oleh bank kepada LPS akan beralih menjadi kewajiban LPS untuk menjamin simpanan nasabah ketika bank tersebut dicabut izin usahanya. 6 Berdasarkan Pasal 1 1 ayat (1) Undang- Undang LPS, nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), namun sejak tanggal 13 Oktober 2008 yaitu dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai Simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan, nilai simpanan yang dijamin oleh LPS menjadi Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Dengan demikian terhadap nasabah yang simpanannya melebihi Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) tidak dijamin oleh Undang-Undang LPS. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian jamin (menjamin) adalah menanggung atau berjanji akan memenuhi kewajiban orang lain yang membuat perjanjian apabila perjanjian itu tidak ditepati. Dengan demikian, tidak dijamin berarti tidak ditanggung atau tidak dipenuhi kewajiban 6 Lihat Penjelasan Pasal 37B, Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia orang lain yang membuat perjanjian apabila perjanjian itu tidak ditepati. 7 Berdasarkan pengertian tersebut, simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh UU LPS dapat diartikan sebagai simpanan nasabah yang tidak ditanggung oleh LPS, sehingga menimbulkan pertanyaan bagi penulis, bagaimana perlindungan hukum terhadap Nasabah Penyimpan atas simpanan yang tidak dijamin oleh UU LPS. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan pembahasan guna mendapat jawaban mengenai perlindungan hukum terhadap Nasabah Penyimpan atas simpanan yang tidak dijamin oleh Undang-Undang LPS. Perlindungan hukum harus mutlak diberikan kepada Nasabah Penyimpan dana, yaitu untuk melindungi haknya. Para Nasabah Penyimpan dana akan lebih mengharapkan bank yang aman untuk menyimpan dananya daripada bank yang memberikan bunga tinggi tetapi juga sangat beresiko untuk menyimpan dana. Padahal jika telah ada perlindungan yang pasti terhadap para Nasabah Penyimpan, akan mendorong mereka yang mempunyai dana lebih untuk menyimpan di bank. Perlindungan hukum terhadap Nasabah Penyimpan atas simpanannya yang tidak dijamin oleh LPS berdasarkan hubungan kontraktual dan hubungan non kontraktual akan dibahas dengan menghubungkannya dengan menguraikan mengenai simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh LPS dalam hubungan kontraktual dan dalam hubungan non kontraktual. Simpanan nasabah yang tidak dijamin oleh LPS dalam hubungan kontraktual antara bank dengan Nasabah Penyimpan, maka ketika kewajiban bank untuk mengembalikan simpanan Nasabah Penyimpan baru dibayar sebagian (hanya sebatas kewajiban yang beralih kepada LPS yaitu maksimal Rp.2.000.000,00 (dua miliar rupiah)), sisanya inilah dalam hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah, tetap menjadi kewajiban bank. Bahwa hubungan hukum antara bank dengan Nasabah Penyimpan dana adalah didasarkan atas Perjanjian Penyimpanan (Pasal 7 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, hal. 399 146

1 angka 5 Undang-Undang Perbankan). Dalam Hukum Perdata, Perjanjian Penyimpanan termasuk dalam bentuk perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Sulistyandari yang mengemukakan sebagai berikut: Perjanjian Penyimpanan dana merupakan perjanjian yang tidak mendapat pengaturan secara khusus dalam KUH Perdata, KUHD, maupun Undang-Undang Perbankan, oleh karena ketentuan umum perjanjian dalam KUH Perdata tersebut berlaku bagi semua perjanjian, maka termasuk berlaku pula bagi Perjanjian Penyimpanan dana. 8 Pendapat senada yang menegaskan bahwa Perjanjian Penyimpanan termasuk dalam bentuk perjanjian tak bernama juga dikemukakan oleh Daniel Djoko Tarliman dalam Disertasinya yang berjudul Lembaga Penjamin Simpanan dalam Penyelesaian Bank Gagal di Indonesia sebagai berikut: Perjanjian Penyimpanan dana termasuk jenis perjanjian tidak bernama yang sifatnya sui generis dalam arti tunduk pada ketentuan umum dari suatu perjanjian sedangkan ketentuan perjanjian bernama dipakai secara analogi. 9 Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Penyimpanan sebagai perjanjian tidak bernama tunduk pada KUHPerdata khususnya Buku III tentang Perikatan, khususnya Bab I, II, IV yang merupakan ketentuan umum perjanjian, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Bagian khusus terdapat dalam Bab V sampai Bab XVII memuat peraturanperaturan yang mengenai perjanjian-perjanjian bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang banyak di pakai dalam masyarakat dan yang sudah mempunyai nama-nama tertentu, misalnya jual beli, Sewa menyewa, pinjam meminjam, perjanjian perburuan, pemberian (shenking) dan sebagainya. Pasal 1233 KUH Perdata menyebutkan: 8 Sulistyandari, Op. Cit., hal. 296. 9 Daniel Djoko Tarliman, Lembaga Penjamin Simpanan dalam Penyelesaian Bank Gagal di Indonesia, Ringkasan Disertasi yang tidak diterbitkan, Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya. 2008. Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena 10 perjanjian, baik karena undang-undang. Selanjutnya dalam Pasal 1234 KUH Perdata menyebutkan: Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Perjanjian Penyimpanan antara bank dengan Nasabah Penyimpan dalam prakteknya merupakan perjanjian standar atau baku yang isinya ditentukan oleh pihak bank. Hubungan antara Nasabah Penyimpan dengan bank berdasarkan hubungan kontraktual, di mana dalam hubungan kontraktual ini hak-hak Nasabah Penyimpan lahir dari kontrak/perjanjian Penyimpanan dana yang dibuat oleh bank dengan Nasabah Penyimpan sendiri. Selain itu hakhak Nasabah Penyimpan juga diatur/diberikan oleh KUH Perdata maupun ketentuan Hukum Perbankan, hanya saja Perjanjian Penyimpanan dana dalam praktik isinya ditentukan oleh pihak bank seperti berapa besar perhitungan bunga/jasa simpanan, biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh Nasabah Penyimpan dan biasanya Perjanjian Penyimpanan dana merupakan perjanjian standar/baku yang biasanya terdapat ketentuan yang lebih menguntungkan pihak bank. 11 Dengan demikian, hak dan kewajiban Nasabah Penyimpan merupakan perikatan yang lahir dari Perjanjian Penyimpanan dana, maka ketika bank dicabut izin usahanya dan hak Nasabah Penyimpan baru dibayar sebagian (sebesar jaminan yang dilakukan oleh LPS), sisanya tetap menjadi hak nasabah dan merupakan kewajiban bank atas dasar Perjanjian Penyimpanan, jika bank tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang diperjanjikan, maka bank telah melakukan tindakan wanprestasi. Simpanan nasabah yang tidak dijamin dalam hubungan non kontraktual berdasarkan Undang-Undang LPS adalah sebagai berikut: 1. Simpanan nasabah yang melebihi nilai Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); 2. Simpanan nasabah yang berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau verifikasi memenuhi 10 Lihat Penjelasan Pasal 1233, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 11 Sulistyandari, Op. Cit., hal. 300. 147

ketentuan Pasal 19 Undang-Undang LPS. 12 Berdasarkan identifikasi simpanan nasabah di atas, muncul pertanyaan bagaimana hukum memberikan perlindungan terhadap Nasabah Penyimpan atas simpanan yang tidak dijamin tersebut. Dari data nomor 2.1 Pasal 37 B Undang- Undang Perbankan mengenai kewajiban menjamin simpanan dana nasabah, apabila dihubungkan dengan data nomor 2.2.2 Pasal 8 Undang-Undang LPS mengenai kepesertaan LPS, Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Perbankan mengenai penjaminan simpanan, Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Perbankan mengenai kewajiban bank menyediakan informasi bagi nasabah dan dihubungkan dengan pendapat Sulistyandari, maka dapat dideskripsikan bahwa simpanan dana nasabah di bank harus dijamin melalui LPS sebagai bentuk perlindungan eksplisit terhadap nasabah atas simpanannya. Adanya simpanan yang tidak dijamin oleh LPS menyebabkan nasabah yang simpanannya termasuk kategori yang tidak dijamin tersebut akan menghadapi risiko, yaitu apabila bank tempat mereka menempatkan simpanannya ditutup. Menurut Undang-Undang LPS, fungsi LPS selain menjamin simpanan Nasabah Penyimpan juga turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya, dalam fungsinya turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan, LPS mempunyai tugas merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan; merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal (bank resolution) 13 yang tidak berdampak sistemik; dan melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik (Pasal 5 ayat (2)). LPS juga mempunyai kewenangan mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS; menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan; meninjau ulang, membatalkan, 12 Brahmandita, Penjamin Simpanan dan Fasilitas Likuiditas, Media Indonesia, 16 Februari, 2004, hal. 7 13 Martono, Bank dan Lembaga Keuangan, Ekonesia, Yogyakarta, 2002, hal. 41 mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank; dan menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur (Pasal 6 ayat (2)). Berkaitan dengan Pasal 6 ayat (2) di atas, LPS mempunyai kewenangan untuk melakukan likuidasi terhadap Bank Gagal yang sudah dicabut izin usahanya. Likuidasi bank tersebut dilakukan dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 53 Undang-Undang LPS, yaitu: a. pencairan aset dan/atau penagihan piutang kepada para debitor diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan tersebut; atau b. pengalihan aset dan kewajiban bank kepada pihak lainberdasarkan persetujuan LPS. 14 B. Tanggung Jawab Bank terhadap Nasabah Penyimpan atas Simpanan yang tidak Terpenuhi Haknya. Mengenai pengertian tanggung jawab, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberi pengertian sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Dalam hal ini, tanggung jawab timbul karena telah diterima wewenang. Tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu antara pemberi wewenang dan penerima wewenang. Jadi tanggung jawab dalam pengertian ini seimbang dengan wewenang. Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan 14 Lihat Penjelasan Pasal 53 Undang-Undang 148

meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik. 15 Menurut W.J.S. Poewardarminto, tanggung jawab adalah sesuatu yang menjadi kewajiban (keharusan) untuk dilaksanakan, dibalas dan sebagainya. Dengan demikian kalau terjadi sesuatu maka seseorang yang dibebani tanggung jawab wajib menanggung segala sesuatunya. Dengan kata lain, tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. 16 Adapun dalam karya ilmiah ini tanggung jawab dibatasi pada tanggung jawab dalam konteks liability, yaitu tanggung jawab bank menyangkut kewajiban secara aktual dalam hubungannya dengan Nasabah Penyimpan untuk melaksanakan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa hubungan hukum antara bank dengan Nasabah Penyimpan adalah hubungan kontraktual dan hubungan non kontraktual. Hubungan kontraktual yaitu didasarkan pada Perjanjian Penyimpanan antara bank dengan Nasabah Penyimpan. Apabila ditilik lebih dalam lagi mengenai jenis perjanjian, maka perjanjian ini merupakan perjanjian tak bernama. Layaknya perjanjian pada umumnya, Perjanjian Penyimpanan tunduk pada KUHPerdata khususnya Buku III tentang Perikatan, di mana selain mengatur tentang perjanjian bernama Buku III juga berlaku bagi perjanjian tak bernama, namun karena tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata, maka perjanjian itu selain mengikuti peraturan umum (lex generalis) yaitu Buku III KUHPerdata juga tunduk pada peraturan khususnya (lex 15 Jonker Sihombing, Tanggung Jawab Yuridis Bank Atas Kredit Macet Nasabah, Alumni, Bandung, 2009, hal. 58 16 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, Tanpa Tahun, hal. 242 specialis) yaitu Undang-Undang Perbankan. Ketentuan umum Perikatan dalam Buku III KUHPerdata antara lain adalah sebagaimana yang dapat disimpulkan dan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata mengenai kekuatan mengikatnya perjanjian. Mengikat artinya masing-masing para pihak dalam perjanjian tersebut harus menghormati dan melaksanakan isi perjanjian, serta tidak boleh melakukan perbuatan yang bertentangan dengan isi perjanjian, Terikatnya para pihak pada perjanjian tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral. Tunduknya Perjanjian Penyimpanan pada ketentuan KUHPerdata menghendaki pula tunduk pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, maka jika terjadi pelanggaran hak Nasabah Penyimpan oleh bank seharusnya perlindungan hukum diberikan oleh Perjanjian Penyimpanan dana itu sendiri karena perjanjian adalah undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pacta sunt servanda). Selanjutnya hubungan antara bank dengan Nasabah Penyimpan adalah hubungan non kontraktual, dalam hubungan ini hak-hak Nasabah Penyimpan terhadap bank muncul karena adanya hukum tertulis dan hukum tidak tertulis, biasanya hubungan kontraktual ini tercipta pada saat hubungan praktek antara pihak bank dengan pihak nasabah. Hubungan non kontraktual yang diatur dalam hukum tertulis yaitu Undang-Undang Perbankan dan peraturan pelaksananya yaitu hubungan kepercayaan, hubungan kehati-hatian, hubungan kerahasiaan, hubungan menjamin dana simpanan, hubungan kepedulian terhadap risiko nasabah, hubungan kepedulian terhadap pengaduan nasabah. Seperti halnya dalam hubungan kontraktual, dalam hubungan non kontraktual ini juga terdapat pengaturan perlindungan hukum terhadap Nasabah Penyimpan dana, yaitu: 1. Dalam hubungan kepercayaan, perlindungan hukum diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Perbankan tentang pemberian kredit, Pasal 16 Undang- Undang Perbankan tentang perizinan dan 29 Undang-Undang Perbankan tentang 149

pembinaan dan pengawasan perbankan 2. Dalam hubungan kehati-hatian, perlindungan hukum berupa pengenaan sanksi kepada bank berdasarkan ketentuan Pasal 52 Undang-Undang Perbankan yang berupa teguran tertulis, dan pelanggaran itu dapat diperhitungkan dengan komponen tingkat kesehatan bank, bahkan bank dapat diberikan sanksi pencabutan izin usaha, dan dengan adanya ketentuan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan maka Direksi dari bank yang bersangkutan dapat diadukan oleh nasabah sebagai telah melaksanakan tindak pidana dan dijatuhi sanksi pidana. 3. Dalam hubungan kerahasiaan, perlindungan hukum diatur dalam berupa pengenaan sanksi kepada bank berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perbankan. 4. Dalam hubungan menjamin simpanan nasabah, Hubungan ini diatur dalam Pasal 37B Undang-Undang Perbankan, bahwa (1) setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan; (2) untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan; (3) Lembaga Penjamin Simpann sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan hukum Indonesia. 5. Dalam hubungan kepedulian terhadap pengaduan nasabah, perlindungan hukum berupa pengenaan sanksi administratif kepada bank berdasarkan ketentuan Pasal 52 Undang-Undang Perbankan yang berupa teguran tertulis, dan pelanggaran itu dapat diperhitungkan dengan komponen tingkat kesehatan bank, namun jika pelanggaran dilakukan dengan sengaja oleh anggota Direksi dan pegawai dari bank yang bersangkutan dapat diadukan oleh nasabah karena telah melakukan tindak pidana dan dijatuhi sanksi pidana berdasarkan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan 17 Selanjutnya membahas mengenai tanggung jawab bank terhadap Nasabah Penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan aset bank dalam hal terjadi pencabutan izin usaha dan likuidasi bank, perlu diuraikan terlebih dahulu bahwa dalam proses Likuidasi suatu bank, terhadap pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur yang diperoleh dari hasil pencairan dan/atau penagihan piutang, maka terdapat 3 (tiga) kemungkinan hasil likuidasi adalah sebagai berikut: 1. Aset Positif (Hak > Kewajiban); Dalam hal ini masih terdapat sisa hasil likuidasi dan/atau sisa aset setelah pelaksanaan likuidasi selesai. 2. Aset Nol (Hak = Kewajiban); Dalam hal ini tidak terdapat sisa hasil likuidasi dan/atau sisa aset setelah pelaksanaan likuidasi selesai maupun tidak lagi terdapat kewajiban yang harus dilaksanakan oleh bank. 3. Aset Negatif (Hak < Kewajiban); Dalam hal ini seluruh aset bank telah habis dalam proses likuidasi dan masih terdapat kewajiban bank terhadap pihak lain. 18 Dari 3 (tiga) kemungkinan hasil likuidasi di atas, kemungkinan yang ketigalah yang menuntut adanya tanggung jawab bank untuk memenuhi hak pihak lain (dalam hal ini Nasabah Penyimpan) atas simpanannya yang harus dikembalikan. Berdasarkan data nomor 2.2.4 Pasal 54 ayat (5) Undang-Undang LPS dapat diketahui bahwa tanggung jawab bank yang berupa kewajiban pengembalian simpanan nasabah akibat likuidasi oleh pemegang saham, dalam hal seluruh aset bank telah habis dalam proses likuidasi namun masih terdapat kewajiban bank terhadap pihak lain, maka kewajiban tersebut wajib dibayarkan oleh pemegang saham lama yang terbukti menyebabkan bank menjadi Bank Gagal, ini berarti bahwa tanggung jawab itu dikembalikan kepada bank. 17 M. Bahsan, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rejeki Agung, Jakarta, 2002, hal. 62 18 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1983, hal. 58 150

PENUTUP A. Kesimpulan 1. Perlindungan hukum memiliki arti sebagai upaya atau tindakan yang diberikan oleh hukum dalam arti peraturan perundangundangan untuk melindungi subyek hukum dari adanya pelanggaran atas hak dan kewajiban para pihak yang terdapat dalam sebuah hubungan hukum. Perlindungan hukum nasabah penyimpan dana adalah perlindungan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau hukum positif yang berlaku bagi nasabah penyimpan dana. Perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana bertujuan untuk melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan simpanannya yang disimpan di suatu bank tertentu terhadap suatu resiko kerugian. 2. Mengenai tanggung jawab bank menurut bentuknya yang merupakan bentuk analisis mengenai tanggung jawab bank terhadap nasabah penyimpan atas simpanan yang tidak terpenuhi haknya dari hasil penjualan aset bank dalam hal terjadi pencabutan izin usaha dan dilikuidasi bank. B. Saran-Saran 1. Upaya hukum bagi Nasabah Penyimpan atas simpanannya yang tidak dijamin oleh LPS masih kurang melindungi hak-haknya dikarenakan harus melalui proses yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat, maka seharusnya pemerintah segera membuat peraturan mengenai tata cara tentang likuidasi atas keinginan pemegang saham dan juga tata cara mengenai upaya hukum atau pengajuan gugatan bagi Nasabah Penyimpan dana yang dana simpanannya belum kembali setelah bank dilikuidasi dan aset bank telah habis; 2. Bagi pihak bank, diharapkan untuk selalu mengumumkan keadaan atau kesehatan masing-masing bank, baik melalui media massa atau melalui website. Hal ini dimaksudkan agar para nasabah bank mengetahui risiko terhadap dana simpanannya, serta hendaknya pula pihak bank memberikan perlakukan yang sama terhadap Nasabah Penyimpan dana baik yang kecil maupun yang besar, sehingga tidak ada nasabah yang tidak mendapatkan pengembalian simpanannya dengan alasan aset telah habis sedangkan pemegang saham tidak dapat diharapkan. DAFTAR PUSTAKA Anwari Achmad dan Huyasro, Garansi Bank Menjamin Usaha, Balai Aksara, Jakarta, 1983 Badrulzaman Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1983 Bahsan M., Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rejeki Agung, Jakarta, 2002 Brahmandita, Penjamin Simpanan dan Fasilitas Likuiditas, Media Indonesia, 16 Februari, 2004 Djumhana Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006 Fuady Munir, Hukum Perbankan Modern Kesatu, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003. Hasibuan H. Malayu SP., Dasar-Dasar Perbankan, Bina Aksara, Jakarta, 2004 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2006. Kartono, Hak-Hak Jaminan Kredit Perbankan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977 Martono, Bank dan Lembaga Keuangan, Ekonesia, Yogyakarta, 2002 Muhammad Abdulkadir, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992 Poerwadarminta W.J.S, Kamus Bahasa Indonesia, Tanpa Tahun Pramono Nindyo, Hukum Komersial, Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta, 2003. Sembiring Sentosa, Hukum Perbankan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000 Simorangkir O.P., Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000, Sitompul Zulkarnain, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2002. Soekanto Soerjono dan Mamudji Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004. Sudarsono Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Ekonisa, Yogyakarta, 2003 Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1995 151

Sulistyandari, Hukum Perbankan Perlindungan Hukum Terhadan Nasabah Melalui Pengawasan Perbankan di Indonesia, Laras, Sidoardjo, 2013 Sutedi Adrian, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007. Suyatno Thomas, Kelembagaan Perbankan, Gramedia, Bandung, 2004. Tarliman Daniel Djoko, Lembaga Penjamin Simpanan dalam Penyelesaian Bank Gagal di Indonesia, Ringkasan Disertasi yang tidak diterbitkan, Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya. 2008 Widjarnako, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2003 Zaini Zulfi Diane, Independensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah, CV. Keni Media, Bandung, 2012 152